You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani; achondros yaitu tidak memiliki kartilago
dan plasia yaitu pertumbuhan. Istilah yang pertama kali digunakan oleh Parrot (1878) ini
secara harfiah berarti pembentukan kartilago menjadi tulang – tulang (terutama tulang
panjang) yang terganggu. Achondroplasia ini merupakan suatu penyakit genetika yang
diturunkan secara autosom dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena adanya
mutasi dalam gen secara spontan.
Achondroplasia disebut juga dwarfisme atau kekerdilan. Istilah lain yang biasa digunakan
untuk penyakit ini antara lain Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis,
Chondrodystrophy Syndromeatau Osteosclerosis Congenital. Umumnya pertumbuhan tulang
yang normal bergantung pada produksi tulang rawan, yaitu sebuah jaringan ikat fibrosa.
Asupan kalsium ke dalam tubuh secara normal akan disimpan dalam tulang rawan sehingga
tulang rawan akan mengeras menjadi tulang..
Seseorang yang mengidap Achondroplasia ini memiliki lengan tangan dan kaki yang
pendek. Umumnya kepala dan tulang belakang mereka normal, namun dengan adanya lengan
dan kaki yang pendek tersebut menyebabkan kepalanya terlihat lebih besar. Selain itu terjadi
penonjolan yang cukup ekstrim pada bagian dahi dan hidung (hidung pelana). Terjadi pula
pembentukan midface deficiency yang terlihat mencolok pada bagian rahang penderita. Saat
menginjak usia dewasa terjadi pula perkembangan otot yang berlebihan. Penyakit lain yang
mungkin timbul sebagai komplikasi penyakit ini adalah gangguan pendengaran seperti infeksi
telinga bagian tengah dan gangguan saraf. Tinggi badan penderita biasanya tidak lebih dari
130cm. Namun intelegensi, mental dan kemampuan reproduksi penderita penyakit ini tidak
mengalami gangguan.
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen faktor reseptor
pertumbuhan fibroblast 3, atau FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan
pendek kromosom 4p16.3 Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan
protein yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan
tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggungjawab

1
pada hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada
nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-
mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang.
Besarnya kemungkinan terlahirnya bayi yang mengidapAchondroplasia adalah 1/10.000
kelahiran hidup. Selain itu pula didapatkan sekitar 80% Achondroplasia terjadi karena adanya
mutasi genetik yang terjadi secara spontan. Penyakit ini merupakan penyakit genetika yang
dapat diturunkan oleh autosom dominan maupun karana mutasi yang terjadi secara spontan,
artinya meskipun kedua orang tua tidak memiliki gen penyakit ini, mereka memiliki
kemungkinan untuk melahirkan seorang anak yang mengidap Achondroplasia. Apabila salah
satu orang tua memiliki gen penyakit ini maka kemungkinan anaknya mengidap penyakit ini
sebesar 50%, heterozygot achondroplasia. Jika kedua orang tua menderita Achondroplasia,
maka peluang untuk mendapatkan anak normal 25%, anak yang menderita
Achondroplasia 50% dan 25% anak dengan homozigot Achondroplasia (biasanya
meninggal). Achondroplasia dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dengan
frekwensi yang sama besar. Fakta menarik yang ditemukan dari penyakit ini adalah bahwa
jumlah anak yang terlahir mengidap penyakit Achondroplasia kemungkinanya semakin besar
seiring dengan semakin tuanya usia ayah sedangkan kebanyakan penyakit genetik lebih
banyak terkait seiring dengan bertambahnya usia ibu. Penyakit Achondroplasia ini merupakan
suatu penyakit yang menyebabkan cacat secara morfologi yang juga mempengaruhi kinerja
organ – organ tubuh. Penyakit komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini perlu
mendapatkan perhatian yang lebih sehingga penderita penyakit ini dapat memiliki jangka
waktu hidup yang normal.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa memahami dan mengetahui asuhan keperawatan anak dengan
akhondroplasia
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengertian penyakit akhondroplasia
b) Mengetahui anfis terkait penyakit akhondroplasia

2
c) Mengetahui etiologi penyakit akhondroplasia
d) Mengetahui tanda dan gejala penyakit akhondroplasia
e) Mengetahui patofisiologi penyakit akhondroplasia
f) Mengetahui WOC penyakit akhondroplasia
g) Mengetahui komplikasi penyakit akhondroplasia
h) Mengetahui penatalaksnaan penyakit akhondroplasia
i) Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit achondroplasia
j) Untuk mengetahui pengkajian dari achondroplasia
k) Untuk mengetahui diagnosa dari achondroplasia
l) Untuk mengetahui intervensi dari achondroplasia

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP PATOFISIOLOGI
1. Pengertian Akhondroplasia
Istilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot (1878). Achondroplasia
berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan plasia: pertumbuhan.
Secara harfiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago,
walaupun sebenarnya individu dengan Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya
adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulang-
tulang panjang yang terganggu. Achondroplasia ini merupakan suatu penyakit genetika yang
diturunkan secara autosom dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena adanya
mutasi dalam gen secara spontan.
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan
osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada
lengan pendek kromosom 4p16.3. Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-
tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang.
Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga
dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis,
Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital
Akondroplasia adalah kelainan bawaan yang diturunkan secara autosomal (mutasi
genetik) dimana aggota gerak penderita lebih pendek dari normal dan tulang belakang
biasanya tidak terkena sehingga terlihat gambaran cebol yang khas pada penderita.Karena
akondroplasia merupakan kelainan autosomal dominan, maka kemungkinan memiliki anak
dengan akondroplasia adalah 50% jika salah satu orang menderita dan yang lainnya tidak
menderita. Jika keduanya akondroplasia, maka kemungkinan bahwa anaknya menderita
akondroplasia adalah 75%.

4
2. Anatomi fisiologi

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas :


a) Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, fibula, ulna dan humerus
dimana daerah batas disebut diafisis dan yang berdekatan dengan garis epifisis disebut
metafisis. Didaerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering ditemukan adanya
kelainan atau penyakit, oleh karena di daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif
dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan pada
daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang.
b) Tulang pendek
Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang karpal.
c) Tulang pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula dan tulang pelvis.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan
bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya dilapisi periosteum.
Periosteum pada anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang memungkinkan penyembuhan
tulang pada anak akan lebih cepat dibandingkan orang dewasa. Pada tulang panjang terdapat
bagian-bagian khas antara lain diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang
berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang
besar.

5
Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk
perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifis adalah daerah pertumbuhan
longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa.
Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteri nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari
arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan tulang yang
patah.
Berdasarkan histologis, maka dikenal (Gambar 2) (4):
1. Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone)
Tulang ini pertama-tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada suatu
perkembangan embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang yang
imatur dan pada umur satu tahun tulang imatur kemudian secara perlahan-lahan
menjadi tulang yang matur.
2. Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
 Tulang kortikal (cotical bone, dense bone, compacta bone)
 Tulang trabekuler (cancellous bone, trabecular bone, spongiosa)
Proses pembentukan tulang imatur telah dimulai pada usia gestasi 8 minggu.
Dimana pada saat tersebut tulang telah dibentuk dari struktur tulang rawan (kondrosit).
Seiring dengan waktu, terbentuklah vaskularisasi sehingga memungkinkan suplai darah ke
tulang imatur dan mengaktifkan fungsi osteoblast untuk menyekresikan kompenon osteoid
sehingga terjadi ossifikasi (proses pengkakuan) primer dan menjelang kelahiran, osteoclast
mengalami aktivasi untuk membuat kanal-kanal medular. Setelah lahir, proses ossifikasi
terjadi pada daerah diafisis & kondrosit epifisis yang mengalami ossifikasi terus-menerus
hingga mencapai tinggi maksimum

3. Etiologi Akhondroplasia
Achondroplasia disebabkan oleh cacat genetika. Ini adalah sifat dominan, yang berarti
bahwa orang dengan cacat genetik akan menampilkan semua gejala gangguan tersebut.
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan osifikasi
endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan
pendek kromosom 4p16.3.4-7. Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal
pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya

6
pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3
bertanggungjawab pada hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi
mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh
mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana
mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang.
Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel mesenkim
yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi membentuk
kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk kondrosit yang secara
bertahap menjadi mature membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah itu, hipertrofik kondrosit
akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks
ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan
normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron.
Adanya mutasi gen FGFR3 pada Achondroplasia menyebabkan gangguan pada proses
osifikasi endokondral, dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat
pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang
terganggu.
Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-tulang yang dibentuk melalui
proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang. Selain itu, Achondroplasia
memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga dikenal dengan nama
Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau
Osteosclerosis Congenital. Achondroplasia adalah tipe dwarfisme yang paling sering
dijumpai. 2-6 Insiden yang paling umum menyebabkan Achondroplasia adalah sekitar
1/26.000 sampai 1/66.000 kelahiran hidup. Achondroplasia bersifat autosomal dominant
inheritance, namun kira-kira 85-90% dari kasus ini memperlihatkan de novo gene mutation
atau mutasi gen yang spontan.
Penyebab achondroplasia adalah gen-gen yang tidak normal di salah satu dari kromosom
empat pasang. Ada beberapa kasus yang mencatat bahwa seorang anak mewarisi
achondroplasia dari orang tua dengan kondisi serupa. Jadi, kalo salah satu dari orangtuanya
memiliki kelainan achondroplasia maka kelak keturunannya memiliki 50% kesempatan tidak
terkena. Jika orangtua sama-sama mengidap achondroplasia, itu berarti punya kemungkinan
50% anaknya mengalami achondroplasia, 25% tidak kena dan 25% lagi membawa gen

7
abnormal yang sama. Di lebih dari 80% kasus, achondroplasia tidak diturunkan. Tapi bisa
terjadi dari hasil mutasi gen baru yang terjadi dalam sel telur atau sel sperma sebagai unsur
terjadinya embrio. Para ahli genetik telah meneliti bahwa ayah yang berusia pertengahan
yakni 40 tahunan keatas, ada kemungkinan memiliki anak achondroplasia dan kondisi
autosom dominan lain k arena mutasi gen baru.

4. Patofisiologi Akondroplasia
Achondroplasia terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang mengode Fibroblast Growth
Factor Receptor 3 (FGFR3). Pada mamalia, FGFRs terdiri dari 4 macam reseptor Tirosin
Kinase (FGFR1-4) yang memiliki afinitas yang berbeda-beda terhadap Fibroblast Growth
Factors (FGFs). Adapun FGF 1,2, 4, 8, dan memiliki afinitas tinggi untuk mengaktifkan
FGFR3. FGFs terdiri dari 18 protein struktural misalnya, heparin-binding polypeptides yang
memegang peranan pada pertumbuhan dan differensiasi berbagai jenis sel yang berasal dari
mesenkim dan neuroektodermal. Selain itu, FGFs juga memenggaruhi kemotaksis,
angiogenesis, dan apoptosis sel tersebut.
Pada keadaan normal, adanya akitivasi pada FGFR3 membuka jalur STAT1, MAPK-
ERK, MAPK-p38, dan jalur lainnya untuk menginhibisi proliferasi kondrosit, sintesis
matriks post-mitotik, dan diferensiasi akhir (hipertrofi) sel. Dengan teraktvasinya FGFR3
maka, teraktivasi pula C-type Natriuretic Peptide (CNP) melalui interaksi dengan
reseptornya, Natriuretic Peptide Receptor B (NPR-B). CNP menginduksi Cyclic Guanosine
Monophosphate (cGMP) sehingga menginhibisi jalur MAPK yang akhirnya akan
menyebabkan proliferative dan pra-hipertrofi pada zona lempeng pertumbuhan

8
5. Woc

9
6. Manifestasi Klinis Akondroplasia

a) Adanya gangguan pertumbuhan dengan postur tubuh yang pendek, Bentuk badan yang
tidak proporsional memudahkan kita untuk mengenal kelainan ini dan
membedakannya dengan dwarfism (kerdil) yang baru muncul setelah usia 2 tahun.
Pada pemeriksaan fisik secara umum ditemukan batang tubuh dan tungkai penderita
akondroplasia lebih pendek, tungkai bengkok dan segmen tungkai proksismal lebih
pendek Jika penderita berdiri, maka ujung jari tangan biasanya tidak akan mencapai
trokanter.
b) Tampak ketidakseimbangan antara berat badan dan pemendekan ekstremitas bawah,
dengan banyaknya pemendekan dari segmen proksimal ekstremitas. Ukuran
ekstremitas yang pendek merupakan gambaran utama kelainan ini. Terdapat
rhizomelia, trident hands dan brakidaktili. Siku bisa berada pada posisi ekstensi dan
pronasi, serta jari tangan kedua, tiga dan empat sama panjang. Extensi siku terbatas,
genu varum displastik dan terdapat penyempitan sakroiliaka .
c) Pelebaran tulang tengkorak pada regio frontal dan depresi batang hidung. Untuk
kepala tampak ukuran tulang kranium lebih besar dari ukuran normal disertai dengan
penonjolan frontal (frontal bossing) dan jembatan hidung yang rata. Tulang calvaria
besar sedangkan basis kranial dan tulang wajah kecil karena midfacial hypoplasia
contracted skull base. Tulang maksila lebih datar karena mengalami hipoplasia
sehingga muka tampak lebih datar, tulang maksilaris yang kecil ini menyebabkan gigi
tumbuh lebih padat. Foramen magnum tampak menyempit sehingga mempermudah
terjadinya hidrosefalus.

10
d) Pada tulang punggung bisa terdapat skoliosis, gibbus lumbal biasanya ditemukan pada
masa bayi, gibbus torakolumbal yang bisa menghilang saat bisa berjalan. Penyempitan
ruang interpedikuler pada lumbal, ilium displastik dengan penyempitan sacroiliaca
groove, asetabulum mendatar. Tinggi rata-rata lelaki adalah 131 cm dan perempuan
124 cm.
e) Riwayat penyakit jika diagnosis telah ditegakkan perlu untuk menanyakan beberapa
hal sehubungan dengan komplikasi yang akan terjadi seperti : nyeri, ataksia,
inkontinensia, apnea, gangguan nafas dan kuadriparesis. Perlu ditanyakan tentang
otitis media untuk mencegah ketulian dan gangguan perkembangan bahasa. Gangguan
tidur dan peningkatan ukuran kepala perlu diwaspadai. Walaupun akondroplasia sering
akibat mutasi baru, perlu untuk mendeteksi keluarga berisiko, yaitu orang tua
heterozigot terhadap gen G1138A atau G1138C.

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratoriaum
Pemeriksaan analisis DNA pada FGFR3 untuk mengidentifikasi mutasi genetik.
2. Radiologi
 Kontraktur dasar tengkorak
 Keterbatasan progresif interpedikular dan lordosis pada region lumbal
 Spinal stenosis
 Pendeknya leher femur dan deformitas panggul

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat dialami oleh penderita achondroplasia yaitu

 Hambatan pertumbuhan tulang yang normal, dimana tinggi badan penderita berada
dibawah percentile ke-3 kurva tinggi badan.
 Apneu spontan dan depresi nafas. Hal ini dikarenakan, hambatan pertumbuhan tulang
dasar tengkorak yang memungkinkan terjepitnya batang otak dan mengganggu pusat
pernafasan sehingga regulasi pernafasan normal terganggu.

11
 Defisit neurologis dan retardasi mental oleh karena hambatan pertumbuhan tulang
tengkorak sehingga terjadi pula hambatan dalam pertumbuhan dan maturasi sel-sel otak.
 Otitis media dan kelainan telinga lainnya. Mekanisme kelainan telinga dikarenakan
posisi telinga secara anatomis berbeda dari normal oleh karena, gangguan pertumbuhan
tulang sehingga meningkatkan resiko terjadinya infeksi dapa telinga.
 Hidrosefalus atau kompresi medulla spinalis
 Gangguan pendengaran karena otitis media berulang
 Strabismus (akibat dari dismorfisme kraniofasial)
 Obesitas
 Sleep apnea
 Keterbatasan gerak
9. Penatalaksanaan
Tidak ada perawatan akan membalikkan hadir di achondroplasia cacat. Semua pasien
dengan penyakit tersebut akan pendek, dengan proporsional normal tungkai, batang, dan
kepala. Pengobatan achondroplasia terutama dari beberapa alamat komplikasi dari gangguan,
termasuk masalah karena kompresi saraf, hidrosefalus, kaki bengkok, dan kurva abnormal di
tulang belakang. Anak-anak dengan achondroplasia yang mengembangkan infeksi telinga
tengah (otitis akut media) akan memerlukan perawatan cepat dengan antibiotik dan
pemantauan yang cermat untuk menghindari gangguan pendengaran. Serta tidak ada terapi
spesifik untuk akondroplasia.
Anak yang lahir dengan akondroplasia harus dilakukan :
1) Monitor ketat tentang berat badan dan tinggi badan setiap bulan terutama pada tahun
pertama kelahiran. Pengukuran rasio segmen ekstremitas atas dan bawah.
2) Monitor perkembangan, seperti kemampuan motorik, bicara, dan interaksi sosial.
3) Evaluasi adanya maloklusi gigi.
4) Kontrol berat badan.
5) Terapi dengan hormone pertumbuhan (GH).
6) Terapi antiinflamasi (NSAIDs).
Selain itu juga dapat dilakukan terapi pembedahan, diantaranya :
1) Laminektomi lumbal pada spinal stenosis.
2) Fusi spinal pada kifosis pesisten diserta penggunaan dan modifikasi brace.

12
3) Prosedur distraksi osteogenesis (rthofix Garches lengthening) disertai tenotomi pada
tendon achiles untuk meningkatkan perkembangan tulang.
Sementara peran dari fisioterapi itu sendiri adalah memonitor tumbuh kembang
serta mencegah agar tidak terjadi komplikasi seperti kifosis atau posturalnya,
memberikan motivasi dengan meningkatkan rasa pencaya diri dan mandiri bagi
penderita achondroplasia, dan membantu meningkatkan kemampuan aktivitas
fungsional. Selain itu fisioterapi juga memiliki peran yang pentging saat pre dan post
teapi pembedahan.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
 Umur
 Jenis kelamin
b. keluhan utama
Biasanya keluarga pasien atau oranng tua pasien mengatakan pertumbuhan lambat,
tangan dan kaki tampak pendek, dan kepala terlihat lebih besar.

c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji apakah pasien mepmpunyai factor resiko potensi penyakit yang lain, seperti
tumor, kanker, osteoporosis, dll
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami kepala besar dengan dahi meninjo, hidung pesek,
tangan dan kaki cenderung pendek, Keluarga pasien mengeluh pertumbuhan
lambat, ukuran otot dan tulang kecil, tidak bertambahnya ukuran tinggi tubuh.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya dipengaruhi oleh tinggi badan kedua orangtuanya, usia pubertas kedua
orangtuanya, dan riwayat keluarga dengan perawakan pendek.

13
d. Riwayat kesehatan lingkungan
Lingkungan sekitar rumah cukup bersih dan aman, dan tidak ada resiko yang
membahayakan bagi penderita achodroplasia.

e. Riwayat tumbuh kembang


1) Motorik kasar : Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun 2
hitungan
2) Motorik halus : Meniru membuat garis lurus
3) Kognitif dan bahasa : Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata
4) Sosial dan kemandirian : Bergaul dengan baik, Melepaskan pakaian sendiri

f. imunisasi
JENIS USIA USIA
USIA PEMBERIAN
IMUNISASI PEMBERIAN PEMBERIAN

I II III

BCG 2 bulan - -

HEPATITIS 0 bulan 1 bulan 6 bulan

DPT 2 bulan 2 tahun 6 tahun

POLIO 1 bulan 2 bulan 3 bulan

CAMPAK 9 bulan 3 tahun 7 tahun

g. Pola kebiasaan sehari-hari


1) Pola pemenuhan nutrisi
 ASI/PASI/ makanan padat/vitamin
Pasien yang menderita achodroplasia mendapatkan ASI, makanan serta vitamin
yang cukup.
2) Pola makan dan minum

14
Pasien penderita achondroplasia menghabiskan makanannya sesuai porsi, dan
tidak ada masalah
3) Pola tidur
Pasien achondroplasia tidak ada mengalami gangguan tidur
4) Pola aktivitas/latihan/OR/bermain/hoby
Aktivitas penderita achondroplasia sama dengan anak normal lainnya, yaitu
bermain dengan teman sebayanya.
5) Pola kebersihan diri
 Mandi : melakukannya sendiri
 Oral hygiene : melakukannya sendiri
 Cuci rambut : melakukannya sendiri
6) Pola eliminasi
 BAB : biasanya pasien BAB 1x sehari, dengan konsistensi padat, warna
kuning, dan bau yang khas.
 BAK : biasanya pasien BAK 4-5x sehari dengan bau khas, dan warna kuning
jernih.
7) Kebiasaan lain
 Menggigit jari : tidak ada
 Menggigit kuku : tidak ada
 Menghisap jari : tidak ada
 Memainkan genital : tidak ada
 Mudah marah : akan marah jika ditertawakan oleh orang lain,
karena kondisi fisiknya

h. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Head to toe
a. Kepala
 Inspeksi : kepala besar dari normal, rambut tampak bersih tidak ada
ketombe, dahi menonjol.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

15
b. Mata
 Inspeksi : mata klien simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakkan

c. Hidung
 Inspeksi : bersih, hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi dan
perdarahan
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

d. Mulut
 Inspeksi : Simetris, mukosa mulut kering, gigi lengkap
 Palpasi : tidak ada lesi dan pembengkakkan

e. Telingga :
 Inspeksi : telingga semitris kiri dan kanan
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan pembengkakkan

f. Leher
 Inspeksi : sedikit agak pendek
 Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

g. Dada
Paru-paru
 Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi
 Palpasi : fremitus paru kiri & kanan sama
 Perkusi : terdengar bunyi sonor
 Auskultasi : terdengar bunyi vesikuler.

Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tampak

16
 Palpasi : ictus cordis teraba
 Perkusi : konfigurasi normal
 Auskultasi : bunyinya normal

h. Ekstremitas
 Atas : ukuran tangan pendek, dan tulang otot kecil
 Bawah : ukuran kaki pendek

i. Abdomen
 Inspeksi : tidak ada pembengkakkan
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : terdengar bunyi timpani
 Auskultasi : bising usus normal

j. Genitalia
 Inspeksi : tidak ada ada kelainan

i. Pemeriksaan tumbuh kembang


 DDST
DDST adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menentukan secara dini adanya
penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah. DDST
merupakan salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak,
tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ, fungsinya digunakan untuk
menafsirkan personal, sosial, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar pada anak
mulai dari 1-6 tahun (Soetjiningsih, 2005).Normal bila tidak ada keterlambatan
(delay). Dicurigai (suspect) bila didapatkan 2 atau lebih caution atau bila
didapatkan 1 atau lebih delay. Tidak teruji bila ada skor menolak 1 atau lebih
item disebelah kiri garis umur, bila menolak lebih dari 1 pada area 75-90% (warna
hijau) yang ditembus garis umur (Vivian nanny, 2010).
 Status Nutrisi

17
Pasien tidak ada mengalami gangguan nutrisi, pasien makan 3 kali sehari dengan
lauk nabati dan hewani bergantian.

2. Diagnosa keperawatan
1) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d menimgkatnya cairan
cerebrospinal, meningkatnya tekana intracranial
2) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, penurunan pertumbuhan tulang
3) Ketidakefektifan pola nafas b.d deformitas tulang

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan

1 Resiko perfusi Perfusi jaringan: serebral Monitoring tekanan intrakranial (ICP)


jaringan serebral tida
Indicator: Aktivitas:
efektif b.d
menimgkatnya cairan  Tekanan systole dan  Monitor TTV

cerebrospinal, diastole dalam rentang  Monitor AGD, ukuran pupil,


meningkatnya tekana yang diharapkan ketajaman, kesimetrisan dan
intracranial  Tidak ada reaksi
ortostatikhipertensi  Monitor adanya diplopia,
 Komunikasi jelas pandangan kabur, nyeri kepala
 Menunjukkan konsentrasi  Monitor level kebingungan dan
dan orientasi orientasi
 Pupil seimbang dan  Monitor tonus otot pergerakan
reaktif  Monitor tekanan intrkranial dan
 Bebas dari aktivitas respon nerologis
kejang  Catat perubahan pasien dalam
 Tidak mengalami nyeri merespon stimulus
kepala  Monitor status cairan
 Pertahankan parameter

18
hemodinamik
 Tinggikan kepala 0-45o
tergantung pada konsisi pasien
dan order medis

2 Gangguan body image Kemampuan komunikasi: Mendengar aktif:


b.d penurunan
 Penggunaan isyarat  Kaji kemampuan berkomunikasi
pertumbuhan tulang
nonverbal  Jelaskan tujuan interaksi
 Penggunaan bahasa  Perhatikan tanda nonverbal klien
tulisan, gambar  Klarifikasi pesan bertanya dan
 Peningkatan bahasa lisan feedback.
Komunikasi: kemampuan  Hindari barrier/ halangan
penerimaan. komunikasi
Peningkatan komunikasi: Defisit
 Kemampuan
bicara
interprestasi
meningkat  Libatkan keluarga utk memahami
pesan klien
 Sediakan petunjuk sederhana
 Perhatikan bicara klien dg cermat
 Gunakan kata sederhana dan
pendek
 Berdiri di depan klien saat bicara,
gunakan isyarat tangan.
 Beri reinforcement positif
 Dorong keluarga utk selalu
mengajak komunikasi denga klien

3 Ketidakefektifan pola 1.respon penyempihan 1.manajemen jalan nafas


nafas b.d deformitas

19
tulang ventilasi mekanik : dewasa Aktifitas- aktifitas :

indikator :  Buka jalan nafas dengan


teknik chin lift atau jaw
 Tingkat pernafasan
thrust,sebagaimana mestinya
spontan
 Posisikan pasien untuk
 Irama pernafasan
memaksimalkan ventilasi
spontan
 Identifikasi kebutuhan actual /
 Kedalaman
potensial pasien untuk
pernafasan spontan
memasukkan alat membuka
 Apikal denyut
jalan nafas
jantung
 Masukkan alat
2.status pernapasan
(nasopharyngealairway) NPA
Indikator : atau orobhari ngeal airway

 Frekuensi pernapasan (oppa sebagaimana mestinya

 Irama pernapasan lakukan fisiterapi dada,

 Kedalaman inspirasi sebagaimana mestinya

 Suara aulkustasi  Buang secret dengan

nafas memotifasi pasien untuk


melekukan baruk atau
 Kepatenan jalan nafas
menyedot lender
 Volume tidal
 Motifasi klien untuk bernafas
 Pencapaian tingkat
pelan, dalam , berputar dan
insentif spirometri
batuk
 Kapasitas vital
 Instruksikan bagaimana agar
 Saurasi oksigen
bias melakukan batuk efektif
 Respal paru
 Bantu dengan dorongan
3.status pernapasan :
spirometer, sebagaimana
ventilasi
mestinya
Indikator :  Aukulasi suara nafas, catat

 Frekuensi pernapasan area yang ventilasinya

20
 Irama pernapasan menurun atau tidak ada dan
 Suara perkusi nafas adanya suara tambahan
 Volume tidal  Lakukan penyedotan melalui
 Kapasitas tidal endoktrakea atau nosotrakea,
sebagaimana mestinya

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan
osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada
lengan pendek kromosom 4p16.3.Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-
tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang.
Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga
dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis,
Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital Konseling genetik dapat
membantu untuk calon orangtua ketika satu atau keduanya memiliki achondroplasia. Namun,
karena achondroplasia paling sering berkembang spontan, pencegahan ini tidak selalu
mungkin.
Achondroplasia memiliki gejala yang dapat diketahui sejak lahir seperti tungkai yang
pendek, tulang-tulang yang pendek, kepala yang besar, dll. Diagnosis molekul
achondroplasia sebelum kelahiran mungkin dilakukan jika ada kecurigaan diagnosis atau
peningkatan risiko (seperti orangtua memiliki riwayat achondroplasia). Dalam suatu keluarga
dengan kedua orang tua memiliki achondroplasia, diagnosis prenatal mungkin sangat
berguna. Sedangkan, untuk pengobatan sindrom achondroplasia, saat ini telah tersedia
banyak pilihan pengobatan untuk penderita achondroplasia, diantaranya terapi peptida BMN-
111 dan operasi

B. Saran
Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa
calon perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit Akhondroplasia
pada anak ini menjadi bekal dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang
kami bahas ini

22
DAFTAR PUSTAKA

American Association of neurogical Surgeons.Achondroplasia Radiology.http://www.AJR.org.


Diakses tanggal 29 september 2007.

Kocher S.Mininder,MD,MPH. Achondroplasia. Available on http://www.Emedicine.com.


Diakses tanggal 7 oktober 2007.

Pilu, Kypros, Ximenes & Jeanty. Achondroplasia. Available on http:///www.emedicine.com.


Diakses tanggal 29 september 2007.
https://www.scribd.com/document/346129526/Achondroplasia
https://www.scribd.com/doc/163191725/Referat-Akondroplasia
NANDA, NIC, NOC

23

You might also like