You are on page 1of 8

Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis

,
Contoh Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis
, Makalah Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis
, Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran
Asuhan Keperawatan Typhoid Abdominalis

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Demam typhoid merupakan permasalahan kesehatan penting dibanyak negaraberkembang. Secara
global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap tahunnya. DiIndonesia diperkirakan
insiden demam typhoid adalah 300

810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka kematian 2%. Demam typhoid merupakan
salah satu dari penyakitinfeksi terpenting. Penyakit ini di seluruh daerah di provinsi ini merupakan
penyakit infeksiterbanyak keempat yang dilaporkan dari seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan
melaporkandemam typhoid melebihi 2500/100.000 penduduk (Sudono, 2006).Demam tifoid atau
typhus abdominalls adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada ususkecil yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14 hari.Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia
tidak tergantung pada iklim. Kebersihan peroranganyang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun lingkungan hidup umumnya adalahbaik. Di Indonesia penderita Demam Tifoid cukup
banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir
sepanjang tahun, tetapi terutama padamusim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur,
tetapi yang paling sering padaanak besar, umur 5- 9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan
dengan perbandingan 2-3: 1.12 Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang
mulai dapatmengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi
kurangbersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus-menerus
lebihdari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak
baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari (BahtiarLatif,
2008). B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dan judul karya tulis di atas dapat diidentifikan masalah
keperawatandemam thypoid mulai dari pengkajian, riwayat kesehatan, pola fungsional, pemeriksaan
fisik danpemeriksaan laboratorium yang berguna untuk menunjang dalam pemberian
asuhankeperawatan. Asuhan keperawatan ditentukan berdasarkan data focus yang diperoleh
darikeluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien dan keluarga. Dari keluhan yang dapat digunakan
untuk menentukan prioritas masalah keperawatan yang muncul, menentukan intervensi,implementasi
keperawatan dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan. C. Tujuan Tujuan penulisan
karya tulis Ilmiah ini adalah: 1. Tujuan UmumUntuk mengetahui seluk beluk tentang demam thypoid
pada para pembaca sehingga dapatmenjadi referensi untuk pembelajaran atau upaya preventif
mencegah penyakit demam thypoid. 2. Tujuan KhususTujuan khusus laporan keperawatan ini adalah
untuk: Untuk mengetahui secara lebih mendalammengenai berbagai hal yang berhubungan dengan
penyakit demam thypoid untuk diusahakanmencari data-data beserta pemecahanya kemudian
mencocokan berdasarkan teori yang telah diperoleh dari kuliah maupun literature. D. Manfaat 1. Bagi
Rumat Sakita. Memberi tambahan referensi bagi tenaga medis atau petugas kesehatan untuk
memberikan informasi tentang demam thypoid bila ada yang membutuhkan informasi.b. Memberi
masukan pada tenaga medis atau petugas kesehatan untuk memperbaikiintervensi bila ada klien
dengan demam thypoid sesuai dengan standar operasionalprosedur. 2. Bagi Masyarakat
(pembaca)Menambah wawasan untuk para pembaca yang memiliki keluarga denan demam
thypoidmaupun yang berkemauan untuk mencegah keluarga dan orang terdekat dari demam thypoid.
3. Bagi InstitusiMengembangkan ilmu Keperawatan anak dan menambah literature tentang demam
thypoid. 4. Bagi PenulisMenambah pengetahuan dan wawasan tentang demam thypoid yang dapat
dijadikan tambahanreferensi untuk persiapan memasuki dunia kerja di bidang keperawatan
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1.1.

Konsep Dasar

1. Defenisi
Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dan gejala
demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.(Ilmu
Kesehatan Anak,jilid 2,2003) Demam typoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan
gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa,salmonella tipe A,B dan C.Penularan
terjadi secara fecal,oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.(Mansjoer Arief,2000)
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia,
perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi
Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
2. Etiologi

1. 96 % disebabkan oleh salmonella typhi, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam antigen, yaitu : a) Antigen O (somatic terdiri dari
zat kompleklipolisakarida) b) Antigen (flagella) c) Antigen VI dan protein membrane hialin 2.
Salmonella paratyphi A 3. Salmonella paratyphi B 4. Salmonella paratyphi C 5. Feces dan urin yang
terkontaminasi dari penderita typus (Rahmad Juwono,2002)
2.

Anatomi Fisiologi
Susunan saluran pencernaan terdiri dari :oris (mulut), faring (tekak), esofagus
(kerongkongan),ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor(usus besar),
rectum dan anus. Pada kasus typoid, salmonella typi berkembang biak diusus halus. Usus Halus
adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada
seikum, panjangnya lebih kurang 6 cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan
dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari : Lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam ),
lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan
serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum
disebut juga usus dua belas jari, panjangnya lebih kurang 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung
ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pancreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selaput
lender yang membukit yang disebut dengan papilla vateri. PAda papilla vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledikus) dan saluran pancreas (duktus pankreatikus). Dinding duodenum ini
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar. Kelenjar ini disebut kelenjar brunner
yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. Yeyenum dan ileum mempunyai panjang lebih
kurang 6 meter. Dua per lima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang lebih kurang 23 meter dari
ileum dengan panjang 4

5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar
mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika
superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk
mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung
dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium
ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileosseikalis dan pada bagian ini terdapat katup
valuva seikalis atau valuva baukhim yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam asendens tdak
masuk kembali ke dalam ileum. Mukosa usus halus, permukaan epitel yang sangat luas melalui
lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorpsi. Lipatan ini dibentuk oleh
mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang vili
dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam

macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan. Di dalam
dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel termasuk banyak leukosit. Disana

disini terdapat beberapa nodula jaringan limfe yang disebut kelenjar.
4.

Manifestasi Klinis
Gejala Klinis demam typoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita
dewasa. Masa tunas rata

rata 10

20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai
30 hari jika infeksi melalui minuman selama masa

inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing dan tidak semangat. Gejala Klinis yang biasa ditemukan, yaitu : 1. Demam Pada kasus

kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remitten dan suhu tidak berapa tinggi.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur

angsur meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,penderita terus berada dalam
keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur

angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah

pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung ditemukan kemerahan , jarang ditemui tremor.Pada
abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada
perabaan.Biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi
diare. 3. Gangguan keasadaran Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah. Disamping gejala

gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan bintik

bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan alam minggu pertama
demam kadang

kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis. .(Ilmu
Kesehatan Anak,jilid 2,2003 Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.Empat F (Finger, Files, Fomites
dan fluids) dapat menyebarkan kumanke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa
dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang
sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal.
(Samsuridjal D dan heru S, 2003) Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari
(bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selamamasa inkubasi
penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto,2002)
5. WOC Patofisiologi

6. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Leukosit Menurut buku

buku disebutkan pada demam typoid terdapat leucopenia dan limfositosis relative, tetapi kenyataan
leucopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada batas- batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis.
Walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit
tidak berguna untuk diagnosis demam typoid. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT
seringkali meningkat tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. KEnaikan SGOT
dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan. 3. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif menyingkirkan demam
typoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa factor antara lain : a)
Teknik Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium berbeda dengan yang lain,
malahan hasil satu laboratorium biasa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan, karena jumlah kuman yang berada dalam darah
hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah, maka untuk keperluan pembiakan. Pada anak

anak 2

5 ml. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan biasa negative,terutama pada orang yang
sudah mendapat pengobatan spesifik .Selain ini darah tersebut harus langsung dikirim ke
laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakterimia
berlangsung. b) Saat pemeriksaan selama berjalan penyakit Pada demam typoid biakan darah
terhadap S.Typhi terutama positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-
minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bias positif lagi. c) Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam typoid dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah pasien.
Antibodi ini dapat menekan bakteriemia d) Pengobatan dengan antimikroba Bila pasien sebelum
pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba, pertumbuhan kuma dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negative. 4. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi
antara antigen dan antibody, aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat dalam serum pasien
demam typoid pada orang yang pernah ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi
terhadap demam typoid. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah laboratorium.Maksud uji widal adalah menentukan adanya agglutinin
dalam serum pasien yang disangka menderita demam typoid.Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien
membuat anti bodi (aglutini),yaitu: a. Aglutinin O,yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman). b. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman). c.
Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal sari simapi kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut
hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Mungkin tinggi titernya, mungkin
besar kemungkinan pasien menmderita demam typoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan
meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Titer widal biasanya
angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640. Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3
minggu) : dinyatakan (+).

Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika ada, maka
dinyatakan (+). Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien
dengan gejala klinis khas.
7. Diagnosis
Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan negative tidak menyingkirkan demam
typoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam typoid. Peningkatan titer uji widal
empat kali lipat selama 2 samapi 3 minggu memastikan diagnosis demam typoid. Reaksi widal
dengan titer antibodi O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong diagnosi
demam typoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien uji widal tetap
negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.
8. Komplikasi
Komplikasi demam typoid terbagi atas dua, yaitu : 1.1.9.1. Komplikasi Intestinal Pendarahan
usus,perforasi usus. 1.1.9.2. Komplikasi Ekstra Intestinal Typoid encepalogi, meningitis
pneumonia,endocarditis
9. Penatalaksanaan
1.1.10.1 Medis a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) 1) Klorampenicol 2) Amoxicilin 3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon 5) Cefixim b. Antipiretik (Menurunkan panas) 1) Paracetamol 1.1.10.2. Perawatan 1)
Isolasi, observasi dan pengobatan 2) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam
atau kurang lebih dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus. 3) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. 4) Pasien dengan kesadrannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah poada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipopastatik dan dekubitus. 5)
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan diare.
1.1.10.3. Diet 1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein. 2) Pada penderita yang akut dapat
diberi bubur saring. 3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim 4)
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
10. Prognosis
Prognosis demam typoid tergantung dari umur,keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan
virulensi salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan.Angka kematian pada anak-anak 2.6 % dan
pada orang dewasa 7.4%
2.

Asuhan Keperawatan Teoritis

2.1.

Pengkajian
1. Identitas Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no register,
agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis dan penanggung jawab. 2. Alasan Masuk

Biasanya klien masuk dengan alasan demam, perut tersa mual dan kembung, nafsu makan menurun,
diare/konstipasi, nyeri kepala. 3. Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang Pada umumnya
penyakit pasien typoid adalah demam, anorexia, mual , muntah, diare, perasaan tidak enak diperut,
pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran berupa samnolen sampai koma. b)
Riwayat Kesehatan Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit demam typoid atau
pernah menderita penyakit lainnya? c) Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah dalam keluarga ada
yang pernah menderita penyakit demam typoid atau penyakit keturunan? 4. Pemeriksaan Fisik a.
Keadaan umum : Biasanya badan lemah b. TTV : peningkatan suhu,perubahan nadi, respirasi c.
Kesadaran : Dapat mengalami penurunan kesadaran. d. Pemeriksaan Head To toe 1) Kepala Keadaan
kepala cukup bersih, tidak ada lesi / benjolan, distribusi rambut merata dengan warna warna hitam,
tipis, tidak ada nyeri tekan. 2) Mata Kebersihan mata cukup, bentuk mata simetris kiri dan kanan,
sclera tidak ikterik konjungtiva kemerahan / tidak anemis.Reflek pupil terhadap cahaya baik. 3)
Telinga Kebersihan telinga bersih, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat peradangan. 4) Hidung
Kebersihan hidung cukup, bentuk tidak ada kelainan, tidak terdapat tanda-tanda peradangan pada
mocusa hidung.Tidak terlihat pernafasan cuping hidung taka ada epistaksis. 5) Mulut dan gigi
Kebersihan mulut kurang dijaga, lidah tampak kotor, kemerahan, mukosa mulut/bibir kemerahan dan
tampak kering. 6) Leher Kebersihan leher cukup, pergerakan leher tidak ada gangguan. 7) Dada
Kebersihan dada cukup, bentuk simetris, ada nyeri tekan.tidak ada sesak., tidak ada batuk. 8)
Abdomen Kebersihan cukup ,bentuk simetris,tidak ada benjolan/nnyeri tekan,bising usus 12x
/menit,terdapat pembesaran hati dan limfa 9) Ekstremitas Tidak ada kelainan bentuk antara kiri dan
kanan,atas dan bawah,tidak terdapat fraktur,genggaman tangan kiri dan kanan sama kuat 5. Data
Psikologis Biasanya pasien mengalami ansietas, ketakutan , perasaan tak berdaya dan depresi. 6.
Pemeriksaan Penunjang a. Darah

6. Anjurkan pasien minum 2.5 liter/24 jam R/ Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan

tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak 7. Berikan kompres
hangat R/ R/ Untuk membantu menurunkan suhu tubuh K 8. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi antibiotik dan antipiretik R/ R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik
untuk mengurangi panas. 2 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Tujuan : Nutrisi klien terpenuhi Kriteria Hasil :

Nafsu makan meningkat - Pasien dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
- BB dalam batas normal Rencana Tindakan 1. Kaji nutrisi pasien R/ mengetahui langkah pemenuhan
nutrisi. 2. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi. R/ Untuk
meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi makan meningkat. 3. Timbang
berat badan klien setiap 2 hari R/ Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan. 4. Beri
nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan
banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat. R/untuk meningkatkan asupan makanan karena
mudah ditelan. 5. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. R/ Untuk menghindari mual
dan muntah 6. Lakukan oral hygiene dan anjurkan klien menggosok gigi setiap hari R/ Dapat
mengurangi kepahitan selera dan menambah rasa nyaman di mulut 7. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antasida dan pemberian nutrisi parenteral R/ Antasida mengurangi rasa mual dan muntah.

Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang. 3 Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan out put yang
berlebihan Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan Kriteria Hasil :

Turgor kulit baik - Wajah tidak tampak pucat Rencana Tindakan 1. Berikan penjelasan tentang
pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga. R/ untuk mempermudah pemberian cairan
(minum) pada pasien. 2. Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan R/ Untuk mengetahui
keseimbangan cairan. 3.Anjurkan pasien utuk minum 2.5 liter/24 jam R/ Untuk pemenuhan
kebutuhan cairan 4. Observasi kelancaran tetesan infuse R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan
mencegah adanya edema 5. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral) R/ untuk
pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral) 4 Defisit perawatan diri
berhubungan dengan bedrest total Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa
bantuan keluarga Kriteria Hasil :

Personal hygiene klien terpenuhi

Klien tampak bersih Rencana Tindakan 1. Kaji tingkat personal hygiene klien R/ Mengetahui
tindakan personal hygiene yang akan dilakukan. 2. Bantu Klien dalam melakukan perawatan diri
seperti: mandi, gosok gigi, cuci rambut dan potong kuku R/ Membantu untuk memenuhi kebutuhan
personall hygiene klien. 3. Berikan motivasi pada klien untuk dapat beraktifitas secara bertahap. R/
Terwujudnya perawatan diri secara bertahap secara mandiri. 5 Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari

hari secara optimal. Kriteria Hasil : Dapat melakukan gerakan yang
bermanfaat bagi tubuh Rencana Tindakan 1. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan dan
minum) R/ Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi 2. Beri motivasi pada pasien dan
keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (misalnya miring kanan, miring kiri). R/
Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest. 3. Dekatkan
keperluan pasien dalam jangkauannya. R/ Untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas 4.
Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang. R/ Untuk menghindari kekakuan
sendi dan mencegah adanya dekubitus.
2.4.

Implementasi
Setelah semua rencana tindakan keperawatan disusun, maka langkah selanjutnya melaksanakan
dalam tindakan yang nyata yang bertujuan untuk mengatasi masalah klien. Melaksanakan secara
langsung, bekerja sama dengan profesi lain, tenaga keperawatan lainnya. Untuk kelanjutan pelayanan
keperawatan secara berkesinambungan.
2.5.

Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian akhir dari proses keperawatan
yang telah dilaksanakan. Dimana perawat mencari kepastian keberhasilan dan juga mengetahui sejauh
mana masalah klien dapat diatasi. Jika belum berhasil dengan baik dilakukan kajian ulang atau
merevisi rencanatindakan
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S.
Kapita Selekta Kedokteran
. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000. 2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997. 3. Behrman Richard.
Ilmu Kesehatan Anak
. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992. 4. Joss,
Vanda dan Rose, Stephan.
Penyajian Kasus pada Pediatri
. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997. 5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk.
Buku Imunisasi Di Indonesia
, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001

You might also like