Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
Bronkhitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan inflamasi yang
mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, dan
biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh
Rhinovirus, virus inflenza, virus parainfluenza, adenovirus, virus rubeola dan paramyxovirus
dan bronkitis biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia, bordetella pertussis, atau
corynobacterium diphteriae (rahajoe, 2012)
Klasifikasi Bronkhitis :
1. Bronkhitis akut
Merupakan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Ditandai dengan gejala yang mendadak
dan berlangsung lebih singkat. Pada bronkhitis ini, inflamasi bronkhus biasanya disebabkan
oleh infeksi virus atau bakteri, dan kondisinya diperparah oleh pemaparan iritan seperti asap
rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi, dll.
2. Bronkhitis kronis
Ditandai dengan gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam setahun selama 2 tahun
berturut – turut). Pada bronkhitis kronik, peradangan bronkus tetap berlanjut selama
beberapa waktu dan terjadi obstruksi / hambatan pada aliran udara yang normal di dalam
bronkus.
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
Batuk
Terdengar ronchi
Wheezing
Demam
Produksi sputum
Sering mengalami infeksi saluran pernapasan (seperti misalnya pilek atau flu) yang
dibarengi dengan batuk
Demam tinggi
Produksi dahak atau sputum bertambah banyak berwarna kuning atau hijau
D. Diagnosis
Anamnesis : Riwayat penyakit yang ditandai dengan tiga gejala klinis utama (batuk, sputum,
sesak) dan faktor – faktor penyebabnya.
F. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena
iritasi yang konstan ini, kelenjar – kelenjar mensekresi lendir dan sel – sel goblet meningkat
jumlahnya, akibatnya fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai
akibat bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan
bronkiolus dapat menjadi rusak dan membntuk fibrosis mengakibatkan perubahan fungsi
makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk
bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas.
Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversibel, kemungkinan
mengakibatkan emfisema dan bronkietaksis.
G.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Adanya tubular shadow berupa bayangan garis – garis yang paralel keluar dari hilus menuju
apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Terdapat kapasitas vital (KV) yang menurun. Volume residu (VR) yang bertambah sedang
kapasitas residual fungsional (KRF) sedikit naik atau normal.
Ventilasi tidak dapat dipertahankan sehingga Pa CO2 naik dan Pa O2 turun, saturasi
hemoglobin menurun dan timbul sianosis, terjadi juga vasokontriksi pembuluh darah paru
dan penambahan eritrosit.
4. Pemeriksaan EKG
H.Komplikasi
Hipertensi paru akibat vasokontriksi hipoksik paru yang kronik, yang akhirnya dapat
menyebabkan kor pulmonale dapat timbul kanker paru akibat metaplasia dan displasia.
I.Penatalaksanaan
1.Penyuluhan
Menjelaskan hal – hal mana saja yang dapat memperberat penyakit dan harus dihindari serta
bagaimana cara pengobatan yang baik.
2. Pencegahan
Augmetin (amoksilin dan asam klarunalat apabila ditemukan H. Influenza dan B catarhalis)
b. Terapi oksigen
b. Bronkodilator
c. Fisioterapi
f. Rehabilitasi, postural drainase, perkusi dan vibrasi dada digunakan untuk mengeluarkan
mucus
LANDASAN TEORI KEPERAWATAN
a. Aktivitas / istirahat
b.Sirkulasi
Tanda : Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung atau takhikardi berat, edema, warna
kulit atau membran mukosa pucat
c. Integritas ego
d..Makanan / cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema, berkeringat, palpitasi abdominal dapat mengakibatkan
hepatomegali
e. Hygiene
f. Pernapasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum tiap hari (terutama pada saat bangun)
produksi sputum dapat banyak sekali riwayat pneumonia berulang terpasang pada
polusi kimia / iritan
1.Pendahuluan
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah
Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak.Lebih
tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa penurunan kualitas pembuluh darah
otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang tinggi.
Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita (selisih 19 % lebih
tinggi)dan usia umumnya di atas 55 tahun.
Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas
pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah
mudah pecah.
a. Perokok.
c. DM.
c.Klasifikasi
3.Stroke Hemoragik.
Sumber : 2000, Harsono ED, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada UP, hal : 84.
.Patofisiologi.
Faktor penyebab :
(DEFICIT NEUROLOGIS )
8.Resiko Injury
9.Ganguan Nutrisi
(kurang dari kebutuhan tubuh )
10.Inkonensia Uri
11.Inkontinesia alfi
12.Resiko kerusakan integritas
13.kerusakan komunikasi verbal
14.Bersihan jalan nafas
Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda dari perdarahan
cerebral.
Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu
tubuh.
3. Penurunan penglihatan.
5. Pelo / disartria.
f.Penatalaksanaan Medik.
Pemeriksaan Penunjang.
1.Laboratorium.
Kimia klinik.
Masa protombin.
Urinalisis.
Diagnostik.
Scan Kepala
Angiografi serebral.
EEG.
Fungsi lumbal.
MRI.
X ray tengkorak
Pengobatan.
1.Konservatif.
Antihipertensi.
Deuritika.
Vasodilator perifer.
Antikoagulan.
Anti tukak misal cimetidine.Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena
klien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung.
2.Operatif.
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi hematom
karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan klien.
Terapi wicara.
Terapi fisik.
Stoking anti embolisme.
Aspirasi.
Paralitic illeus.
Atrial fibrilasi.
Diabetus insipidus.
Peningkatan TIK.
Hidrochepalus.
h.Pencegahan
• Menghentikan merokok.
• Cegah obesitas.
A.Pengkajian
Biodata
Pengkajian biodata di fokuskan pada : Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko
tinggi terjadinya serangan stroke.Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding
wanita.Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
Keluhan Utama.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau koma serta
disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.
Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena itu klien
biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs, Policitemia
karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi
menurun.
Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi
keluhan neurologis misal : sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai koma.
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke.
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagaian
sampai total.Meliputi :
Mandi
Makan/Minum
Bab / Bak
Berpakaian
Berhias
aktifitas mobilisasi
BI ( Bright / pernafasan).
Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan refleks batuk.
B2 ( Blood / sirkulasi ).
Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan Tekanan Darah disertai
dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat.Periksa adanya pupil unilateral, Observasi tingkat
kesadaran .
B4 ( Bladder / Perkemihan ).
B5 ( Bowel : Pencernaan )
Sosial Interaksi.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan
menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan kesembuhannya.
1.Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap
perdarahan otak .
10.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas, parise dan
paralise.
12.Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori.
C.INTERVENSI KEPERAWATAN.
1. Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi Otak Sekunder Terhadap
Hipoksia, Edema Otak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan tekanan
intra kranial .
Kriteria hasil :
Nadi melebar.
Muntah projectile.
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK Deteksi dini peningkatan TIK untuk
Tekanan darah melakukan tindakan lebih lanjut.
Nadi
GCS
Respirasi
Keluhan sakit kepala hebat
Muntah projectile
Pupil unilateral.
2 Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 Meninggikan kepala dapat membantu
derajat kecuali ada kontra indikasi.Hindari drainage vena untuk mengurangi
mengubah posisi dengan cepat. kongesti vena.
3 Hindari hal-hal berikut : Masase karotid memperlambat
Masase karotid frekuensi jantung dan mengurangi
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat. sirkulasi sistemik yang diikuti
Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi peningkatan sirkulasi secara tiba-tiba.
dengan hati-hati ) hindari mengedan, fleksi Fleksi atau rotasi ekstrem leher
ekstrem panggul dan lutut. mengganggu cairan cerebrospinal dan
drainage vena dari rongga intra kranial.
Aktifitas ini menimbulkan manuver
valsalva yang merusak aliran balik vena
dengan kontriksi vena jugularis dan
peningkatan TIK
4 Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak Mencegah konstipasi dan mengedan
feces jika di perlukan. yang menimbulkan manuver valsalva.
Tujuan :
Kriteria hasil
NO INTERVENSI RASIONAL
1 1.Ubah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinnya iskemia
2.Ajarkan klien untuk melakukan jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
latihan gerak aktif pada daerah yang tertekan
ekstrimitas yang tidak sakit. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
3.Lakukan gerak pasif pada kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
ekstrimitas yang sakit jantung dan pernapasan.
4.Berikan papan kaki pada Otot volunter akan kehilangan tonus dan
ekstrimitas dalam posisi kekuatannya bila tidak dilatih untuk
fungsionalnya digerakkan
5.Tinggikan kepala dan tangan
6.Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
1. Defenisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu
sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan
kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh
darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi
gagal ginjal), syaraf (dapat terjadi stroke) (WHO, 2011)
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 –
225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul
insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai
ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7
dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan
protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta
pankreas.Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan
peroral.Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan.Gejala
hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan
dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :
• Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian
glikogen
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas
100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah,
produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah ini,
antara lain:
- Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk memetabolisme
tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).
• DNA mitokondria
• Pankreatitis
• Pankreatopati fibrokalkulus
4) Endokrinopati :
• Akromegali
• Sindrom Cushing
• Feokromositoma
• Hipertiroidisme
7) Infeksi :
4. Etiologi
Diabetes adalah suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan kadar gula dalam
darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin absolut ataupun relatif. Namun dari
beberapa kasus juga ditemukan beberapa penyebab terjadinya diabetes antara lain :
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan
sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi.
Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang
berasal dari singkong.
a. Diabetes Tipe I :
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta.
b. Diabetes Tipe II :
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam hari,
banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada
keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi
kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas
4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka
mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan kadar glukosa
darahnya tinggi.
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien
dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
6. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes melitus tipe1, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda, yaitu :
a. Tipe 1A, diduga pengruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya
kerusakan pancreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat.
b. Tipe 1B berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang
juga sering menunjukan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hasbimoto disease,
pernisious anemia, dan myasthenia gravis. keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-
DR3 dan muncul pada usia sekitar 30-50 tahun. Pada diabetes tipe 1 cenderung terjadi
ketoasidosis diabetic.
Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistesni insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkain reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan
(Smeltzer & Bare, 2002 ). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2
(Smeltzer & Bare, 2002 ).WOC ( terlampir )
a. Pemeriksaan Fisik
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan
pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal,
sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis
Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
6) Pemeriksaan Abdomen
Sering BAK
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
GCS :15
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua
jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas
serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat
(dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. •
Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase
darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak
ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi
insulin.
3) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi farmakologi
1) InsulinInsulin tergolong hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari pankreas babi
maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi rekombinan DNA
menggunakan E. Coli. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot
(DEPKES RI, 2000).
2) Obat hipoglikemia oral (OHO) Secara umum DM dapat diatasi dengan obat-obat
antidiabetes yang secara medis disebut obat hipoglikemia oral (OHO). Obat ini tidak boleh
sembarangan dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita menjadi hipoglikemia. Pasien
yang mungkin berespon terhadap obat hipoglikemik oral adalah mereka yang diabetesnya
berkembang kurang dari 5 tahun. Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin
memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik dan insulin untuk mengontrol
hiperglikemiknya. Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 5 golongan:
- Golongan sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin
ditingkatkan. Di samping itu kepekaan selsel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar
melalui pengaruhnya atas protein transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita
diabetes mellitus tipe II yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup
baik. Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi
insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati
- Golongan Biguanide
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, bekerja menghambat
glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini hanya efektif
bila terdapat insulin endogen. Kelebihan dari golongan biguanid adalah tidak menaikkan
berat badan, dapat menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah
hipoglikemia (DEPKES RI, 2000).
Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/ hari yang
menghambat alfa-glukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi
digesti sukrosedan karbohidrat kompleks. Obat ini efektif pada pasien dengan diet tinggi
karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Akarbose bekerja
menghambat alfa-glukosidase sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan
karbohidrat (DEPKES RI, 2000).
- Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan obat baru yang efek farmakologinya dan berupa penurunan
kadar glukosa darah dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan insulin dari otot,
jaringan lemak, dan hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan
insulin seperti pada sulfonilurea
- Meglitinida
Kelompok obat terbaru ini bekerja menurunkan suatu mekanisme khusus, yaitu
mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan. Meglitinida harus
diminum cepat sebelum makan, dan karena reabsorpsinya cepat maka mencapai kadar
puncak dalam satu jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya.
Ekskresinya juga cepat, dalam 1 jamsudah dikeluarkan tubuh
b. Terapi Non-Farmakologi
1) Pencegahan komplikasi
2) Berhenti merokok
1) Diet
- Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan siang- selingan sore- makan
malam- menjelang tidur. Jenis makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori, protein
10- 15%, lemak 20- 25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai kebutuhan.
2) Latihan
3) Pemantauan
5) Pendidikan
9. Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang
terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa
komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60
mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma) (PERKENI, 2006).
2) Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yangterbatas dalam
tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagaisumber energi, sehingga tubuh
melakukan penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini
adalah asam lemak bebasdan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang
menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).Gejala klinisnya dapat
berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi.
Selain itu, sesorang dikatakanmengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan
laboratoriumnya:
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia > 40 tahun.
Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) dan Pembuluh
darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-serat saraf
menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru,
infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.
1. Identitas
Umur : Banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes tipe satu dapat terjadi pada
umur muda atau anak-anak.
2. Riwayat Kesehatan
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka
yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan
seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark miokard
a. Pemeriksaan Fisik
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan
pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal,
sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis
Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam.
h) Pemeriksaan Muskuloskeletal
i) Pemeriksaan Ekstremitas Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
j) Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
b. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas
serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat
(dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. •
Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase
darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai
tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin.
c) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
d) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
4. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan
terjadinya amputasi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah
tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien
sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi
alvi relatif tidak ada gangguan.
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami
kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak
peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri
dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta
orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)
j. Koping
k. Nilai Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah
penderita.
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar
pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah
penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam
sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel
otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin
eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Kerja cepat (rapid acting) Contoh: Actrapid, Humulin R, Reguler Insulin (Crystal Zinc
Insulin) Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja
sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena.
Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
3. Kerja panjang (long acting) Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI Insulin bentuk
ini diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis
insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu
imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi
1.Intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah,
2.Intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan,
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas
normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk
pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang
dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari,
maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah
(through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter).
Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan
insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit
merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45
mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan
tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa
setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik
dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik
melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes,
(Andyagreeni, 2010).
Klasifikasi :
• Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
• Derajat I : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
• Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor
endogen dan ekstrogen.
b. Faktor ekstrogen
1) Trauma.
2) Infeksi.
3) Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada
otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,
sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum
(Askandar 2001).
Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap ulkus
itu sendiri.
1. Pengendalian Diabetes
Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan manajemen
medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus
diabetikum juga menerita mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis.
DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi kronik diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum. Jika
keadaan gula darah selalu dapat dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi
yang akan terjadi dapat dicegah paling tidak dihambat.
1. Strategi pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi
yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta
pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh
menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah kuku harus
dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak
jaringan sekitar.
1. Tingkat 0 :
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan
cara pencegahan.
2. Tingkat I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan local luka
dan pengurangan beban.
3. Tingkat II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan
pengurangan beban yang lebih berarti.
4. Tingkat III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang
lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.
5. Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EPILEPSI
A. Pengertian
Epilepsi merupakan suatu gejala akibat lepasnya aktifitas elektrik yang periodik dan
eksesif dari neuron serebrum yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan
involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktifitas otonom dan berbagai gangguan
psikis.
B. Etiologi
Pada jenis ini, tidak dapat diketemukan adanya suatu lesi organik di otak. Tidak dimulai
dengan serangan fokal. Gangguan bersifat fungsional di daerah dasar otak yang
mempunyai kemampuan mengontrol aktifitas korteks.
Serangan epilepsi merupakan gejala dari suatu penyakit organik otak. Misalnya karena
adanya demam, penyakit otak degeneratif difus, infark, enchepalitis, abses, tumor
serebrum, jaringan parut setelah cedera kepala, anoksia, toksemia, hipogliklemia,
hipokalasemia, atau gejala putus obat.
C. Patofisiologi
Timbulnya serangan kejang adalah kemugkinan adanya ketidakseimbangan antara
asetilkolin dan GABA ( asam gama amino butirat ), merupakan neuritransmitter sel-sel
otak. Asetilkolin menyebabkan depolarisasi, yang dalam jumlah berlebihan menimbulkan
kejang. Sedang GABA menimbulkan hiperpolarissasi, yang sebaliknya akan merendahkan
eksitabilitas dan menekan timbulnya kejang. Berbagai kondisi yang mengganggu
metabolisme otak seperti penyakit metabolik, racun, beberapa obat dan putus obat, dapat
menimbulkan pengaruh yang sama.
D. Gejala
Jenis ini bersifat sekunder, yakni berasal dari epilepsi partial kemudian menjadi serangan
(bangkitan) umum.
Fase serangan :
a. Fase tonik
Ditandai dengan kontraksi semua otot, kelopak mata tetap terbuka, lengan terangkat,
abduksi, terputar keluar, sendi siku fleksi, tungkai juga fleksi ( tertekuk ). Setelah fleksi
segera diikuti ekstensi yang disertai jeritan epilepsi beberapa detik. Leher dan punggung
melengkung menjadi posisi opistotonik, lengan dan tungkai juga ekstensi. Berlangsung
antara 10-20 detik.
b. Fase klonik
Berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Menunjukkan adanya gerakan spasmus fleksi
berganti-ganti denga relaksasi. Penderita dapat menggigit lidahnya, sianosis, hipertensi,
takhicardi, hiperhodrosis, midriasis, salivasinya bertambah.
Semua aktifitas otot berhenti. Dalam waktu 15 menit kesadaran akan pulih lembali.
Kesadaran akan pulih secara normal dalam 1-2 jam. Penderita merasa lesu, otot-otot nyeri
dan sakit kepala.
2. Petit mal
Merupakan eilepsi yang tenang. Penderita biasanya anak-anak atau dewasa muda. Ketika
melakukan aktifitas, tiba-tiba berhenti, sering terdapat gerakan kecil seperti gerakan-
gerakan kelopak mata, mengunyah, gerakan-gerakan bibir. Serangan berakhir dalam 60
detik Kesadaran juga segera normal. Dalam sehari, serangan dapat 10-20 kali.
3. Partial
E. Klasifikasi
1. Epilepsi umum
a. Epilepsi umum primer, misalnya epilepsi grand mal, petit mal, epilepsi juvenil
mioklonik
2. Epilepsi partial
a. Disertai dengan gejala elementer ( tanpa gangguan kesadaran ), misalnya dengan gejala
motorik, sensorik atau otonomik
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
• Riwayat epilepsy
• Faktor pencetus
• Penggunaan obat-obatan
2. Diagnosa keperawatan
a. Risiko cedera
b. Risiko aspirasi
c. Harga diri rendah
3. Perencanaan keperawatan
a. Tujuan
b. Tindakan
• Sipakan selalu peralatan emergency untuk pasien dengan riwayat epilepsi, seperti spatel
lidah, O2, nasal kanul, antikonvulsan.
• Kolaborasi.
• Miringkan kepala pasien untuk mencegah aspirasi dan mencegah lidah jatuh yang akan
menutup jalan nafas.
• Kolaborasi.
• Anjurkan keluarga untuk mendukung pasien dalam rangka meningkatkan harga dirinya
4. Evaluasi keperawatan
d. Catat kondisi umum pasien seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, adakah
sianosis, kondisi pupil, tingkat kesadaran, adakah keluhan pusing, sakit kepala, lemah,
lesu setelah serangan, apakah lidah tergigit atau tidak, bagaimana kondisi gigi pasien,
dll
G. Penatalaksanaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksanaan pasien epilepsi antara lain :
a. Riwayat Kesehatan
2).Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa
yang terjadi selama serangan )
3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia berapa
serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi seperti demam,
kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah menderita cidera otak, operasi
atau makan obat-obat tertentu/alkoholik)
4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak
5) Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah disertai
aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang mendahului
serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Persistem
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit, adakah
halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna, mata dan
kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau
sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya
b) Sistem Persyarafan
Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara, hemiplegi
sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan sesudah serangan, adakah
perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan terjadi cidera selama kejang (memer,
luka gores)
g).Sistem Reproduksi
Pemahaman klien tentang aktivitas yang aman untuk pasien (minimal resiko cidera
pada saat serangan)
4) Pola Eliminasi
2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan epilepsy antara lain :
2) Resiko trauma pada saat serangan berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
dan kejang tonik-klonik.
3) Koping defensif berhubungan dengan respon terhadap hal-hal sekunder terhada epilepsy
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjaka
rta : MediAction.
Mohr, WK, 2006, Psychiatric Mental Health Nursing, Lippincott William & Wilkins,
Philadelpia
Wilkinson, JM, 2006, Nursing Diagnosis Handbook with NIC & NOC, Pearson Prentice Hall,
New Jersey.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPERTENSI
I. Pengertian
2. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany
Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur
bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan
ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam
yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh
lain misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison,
epineprin )
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
5. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
6. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
2. Sirkulasi
Tanda :Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin
3. Integritas Ego
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
5. Makanan / Cairan
Gejala :Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol
6. Neurosensori
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen
8. Pernapasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
9. Keamanan
7. Penatalaksanaan
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain
b). Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari
denyut nadi maksimal ydisebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan
dengan rumus 220 – umur
c). Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
. Edukasi Psikologis
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-
tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis
seperti kecemasan dan ketegangan.
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan
atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rileks
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat(1). Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan
standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Committee On
Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988 ) menyimpulkan
bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan
penyakit lain yang ada pada penderita(2).
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :
a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bias
dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
d. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas
dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur
memakai alat tensimeter
h Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat
mengukur tekanan darahnya di rumah
i. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
k. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-
masalah yang mungkin terjadi
l. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk
mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
o. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.
8. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard
Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
Intervensi keperawatan :
Manajemen nyeri
Aktivitas :
1. Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
3. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (suhu
ruangan, pencahayaan, keributan)
• Pemberian analgesic
Aktivitas :
1. Menentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati pasien
2. Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesic
• Status tanda vital : suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah dalam rentang yang diharapkan
Kriteria hasil :
• Klien menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang
tidak berbahaya : ventilasi dan status tanda vital
• Pasien akan mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal : RR:16-24x/i
Intervensi :
Aktivitas :
1. Buka jalan nafas dengan teknik mengangkat dagu atau dengan mendorong rahang sesuai
keadaan
• Terapi oksigen
Aktivitas :
3. Secara teratur pantau jumlah oksigen yang diberikan pada pasien sesuai dengan indikasi
• Pemantauan respirasi
Aktivitas :
2. Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne
stokes, apnu, biot dan pola ataksi
3. Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang
Intervensi :
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan
arteri jika tersedia
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala,
pusing, pingsan, mual dan muntah.
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002
Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh
Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995
Kanisius , 2001
Mosby. Philadelpia.
Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit
Hipokrates, 1999
Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995
Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit
Arcan, 1996
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ISPA
Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA.
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting
karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 - 6 episode ISPA setiap
tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,
2009).
1. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas
dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel
& Ian Roberts; 1990; 450).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi
saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran
pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-
organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari
infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai
diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas.
Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung
selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek
biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan
infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah
Pneumonia.(WHO)
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang
cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat
beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran
pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and
Wong; 1991; 1419).
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar
diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian
di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa
di negara berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69,
1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada
anak umumnya disebabkan oleh virus.
1) Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit
ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya
tahan tubuhnya lebih rendah.
2) Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3) Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap
rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA
1) Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan
berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan
lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan
terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan
mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2) Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang
besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan
menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3) Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit
infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh
geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita
akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan
dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan
sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan
makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh
positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak
terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan
sehat.
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama
penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah
hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi
saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni
golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia
trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada
usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari
lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan
penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa
maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain
malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi
saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga
biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
3. Patofisiologi
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan
batuk.
c) Menjadi kronos.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan
saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat
tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan
epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan
di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas,
seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena
infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau
radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen,
perkontinuitatum dan udara nafas.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah
rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu
keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama
dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25
% atau lebih).
4. Manifestasi Klinis
1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas.Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas
cepat lebih dari 60 x / mnt.Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya
demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau
minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
2. Demam.
Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah
mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda
pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
3. Meningismus.
Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama
periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada
punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
4. Anorexia.
Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan
bhkan tidak mau minum.
5. Vomiting,
biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami
sakit.
8. Batuk,
merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas,
biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan
(Whaley and Wong; 1991; 1419).
D. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Biakan virus
2. Serologis
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum,
biakan darah, biakan cairan pleura.
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada
rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.
6. Riwayat kesehatan:
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya
sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga : adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien
a. Inspeksi
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
.4) Penatalaksanaan
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan
strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia
dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan
penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan
penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus
batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat.
Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan
minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
1. Upaya pencegahan
b. Immunisasi.
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek
a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi
dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian
digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga
kali sehari
4. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
A. Pengkajian
1. Pengkajian
b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut
e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya
Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Intervensi :
Intervensi :
Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
Intervensi :
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainnya.
Intervensi :
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
B. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien
dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.
3. Klien dapat mencapai Berat badan yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
1. Defisinisi
Merupakan keadaan terjadinya gangguan padaradiks / serabut saraf, yang sesuai dengan
distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat disertai dengan parashtesia
dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (cram, atropi twitching dan refleks fisiologi
yang menurun ) serta nyeri pada vertebra. (Japardi, 2002)
2 Etiologi
3 Patofisiologi
Kontruksi umum yang unik dapat memungkinkan fleksibilitas sementara yang dapat
melindungi sumsum tulang belakang secara maksimal. Lengkungan tulang belakang akan
mengalami guncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Otot-otot abdominal dan
thoraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernak dipakai akan
melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, dan peregangan berlebihan
pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Discus invertebralis aka mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua, pada
orang muda discus tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus, pada lanjut usia aka
menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Defenerasi discus merupakan penyebab
nyeri punggung yang biasa. Penonjolan discus atau kerusaka sendi dapat mengakibatkan
penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang menyebabka nyeri yang
menyebar sepajang saraf.
4 Pemeriksaan Fisik
Observasi :Perhatikan sifat tubuh pasien saat menanyakan riwayat penyakit. Bagaimana
posisi kepala dan leher selama wawancara. Biasanya pasien menekukan kepala menjauhi sisi
yang cedera dan leher terlihat kaku. Gerak leher ke segala arah menjadi terbatas, baik yang
mendekati maupun menjauhi sisi cedera.
Palpasi : Pada palpasi didapatkan kekuatan dan nyeri pada sisi otot maupun radiks saraf
yang terkena, dapat pula disertai hipertonus maupun spasme pada sisi otot yang nyeri
Motorik :Untuk menentukan tingkat radiks servikal yang terkena sesuai dengan
distribusi myotomal, sebagai contoh :kelemahan pada abduksi pundak enunjukan radikulopati
C5. kelemahan pada fleksi siku da ekstensi pergelanga tangan enunjukan radikulopati C6.
Kelemahan pada ekstensi siku dan fleksi pergelangan tangan menunjukan radikulopati C7 da
kelemaha pada ekstensi ibu jari dan deviasi ulnar dari pergelangan tangan menunjukan
radikulopati C8. pemeriksaan refleks tendon sangat membantu menentukan tingkat radiks yang
terkena. Seperti : refleks biseps mewakili tingkat radiks C5-6, refleks triseps mewakili tingkat
radiks C7-8.
Sensorik :Penting dicatat bila ada ganggua sesorik denga batas jelas. Namun seringkali
sensorik tidak sesuai dermatomal atlas anatomic. Hal ini disebabkan oleh adanya daerah
persarafan yang bertumpang tindih satu sama lai, pemeriksaan ini juga menunjukan tingkat
subyektivitas yang tinggi.
5 Pemeriksaan Penunjang
CT SCAN: pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal
dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
MRI : pemeriksaan ini sudah menjadi metode pilihan untuk daerah servikal. MRI dapat
mendeteksi kelainan ligament maupun discus. Seluruh daerah medulla spinalis, radiks saraf
dan tulang vertebra dapat divisualisasikan.
6 Diagnosa Keperawatan
• Gangguan mobilitasfisik yang berhubungan degan nyeri, spasme otot, dan berkurangnya
kelenturan
• Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan tehnik mekanika tubuh melindungi punggung
• Perubahan kinerja peran yang berhubungan dengan gangguan mobilitas dan nyeri kronik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E (2002). Rencana asuha keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien (edisi 3). Jakarta :EGC
Smaltezer, S.C, & bare, B.G (2000). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner &
suddarth. (Vol. 2). Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN SINUSITIS
1.Definisi
Sinusitis adalah : merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau
virus.
2.Etiologi
a. Rinogen
b. Dentogen
Kuman penyebab :
- Streptococcus pneumoniae
- Hamophilus influenza
- Steptococcus viridans
- Staphylococcus aureus
- Branchamella catarhatis
3 Patofisiologi
a. Iritasi
b. Eksudat Purulen
c. Pilek bau
d. Infeksi Kuman
f. Batuk batuk
g. Nyeri
4 Gejala Klinis :
b. Nyeri :
c. Hidung :
• Buntu homolateral
• Suara bindeng.
Cara pemeriksaan
Rinoskopi anterior :
Mukosa merah
Mukosa bengkak
Mukopus di meatus medius.
Rinoskopi posterior.
Mukopus nasofaring.
Kesuraman
Gambaran “airfluidlevel”
Penebalan mukosa
5 PENATALAKSANAAN :
a. Drainage
- Medical :
Ampisilin 4 X 500 mg
Amoksilin 3 x 500 mg
Sulfametaksol = TMP (800/60) 2 x 1 tablet
Diksisiklin 100 mg/hari.
c. Simtomatik
1.Pengkajian :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungki ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).
8. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
Data Subyektif :
1.Observasi nares :
c.Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.
2. Sekret hidung :
b. Epistaksis
3. Riwayat Sinusitis :
Data Obyektif
• Serous
• Mukppurulen
• Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami
radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung :
Diagnosa Keperawatan
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis(irigasi sinus / operasi)
3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang
mengental
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan
hidung
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunder dari peradangan sinus
Perencanaan
Kriteria hasil :
2. Drainase sinus
F. Pembedahan :
b. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (irigasi/operasi)
Kriteria :
INTERVENSI RASIONAL
- Temani klien
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
misalnya :
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut
sehingga klien lebih kooperatif
Kriteria :
INTERVENSI RASIONAL
c.Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekre a.Mengetahui tingkat keparahan
dan tindakan selanjutnya
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunder dari peradangan sinus
Kriteria :
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan pemenuhan
nutrisi
d. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung
5.Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses
peradangan
Kriteria :
INTERVENSI RASIONAL
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a.Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan
Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya