You are on page 1of 93

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKHITIS

A. Pengertian

Bronkhitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan inflamasi yang
mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, dan
biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh
Rhinovirus, virus inflenza, virus parainfluenza, adenovirus, virus rubeola dan paramyxovirus
dan bronkitis biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia, bordetella pertussis, atau
corynobacterium diphteriae (rahajoe, 2012)

Klasifikasi Bronkhitis :

1. Bronkhitis akut

Merupakan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Ditandai dengan gejala yang mendadak
dan berlangsung lebih singkat. Pada bronkhitis ini, inflamasi bronkhus biasanya disebabkan
oleh infeksi virus atau bakteri, dan kondisinya diperparah oleh pemaparan iritan seperti asap
rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi, dll.

2. Bronkhitis kronis

Ditandai dengan gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam setahun selama 2 tahun
berturut – turut). Pada bronkhitis kronik, peradangan bronkus tetap berlanjut selama
beberapa waktu dan terjadi obstruksi / hambatan pada aliran udara yang normal di dalam
bronkus.

B. Etiologi

Bronkhitis oleh virus seperti rhinovirus, RSV, influenza, virus parainfluenza,


adenovirus, virus rubeola, dan paramyxovirus. Menurut laporan penyebab lain yang dapat
terjadi melalui zat iritan asam lambung atau polusi lingkungan dan dapat ditemukan setelah
pajanan dalam jumlah besar yang disebabkan zat kimia menjadi menjadi bronkitis kronis.

Bronkitis karena bakteri biasanya disebabkan dikaitkan dengan Mycoplasma


Pneumonia yang dapat menyebabkan bronkhitis akut dan biasanya terjadi pada anak usia diatas
5 tahun atau remaja, Bordetella pertussis dan corynobacterium diphteriae biasa terjadi pada
anak yang tidak diimunisasi dan dihubungkan respiratory lebih dominan.

C. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala pada bronkhitis akut :

Batuk
Terdengar ronchi

Suara yang berat dan kasar

Wheezing

Demam

Produksi sputum

Tanda dan Gejala bronkhitis kronis :

Batuk yang parah pada pagi hari dan lembab

Sering mengalami infeksi saluran pernapasan (seperti misalnya pilek atau flu) yang
dibarengi dengan batuk

Gejala bronkhitis akut lebih dari 2 minggu

Demam tinggi

Sesak napas jika saluran napas tersumbat

Produksi dahak atau sputum bertambah banyak berwarna kuning atau hijau

D. Diagnosis

Anamnesis : Riwayat penyakit yang ditandai dengan tiga gejala klinis utama (batuk, sputum,
sesak) dan faktor – faktor penyebabnya.

F. Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan napas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena
iritasi yang konstan ini, kelenjar – kelenjar mensekresi lendir dan sel – sel goblet meningkat
jumlahnya, akibatnya fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai
akibat bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan
bronkiolus dapat menjadi rusak dan membntuk fibrosis mengakibatkan perubahan fungsi
makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk
bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas.
Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversibel, kemungkinan
mengakibatkan emfisema dan bronkietaksis.
G.Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Adanya tubular shadow berupa bayangan garis – garis yang paralel keluar dari hilus menuju
apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan fungsi paru

Terdapat kapasitas vital (KV) yang menurun. Volume residu (VR) yang bertambah sedang
kapasitas residual fungsional (KRF) sedikit naik atau normal.

3. Pemeriksaan gas darah

Ventilasi tidak dapat dipertahankan sehingga Pa CO2 naik dan Pa O2 turun, saturasi
hemoglobin menurun dan timbul sianosis, terjadi juga vasokontriksi pembuluh darah paru
dan penambahan eritrosit.

4. Pemeriksaan EKG

Hipertropi atrium dan ventrikel kanan (rubenstein, etal 2007).

5. Pemeriksaan laboratorium darah

Menghitung sel darah putih (leukosit).

H.Komplikasi

Hipertensi paru akibat vasokontriksi hipoksik paru yang kronik, yang akhirnya dapat
menyebabkan kor pulmonale dapat timbul kanker paru akibat metaplasia dan displasia.

I.Penatalaksanaan

1.Penyuluhan

Menjelaskan hal – hal mana saja yang dapat memperberat penyakit dan harus dihindari serta
bagaimana cara pengobatan yang baik.

2. Pencegahan

Mencegah kebiasaan merokok (dihentikan), mengindari lingkungan polusi an dianjurkan


vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi.

3.Terapi eksaserbasi akut

a Antibiotik, karena biasanya disertai infeksi


Infeksi biasanya disertai, disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia (digunakan
ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 gr/hari atau eritromisin 4 x 0,5 gr/hari)

Augmetin (amoksilin dan asam klarunalat apabila ditemukan H. Influenza dan B catarhalis)

b. Terapi oksigen

Diberikan bila terjadi kegagalan napas.

c. Fisioterapi dada membantu pasien mengeluarkan sputum.

d. Bronkhodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas.

4. Terapi jangka panjang

a. Antibiotik untu kemoterapi preventif

b. Bronkodilator

c. Fisioterapi

d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

e. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien gagal napas

f. Rehabilitasi, postural drainase, perkusi dan vibrasi dada digunakan untuk mengeluarkan
mucus
LANDASAN TEORI KEPERAWATAN

Menurut marlin E. Doengoes dkk (1990) :

1. Dasar data pengkajian pasien bronkhitis adalah :

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Keletihan, kelelahan, ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas,


ketidakmampuan untuk tidur, dispnea saat tidur

Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum

b.Sirkulasi

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda : Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung atau takhikardi berat, edema, warna
kulit atau membran mukosa pucat

c. Integritas ego

Gejala : Peningkatan faktor resik, perubahan pola hidup

Tanda : ansietas, ketakutan pada rangsang

d..Makanan / cairan

Gejala : Mual / muntah, ketidakmampuan makan karena distress pernapasan, peningkatan


BB menunjukkan edema

Tanda : Turgor kulit buruk, edema, berkeringat, palpitasi abdominal dapat mengakibatkan
hepatomegali

e. Hygiene

Gejala : Penurunan penampilan/memerlukan bantuan melakukan aktivitas sehari - hari

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan

f. Pernapasan

Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum tiap hari (terutama pada saat bangun)
produksi sputum dapat banyak sekali riwayat pneumonia berulang terpasang pada
polusi kimia / iritan

Tanda : Penggunaan otot bantu pernafasan


g.Keamanan

Gejala : riwayat sensitif terhadap zat/faktor lingkungan adanya infeksi berulang

2. Diagnosa dan NCP

a. Pola nafas tidak efektif b/d broncokontriksi, mukus

b. Nyeri b/d patologis penyakit / iritasi

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual/muntah

d. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2 (kelemahan)

e. Ansietas b/d perubahan status kesehatan

f. Perubahan pola tidur b/d sesak


ASUHAN KEPERAWATAN CEREBRAL INFARK

1.Pendahuluan

CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan istilah
Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada organ otak.Lebih
tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa penurunan kualitas pembuluh darah
otak.Stroke menyebabkan angka kematian yang tinggi.

Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-laki daripada wanita (selisih 19 % lebih
tinggi)dan usia umumnya di atas 55 tahun.

2.Penyebab Dan Klasifikasi.

Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas
pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi pembuluh darah
mudah pecah.

Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 :

1.Faktor resiko yang dapat diobati / dicegah :

a. Perokok.

b. Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )

c. Tekanan darah tinggi.

d. Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia).

e. Transient Ischemic Attack ( TIAs)

2. Faktor resiko yang tak dapat di rubah :

a. Usia di atas 65.

b. Peningkatan tekanan karotis ( indikasi terjadinya artheriosklerosis yang meningkatkan resiko


serangan stroke).

c. DM.

d. Keturunan ( Keluarga ada stroke).

e. Pernah terserang stroke.

f. Race ( Kulit hitam lebih tinggi )


g. Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita ).

Secara patologik suatu infark dapat di bagi dalam :

1. Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).

2. Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).

3. Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.

c.Klasifikasi

Secara klinis stroke di bagi menjadi :

1.Serangan Ischemia Sepintas ( Transient Ischemia Attack / TIA ).

2.Stroke Ischemia ( Stroke non Hemoragik ).

3.Stroke Hemoragik.

4.Gangguan Pembuluh Darah Otak Lain.

Sumber : 2000, Harsono ED, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada UP, hal : 84.
.Patofisiologi.

Faktor penyebab :

Kualitas pembuluh darah tidak baik

Trombosis pembuluh darah ( trombosis serebri ).

Emboli a.l dari jantung (emboli serebri ).

Arteritis sebagai akibat lues / arteritis temporalis.

Penurunan Blood Flow ke otak

6.Kecemasan Ancaman 1.Jalan Nafas Tidak Efektif


Kematian Ischemia dan hipoksia jaringan otak 2.Resiko Peningkatan
Pembuluh Darah
3.Intelansi Aktifitas
Kematian sel otak 4.Kerusakan Mobilitas Fisik
5.Defisit Perawatan Diri
Kerusakan system motoric dan sensorik

(DEFICIT NEUROLOGIS )

8.Resiko Injury
9.Ganguan Nutrisi
(kurang dari kebutuhan tubuh )
10.Inkonensia Uri
11.Inkontinesia alfi
12.Resiko kerusakan integritas
13.kerusakan komunikasi verbal
14.Bersihan jalan nafas

(Sumber : Susan C.dewit, ESSENTIALS OF MEDICAL SURGICAL NURSING, W.B


SOUNDERS COMPANY, 1998, hal.350 dan 363)
4.Tanda dan Gejala.

1.Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala :

Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap stimulus.

Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis.

Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda dari perdarahan
cerebral.

Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu
tubuh.

Keluhan kepala pusing.

Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ).

2. Kelumpuhan dan kelemahan.

3. Penurunan penglihatan.

4. Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ).

5. Pelo / disartria.

6. Kerusakan Nervus Kranialis.

7. Inkontinensia alvi dan uri.

f.Penatalaksanaan Medik.

Pemeriksaan Penunjang.

1.Laboratorium.

Hitung darah lengkap.

Kimia klinik.

Masa protombin.

Urinalisis.
Diagnostik.

Scan Kepala

Angiografi serebral.

EEG.

Fungsi lumbal.

MRI.

X ray tengkorak

Pengobatan.

1.Konservatif.

a.Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.

b.Mencegah peningkatan TIK.

Antihipertensi.

Deuritika.

Vasodilator perifer.

Antikoagulan.

Diazepam bila kejang.

Anti tukak misal cimetidine.Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena
klien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung.

Manitol : mengurangi edema otak.

2.Operatif.

Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi hematom
karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan klien.

3.Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :

Terapi wicara.

Terapi fisik.
Stoking anti embolisme.

5. Komplikasi dan Pencegahan Stroke.

Aspirasi.

Paralitic illeus.

Atrial fibrilasi.

Diabetus insipidus.

Peningkatan TIK.

Hidrochepalus.

h.Pencegahan

• Kontrol teratur tekanan darah.

• Menghentikan merokok.

• Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol cholesterol rutin.

• Mempertahankan kadar gula normal.

• Mencegah minum alkohol.

• Latihan fisik teratur.

• Cegah obesitas.

• Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke.


ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian

Biodata

Pengkajian biodata di fokuskan pada : Umur : karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko
tinggi terjadinya serangan stroke.Jenis kelamin : laki-laki lebih tinggi 30% di banding
wanita.Ras : kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.

Keluhan Utama.

Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau koma serta
disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.

Upaya Yang Telah Dilakukan.

Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh karena itu klien
biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu.

Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs, Policitemia
karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi
menurun.

Riwayat Penyakit Sekarang.

Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi
keluhan neurologis misal : sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai koma.

Riwayat Penyakit Keluarga.

Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke.

Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari.

Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu klien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagaian
sampai total.Meliputi :

Mandi
Makan/Minum

Bab / Bak

Berpakaian

Berhias

aktifitas mobilisasi

Pemeriksaan Fisik Dan Observasi.

BI ( Bright / pernafasan).

Perlu di kaji adanya :

Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan refleks batuk.

Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang.

Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stridor.

Catat jumlah dan rama nafas

B2 ( Blood / sirkulasi ).

Deteksi adanya : tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan Tekanan Darah disertai
dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.

B3 ( Brain / Persyarafan, Otak )

Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat.Periksa adanya pupil unilateral, Observasi tingkat
kesadaran .

B4 ( Bladder / Perkemihan ).

Tanda-tanda inkontinensia uri.

B5 ( Bowel : Pencernaan )

Tanda-tanda inkontinensia alfi.

B6 ( Bone : Tulang dan Integumen ).

Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tanda decubitus karena tirah baring


lama.Kekuatan otot.

Sosial Interaksi.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan
menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan kesembuhannya.

B. Diagnosa Yang Muncul.

1.Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak sekunder terhadap
perdarahan otak .

2.Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan kesadaran,kelumpuhan.

3.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.

4.Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.

5.Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi prognosis dan


terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan dengan kurang informasi, salah
interpretasi.

6. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan kesadaran.

7.Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan dengankesulitan


menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.

8. Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.

9. Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan neurologis.

10.Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas, parise dan
paralise.

11.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara verbal atau


tidak mampu komunikasi.

12.Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori.

13.Resiko terjadinya : kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder kehilangan


kesadaran.

C.INTERVENSI KEPERAWATAN.

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :

1. Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi Otak Sekunder Terhadap
Hipoksia, Edema Otak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami peningkatan tekanan
intra kranial .

Kriteria hasil :

Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :

Peningkatan tekanan darah.

Nadi melebar.

Pernafasan cheyne stokes

Muntah projectile.

Sakit kepala hebat.

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK Deteksi dini peningkatan TIK untuk
Tekanan darah melakukan tindakan lebih lanjut.
Nadi
GCS
Respirasi
Keluhan sakit kepala hebat
Muntah projectile
Pupil unilateral.
2 Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 Meninggikan kepala dapat membantu
derajat kecuali ada kontra indikasi.Hindari drainage vena untuk mengurangi
mengubah posisi dengan cepat. kongesti vena.
3 Hindari hal-hal berikut : Masase karotid memperlambat
Masase karotid frekuensi jantung dan mengurangi
Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat. sirkulasi sistemik yang diikuti
Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi peningkatan sirkulasi secara tiba-tiba.
dengan hati-hati ) hindari mengedan, fleksi Fleksi atau rotasi ekstrem leher
ekstrem panggul dan lutut. mengganggu cairan cerebrospinal dan
drainage vena dari rongga intra kranial.
Aktifitas ini menimbulkan manuver
valsalva yang merusak aliran balik vena
dengan kontriksi vena jugularis dan
peningkatan TIK
4 Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak Mencegah konstipasi dan mengedan
feces jika di perlukan. yang menimbulkan manuver valsalva.

2. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Hemiparese / Hemiplegia

Tujuan :

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil

1. Tidak terjadi kontraktur sendi = Bertambahnya kekuatan otot

2. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

NO INTERVENSI RASIONAL
1 1.Ubah posisi klien tiap 2 jam  Menurunkan resiko terjadinnya iskemia
2.Ajarkan klien untuk melakukan jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
latihan gerak aktif pada daerah yang tertekan
ekstrimitas yang tidak sakit.  Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
3.Lakukan gerak pasif pada kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
ekstrimitas yang sakit jantung dan pernapasan.
4.Berikan papan kaki pada  Otot volunter akan kehilangan tonus dan
ekstrimitas dalam posisi kekuatannya bila tidak dilatih untuk
fungsionalnya digerakkan
5.Tinggikan kepala dan tangan
6.Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

1. Defenisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin itu
sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan
kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh
darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi
gagal ginjal), syaraf (dapat terjadi stroke) (WHO, 2011)

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner & Suddarth, 2002
).Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu
defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
2. Anatomi Fisiologi

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :

Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah.

Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 –
225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

• Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang menjadi


faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.

• Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.

• Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.


Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan
banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi
berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan
untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul
insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai
ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7
dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan
protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.

Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta
pankreas.Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan
peroral.Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan.Gejala
hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan
dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :

• Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan

• Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif

• Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian
glikogen

• Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa

Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek
umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas
100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah,
produksi insulin akan menurun.

Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

3. Klasifikasi Diabetes Melitus

Berdasarkan Perkeni (2006) diabetes, diklasifikasikan menjadi:

a. Diabetes Mellitus Tipe-1


Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yangdisebabkan oleh:
autoimun dan idiopatik.

b. Diabetes Mellitus Tipe-2

Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di bawah ini,
antara lain:

- Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk memetabolisme
tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).

- Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni, 2006).

c. DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)Kehamilan normal yang disertai


dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor
risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan
morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia.Hal ini
terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang
pertumbuhan bayi dan makrosomia.Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut
meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.

d..Diabetes Melitus tipe lain :

1) Defek genetik fungsi sel beta :

• Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.

• DNA mitokondria

2) Defek genetik kerja insulin

3) Penyakit endokrin pankreas :

• Pankreatitis

• Tumor pankreas /pankreatektomi

• Pankreatopati fibrokalkulus

4) Endokrinopati :

• Akromegali

• Sindrom Cushing

• Feokromositoma
• Hipertiroidisme

5) Karena obat/zat kimia :

• Vacor, Pentamidin, Asam Nikotinat

• Glukokortikoid, Hormon Tiroid

• Tiazid, Dilantin, Interferon Alfa Dan Lain-Lain

7) Infeksi :

• Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)

8) Sebab imunologi yang jarang :

• Antibodi Anti Insulin

9) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :

• sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.

4. Etiologi

Diabetes adalah suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan kadar gula dalam
darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin absolut ataupun relatif. Namun dari
beberapa kasus juga ditemukan beberapa penyebab terjadinya diabetes antara lain :

a. Virus dan Bakteri

Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan
sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya
otoimun dalam sel beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi.
Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

b Bahan Toksik atau Beracun

Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang
berasal dari singkong.

c. Genetik atau Faktor Keturunan


Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga
menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya
kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak
yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya. (Soegondo S, dkk. 2007)

Penyebab lainnya dikategorikan berdasarkan tipe Diabeter yaitu :

a. Diabetes Tipe I :

1) Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

2) Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.

3) Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta.

b. Diabetes Tipe II :

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing terutama malam hari,
banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada
keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi
kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas
4 kg.Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka
mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan kadar glukosa
darahnya tinggi.

Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :

Pada tahap awal sering ditemukan :

a. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c. Polipagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien
dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.

6. PATOFISIOLOGI

Pada diabetes melitus tipe1, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda, yaitu :
a. Tipe 1A, diduga pengruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya
kerusakan pancreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat.

b. Tipe 1B berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang
juga sering menunjukan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hasbimoto disease,
pernisious anemia, dan myasthenia gravis. keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-
DR3 dan muncul pada usia sekitar 30-50 tahun. Pada diabetes tipe 1 cenderung terjadi
ketoasidosis diabetic.

Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistesni insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkain reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan
(Smeltzer & Bare, 2002 ). Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2
(Smeltzer & Bare, 2002 ).WOC ( terlampir )

7. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan Vital Sign

Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan
pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal,
sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.

2) Pemeriksaan Kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.

3) Pemeriksaan Leher

Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis
Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.

4) Pemeriksaan Dada (Thorak)


Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam.

5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

6) Pemeriksaan Abdomen

Dalam batas normal

7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Sering BAK

8) Pemeriksaan Muskuloskeletal

Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan

9) Pemeriksaan Ekstremitas

Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal

10) Pemeriksaan Neurologi

GCS :15

Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

b. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua
jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas
serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat
(dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. •
Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase
darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak
ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi
insulin.

2) Pemeriksaan fungsi tiroid


peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin.

3) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

4) Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.

8. Penatalaksanaan

a. Terapi farmakologi

1) InsulinInsulin tergolong hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari pankreas babi
maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi rekombinan DNA
menggunakan E. Coli. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot
(DEPKES RI, 2000).

2) Obat hipoglikemia oral (OHO) Secara umum DM dapat diatasi dengan obat-obat
antidiabetes yang secara medis disebut obat hipoglikemia oral (OHO). Obat ini tidak boleh
sembarangan dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita menjadi hipoglikemia. Pasien
yang mungkin berespon terhadap obat hipoglikemik oral adalah mereka yang diabetesnya
berkembang kurang dari 5 tahun. Pasien yang sudah lama menderita diabetes mungkin
memerlukan suatu kombinasi obat hipoglikemik dan insulin untuk mengontrol
hiperglikemiknya. Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 5 golongan:

- Golongan sulfonilurea

Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin
ditingkatkan. Di samping itu kepekaan selsel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar
melalui pengaruhnya atas protein transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita
diabetes mellitus tipe II yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup
baik. Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi
insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati

- Golongan Biguanide
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanid yang tersedia, bekerja menghambat
glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini hanya efektif
bila terdapat insulin endogen. Kelebihan dari golongan biguanid adalah tidak menaikkan
berat badan, dapat menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah
hipoglikemia (DEPKES RI, 2000).

- Golongan penghambat alfa glukosida

Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/ hari yang
menghambat alfa-glukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi
digesti sukrosedan karbohidrat kompleks. Obat ini efektif pada pasien dengan diet tinggi
karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Akarbose bekerja
menghambat alfa-glukosidase sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan
karbohidrat (DEPKES RI, 2000).

- Thiazolidindion

Thiazolidindion merupakan obat baru yang efek farmakologinya dan berupa penurunan
kadar glukosa darah dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan insulin dari otot,
jaringan lemak, dan hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan
insulin seperti pada sulfonilurea

- Meglitinida

Kelompok obat terbaru ini bekerja menurunkan suatu mekanisme khusus, yaitu
mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan. Meglitinida harus
diminum cepat sebelum makan, dan karena reabsorpsinya cepat maka mencapai kadar
puncak dalam satu jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya.
Ekskresinya juga cepat, dalam 1 jamsudah dikeluarkan tubuh

b. Terapi Non-Farmakologi

1) Pencegahan komplikasi

2) Berhenti merokok

3) Mengoptimalkan kadar kolesterol

4) Menjaga berat tubuh yang stabil

5) Mengontrol tekanan darah tinggi

6) Olahraga teratur dapat bermanfaat :

- Mengendalikan kadar glukosa darah


- Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)

- Membantu mengurangi stres

- Memperkuat otot dan jantung

- Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)

- Membantu menurunkan tekanan darah

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (Brunner and Suddarth, 2002) :

1) Diet

Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:

- Jumlah kalori sesuai kebutuhan

Cara menentukan kebutuhan kalori:

• Kurus : BBx 40-60 kal/ hari

• Normal : BBx 30 kal/ hari

• Gemuk : BBx 20 kal/ hari

• Obesitas : BBx 10-15 kal/ hari

- Jadwal makan (6 kali) makan pagi- selingan pagi- makan siang- selingan sore- makan
malam- menjelang tidur. Jenis makanan, karbohidrat 60- 70% kebutuhan kalori, protein
10- 15%, lemak 20- 25%, dan unsure kelumit atau vitamin sesuai kebutuhan.

2) Latihan

3) Pemantauan

4) Terapi (jika diperlukan)

5) Pendidikan

Tujuannya untuk mendidik pengidap/ keluarganya mengenai pengetahuan dan ketrampilan


praktis diabetes mellitus sehingga ketaatan dan peran sertanya meningkat, dan memiliki
gaya hidup yang baik

9. Komplikasi
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang
terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa
komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:

a. Komplikasi Akut

1) Hipoglikemi

Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60
mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma) (PERKENI, 2006).

2) Ketoasidosis diabetik

Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yangterbatas dalam
tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagaisumber energi, sehingga tubuh
melakukan penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini
adalah asam lemak bebasdan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang
menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).Gejala klinisnya dapat
berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi.
Selain itu, sesorang dikatakanmengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan
laboratoriumnya:

- Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)

- Na serum <140 meq/L

- Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)

- Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria

3) Hiperosmolar non ketotik

Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia > 40 tahun.
Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.

b. Komplikasi Kronis (Menahun)

1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak

2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) dan Pembuluh
darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)

3) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-serat saraf
menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru,
infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.

B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan

1. Identitas

Jenis Kelamin : dapat terjadi pada semua jenis kelamin

Umur : Banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes tipe satu dapat terjadi pada
umur muda atau anak-anak.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka
yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan
seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

b. Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infark miokard

c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

3. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

a. Pemeriksaan Fisik

a) Pemeriksaan Vital Sign

Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan
pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal,
sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.

b) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal.

c) Pemeriksaan Leher

Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis
Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.

d) Pemeriksaan Dada (Thorak)

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat dan dalam.

e) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

f) Pemeriksaan Abdomen Dalam batas normal

g) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus : Sering BAK

h) Pemeriksaan Muskuloskeletal

Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan

i) Pemeriksaan Ekstremitas Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal

j) Pemeriksaan Neurologi

GCS :15

Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)

b. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok. Osmolaritas
serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin meningkat
(dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. •
Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase
darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin menurun sampai
tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.

b) Pemeriksaan fungsi tiroid

Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin.

c) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

d) Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.

4. Fungsional Gordon

a. Pola persepsi

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan
terjadinya amputasi

b. Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah
tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.

c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien
sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi
alvi relatif tidak ada gangguan.

d. Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,


tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma.
Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita
mudah mengalami kelelahan.

e. Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien mengalami
kesulitan tidur.

f. Kognitif persepsi

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak
peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .

g. Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).

h. Peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri
dari pergaulan.

i. Seksualitas

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta
orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on journal, Maret 2011)

j. Koping

toleransiLamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak


berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.

k. Nilai Kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah
penderita.

Dosis Pemberian Insulin

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar
pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah
penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam
sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel
otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin
eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.

Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:

1. Kerja cepat (rapid acting) Contoh: Actrapid, Humulin R, Reguler Insulin (Crystal Zinc
Insulin) Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja
sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena.
Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.

2. Kerja menengah (intermediate acting) Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH,


Insulin Lente Dengan menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc
(pada insulin lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi
sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin
bukanlah protein.

3. Kerja panjang (long acting) Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI Insulin bentuk
ini diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis
insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu
imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi

Cara pemberian insulin ada beberapa macam:

1.Intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah,
2.Intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan,

3.Subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi.


Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari
insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.

Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas
normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk
pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang
dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari,
maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah
(through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter).
Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan
insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit
merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45
mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.

Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan
tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa
setiap 6 jam sekali. Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah < 60 mg % = 0 unit

< 200 mg % = 5 – 8 unit

200 – 250 mg% = 10 – 12 unit

250 - 300 mg% = 15 – 16 unit

300 – 350 mg% = 20 unit

> 350 mg% = 20 – 24 unit


ULKUS DIABETIKUM

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik
dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).

Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik
melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).

Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes,
(Andyagreeni, 2010).

Klasifikasi :

Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:

• Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

• Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

• Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang

• Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis

• Derajat I : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
• Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor
endogen dan ekstrogen.

a. Faktor endogen Genetik, metabolik. Angiopati diabetik. Neuropati diabetik.

b. Faktor ekstrogen

1) Trauma.

2) Infeksi.

3) Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada
otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,
sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum
(Askandar 2001).

Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan terhadap ulkus
itu sendiri.

1. Pengendalian Diabetes

Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan melakukan manajemen
medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan ulkus
diabetikum juga menerita mal nutrisi, penyakit ginjal kronis dan infeksi kronis.

DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi kronik diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus diabetikum. Jika
keadaan gula darah selalu dapat dikendalikan dengan baik diharapkan semua komplikasi
yang akan terjadi dapat dicegah paling tidak dihambat.

Mengelola DM langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis


diantaranya perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila langkah tersebut
belum tercapai dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu dengan pemberian obat atau
disebut pengelolaan farmakologis.

2. Penanganan Ulkus diabetikum

1. Strategi pencegahan

Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi
yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta
pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh
menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita Resiko tinggi adalah kuku harus
dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak
jaringan sekitar.

2. Penanganan Ulkus Diabetikum

Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan :

1. Tingkat 0 :

Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan
cara pencegahan.

2. Tingkat I

Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan local luka
dan pengurangan beban.

3. Tingkat II

Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan
pengurangan beban yang lebih berarti.

4. Tingkat III

Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang
lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.

5. Tingkat IV

Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EPILEPSI

A. Pengertian

Epilepsi merupakan suatu gejala akibat lepasnya aktifitas elektrik yang periodik dan
eksesif dari neuron serebrum yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan
involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktifitas otonom dan berbagai gangguan
psikis.

B. Etiologi

Penyebab epilepsi umumnya dibagi menjadi 2 :

1. Idiopatik ( primer, essensial )

Pada jenis ini, tidak dapat diketemukan adanya suatu lesi organik di otak. Tidak dimulai
dengan serangan fokal. Gangguan bersifat fungsional di daerah dasar otak yang
mempunyai kemampuan mengontrol aktifitas korteks.

2. Simptomatik akibat kelainan otak

Serangan epilepsi merupakan gejala dari suatu penyakit organik otak. Misalnya karena
adanya demam, penyakit otak degeneratif difus, infark, enchepalitis, abses, tumor
serebrum, jaringan parut setelah cedera kepala, anoksia, toksemia, hipogliklemia,
hipokalasemia, atau gejala putus obat.

C. Patofisiologi
Timbulnya serangan kejang adalah kemugkinan adanya ketidakseimbangan antara
asetilkolin dan GABA ( asam gama amino butirat ), merupakan neuritransmitter sel-sel
otak. Asetilkolin menyebabkan depolarisasi, yang dalam jumlah berlebihan menimbulkan
kejang. Sedang GABA menimbulkan hiperpolarissasi, yang sebaliknya akan merendahkan
eksitabilitas dan menekan timbulnya kejang. Berbagai kondisi yang mengganggu
metabolisme otak seperti penyakit metabolik, racun, beberapa obat dan putus obat, dapat
menimbulkan pengaruh yang sama.

D. Gejala

1. Grand mal ( tonik-klonik umum )

Jenis ini bersifat sekunder, yakni berasal dari epilepsi partial kemudian menjadi serangan
(bangkitan) umum.

Fase serangan :

a. Fase tonik

Ditandai dengan kontraksi semua otot, kelopak mata tetap terbuka, lengan terangkat,
abduksi, terputar keluar, sendi siku fleksi, tungkai juga fleksi ( tertekuk ). Setelah fleksi
segera diikuti ekstensi yang disertai jeritan epilepsi beberapa detik. Leher dan punggung
melengkung menjadi posisi opistotonik, lengan dan tungkai juga ekstensi. Berlangsung
antara 10-20 detik.

b. Fase klonik

Berlangsung selama kurang lebih 30 detik. Menunjukkan adanya gerakan spasmus fleksi
berganti-ganti denga relaksasi. Penderita dapat menggigit lidahnya, sianosis, hipertensi,
takhicardi, hiperhodrosis, midriasis, salivasinya bertambah.

c. Fase pasca serangan ( koma )

Semua aktifitas otot berhenti. Dalam waktu 15 menit kesadaran akan pulih lembali.
Kesadaran akan pulih secara normal dalam 1-2 jam. Penderita merasa lesu, otot-otot nyeri
dan sakit kepala.

2. Petit mal

Merupakan eilepsi yang tenang. Penderita biasanya anak-anak atau dewasa muda. Ketika
melakukan aktifitas, tiba-tiba berhenti, sering terdapat gerakan kecil seperti gerakan-
gerakan kelopak mata, mengunyah, gerakan-gerakan bibir. Serangan berakhir dalam 60
detik Kesadaran juga segera normal. Dalam sehari, serangan dapat 10-20 kali.

3. Partial

a. Sederhana ( tidak terdapat gangguan kesadaran )

b. Kompleks ( terdapat gangguan ksadaran )

E. Klasifikasi

1. Epilepsi umum

a. Epilepsi umum primer, misalnya epilepsi grand mal, petit mal, epilepsi juvenil
mioklonik

b. Epilepsi umum sekunder, misalnya spasme infantil, epilepsi mioklonik astatik

2. Epilepsi partial

a. Disertai dengan gejala elementer ( tanpa gangguan kesadaran ), misalnya dengan gejala
motorik, sensorik atau otonomik

b. Disertai dengan gejala komplek ( dengan gangguan kesadaran )

c. Disertai fenomena sekunder ( misalnya menjadi epilepsi umum )

3. Epilepsi lain yang tidak dapat diklasifiksikan

F. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

• Riwayat epilepsy

• Faktor pencetus

• Penggunaan obat-obatan

• Hasil pemeriksaan penunjang seperti EEG, CT Scan, analisis CSS

2. Diagnosa keperawatan

a. Risiko cedera

b. Risiko aspirasi
c. Harga diri rendah

3. Perencanaan keperawatan

a. Tujuan

1) Mencegah terjadinya cedera saat terjadi serangan maupun setelah serangan

2) Mempertahankan kepatenan jalan nafas

3) Pasien mempunyai harga diri yang positif

b. Tindakan

1) Mencegah terjadinya cedera saat terjadi serangan maupun setelah serangan

• Sipakan selalu peralatan emergency untuk pasien dengan riwayat epilepsi, seperti spatel
lidah, O2, nasal kanul, antikonvulsan.

• Observasi pasien saat serangan, jangan tinggalkan pasien sendiri

• Usahakan pasien tidak jatuh dari tempat tidur, pasang restrain.

• Jangan lakukan pengikatan pada pasien

• .Longgarkan pakaian untuk keleluasaan gerakan dan pernafasan.

• Monitor kondisi umum pasien saat serangan dan pasca serangan..

• Kolaborasi.

2) Mempertahankan kepatenan jalan nafas:

• Kenali faktor pencetus kejang.

• Siapakan selalu peralatan emergency

• Jangan memasukkan apapun ke mulut pasien saat serangan.

• Miringkan kepala pasien untuk mencegah aspirasi dan mencegah lidah jatuh yang akan
menutup jalan nafas.

• Longgarkan pakaian untuk keleluasaan gerak dan pernafasan

• Berikan O2 jika perlu

• Kolaborasi.

3) Pasien mempunyai harga diri yang positif:


• Dorong pasien untuk mengembangkan kelebihannya.

• Bantu pasien mengungkapkan keberhasilan-keberhasilan yang pernah dicapai

• Fasilitasi pasien melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan harga dirinya di


lngkungannya.

• Berikan pujian atas keberhasilan pasien melakukansesuatu, sekecil apapun..

• Anjurkan keluarga untuk mendukung pasien dalam rangka meningkatkan harga dirinya

4. Evaluasi keperawatan

a. Pasien tidak mengalami cedera, saat serangan maupun setelah serangan

b. Pasien mempunyai penilaian yang positif terhadap dirinya

c. Kondisi fisiologis pasien normal

d. Catat kondisi umum pasien seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, adakah
sianosis, kondisi pupil, tingkat kesadaran, adakah keluhan pusing, sakit kepala, lemah,
lesu setelah serangan, apakah lidah tergigit atau tidak, bagaimana kondisi gigi pasien,
dll

G. Penatalaksanaan

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksanaan pasien epilepsi antara lain :

1. Diagnosis yang tepat

2. Pilih obat yang tepat

3. Mulai dengan obat tunggal

4. Dosis diusahakan berada dalam lingkup terapetik dalam serum

5. Perhatikan lamanya obat berefek untuk menentukan frekuensi pemberian obat

6. Penambhaan atau penggantian obat harus mempertimbangkan ada tidaknya kemajuan


dalam terapi

7. Waktu pemberian obat yang menguntungkan pasien

8. Pemantauan ketaatan pasien karena epilepsi memerlukan pengobatan jangka panjang.


Biasanya obat antiepilepsi berangsur dihentikan setelah pasien bebas kejasng 2-3 tahun
dengan pemantauan EEG. Sebagian ada yang memerlukan obat seumur hidup, sehingga
ketaatan pasien, pengertian keluarga dan masyarakat sangat diperlukan
untukkeberhasilan pengobatan.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPILEPSI

1.Pengkajian : Data fokus yang perlu dikaji

a. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian

2).Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa
yang terjadi selama serangan )

3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia berapa
serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi seperti demam,
kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah menderita cidera otak, operasi
atau makan obat-obat tertentu/alkoholik)

4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak

5) Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah disertai
aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang mendahului
serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum

2) Pemeriksaan Persistem

a) Sistem Persepsi dan Sensori

Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit, adakah
halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna, mata dan
kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau
sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya

b) Sistem Persyarafan

Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan kesadaran / lena? Disertai


komponen motorik seperti kejang tonik, klonik, mioklonik, atonik, berapa lama gerakan
tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai

Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara, hemiplegi
sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan sesudah serangan, adakah
perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan terjadi cidera selama kejang (memer,
luka gores)

c) .Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam)

d).Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung

e).Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea

f).Sistem Integumen: adakah memar, luka gores

g).Sistem Reproduksi

h).Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin

c. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Pemahaman pasien dan keluarga mengenai program pengobatan pasien, keamanan


lingkungan sekitar

2) Pola Aktivitas dan Latihan

Pemahaman klien tentang aktivitas yang aman untuk pasien (minimal resiko cidera
pada saat serangan)

3) Pola Nutrisi Metabolisme


Pasca serangan biasanya pasien mengalami nansea

4) Pola Eliminasi

Saat serangan dapat terjadi inkontinensia urin dan atau feses

5) Pola Tidur dan Istirahat

Salah satu faktor presipitasi adalah kurangnya istirahat/tidur

6) Pola kognitif dan Perseptual

Adakah gangguan orientasi, pasien merasa dirinya berubah

7) Persepsi diri atau konsep diri

Pentingnya pemahaman dengan berobat teratur dapat terbebas dari sawan

8) Pola toleransi dan koping stress

Adakah stress dan gangguan emosi

9) Pola sexual reproduksi

10) Pola hubungan dan peran

11) Pola nilai dan kenyakinan

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan epilepsy antara lain :

1) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran sekunder terhadap


kejang

2) Resiko trauma pada saat serangan berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
dan kejang tonik-klonik.

3) Koping defensif berhubungan dengan respon terhadap hal-hal sekunder terhada epilepsy
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


1 Resiko aspirasi b.d tingkat Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji tingkat kemampuan klien terhadap
kesadaran sekunder ter-hadap keperawatan selama ...x 24 jam, klien reflek batuk, menelan dan gag reflek
kejang diharapkan tidak mengalami aspirasi 2. Kaji status pernapasan, pertahankan
Dengan kriteria : jalan napas
- Klien mengatakan cara-cara untuk 3.Beri posisi 90º atau sesuaikan keadaan
mencegah aspirasi 4. Jaga kesiapan alat suction
- Kebersihan mulut kolien terjaga 5.Cek posisi NGT dan residu NGT
- Tidak ada tanda-tan-da tejadinya sebelum memberi makan
aspirasi 6. Potong makanan dalam bentuk kecil
agar mudah ditelan.
NIC :
1.Auskultasi suara napas klien sebelum
dan sesudah suction
2.Gunakan universal precaution : sarung
tangan, masker, kacamata
3.Anjurkan klien untuk napas dalam
sebelum dilakukan suction, anjurkan
untuk rileks
4.Beri tambahan oksigen selama suction
5.Monitor status oksigen dan hemodinamik
klien
6. Hentikan suction dan beri tambahan
oksigen jika klien bradikardi
7. Kirim bahan 49ecret untuk kultur dan
tes sensitifitas.
Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai
prosedure dan manfaat suctio
Positioning (0840)

1 Tempatkan klien pada posisi yang tera-


peutik : Pertahankan pada posisi miring
jika tidak merupakan kontra indikasi ci-
dera
2.Pertahankan posisi miring setelah makan
2 Resiko trauma pada saat serangan Setelah dilakukan tindakan 1.Kaji sejauhmana kebutuhan keamanan
b.d penurunan tingkat kesadaran keperawatan selama ...x 24 jam, tidak klien
dan kejang tonik-klonik terjadi trauma pada klien . 2. Modifikasi lingkungan untuk memi-
NOC : nimalkan resiko trauma (pasang pagar
-Safety status : pengaman, jauhkan benda tajam dan
- Know ladge : personal safety (1809) mudah terbakar)
Dengan kriteria : Fall Prevention (6490)
- Kulit klien intak (tidak ada luka, 1.Ciptakan lantai yang tidak licin
lecet atau hematom) 2.Kaji kemampuan klien untuk melakukan
- Tidak terjadi luka bakar mobilisasi
- Tidak terjadi fraktur Nic :
- Klien mampu menje-askan resiko 1.Jelaskan pada klien efek dari serang an
jika terjadi serangan dan cara 50pilepsy yang memungkinkan klien
mengantisipasi-nya cidera
2.Jelaskan pada klien aktivitas apa saja
yang aman untuk klien 50pilepsy
3.Anjurkan pada klien untuk bedrest pada
fase akut
3 Koping defensif b.d respon Setelah dilakukan tindakan 1.Dorong klien untuk mengakui dan
terhadap hal-hal sekunder terhada keperawatan selama ...x 24 jam, mendiskusikan pikiran dan perasaan
epilepsi koping klien menjadi adekuat 2.Anjurkan pada klien untuk meng-
Dengan kriteria : identifikasi nilai yang disumbangkan
- Klien mampu me-ngenal pola koping untuk konsep diri
efektif dan tidak efektif 3.Anjurkan pada klien untuk meng-
- Klien lebih tenang identifikasi perasaan tentang dirinya
-Klien mengakui realita situasi 4.Beri fasilitas klien untuk
kesehatannya mengidentifikasi pola respon yang
- Klien mampu meng-ekspresikan digunakan untuk berbagai situasi
emosi de-ngan positif 5.Anjurkan pada klien untuk meng-
- Klien mampu meng-ungkapkan ungkapkan cara verbal penolakannya
penerimaan diri terhadap keter- terhadap realitas
batasan diri 6.Bantu klien untuk mengidentifikasi
situasi yang mengakibatkan cemas dan
cara menanggulanginya
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjaka

rta : MediAction.

Mohr, WK, 2006, Psychiatric Mental Health Nursing, Lippincott William & Wilkins,
Philadelpia

NANDA International, 2007, Nursing Diagnosis : Definition & Classification, NANDA


Interbational, Philadelpia

Wibowo, S, 1994, Catatan Kuliah Penyakit Syaraf, Tidak Dipublikasikan

Wilkinson, JM, 2006, Nursing Diagnosis Handbook with NIC & NOC, Pearson Prentice Hall,
New Jersey.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPERTENSI

I. Pengertian

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan


sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 )
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim
Nasrin, 2003 ) . Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104
mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi
berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan
tekanan diastolic karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).

2. Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany
Gunawan, 2001 )

1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya

2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 %


sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa factor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi.

Factor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi

b. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur
bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan
ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam
yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh
lain misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison,
epineprin )

3. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system


pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (
volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
( Brunner & Suddarth, 2002 ).
4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

5. Pemeriksaan Penunjang

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

2. Pemeriksaan retina

3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung

4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal


terpisah dan penentuan kadar urin.

7. Foto dada dan CT scan

6. Pengkajian

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea

2. Sirkulasi

Gejala :Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit


serebrovaskuler

Tanda :Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin
3. Integritas Ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress


multipel

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara

4. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

5. Makanan / Cairan

Gejala :Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol

Tanda :BB normal atau obesitas, adanya edema

6. Neurosensori

Gejala :Keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,


gangguan penglihatan, episode epistaksis

Tanda :,Perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik

7. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala :Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen

8. Pernapasan

Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok

Tanda :Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas


tambahan, sianosis

9. Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural


10. Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala : Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,


penyakit ginjal, Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone

7. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat


komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.(5) Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi
: (2,8)

1. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a). Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

b). Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

c). Penurunan berat badan

d). Penurunan asupan etanol

e). Menghentikan merokok

f). Diet tinggi kalium

b. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :

a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain

b). Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari
denyut nadi maksimal ydisebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan
dengan rumus 220 – umur
c). Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan

d). Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

. Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

a). Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-
tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi

gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis
seperti kecemasan dan ketegangan.

b). Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan
atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rileks

d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang


penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat(1). Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan
standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint National Committee On
Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988 ) menyimpulkan
bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan
penyakit lain yang ada pada penderita(2).

Pengobatannya meliputi :

a. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor

b. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan


1) Dosis obat pertama dinaikan

2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama

3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator

c. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh

1) Obat ke-2 diganti

2) Ditambah obat ke-3 jenis lain

d. Step 4 : Alternatif pemberian obatnya

1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4

2) Re-evaluasi dan konsultasi

3. Follow Up untuk mempertahankan terapi

Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik
antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :

a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya

b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya

c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bias
dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas

d. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas
dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur
memakai alat tensimeter

e. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu

f. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita

g. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi

h Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat
mengukur tekanan darahnya di rumah

i. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
k. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-
masalah yang mungkin terjadi

l. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk
mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal

m. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin

n. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering

o. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.

Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

8. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular

Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard

Hasil yang diharapkan :

Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD

Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima

Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

Intervensi keperawatan :

a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat

b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas

d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler

e. Catat edema umum

f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.

g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi

h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan


i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher

j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan

k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah

l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi

m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat

Hasil yang diharapkan :

Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman

Intervensi keperawatan :

Manajemen nyeri

Aktivitas :

1. Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.

2. Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic

3. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (suhu
ruangan, pencahayaan, keributan)

4. Ajari pasien untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (relaksasi, pijatan di kepala)

5. Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi nyeri

• Pemberian analgesic

Aktivitas :

1. Menentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati pasien

2. Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesic

3. Cek riwayat alergi obat

4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat

3. Pola napas tidak efektif b.d nyeri


Hasil yang disarankan NOC:

• Status respirasi: ventilasi

• Status tanda vital : suhu, nadi, respirasi dan tekanan darah dalam rentang yang diharapkan

Kriteria hasil :

• Klien menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang
tidak berbahaya : ventilasi dan status tanda vital

• Pasien akan mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal : RR:16-24x/i

Intervensi :

• Manajemen jalan napas

Aktivitas :

1. Buka jalan nafas dengan teknik mengangkat dagu atau dengan mendorong rahang sesuai
keadaan

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi yang potensial

3. Posisikan pasien untuk mengurangi dispnu

4. Monitor pernafasan dan status oksigen

• Terapi oksigen

Aktivitas :

1. Sediakan peralatan oksigen, system humidifikasi

2. Pantau aliran oksigen

3. Secara teratur pantau jumlah oksigen yang diberikan pada pasien sesuai dengan indikasi

4. Pelihara kepatenan jalan nafas

• Pemantauan respirasi

Aktivitas :

1. Monitor frekuensi, rata-rata, irama, kedalaman dan usaha bernafas

2. Monitor pola nafas seperti bradipnu, takipnu, hiperventilasi, pernafasan kussmaul, Ceyne
stokes, apnu, biot dan pola ataksi
3. Auskultasi bunyi nafas, catat ventilasi yang turun atau hilang

4. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan


gangguan sirkulasi

Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu

Hasil yang diharapkan :

• Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD


dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai
laboratorium dalam batas normal.

• Haluaran urin 30 ml/ menit

• Tanda-tanda vital stabil

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur

b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan
arteri jika tersedia

c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan

d. Amati adanya hipotensi mendadak

e. Ukur masukan dan pengeluaran

f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan

g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit


dan perawatan diri

Tujuan ;Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi

Hasil yang diharapkan :

Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini

Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan

a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur

b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress


c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping
atau efek toksik

d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter

e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala,
pusing, pingsan, mual dan muntah.

f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil

g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat

h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan

i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang


diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol

j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC, 2002

Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh
Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995

Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit

Kanisius , 2001

Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification

(NOC) . Mosby. Philadelpia

Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003

MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC).

Mosby. Philadelpia.

Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit
Hipokrates, 1999

Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta,
Penerbit Arcan, 1995

Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit
Arcan, 1996
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan


masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak merupakan
penyebab kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA
di negara maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi. Di
Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.

Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA.
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting
karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 - 6 episode ISPA setiap
tahunnya. 40 % - 60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,
2009).

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas
dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel
& Ian Roberts; 1990; 450).

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi
saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran
pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-
organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari
infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai
diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas.
Istilah ini merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung
selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek
biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan
infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah
Pneumonia.(WHO)

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang
cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat
beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran
pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and
Wong; 1991; 1419).

2. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain.

Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar
diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian
di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa
di negara berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69,
1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada
anak umumnya disebabkan oleh virus.

a. Faktor Pencetus ISPA

1) Usia

Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit
ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya
tahan tubuhnya lebih rendah.

2) Status Imunisasi

Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.

3) Lingkungan

Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap
rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA

1) Kondisi Ekonomi

Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan
berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan
lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan
terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan
mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.

2) Kependudukan

Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang
besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan
menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.

3) Geografi

Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit
infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh
geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita
akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan
dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan
sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan
makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh
positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak
terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan
sehat.

5) Lingkungan dan Iklim Global

Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama
penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah
hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi
saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni
golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia
trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada
usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari
lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan
penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa
maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.

Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain
malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi
saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga
biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

3. Patofisiologi

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu :

1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah
apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan
batuk.

Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat yaitu :

a) Dapat sembuh sempurna.

b) Sembuh dengan atelektasis.

c) Menjadi kronos.

d) Meninggal akibat pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan
saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat
tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan
epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.

Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan
di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas,
seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena
infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau
radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen,
perkontinuitatum dan udara nafas.

Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah
rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu
keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama
dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25
% atau lebih).

4. Manifestasi Klinis

1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas.Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas
cepat lebih dari 60 x / mnt.Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya
demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau
minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

2. Demam.

Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah
mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda
pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

3. Meningismus.

Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama
periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada
punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

4. Anorexia.

Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan
bhkan tidak mau minum.

5. Vomiting,

biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami
sakit.

6 Diare (mild transient diare),

seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.


7. Abdominal pain,

nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.


Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.

8. Batuk,

merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.

9. Suara nafas,

biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan
(Whaley and Wong; 1991; 1419).

D. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :

1. Biakan virus

2. Serologis

3. Diagnostik virus secara langsung.

Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum,
biakan darah, biakan cairan pleura.

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada
rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.
6. Riwayat kesehatan:

a. Keluhan utama :demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan

b. Riwayat penyakit sekarang : kondisi klien saat diperiksa

c. Riwayat penyakit dahulu : apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya
sekarang

d. Riwayat penyakit keluarga : adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien

e. Riwayat sosial : lingkungan tempat tinggal klien

Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan :

a. Inspeksi

1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

2) Tonsil tampak kemerahan dan edema

3) Tampak batuk tidak produktif

4) Tidak ada jaringan parut pada leher

5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.

b. Palpasi

1) Adanya demam

2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis

3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi : Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

.4) Penatalaksanaan

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan
strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia
dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan
penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan
penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus
batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat.
Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan
minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

1. Upaya pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

b. Immunisasi.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

2. Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain :

a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

b. Meningkatkan makanan bergizi

c. Bila demam beri kompres dan banyak minum

d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih

e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.

f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek

3. Pengobatan antara lain :

a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi
dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian
digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es).

b. Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga
kali sehari
4. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

2. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan


dalam memasukan dan mencerna makanan

4. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi.


KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengkajian

a. Keluhan Utama : Demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.

b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.

c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang

d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut

e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya

2. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.

Tujuan kriteria hasil :

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
lips)

2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :

1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan.

3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.

4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction


5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

6. Lakukan suction pada mayo

7. Berikan bronkodilator bila perlu

8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

10. Monitor respirasi dan status O2

11. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

12. Pertahankan jalan nafas yang paten

13. Atur peralatan oksigenasi

14. Monitor aliran oksigen

15. Pertahankan posisi pasien

16. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

17. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Diagnosa II : Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme

Tujuan Kriteria Hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang normal

2. Nadi dan RR dalam rentang normal

3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :

1.Monitor suhu sesering mungkin

2. Monitor warna dan suhu kulit

3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

4. Monitor intake dan output

5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.


7.Tingkatkan sirkulasi udara.

8. Kolaborasi pemebrian cairan intravena.

9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.

10.Kolaborasi pemberian antipiretik.

11.Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan

Tujuan Kriteria Hasil :

1.Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2.Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3.Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4.Tidak ada tanda tanda malnutrisi

5.Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6.Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

1. Kaji adanya alergi makanan

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.

3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

6. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

9. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

10. BB pasien dalam batas normal


11.Monitor turgor kulit

12.Monitor mual dan muntah

13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

14. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Diagnosa IV :Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang


informasi.

Tujuan Kriteria Hasil :

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan.

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainnya.

Intervensi :

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.

5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.

6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.

7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.

8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

B. Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien
dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :

1. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.

2. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C

3. Klien dapat mencapai Berat badan yang direncanakan mengarah kepada BB normal.

4. Pengetahuan adekuat serta tidak terjadi komplikasi pada klien.


ASUHAN KEPERAWATAN RADIKULOPATI

1. Defisinisi

Merupakan keadaan terjadinya gangguan padaradiks / serabut saraf, yang sesuai dengan
distribusi serabut sarafnya dan menyebabkan nyeri radikuler, dapat disertai dengan parashtesia
dan rasa raba yang berkurang, gangguan motorik (cram, atropi twitching dan refleks fisiologi
yang menurun ) serta nyeri pada vertebra. (Japardi, 2002)

2 Etiologi

keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya radikulopati terutama pada segmen/radiks


thoraliks, antara lain tumor medulla spinalis, rupture/heriasi discus thoraliks, arakhnoiditis,
trauma, spondilitis, radiokulopati diebetika thorakis, herpes zoster (kapita selekta )

3 Patofisiologi

Kontruksi umum yang unik dapat memungkinkan fleksibilitas sementara yang dapat
melindungi sumsum tulang belakang secara maksimal. Lengkungan tulang belakang akan
mengalami guncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Otot-otot abdominal dan
thoraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernak dipakai akan
melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, dan peregangan berlebihan
pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.

Discus invertebralis aka mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua, pada
orang muda discus tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus, pada lanjut usia aka
menjadi fibrokartilago yang padat dan tidak teratur. Defenerasi discus merupakan penyebab
nyeri punggung yang biasa. Penonjolan discus atau kerusaka sendi dapat mengakibatkan
penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang menyebabka nyeri yang
menyebar sepajang saraf.

4 Pemeriksaan Fisik

Observasi :Perhatikan sifat tubuh pasien saat menanyakan riwayat penyakit. Bagaimana
posisi kepala dan leher selama wawancara. Biasanya pasien menekukan kepala menjauhi sisi
yang cedera dan leher terlihat kaku. Gerak leher ke segala arah menjadi terbatas, baik yang
mendekati maupun menjauhi sisi cedera.

Palpasi : Pada palpasi didapatkan kekuatan dan nyeri pada sisi otot maupun radiks saraf
yang terkena, dapat pula disertai hipertonus maupun spasme pada sisi otot yang nyeri

Motorik :Untuk menentukan tingkat radiks servikal yang terkena sesuai dengan
distribusi myotomal, sebagai contoh :kelemahan pada abduksi pundak enunjukan radikulopati
C5. kelemahan pada fleksi siku da ekstensi pergelanga tangan enunjukan radikulopati C6.
Kelemahan pada ekstensi siku dan fleksi pergelangan tangan menunjukan radikulopati C7 da
kelemaha pada ekstensi ibu jari dan deviasi ulnar dari pergelangan tangan menunjukan
radikulopati C8. pemeriksaan refleks tendon sangat membantu menentukan tingkat radiks yang
terkena. Seperti : refleks biseps mewakili tingkat radiks C5-6, refleks triseps mewakili tingkat
radiks C7-8.

Sensorik :Penting dicatat bila ada ganggua sesorik denga batas jelas. Namun seringkali
sensorik tidak sesuai dermatomal atlas anatomic. Hal ini disebabkan oleh adanya daerah
persarafan yang bertumpang tindih satu sama lai, pemeriksaan ini juga menunjukan tingkat
subyektivitas yang tinggi.

5 Pemeriksaan Penunjang

CT SCAN: pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang servikal
dan sangat membantu bila ada fraktur akut.

MRI : pemeriksaan ini sudah menjadi metode pilihan untuk daerah servikal. MRI dapat
mendeteksi kelainan ligament maupun discus. Seluruh daerah medulla spinalis, radiks saraf
dan tulang vertebra dapat divisualisasikan.

Elektromiografi (EMG) : pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan


bersifat neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artitis juga empunyai gejala
yang sama. Selain itu juga untuk enentukan level dari iritasi/kompresi radiks, membedakan lesi
radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adany kompresi atau iritasi.

6 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang sering muncul

• Nyeri berhubungan dengan masalah moskuloskeletal

• Gangguan mobilitasfisik yang berhubungan degan nyeri, spasme otot, dan berkurangnya
kelenturan

• Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan tehnik mekanika tubuh melindungi punggung

• Perubahan kinerja peran yang berhubungan dengan gangguan mobilitas dan nyeri kronik.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E (2002). Rencana asuha keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien (edisi 3). Jakarta :EGC

Mansjoer, A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta EGC

Smaltezer, S.C, & bare, B.G (2000). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner &
suddarth. (Vol. 2). Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN SINUSITIS

1.Definisi

Sinusitis adalah : merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau
virus.

2.Etiologi

a. Rinogen

Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :

a). Rinitis Akut (influenza)

b) Polip, septum deviasi

b. Dentogen

Penjalaran infeksidari gigi geraham atas

Kuman penyebab :

- Streptococcus pneumoniae

- Hamophilus influenza

- Steptococcus viridans

- Staphylococcus aureus

- Branchamella catarhatis

3 Patofisiologi

a. Iritasi

b. Eksudat Purulen

c. Pilek bau

d. Infeksi Kuman

e Tekanan pada sinus meningkat

f. Batuk batuk
g. Nyeri

4 Gejala Klinis :

a. Febris, filek kental, berbau, bisa bercampur darah

b. Nyeri :

 Pipi : biasanya unilateral


 Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sore hari
 Gigi (geraham atas) homolateral.

c. Hidung :

• Buntu homolateral

• Suara bindeng.

Cara pemeriksaan

Rinoskopi anterior :

 Mukosa merah
 Mukosa bengkak
 Mukopus di meatus medius.
 Rinoskopi posterior.
 Mukopus nasofaring.

Nyeri tekan pipi yang sakit.

Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit.

X Foto sinus paranasalis

 Kesuraman
 Gambaran “airfluidlevel”
 Penebalan mukosa

5 PENATALAKSANAAN :

a. Drainage

- Medical :

 Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)


 Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg.
 Surgikal : irigasi sinus maksilaris.

b. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :

 Ampisilin 4 X 500 mg
 Amoksilin 3 x 500 mg
 Sulfametaksol = TMP (800/60) 2 x 1 tablet
 Diksisiklin 100 mg/hari.

c. Simtomatik

 parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.

d. Untuk kromis adalah :

 Cabut geraham atas bila penyebab dentogen


 Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
 Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)
TINJAUAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian :

1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,

2. Riwayat Penyakit sekarang :

3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.

4. Riwayat penyakit dahulu :

- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma

- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT

- Pernah menedrita sakit gigi geraham

5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungki ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.

6. Riwayat spikososial

a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0

b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.

7. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

- Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping

b. Pola nutrisi dan metabolisme :

- biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung

c. Pola istirahat dan tidur

- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek

d. Pola Persepsi dan konsep diri

- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun

e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik

a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.

b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).

Data Subyektif :

1.Observasi nares :

a Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya

b.Riwayat pembedahan hidung atau trauma

c.Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya , lamanya.

2. Sekret hidung :

a. warna, jumlah, konsistensi secret

b. Epistaksis

c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.

3. Riwayat Sinusitis :

a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya

b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.

4. Gangguan umum lainnya : kelemahan

Data Obyektif

1. Demam, drainage ada :

• Serous

• Mukppurulen

• Purulen

2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami
radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa

4. Pemeriksaan penunjung :

a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan

b. Pemeriksaan rongent sinus.

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung

2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis(irigasi sinus / operasi)

3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret yang
mengental

4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder peradangan
hidung

5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunder dari peradangan sinus

6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek

Perencanaan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung

Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang

Kriteria hasil :

- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang

- Klien tidak menyeringai kesakitan.


Intervensi Rasional

a. Kaji tingkat nyeri klien

b Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya.

c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi

d. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien

e. Kolaborasi dngan tim medis :

1. Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung

2. Drainase sinus

F. Pembedahan :

1. Irigasi Antral :Untuk sinusitis maksilaris\

2. Operasi Cadwell Luc. a. Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan


tindakan selanjutnya.

b. Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri

c. Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila


mengalami nyeri

d. Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.

e. Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (irigasi/operasi)

Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang

Kriteria :

- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya


- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji tingkat kecemasan klien

b. Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :

- Temani klien

- Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )

c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti

d. Singkirkan stimulasi yang berlebihan

misalnya :

- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang

- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan

e. Observasi tanda-tanda vital.

f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis a.Menentukan tindakan selanjutnya

b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.

c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut
sehingga klien lebih kooperatif

d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.

e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.

f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien


3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung)
sekunder dari peradangan sinus

Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan

Kriteria :

- Klien tidak bernafas lagi melalui mulut

- Jalan nafas kembali normal terutama hidung.

INTERVENSI RASIONAL

a.kaji penumpukan secret yang ada

b. Observasi tanda-tanda vital.

c.Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekre a.Mengetahui tingkat keparahan
dan tindakan selanjutnya

b.Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi

c. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah

4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus makan
menurun sekunder dari peradangan sinus

Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi

Kriteria :

- Klien menghabiskan porsi makannya

- Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah


INTERVENSI RASIONAL

a.,Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien

b.Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan

c. Catat intake dan output makanan klien.

d. Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering

e. Sajikan makanan secara menarik a.Mengetahui kekurangan nutrisi kliem

b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi meningkatkan pemenuhan
nutrisi

c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien

d. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada lambung

e. Mengkatkan selera makan klien

5.Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder dari proses
peradangan

Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

Kriteria :

- Klien tidur 6-8 jam sehari

INTERVENSI RASIONAL

a. kaji kebutuhan tidur klien.

b. ciptakan suasana yang nyaman.

c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut

d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a.Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

b. Agar klien dapat tidur dengan tenang

c. Pernafasan tidak terganggu.

d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000

Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman diagnosis dan
Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya

Prasetyo B, Ilmu Penyakit THT, EGC Jakarta

You might also like