You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bentuk-bentuk sediaan topikal ada beberapa macam antara lain krim, gel, salep dan pasta
(Lachman dkk., 2008). Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan
(Anonim, 2014). Definisi lain gel adalah suatu sistem semipadat dimana pergerakan dari
medium pendispersi terbatas oleh jalinan tiga dimensi dari partikel atau molekul dari fase
terdispersi (Gennaro, 2001). Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih,
tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan
yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989).
Gel merupakan salah satu bentuk sediaan topikal yang masih banyak diminati konsumen
maupun industri obat dan kosmestika. Gel dengan sifat fisik yang optimum dapat
meningkatkan efektifitas terapi dan kenyamanan penggunaan. Sifat fisik gel yang optimum
dapat diperoleh melalui optimasi formula gel dengan mengkombinasikan dua atau lebih basis
yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun pada makalah ini, kami membatasi permasalahan yang akan dibahas, diantaranya:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan gel?
1.2.2 Apa fungsi dari gel?
1.2.3 Bagaimana formulasi untuk gel?
1.2.4 Kapan saat yang tepat untuk penggunaan gel?
1.2.5 Apa perbedaan formulasi dari sediaan salep, krim, lotion dan gel?
1.2.6 Bagaimana evaluasi dari sediaan gel?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
1.3.1 Penulis
Memenuhi nilai tugas mata kuliah “Teknologi Sediaan Semi Solida”, serta menambah
wawasan penulis lebih jauh terkait tentang gel dan formulasinya.
1.3.2 Pembaca
Menambah wawasan pembaca dalam memahami sediaan gel dan formulasinya serta cara
evaluasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gel
2.1.1 Definisi
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang –
kadang disebut jeli. (FI IV, hal 7). Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang
dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-
masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315).
Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang teridir dari suatu dispersi yang tersusun
baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi
cairan (Ansel, 1989). Gel adalah pembawa yang digunakan dengan tujuan pemberian obat pada
bagian mukosa, misalnya mata, hidung, vagina, dan pemeberian melalui rektum (Anwar,
2012).

2.1.2 Kegunaan
1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk
sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk bentuk
sediaan obat long – acting yang diinjeksikan secara intramuskular.
2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan
pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis
suppositoria.
3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada
shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan sediaan perawatan rambut.
4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau
dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril)
(FI IV, hal 8)
2.1.3 Keuntungan dan kekurangan
Keuntungan :
 Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang
jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus
pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori
tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan obatnya baik; kemampuan
penyebarannya pada kulit baik.
Kekurangan :
 Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan
temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
 Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai
kejernihan yang tinggi.
 Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih pada
wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya matahari,
alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah
sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.

2.1.4 Sifat dan Karakteristik Gel


Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan
tidak bereaksi dengan komponen lain. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat
memberikan bentuk padatan yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika
sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol,
pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan
tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.
Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat
menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan). Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi satelah pemanasan hingga suhu
tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang
akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan tersebut akan
membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation
Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut (Disperse system):
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan
sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan
terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi
ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan
komponen gel berkurang.
2. Sineresis.
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang terjerat
akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan
yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi
berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel.
Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah,
sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada
hidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur
tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer
separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental.
Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau
pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit.
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana ion
berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan
(melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan
meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian
tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi
ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai
kalsium alginat yang tidak larut.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi
dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi
pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan
mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari
komponen pembentuk gel.
6. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan
sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton yang
dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

2.1.5 Komponen Gel


A. Gelling Agents (Pustaka : Dysperse System, vol. II, page 499-504)
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan yang
merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gum
alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam
media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan nonpolar. Beberapa partikel
padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena terjadinya flokulasi
partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa surfaktan nonionik dapat digunakan untuk
menghasilkan gel yang jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak
mineral. Berikut ini adalah beberapa contoh gelling agent :
1. Polimer (gel organik)
a. Gum alam (natural gums)
Umumnya bersifat anionik (bermuatan negatif dalam larutan atau dispersi dalam
air), meskipun dalam jumlah kecil ada yang bermuatan netral, seperti guar gum. Karena
komponen yang membangun struktur kimianya, maka natural gum mudah terurai secara
mikrobiologi dan menunjang pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, sistem cair yang
mengandung gum harus mengandung pengawet dengan konsentrasi yang cukup. Pengawet
yang bersifat kationik inkompatibel dengan gum yang bersifat anionik sehingga
penggunaannya harus dihindari.
Beberapa contoh gum alam :
 Natrium alginate
Merupakan polisakarida, terdiri dari berbagai proporsi asam D-mannuronik dan
asam L-guluronik yang didapatkan dari rumput laut coklat dalam bentuk garam
monovalen dan divalen. Natrium alginat 1,5-2% digunakan sebagai lubrikan, dan
5-10% digunakan sebagai pembawa. Garam kalsium dapat ditambahkan untuk
meningkatkan viskositas dan kebanyakan formulasi mengandung gliserol sebagai
pendispersi. Tersedia dalam bebrapa grade sesuai dengan viskositas yang
terstandardisasi yang merupakan kelebihan natrium alginat dibandingkan dengan
tragakan.
 Karagenan
Hidrokoloid yang diekstrak dari beberapa alga merah yang merupakan suatu
campuran tidak tetap dari natrium, kalium, amonium, kalsium, dan ester-ester
magnesium sulfat dari polimer galaktosa, dan 3,6-anhidrogalaktosa. Jenis
kopolimer utama ialah kappa, iota, dan lambda karagenan. Fraksi kappa dan iota
membentuk gel yang reversibel terhadap pengaruh panas. Semua karagenan adalah
anionik. Gel kappa yang cenderung getas, merupakan gel yang terkuat dengan
keberadaan ion K. Gel iota bersifat elastis dan tetap jernih dengan keberadaan ion
K.
 Tragakan
Menurut NF, didefinisikan sebagai ekstrak gum kering dari Astragalus gummifer
Labillardie, atau spesies Asia dari Astragalus. Material kompleks yang sebagian
besar tersusun atas asam polisakarida yang terdiri dari kalsium, magnesium, dan
kalium. Sisanya adalah polisakarida netral, tragakantin. Gum ini mengembang di
dalam air. Digunakan sebanyak 2-3% sebagai lubrikan, dan 5% sebagai pembawa.
Tragakan kurang begitu populer karena mempunyai viskositas yang bervariasi.
Viskositas akan menurun dengan cepat di luar range pH 4,5-7, rentan terhadap
degradasi oleh mikroba. Formula mengandung alkohol dan/atau gliserol dan/atau
volatile oil untuk mendispersikan gum dan mencegah pengentalan ketika
penambahan air.
 Pektin
Polisakarida yang diekstrak dari kulit sebelah dalam buah citrus yang banyak
digunakan dalam makanan. Merupakan gelling agent untuk produk yang bersifat
asam dan digunakan bersama gliserol sebagai pendispersi dan humektan. Gel yang
dihasilkan harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat karena air dapat
menguap secara cepat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya proses
sineresis. Gel terbentuk pada pH asam dalam larutan air yang mengandung kalsium
dan kemungkinan zat lain yang befungsi menghidrasi gum.
b. Derivat selulosa
 Selulosa murni tidak larut dalam air karena sifat kristalinitas yang tinggi. Substitusi
dengan gugus hidroksi menurunkan kristalinitas dengan menurunkan pengaturan
rantai polimer dan ikatan hidrogen antar rantai.
 Derivat selulosa yang sering digunakan adalah MC, HEMC, HPMC, EHEC, HEC,
dan HPC.
 Sifat fisik dari selulosa ditentukan oleh jenis dan gugus substitusi. HPMC
merupakan derivat selulosa yang sering digunakan.
 Derivat selulosa rentan terhadap degradasi enzimatik sehingga harus icegah adanya
kontak dengan sumber selulosa. Sterilisasi sediaan atau penambahan pengawet
dapat mencegah penurunan viskositas yang diakibatkan oleh depolimerisasi oleh
enzim yang dihasilkan dari mikroorganisme. Misalnya : MC, Na CMC, HEC, HPC
 Sering digunakan karena menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil,
resisten terhadap pertumbuhan mikroba, gel yang jernih, dan menghasilkan film
yang kuat pada kulit ketika kering. Misalnya MC, Na CMC, HPMC

c. Polimer sintetis (Karbomer = karbopol)


 Sebagai pengental sediaan dan produk kosmetik.
 Karbomer merupakan gelling agent yang kuat, membentuk gel pada konsentrasi
sekitar 0,5%. Dalam media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam
bebasnya, pertama-tama dibersihkan dulu, setelah udara yang terperangkap keluar
semua, gel akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai.
 Dalam sistem cair, basa anorganik seperti NaOH, KOH, dan NH4OH sebaiknya
ditambahkan.
 pH harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses
netralisasi atau pH yang tinggi.
 Viskositas dispersi karbomer dapat menurun dengan adanya ion-ion.
 Merupakan gelling agent yang kuat, maka hanya diperlukan dalam konsentrasi
kecil.
2. Polietilen (gelling oil)
Digunakan dalam gel hidrofobik likuid, akan dihasilkan gel yang lembut, mudah
tersebar, dan membentuk lapisan/film yang tahan air pada permukaan kulit. Untuk
membentuk gel, polimer harus didispersikan dalam minyak pada suhu tinggi (di atas 800C)
kemudian langsung didinginkan dengan cepat untuk mengendapkan kristal yang
merupakan pembentukan matriks.
3. Koloid padat terdispersi
 Mikrokristalin selulosa dapat berfungsi sebagai gellant dengan cara pembentukan
jaringan karena gaya tarik-menarik antar partikel seperti ikatan hidrogen.
 Konsentrasi rendah dibutuhkan untuk cairan nonpolar. Untuk cairan polar
diperlukan konsentrasi yang lebih besar untuk membentuk gel, karena adanya
kompetisi dengan medium yang melemahkan interaksi antar partikel tersebut.
4. Surfaktan
Gel yang jernih dapat dihasilkan oleh kombinasi antara minyak mineral, air, dan
konsentrasi yang tinggi (20-40%) dari surfaktan anionik. Kombinasi tersebut membentuk
mikroemulsi. Karakteristik gel yang terbentuk dapat bervariasi dengan cara meng-adjust
proporsi dan konsentrasi dari komposisinya. Bentuk komersial yang paling banyak untuk
jenis gel ini adalah produk pembersih rambut.
5. Gellants lain
Banyak wax yang digunakan sebagai gellants untuk media nonpolar seperti
beeswax, carnauba wax, setil ester wax.
6. Polivinil alkohol
Untuk membuat gel yang dapat mengering secara cepat. Film yang terbentuk sangat
kuat dan plastis sehingga memberikan kontak yang baik antara obat dan kulit. Tersedia
dalam beberapa grade yang berbeda dalam viskositas dan angka penyabunan.
7. Clays (gel anorganik)
Digunakan sebanyak 7-20% sebagai basis. Mempunyai pH 9 sehingga tidak cocok
digunakan pada kulit. Viskositas dapat menurun dengan adanya basa. Magnesium oksida
sering ditambahkan untuk meningkatkan viskositas. Bentonit harus disterilkan terlebih
dahulu untuk penggunaan pada luka terbuka. Bentonit dapat digunakan pada konsentrasi
5-20%. Contohnya : Bentonit, veegum, laponite

B. Bahan tambahan
1. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi semua gel
mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba. Dalam
pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
Beberapa contoh pengawet yang biasa digunakan dengan gelling agent :
 Tragakan : metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat 0,05 % w/v
 Na alginate : metil hidroksi benzoat 0,1- 0,2 % w/v, atau klorokresol 0,1 % w/v atau
asam benzoat 0,2 % w/v
 Pektin : asam benzoat 0,2 % w/v atau metil hidroksi benzoat 0,12 % w/v atau
klorokresol 0,1-0,2 % w/v
 Starch glyserin : metil hidroksi benzoat 0,1-0,2 % w/v atau asam benzoat 0,2 % w/v
 MC : fenil merkuri nitrat 0,001 % w/v atau benzalkonium klorida 0,02% w/v
 Na CMC : metil hidroksi benzoat 0,2 % w/v dgn propil hidroksi benzoat 0,02 % w/v
 Polivinil alkohol : klorheksidin asetat 0,02 % w/v

Pada umumnya pengawet dibutuhkan oleh sediaan yang mengandung air. Biasanya
digunkan pelarut air yang mengandung metilparaben 0,075% dan propilparaben 0,025%
sebagai pengawet.
2. Penambahan Bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol dan sorbitol
dengan konsentrasi 10-20 %
3. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam berat. Contohnya
EDTA

2.2 Formulasi Gel


Formulasi dari jurnal / penelitian (Shu, 2013)
Rancangan Formula Sediaan Gel
Triklosan x %
Alkohol 70% 60 %
Carbomer 940 0,5 %
TEA 2 tetes
Metil paraben 0,2 %
Gliserin 1 %
Aquades ad 100 ml

Modifikasi formulasi
Minyak atsiri bunga lavender 2ml
Alkohol 70% 5%
Carbomer 940 0,5 %
TEA 2 tetes
Metil paraben 0,2 %
Gliserin 1 %
Aquades ad 100 ml
No. Nama Bahan Penimbangan Fungsi
1. Minyak atsiri 2 ml Bahan aktif
2. Alkohol 70 % 5/100 x 100 = 5 ml Pelarut organik
3. Carbomer 940 0,5/100 x 100 = 0,5 g Basis
4. TEA 2 tetes Alkilazying agent
5. Methyl paraben 0,2/100 x 100 = 0,2 g Pengawet
6. Gliceryn 1/100 x 100 = 1 ml Emolient
7. Aquades 100 – (5+2+0,5+0,2+1) = 87,25 ml Pelarut

Cara pembuatan :
1. Disiapkan mortir dan stamper
2. Ditimbang carbomer 940 sebanyak 0,5 g. Setelah carbomer 940 ditimbang, ditaburkan
diatas aquades sebanyak 20 ml.
3. Carbomer 940 yang sduah ditaburkan, diaduk cepat di dalam mortir sampai terbentuk masa
gel dan ditambah TEA sebanyak 2 tetes.
4. Ditimbang metyl paraben sebanyak 0,2 g
5. Diukur alkohol 70 % sebanyak 5 ml.
6. Metyl paraben dilarutkan dalam alkohol 70 % sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam mortir,
diaduk sampai homogen.
7. Diukur gliserin sebanyak 1 ml. Timbang minyak atsiri bunga lavender 2 ml. Larutkan
dalam gliserin.
8. Minyak atsiri bunga lavender yang sudah larut dimasukkan ke dalam mortir, dicampur
sampai homogen, dipindahkan ke dalam beaker glaas yang sudah dikalibrasi. Ditambag
aquades sampai 100 ml, diaduk sampai homogen.

2.3 Perbedaan formulasi dari sediaan salep, krim, lotion dan gel

2.4 Evaluasi sediaan gel


A. Evaluasi fisik
1. Penampilan
Yang dilihat penampilan, warna dan bau.
2. Homogenitas
Caranya: oleskan sedikit gel diatas kaca objek dan diamati susunan partikel yang terbentuk atau
ketidak homogenan.
3. Viskositas/rheologi
Menggunakan viscometer Stromer dan viscometer Brookfield
4. Distribusi ukuran partikel
Prosedur :
 sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
 Lihat di bawah mikroskop
 Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber cahaya
 Untuk cahaya putih, suatu mikroskop bisa dapat mengukur partikel 0,4 – 0,5 µm. Dengan lensa
khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas sampai 0,1.
5. Uji Kebocoran ( Lihat Lampiran FI IV Hal. 1074)
12 wadah aerosol, catat tanggal dan waktu dengan ketelitian setengah jam. Timbang
masing – masing wadah dengan ketelitian mg dan catat bobot dalam mg dari masing-
masing wadah sebagai W1. Biarkan wadah dalam posisi tegak lurus pada suhu kamar
selama tidak kurang dari 3 hari dan timbang kembali masing-masing wadah, catat bobot
dalam mg dari masing-masing wadah sebagai W2, catat tanggal dan waktu dengan
ketelitian setengah jam. Tentukan waktu T dalam jam, yaitu jangka waktu pengujian.
Hitung laju kebocoran dalam mg per tahun, dari masing-masing wadah dengan rumus :

6. isi minimum (Lihat Lampiran FI IV hal.997)


Pengujian spesifikasi tersebut untuk krim, gel,pasta,salep,serbuk dan aerosol, termasuk
topikal bertekanan dan tak bertekanan yang dikemas dalam wadah dengan etiket yang
mencantumkan bobot bersih tidak lebih dari 150 gram.
7. Penetapan pH (Lihat Lampiran FI IV hal 1039)
Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai
yang telah dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu mengukur harga pH sampai 0.02
unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen,
elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai yang seperti elektrode kalomel atau
elektrode perak-perak klorida.
8. Uji pelepasan Bhan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Ivantina “Pelepasan Diklofenak Dari
Sediaan Salep”)
Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel dengan cara mengukur
konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu-waktu tertentu
9. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel (Pustaka TA Sriningsih “Kecepatan difusi
kloramfenikol dari sediaan salep”)
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan cara
mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu)
10. Stabilitas gel (Dosage Form, disperse system vol.2 hal 507) 1 tube
Yield value suatu sediaan viskoelastis dapat ditentukan dengan menggunakan penetrometer. Alat
ini berupa logam kerucut atau jarum. Dalamnya penetrasi yang dihasilkan dilihat dari sudut kontak
dengan sediaan diwawah suatu tekanan. Yield value ini dapat dihitung dengan rumus :

SO = yield value
m = massa kerucut dan fasa gerak (g)
g = percepatan gravitasi
p = dalamnya penetrasi (cm)
n = konstanta material mendekati 2

Yield value antara 100-1000 dines/cm2 menunjukkan kemampuan untuk mudah tersebar. Nilai dibawah
ini menunjukkan sediaan terlalu lunak dan mudah mengalir., diatas nilai ini menunjukkan terlalu keras
dan tidak dapat tersebar.
Dilakukan uji dipercepat dengan :
 Agitasi atau sentrifugasi (Mekanik)
Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30000 RPM). Amati apakah terjadi
pemisahan atau tidak (Lachman hal 1081)
 Manipulasi suhu
Gel dioleskan pada kaca objek dan dipanaskan pada suhu 30, 40, 50, 60, 70 C. Amati dengan
bantuan indicator (seperti sudan merah) mulai suhu berapa terjadi pemisahan, makin tinggi suhu
bearti makin stabil)

B. Evaluasi kimia

Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)


Penetapan kadar zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)

C. Evaluasi biologi
Uji penetapan potensi antibiuotik (lihat lampiran FI IV hal 891)
Uji sterilitas (lihat Lampiran FI IV Hal 855)

You might also like