You are on page 1of 13

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KEGAWAT DARURATAN

TETANUS NEONATORUM

Dosen Pengampu : Ana Setyowati S.SiT

Disusun Oleh :

1. Arina Rizqona

2. Nikmah Ida Mustika

3. Ranis Apriyani

4. Zahrotunnisa

Semester IV

AKADEMI KEBIDANAN
HARAPAN IBU PEKALONGAN
2016
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan
pada masa neonatus ini sangat rawan karena memerlukan penyesuaian
fisiologis agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Peralihan
dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan
biokimia dan faal. Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang
berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan
faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik
terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian
tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan
ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang
tidak tepat dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian
neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi
pada masa neonatus. Salah satu kasus yang banyak dijumpai di sejumlah
negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah
adalah kasus tetanus. Data organisasi kesehatan dunia WHO menunjukkan,
kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi
dibanding negara maju. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru
mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang
sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas.
Tingginya angka kematian sangat bervariasi dan sangat tergantung pada saat
pengobatan dimulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi
kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama
kematian bayi di bawah usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus
serangan tetanus sudah menurun, akan tetapi ancaman itu tetap ada sehingga
perlu diatasi secara serius. Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan
istilah tetanus neonatorum, karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau
usia di bawah satu bulan (neonatus). Penyebabnya adalah spora Clostridium
tetani yang masuk melalui luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan
yang tidak memenuhi syarat kebersihan. Dengan tingginya kejadian kasus
tetanus ini sangat diharapkan bagi seorang tenaga medis, terutama seorang
bidan dapat memberikan pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan
asuhan kebidanan yang sesuai dengan kewenangan dalam menghadapi kasus
tetanus neonatorum.

B. Tujuan
1. Mengetahui dan meningkatkan wawasan mengenai konsep dan perawatan
tetanus neonatorum.
2. Mengetahui teori tentang pengertian Tetanus Neonaturum
3. Mengetahui penyebab, faktor predisposisi, gejala, patofisiologi,
komplikasi dan penatalaksanaan Tetanus Neonaturum

BAB II

PEMBAHASAN
A. Defenisi
Tetanus neonatorum adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru lahir
(neonatus). Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai pada
BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan
infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi akibat pemotongan tali
pusat atau perawatan tidak aseptic (Ilmu Kesehatan Anak, 1985) .
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari
Saifuddin, 2000).
Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
kuman Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat
yang kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari,
kriteria kasus TN berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan,
dapat terjadi sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat
S, 1995).
Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat
dicegah namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi
eksotoksin dari kuman Clostridium tetani gram positif, dimana kuman ini
mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf pusat.

Gambar
1. Etiologi
Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000)
bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat
mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah,
merusak lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu
Kesehatan Anak, 1985) .
Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung
pada tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman
Tetanus Neonatorum. (Sudarjat S, 1995).
a. Factor Resiko
b. Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak
dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan
program.
c. Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat.
d. Perawatan tali pusat tidak memnuhi persyaratan kesehatan.
Terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui imunisasi TT.
Sembuh dari penyakit tidak berarti bayi selanjutnya kebal terhadap
tetanus. Toksin tetanus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan
penyakit tetanus, tidak cukup untuk merangsang tubuh penderita dalam
membentuk zat anti body terhadap tetanus. Itulah sebabnya bayi
penderita tetanus harus menerima imunisasi TT pada saat diagnosis
dan/atau setelah sembuh.
TT akan merangsang pembentukan antibody spesifik yang
mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu
hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan membentuk
antibody tetanus. Seperti difteri, antibody tetanus termasuk dalam
golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan
menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh, yang akan
mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak
pemberian TT pertama dan kedua serta jarak antara TT kedua dengan
saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibody tetanus dalam darah
bayi. Interval imunisasi TT dosis pertama dengan dosis kedua minimal 4
minggu. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua
serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi, maka kadar antibody
tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang
panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup
waktu untuk menyeberangkan antibody tetanus dalam jumlah yang cukup
dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah anti gen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu
hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan
imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak
didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan
mereka yang tidak mendapatkan imunisasi.
2. Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul,
gram positip. Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang
menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick). Spora spora
tersebut kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan
termasuk perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan
otoklaf. Kuman ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan
tidak terpapar sinar matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu,
tanah, air laut, air tawar dan traktus digestivus manusia serta hewan.
3. Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak pada sumsum
tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian
disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama.
Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat
pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah
pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhir ini mungkin
sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
4. Patogenesis
Kontaminasi luka dengan spora mungkin sering. Biasanya penyakit
ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka yang disebabkan
tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng, atau luka tembak, dimana luka
tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi
yang kotor, luka bakar dan patah tulang terbuka juga akan menimbulkan
keadaan anaerob.
Sedangkan pada tetanus neonatorum luka yang terjadi akibat
pemotongan tali pusat dengan alat-alat yang tidak steril atau perawatan
tali pusat yang salah. Dimana clostridium tetani masuk ke dalam tubuh
melalui luka. Pada neonatus/bayi baru lahir clostridium tetani dapat
masuk melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan
kaidah asepsis antisepsis.
Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila
lingkungannya memungkinkan untuk berubah bentuk dan kemudian
mengeluarkan eksotoksin. Kuman tetanus sendiri tetap tinggal di daerah
luka. Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin yang dihasilkan yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin. Toksin ini diabsorpsi oleh organ saraf di
ujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan
susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak
dapat dinetralkan lagi.
5. Diagnosis
Diagnosis tetanus neonatorum biasanya dapat ditegakan berdasarkan
pemeriksaan klinis. Biasanya tidak sukar, anamnesis terdapat luka dan
ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.
Biasanya pada pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit,
pemeriksaan cairan otak biasanya normal, dan pada pemeriksaan
elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik
secara terus-menerus dan pemendekan atau tanpa interval yang tenang,
yang biasanya tampak setelah potensial aksi. Keadaan lain yang mungkin
dapat dikacaukan dengan tetanus adalah meningitis/ensefalitis, rabies, dan
proses intra abdomen akut (karena abdomen yang kaku). Peninggian
nyata tonus pada otot pusat (wajah, leher, dada, punggung, dan perut),
disertai spasme generalisata yang menjadi tersamar dan bebas gejala pada
tangan dan kaki, maka kuat mendukung adanya tetanus.
6. Gejala Klinis
Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa
minggu jika infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak
dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan
leher. Dalam 48 jam penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus (Ilmu
Kesehatan Anak, 1985).
Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan
berat. Anamnesis sangat spesifik yaitu :
a. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat
menghisap).
b. Mulut mencucu seperti mulut ikan.
c. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis
d. Kaku kuduk sampai opistotonus
e. Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang.
f. Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah,
muka thisus sardonikus
g. Ekstermitas biasanya terulur dan kaku
h. Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-
kadang menangis lemah.
7. Pencegahan
Pemberian toxoid tetanus kepada ibu hamil 3 x berturut-turut pada
trimester ke-3 dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus
neonatorum. Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril
dan perawatan tali pusat selanjutnya.
8. Pengobatan
Diberikan cairan intra vena (IVFD) dengan larutan glukosa 5% :
NaCl fisiologis = 4 : 1 selama 48 – 72 jam sesuai dengan kebutuhan,
sedangkan selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat.
Bila sakit penderita lebih dari 72 jam atau sering kejang atau
apnoe, diberikan larutan glukosa 10% : Natrium bikarbonat 1,5% = 4 : 1
(sebaiknya jenis cairan yang dipilih disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
analisa gas darah).
Bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minuman per oral,
maka melalui cairan infus perlu diberikan tambahan protein dan kalium.
Diazepam dosis awal 2,5 mg intra vena perlahan-lahan selama 2 – 3
menit. Dosis rumat 8 – 10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam
dimasukan ke dalam caian intravena dan diganti tiap 6 jam).
Bila kejang masih sering timbul, boleh diberikan diazepam
tambahan 2,5 mg secara intra vena perlahan-lahan dalam 24 jam boleh
diberikan tambahan diazepam 5 mg/kgBB/hari. Sehingga dosis diazepam
keseluruhan menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinisnya
membaik, diazepam diberikan per oral dan diturunkan secara bertahap.
Pada penderita dengan hiperbilirubinemia berat atau makin berat
diberikan diazepam per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan
diazepam intravena.
a. ATS 10.000 U/hari dan diberikan selama 2 hari berturut-turut.
b. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis secara intra vena selama
10 hari.
Bila terdapat gejala sepsis hendaknya penderita diobati seperti
penderita sepsis pada umumnya dan kalau pungsi lumbal tidak dapat
dilakukan, maka penderita diobati sebagai penderita meningitis bakterial.
a. Tali pusat dibersihkan dengan alkohol 70% dan betadine.
b. Perhatikan jalan napas, diuresis dan keadaan vital lainnya. Bila banyak
lendir jalan napas harus dibersihkan dan bila perlu diberikan oksigen.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Tenanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh


Cl ostridium tetani (Mansjoer, 2000). Menurut Surasmi (2003), tetanus
neonatorum adalah penyakittetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia
0-1 bulan). Penyebab tetanus adalah Cl ostridium tetani,yang infeksinya
biasa terjadi melalui luka dari tali pusat.

Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat


tradisional seperti abu dankapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.Masa
inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tetapi bisa berkurang atau lebih.
Gejalaklinis infeksi tetanus neonatorum umumnya muncul pada hari ke 3
sampai ke 10 (Surasmi, 2003).

Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah melakukanimunisasi


dengan tetanus toksoid (TT) pada wanita calon pengantin dan ibu hamil.
Selain itu, tindakan memotong dan merawat tali pusat harus secara
steril.Pemberian asuhan keperawatan pada bayi berisiko tinggi: tetanus
neonatorum difokuskan pada upaya penanganan dari tanda dan gejala
penyakit yang diderita untuk tindakan pemulihan fisik klien. Penentuan
diagnosa harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan
secara maksimal dan mendapatkan hasil yangdiharapkan. Pemberian asuhan
keperawatan bayi berisiko tinggi: tetanus neonatorum secara umum bertujuan
untuk meminimalkan terjadinya komplikasi yang bisa terjadi. Oleh karena itu,
dibutuhkan kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan
dan kolaborasikan dengan tim medis lainnya yang bersangkutan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kelompok berikan adalah :
a. Bagi Bidan yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi
dengan penyakit tetanus neonatorum harus lebih memperhatikan dan tahu
pada bagian- bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang
perlu ditekankan.
b. Bidan juga memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu
ataukeluarga dari anak tentang bahaya tetanus dan penyuluhan untuk
melakukan persalinan di rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, atau
pelayanan kesehatanlainnya agar terhindar dari infeksi tetanus pada
anaknya akibat penggunaan alat
c. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit, Kedua orang tua
pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa
bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si
bayi dan ada tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk
tetanus neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu
tersedia dan harganya cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang
perlu dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan
pencegahan tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan
persalinan pada dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran
Depkes. Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat
yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo : Jakarta.
Sudarti.2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita.yogyakarta:Nuha
Medika.
Fauziah, Afroh dan Sudarti.2012.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,
dan Anak.Yogyakarta: Nuha Medika
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.2002.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

You might also like