You are on page 1of 36

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA TN. “Y” DENGAN DIAGNOSA MEDIS CEDERA KEPALA


RINGAN
DI RUANG CENDANA 5
RSUP DR. SARDJITO
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan III
(Medikal Bedah)

Disusun Oleh :

Veni Rachmatunisa (P07120215040)

Yuni Apriliani Istiqamah (P07120215045)

D IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

JURUSAN KEPERAWATAN
2017

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA TN. “Y” DENGAN DIAGNOSA MEDIS CEDERA KEPALA
RINGAN
DI RUANG CENDANA 5

RSUP DR. SARDJITO

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal Oktober 2017

Mahasiswi Praktikan Mahasiswi Praktikan

Veni Rachmatunisa Yuni Apriliani Istiqamah


NIM. P07120215040 NIM. P07120215045

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

DR. Catur Budi Susilo, M.Kes Dwi Andoko P, S.ST


NIP. 196406301988031005 NIP. 196009111989031002
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Asuhan Keperawatan yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH PADA TN. “Y” DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CEDERA KEPALA RINGAN” ini.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan III
(Keperawatan Medikal Bedah) Prodi D IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta. Dalam peyusunannya kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
DR. Catur Budi Susilo, M.Kes selaku pembimbing akademik kami dan Bapak
Dwi Andoko selaku pembimbing lapangan kami di Ruang Cendana 5 RSUP Dr.
Sardjito.

Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang telah kami dapatkan
melalui metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi
dokumen. Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Dalam penyusunan makalah ini penulis juga memberi kesempatan kepada
pembaca, kiranya berkenan memberi kritikan dan saran yang bersifat membangun
dengan maksud meningkatkan pengetahuan penulis agar lebih baik dalam karya
selanjutnya.

Yogyakarta, 04 Oktober 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan


utama pada kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama
transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang
gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
Salah satu tindakan pemeriksaan yang penting adalah melalui pemeriksaan
tingkat kesadaran dengan skala koma glasgow ( Glasgow Coma Scale ).
Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
( GCS ) merupakan cara praktis untuk dokter dan perawat, karena memiliki
kriteria / patokan yang lebih jelas dan sistematis dibanding dengan sistem
lama. GCS disamping untuk menetukan tingkat kesadaran, juga berguna
untuk menentukan tingkat prognosis suatu penyakit dan memonitor terjadinya
disfungsi neorologis. Bahkan Priharjo ( 1996 ) mengatakan bahwa GCS dapat
digunakan untuk menilai atau menguji kewaspadaan pasien khususnya pasien
yang mengalami cedera berat atau pasien yang mengalami kemunduran
kesadaran dengan cepat.

B. Rumusan Masalah

“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami cidera

kepala ringan di Ruang Cendana 5 RSUP Dr. Sardjito ?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami cidera

kepala ringan di Ruang Cendana 5 RSUP Dr. Sardjito.

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien cidera kepala ringan.
b. Merumuskan masalah keperawatan pada klien cidera kepala ringan.
c. Merencanakan intervensi atau rencana keperawatan pada klien

cedera kepala ringan.


d. Melakukan implementasi atau tindakan keperawatan berdasarkan

kriteria standart pada klien cidera kepala ringan.


e. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien cidera kepala

ringan.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian

Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak


akibat perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera
dan penyebab peningkatan tekanan intra kranial (TIK). (Brunner & Suddarth,
2002).

Cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau kejatuhan benda
tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau
menurunnya kesadaran sementara,mengeluh pusing nyeri kepala tanpa
adanya kerusakan lain (smeltzer,2002).

Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar


penuh) tidak ada kehilangan kesadaran,mengeluh pusing dan nyeri
kepala,hematoma,abrasi,dan laserasi

Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang
dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30
menit.tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan
hematoma. (mansjoer,2000)

B. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
2. Cidera kepala tertutup
1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala
duramater disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat.
Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk
pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang
dan tindakan seterusnya secara bertahap.

Fractura Basis Cranii


Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala
fractura di depan:
1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal,
spenoidal, dan arachnoidal.
2. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus
maksilaris masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada
orbita mata dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis
pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas
menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui
tuba eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis
cranii selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu, dokter-dokter
ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii
antara lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-
gerakan biji mata (III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan
facialis (VII); serta ketulian bukan karena trauma octavus tetapi karena
trauma pada haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII jaringan
saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura
disebut fractura impressio maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang
sinus tengkorak kepala. Hal ini harus selalu diperhatikan karena
kemungkinan ini akibat contusio cerebri.

2. Cidera kepala tertutup


Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi
keretakan-keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura
sedemikian rupa sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a.
meningia media, yang menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan
cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak
kurang dari 1 jam terbentuk haematomaepiduralis.
Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum (mengigat waktu
yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma, sebenarnya jaringan
otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan yang cepat dan
tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di daerah
temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-
cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75%
pada Fr. Capitis).

a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto
rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah
pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah
CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan
"Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina.
Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk
epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera
ditangani.

b. Subduralis haematoma akut


Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana
pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau
jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi
perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak
sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter
dan corteks.
Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam
jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut
haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1
atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala
epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma subduralis
pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun
pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/
koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time".
Kadang-kadang pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga
terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan intracerebral
haematoma sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi
(80%).

c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan
pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik
sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan
lahir aneurysna “pelebaran pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak.
Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi
gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis
Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan
subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada
jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah
pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
"subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.

d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe
centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-
syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera
kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar
otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat
encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru -
jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu
badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat
dikendalikan (decebracio rigiditas).
Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)

1. Membuka Mata

Spontan
4
Terhadap rangsang suara
3

2
Terhadap nyeri
1
Tidak ada

2. Respon Verbal

Orientasi baik 5

orientasi terganggu 4

Kata-kata tidak jelas 3

Suara Tidak jelas 2

Tidak ada respon 1

3. Respon Motorik

Mampu bergerak 6

Melokalisasi nyeri 5

Fleksi menarik 4

Fleksi abnormal 3

Ekstensi 2

Tidak ada respon 1

Total 3 – 15

C. Etiologi

1. Kecelakaan lalu lintas

2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan: sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau
vakum

4. Pukulan

5. Cidera olah raga

6. Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya

(mansjoer,2000)

D. Patofisiologi

Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat


ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga
sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas
kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun,
hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan
dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi
kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan
terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009)
E. Manifestasi Klinis

1. Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit


2. TTV DBN atau menurun
3. Setelah sadar timbul nyeri
4. Pusing
5. Muntah
6. GCS : 13-15
7. Tidak terdapat kelainan neurologis
8. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
9. Respon pupil lenyap atau progresif menurun
10. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap
(mansjoer,2000)

F. Penatalaksanaan

Penanganan cedera kepala : (Satyanegara, 2010)

1. Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airway-


Breathing-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan
cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis
yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada
kesempatan pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motorik, verbal
pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek okuloves tubuler.
Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita
rendah (syok).
5. Penanganan cedera-cedera di bagian lainnya.
6. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang, dan
natrium bikarbonat
7. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi computer otak,
angiografi serebral dan lainnya.
Indikasi rawat inap pada penderita dengan cedera kepala ringan adalah :
1. Amnesia antegrade/pascatraumatik
2. Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderat sampai
berat
3. Adanya riwayat penurunan kesadaran/pingsan
4. Intoksikasi alkohol atau obat-obatan
5. Adanya fraktur tulang tengkorak
6. Adanya kebocoran likuor serebro-spinalis (ottore/rinore)
7. Cedera berat bagian tubuh lain
8. Indikasi sosial (tidak ada keluarga/pendamping di rumah)
Dari cedera kepala ringan dapat berlanjut menjadi sedang/berat dengan catatan
bila ada gejala-gejala seperti:
1. Mengantuk dan sukar dibangunkan
2. Mual, muntah dan pusing hebat
3. Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang tidak
biasa
4. Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi dan kejang
5. Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat.
6. Kacau/bingung tidak mampu berkonsentrasi, terjadi perubahan
personalitas
7. Gaduh, gelisah
8. Perubahan denyut nadi/pola pernafasan.

G. Komplikasi

Komplikasi yang muncul dari CKR yaitu dapat menyebabkan


kemunduran pada kondisi pasien karena perluasan hematoma intrakranial,
edema serebral progressif dan herniasi otak. Edema serebral adalah penyebab
paling umum dari peningkatan tekanan intrakranial pada pasien yang
mendapat cedera kepala.
Komplikasi lain yaitu defisit neurologi dan psikologi (tidak dapat mencium
bau-bauan, abnormalitas gerakan mata, afasia, defek memori dan epilepsi).
(Brunner & Suddarth, 2002).

H. Pemeriksaan Penunjang

Adapun Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :

1. CT-Scan : mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran


ventikuler,pergeseran jaringan otak.
2. Angigrafi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi serbral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema,perdarahan dan trauma.
3. X-Ray : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang.
4. EEG: untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya patologis.
5. BAER (Basic Auditori Evoker Respon) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
6. PET (Position Emission Tomniograpi) : menunjukkan aktifitas
metabolisme pada otak.
7. Punksi lumbal css : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.
8. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam peningkatan TIK atau perubahan status mental.
9. Analisa gas darah : menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan
usaha pernafasan.

I. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian
a. Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan,
pekerjaan, TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku,
hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah,
dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di
kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang. Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui
baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari
klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti
karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian persistem

1. Keadaan umum
2. Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3. TTV
4. Sistem Pernapasan : Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman
maupun frekuensi, nafas bunyi ronchi.
5. Sistem Kardiovaskuler : Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan
darah meningkat, denyut nadi bradikardi kemudian takikardi.
6. Sistem Perkemihan : Inkotenensia, distensi kandung kemih
7. Sistem Gastrointestinal : Usus mengalami gangguan fungsi,
mual/muntah dan mengalami perubahan selera
8. SistemMuskuloskeletal : Kelemahan otot, deformasi
9. Sistem Persarafan Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo,
syncope, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi
sebagian tubuh.
a. Nervus cranial

 N.I : penurunan daya penciuman,


 N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
 N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
 N.V : gangguan mengunyah
 N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah
 N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
 N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan

2. Diagnosa Keperawatan yang muncul


a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke
serebral, edema serebral

b. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat
pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)

c. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot


pernafasan

d. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas

e. Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat pernafasan

f. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


b.d penurunan kesadaran

g. Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran

h. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung


kemih

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah
ke serebral, edema serebral

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik


dan sensorik

Intervensi :

1) Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK

2) Monitor status neurologis

3) Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK

4) Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya

5) Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk


mencegah peningkatan TIK

6) Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan


cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan indikasi

b. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera
pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)

Tujuan : pola nafas pasien efektif

Intervensi :

1) Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot


bantu nafas

2) Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas

3) Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi


secara berkala

4) Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15


detik

5) Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan


bunyi tambahan(ronchi, wheezing)

6) Catat pengembangan dada

7) Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui


kanula/ masker sesuai dengan indikasi
8) Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif

9) Lakukan program medik

c. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer


terhadap otot pernafasan

Tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat

Intervensi :

1) Kaji irama atau pola nafas

2) Kaji bunyi nafas

3) Evaluasi nilai AGD

4) Pantau saturasi oksigen

d. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi


jalan nafas

Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas

intervensi :

1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels,


mengi, ronchi

2) Kaji frekuensi pernafasan

3) Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi

4) Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang


keluar

5) Kolaburasi : monitor AGD

e. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran

Tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu
postur refleksif
Intervensi :

1) Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah

2) Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang


tempat tidur

3) Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu

4) Pasang pagar tempat tidur

5) Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah
bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi
jangan memaksa membuka rahang

6) Pertahankan tirah baring

f. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


b.d penurunan kesadaran

Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi

Intervensi :

1) Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung


setiap akan memberikan makanan

2) Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk


mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi

3) Catat makanan yang masuk

4) Kaji cairan gaster, muntahan

5) Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai


dengan kondisi pasien

6) Laksanakan program medik

g. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada


kandung kemih

Tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin


Intervensi :

1) Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis

2) Periksa residu kandung kemih setelah berkemih

3) Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama


pemasangan untuk mencegah infeksi
B. ANALISA DATA

1. Pre Op

Hari/tanggal : Senin/02 Oktober 2017

Jam : 09.00 WIB

No. Data Masalah Penyebab


1. DS : Pasien mengeluh nyeri Nyeri akut Agen cedera fisik
P :
- Nyeri kepala dari daerah
depan (frontal) sampai
tengkuk leher belakang.
- Nyeri karena fraktur lumbal 3
- Nyeri karena fraktur pelvis
Q : Nyeri seperti ditusuk-
tusuk dan terasa panas
R :
- Frontal sampai belakang
leher
- Lumbal 3
- Pelvis
S : 6
T : Nyeri hilang timbul
kurang lebih 10 menit
- Klien selalu mengeluh
kesakitan menahan nyeri
kepalanya.
DO :
- Klien tampak sesekali
meringis menahan nyeri.

2. DS : Pasien mengatakan Cemas Perubahan dalam


khawatir karena akan di operasi status kesehatan
- Pasien mengatakan takut
apabila operasinya gagal.
DO : Pasien terlihat gelisah dan
wajahnya tampak tegang.
2. Post Op

Hari/tanggal : Selasa, 03 Oktober 2017

Pukul : 09.45 WIB


No. Data Masalah Penyebab
1. DS : Pasien mengeluh nyeri Nyeri akut Prosedur bedah
P :
- Nyeri post op pro ORIF
Pelvis and Right THA
R :
- pelvis sebelah kanan
S : Skala nyeri 7
T : Nyeri timbul terus-
menerus
- Klien mengatakan sudah
tidak sakit kepala lagi.
DO :
- Klien tampak meringis
menahan nyeri.

2. DS : Intoleransi Kelemahan Fisik


- Klien mengatakan pusing jika aktivitas
mengubah posisi.
DO :
-KU lemah
-Pasien terlihat hanya berbaring
di tempat tidur saja
-kekuatan otot :
5 5
1 2

3 DS : Defisit perawatan Kelemahan


- pasien mengatakan tidak bisa diri mandi dan
memenuhi ADL nya secara hygiene
mandiri
-pasien mengatakan belum
gosok gigi selama 10 hari.
DO :
-pasien mengalami kelemahan
dan tirah baring
-kulit klien agak lengket, nafas
bau

4 DS : Pasien mengatakan tidak Resiko infeksi Kerusakan


bisa merawat lukanya sendiri integritas kulit
-Pasien merasakan nyeri dan
panas pada area sekitar jahitan
DO:
-terdapat luka jahitan sepanjang
10 cm
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pre Op

a. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik ditandai dengan


DS : Pasien mengeluh nyeri
P :
- Nyeri kepala dari daerah depan (frontal) sampai tengkuk leher belakang.
- Nyeri karena fraktur lumbal 3
- Nyeri karena fraktur pelvis
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas
R :
- Frontal sampai belakang leher
- Lumbal 3
- Pelvis
S : 6
T : Nyeri hilang timbul kurang lebih 10 menit
- Klien selalu mengeluh kesakitan menahan nyeri kepalanya.
DO :
- Klien tampak sesekali meringis menahan nyeri.

b. Cemas b.d. Perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan


DS :
- Pasien mengatakan khawatir karena akan di operasi
- Pasien mengatakan takut apabila operasinya gagal.
DO : Pasien terlihat gelisah

2. Post Op

a. Nyeri akut b.d prosedur bedah ditandai dengan

DS : Pasien mengeluh nyeri


P :
- Nyeri post op pro ORIF Pelvis and Right THA
R :
- pelvis sebelah kanan
S : Skala nyeri 7
T : Nyeri timbul sekitar
- Klien mengatakan sudah tidak sakit kepala lagi.
DO :
- Klien tampak meringis menahan nyeri.

b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik ditandai dengan


DS :
- Klien mengatakan pusing jika mengubah posisi.
DO :
-KU lemah
-Pasien terlihat hanya berbaring di tempat tidur saja
-kekuatan otot :
5 5
1 2

c. Defisit perawatan diri mandi dan hygiene b.d kelemahan ditandai dengan

DS :
- pasien mengatakan tidak bisa memenuhi ADL nya secara mandiri
-pasien mengatakan belum gosok gigi selama 10 hari.
DO :
-pasien mengalami kelemahan dan tirah baring
-kulit klien agak lengket, nafas bau
d. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit ditandai dengan

DS : Pasien mengatakan tidak bisa merawat lukanya sendiri


-Pasien merasakan panas pada area sekitar jahitan
DO:
-terdapat luka jahitan sepanjang 10 cm
-terpasang infus pada punggung tangan kiri, Infus NS 20 tpm
-pasien terpasang drain di dekat luka jahitan

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Pre Op

No
DX DX Tujuan Intervensi

1 Nyeri akut b.d. Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian


agen cedera fisik keperawatan selama 1x6 jam, nyeri secara
maka nyeri akut dapat teratasi, komprehensif
dengan kriteria hasil : termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi.
menggunakan teknik 2. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi untuk non farmakologi
mengurangi nyeri, 3. Kolaborasikan dengan
mencari bantuan) dokter terkait
2. Melaporkan bahwa pemberian analgetik
nyeri berkurang 4. Observasi reaksi non
dengan menggunakan verbal dari
manajemen nyeri ketidaknyamanan.
3. Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas, (Veni dan Yuni)
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Cemas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tingkat
Perubahan dalam keperawatan selama 1x6 jam, kecemasan
status kesehatan maka cemas dapat teratasi, 2. Instruksikan pasien
dengan kriteria hasil : menggunakan teknik
1. Mampu relaksasi
mengidentifikasi dan 3. Kolaborasikan dengan
mengungkapkan gejala keluarga untuk
cemas memberikan support
2. Mengidentifikasi, sistem yang baik
mengungkapkan dan 4. Observasi tingkat
2 menunjukkan teknik kecemasan
untuk mengoontrol
cemas (Veni dan Yuni)
3. Vital sign dalam batas
normal
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

2. Post Op
No
DX DX Tujuan Intervensi

Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri


prosedur bedah keperawatan selama 3x24 jam, secara komprehensif
maka nyeri akut dapat teratasi, termasuk lokasi,
dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas dan
(tahu penyebab nyeri, faktor presipitasi.
mampu menggunakan 2. Ajarkan tentang teknik
teknik nonfarmakologi non farmakologi
untuk mengurangi nyeri, 3. Kolaborasikan dengan
1 mencari bantuan) dokter terkait pemberian
2. Melaporkan bahwa nyeri analgetik
berkurang dengan 4. Observasi reaksi non
menggunakan manajemen verbal dari
nyeri ketidaknyamanan.
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi (Veni dan Yuni)
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi terapi aktivitas
aktivitas b.d keperawatan selama 3x24 jam, apa yang dapat dilakukan
kelemahan maka intoleransi aktivitas dapat pasien
fisik 2. Anjurkan pasien untuk
teratasi, dengan kriteria hasil :
melakukan latihan ambulasi
(mika-miki)
1. Mampu melakukan aktivitas 3. Kolaborasi dengan keluarga
sehari-hari (ADLs) secara untuk membantu melatih
mandiri rentang gerak terhadap pasien
2 2. Tanda-tanda vital normal 4. Monitor respon fisik,
3. Level kelemahan emosi, sosial dan spiritual
4. Mampu berpindah : dengan
(Veni dan Yuni)
atau tanpa bantuan alat
5. Status kardiopulmonari
adekuat
6. Sirkulasi status baik
7. Status respirasi:pertukaran
gas dan ventilasi adekuat
3 Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan jumlah dan
perawatan diri keperawatan selama 3x24 jam, jenis bantuan yang
mandi dan maka defisit perawatan diri dibutuhkan
hygiene b.d
mandi dan hygiene dapat 2. Siapkan lingkungan
kelemahan teratasi, dengan kriteria hasil : yang terapeutik
3. Anjurkan pasien untuk
1. Perawatan diri mandi : mencoba melakukan
mampu untuk perawatan diri secara
membersihkan tubuh mandiri
sendiri secara mandiri 4. Kolaborasi dengan
dengan atau tanpa alat keluarga dalam
bantu membantu pasien
2. Perawatan diri hygiene : melakukan perawatan
mampu untuk diri secara mandiri
mempertahankan 5. Monitor kemampuan
kebersihan dan perawatan diri pasien
penampilan yang rapi 6. Monitor integritas kulit
secara mandiri dengan
atau tanpa alat bantu (Veni dan Yuni)
3. Perawatan diri hygiene
oral : mampu untuk
merawat mulut dan gigi
secara mandiri dengan
atau tanpa alat bantu
4. Mampu membersihkan
dan mengeringkan
tubuh
5. Mengungkapkan secara
verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan
hygiene oral
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik
b.d kerusakan keperawatan selama 3x24 jam, aseptik sebelum dan
integritas kulit maka resiko infeksi tidak sesudah kontak dengan
terjadi, dengan kriteria hasil : pasien
2. Ajari pasien dan
1. Pasien bebas dari tanda keluarga tanda dan
dan gejala infeksi gejala infeksi serta
2. Mendeskripsikan proses cara pencegahannya.
penularan penyakit, 3. Kolaborasikan dengan
faktor yang dokter terkait
mempengaruhi pemberian antibiotik.
penularan serta 4. Monitor tanda dan
penatalaksanaannya gejala infeksi
3. Menunjukkan
kemampuan untuk (Veni dan Yuni)
mencegah timbulnya
infeksi

E. CATATAN PERKEMBANGAN

1. Pre Op
No
DX Implementasi Evaluasi
dx
1. Nyeri akut b.d. Hari/tanggal : Senin, 02-10- Hari/tanggal : Senin, 02-10-
agen cedera fisik 2017 2017
Pukul 09.10 WIB Pukul 09.15 WIB
1. Melakukan S : Pasien mengeluh nyeri
pengkajian nyeri P :
secara komprehensif - Nyeri kepala dari daerah
termasuk lokasi, depan (frontal) sampai
karakteristik, durasi, tengkuk leher belakang.
- Nyeri karena fraktur
frekuensi, kualitas
lumbal 3
dan faktor
- Nyeri karena fraktur
presipitasi.
pelvis
Q : Nyeri seperti
(Veni) ditusuk-tusuk dan terasa
panas
R :
- Frontal sampai belakang
leher
- Lumbal 3
- Pelvis
S : 6
T : Nyeri hilang timbul
kurang lebih 10 menit
- Klien selalu mengeluh
kesakitan menahan nyeri
kepalanya.
O:
Pukul 09.12 WIB - Klien tampak sesekali
2. Mengajarkan tentang meringis menahan nyeri.
teknik non
farmakologi (nafas (Veni)
dalam)
Pukul 09.16 WIB
S : Pasien mengatakan
(Yuni)
merasa lebih nyaman ketika
melakukan teknik nafas
dalam
Pukul 09.14 WIB
O : pasien terlihat lebih
Kolaborasi dengan dokter
tenang
terkait pemberian analgetik
(Veni)
(Yuni)
Pukul 09.18 WIB
S : pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang setelah
Pukul 09.20 WIB
diberikan analgetik, dari 6
3. Mengobservasi reaksi
menjadi 5
non verbal dari
O : telah diberikan ketorolac
ketidaknyamanan
30 mg melalui IV
(Yuni)
(Veni)
Pukul 09.21 WIB
S :-
O : ekspresi wajah klien
2. Post Op
No
DX Implementasi Evaluasi
dx
Nyeri akut b.d Hari/tanggal : Selasa, 03- Hari/tanggal : Selasa, 03-
prosedur bedah 10-2017 10-2017
Pukul : 09.47 WIB Pukul : 10.00 WIB
1. Melakukan S : pasien mengatakan nyeri
pengkajian nyeri P :
secara komprehensif - Nyeri post op pro
termasuk lokasi, ORIF Pelvis and Right
karakteristik, durasi, THA
frekuensi, kualitas R :
- pelvis sebelah kanan
dan faktor
S : Skala nyeri 7
presipitasi. T : Nyeri timbul terus
menerus
(Yuni) - Klien mengatakan
sudah tidak sakit kepala
lagi.
O:
- Klien tampak meringis
menahan nyeri.

(Yuni)
Pukul : 10.02 WIB Pukul : 10.05 WIB
2. Mengajarkan tentang teknik S : Pasien mengatakan
non farmakologi (nafas merasa lebih nyaman ketika
dalam) melakukan teknik nafas
(Veni) dalam
O : pasien terlihat lebih
tenang
Pukul : 10.06 WIB (Veni)
3. Kolaborasi dengan dokter Pukul : 10.12 WIB
terkait pemberian analgetik S : pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang setelah
(Yuni) diberikan analgetik, dari 6
menjadi 5
O : telah diberikan ketorolac
30 mg melalui IV
Pukul : 10.10
4. Mengobservasi reaksi (Yuni)
non verbal dari Pukul : 10.12 WIB
ketidaknyamanan S :-
O : ekspresi wajah klien
(Veni) tampak lebih tenang dan
tidak gelisah.

(Veni)
Pukul : 13.45 WIB
Evaluasi hasil :
S :- pasien mengatakan
nyeri sudah berkurang
P :
- Nyeri post op pro
ORIF Pelvis and Right
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak


akibat perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera
dan penyebab peningkatan tekanan intra kranial (TIK).

Di dalam kasus ini (Tn Y, 62 th) mengalami cedera kepala ringan, fraktur
lumbal 3 dan fraktur pelvis dikarenakan jatuh dari pohon. Tn. Y masuk rumah
sakit sejak tanggal 22 September 2017, kemudian baru masuk ruang operasi
pada tanggal 02 Oktober 2017 pukul 13.00 WIB.

Dalam mengasuh Tn. Y, baik pre maupun post operasi, penulis


menemukan beberapa data yang kemudian dianalisa dan ditegakkan menjadi
beberapa diagnosa, antara lain :

1. Pre op

a. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik. Teratasi sebagian.

b. Cemas b.d. Perubahan dalam status kesehatan. Teratasi sebagian

2. Post op

a. Nyeri akut b.d prosedur bedah. Teratasi sebagian.

b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. Teratasi sebagian

c. Defisit perawatan diri mandi dan hygiene b.d kelemahan. Teratasi


sebagian

d. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit. Tidak terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Arief Mutaqin .(2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner and Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta. EGC

Santosa, Budi.(2006).Diagnosa Keperawatan NANDA.Jakarta. EGC

Wilkinson, Judith M.(2006).Diagnosa Keperawatam NIC-NOC.Jakarta. EGC

You might also like