Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
D IV KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Asuhan Keperawatan yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH PADA TN. “Y” DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CEDERA KEPALA RINGAN” ini.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan III
(Keperawatan Medikal Bedah) Prodi D IV Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta. Dalam peyusunannya kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
DR. Catur Budi Susilo, M.Kes selaku pembimbing akademik kami dan Bapak
Dwi Andoko selaku pembimbing lapangan kami di Ruang Cendana 5 RSUP Dr.
Sardjito.
Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang telah kami dapatkan
melalui metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi
dokumen. Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Dalam penyusunan makalah ini penulis juga memberi kesempatan kepada
pembaca, kiranya berkenan memberi kritikan dan saran yang bersifat membangun
dengan maksud meningkatkan pengetahuan penulis agar lebih baik dalam karya
selanjutnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami cidera
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien cidera kepala ringan.
b. Merumuskan masalah keperawatan pada klien cidera kepala ringan.
c. Merencanakan intervensi atau rencana keperawatan pada klien
ringan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau kejatuhan benda
tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau
menurunnya kesadaran sementara,mengeluh pusing nyeri kepala tanpa
adanya kerusakan lain (smeltzer,2002).
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 13-15 yang
dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30
menit.tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan
hematoma. (mansjoer,2000)
B. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
2. Cidera kepala tertutup
1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala
duramater disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat.
Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk
pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang
dan tindakan seterusnya secara bertahap.
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto
rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah
pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah
CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan
"Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina.
Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk
epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera
ditangani.
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan
pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik
sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan
lahir aneurysna “pelebaran pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak.
Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi
gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis
Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan
subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada
jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah
pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
"subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe
centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-
syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera
kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar
otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat
encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru -
jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu
badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat
dikendalikan (decebracio rigiditas).
Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)
1. Membuka Mata
Spontan
4
Terhadap rangsang suara
3
2
Terhadap nyeri
1
Tidak ada
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Total 3 – 15
C. Etiologi
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan: sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau
vakum
4. Pukulan
(mansjoer,2000)
D. Patofisiologi
F. Penatalaksanaan
G. Komplikasi
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pengkajian
a. Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan,
pekerjaan, TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku,
hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan : Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah,
dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di
kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari
hidung dan telinga dan kejang. Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui
baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang
mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari
klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti
karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian persistem
1. Keadaan umum
2. Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3. TTV
4. Sistem Pernapasan : Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman
maupun frekuensi, nafas bunyi ronchi.
5. Sistem Kardiovaskuler : Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan
darah meningkat, denyut nadi bradikardi kemudian takikardi.
6. Sistem Perkemihan : Inkotenensia, distensi kandung kemih
7. Sistem Gastrointestinal : Usus mengalami gangguan fungsi,
mual/muntah dan mengalami perubahan selera
8. SistemMuskuloskeletal : Kelemahan otot, deformasi
9. Sistem Persarafan Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo,
syncope, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi
sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
b. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat
pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
d. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah
ke serebral, edema serebral
Intervensi :
b. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera
pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Intervensi :
Intervensi :
intervensi :
Tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu
postur refleksif
Intervensi :
5) Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah
bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi
jangan memaksa membuka rahang
Intervensi :
1. Pre Op
1. Pre Op
2. Post Op
c. Defisit perawatan diri mandi dan hygiene b.d kelemahan ditandai dengan
DS :
- pasien mengatakan tidak bisa memenuhi ADL nya secara mandiri
-pasien mengatakan belum gosok gigi selama 10 hari.
DO :
-pasien mengalami kelemahan dan tirah baring
-kulit klien agak lengket, nafas bau
d. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit ditandai dengan
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pre Op
No
DX DX Tujuan Intervensi
2. Post Op
No
DX DX Tujuan Intervensi
E. CATATAN PERKEMBANGAN
1. Pre Op
No
DX Implementasi Evaluasi
dx
1. Nyeri akut b.d. Hari/tanggal : Senin, 02-10- Hari/tanggal : Senin, 02-10-
agen cedera fisik 2017 2017
Pukul 09.10 WIB Pukul 09.15 WIB
1. Melakukan S : Pasien mengeluh nyeri
pengkajian nyeri P :
secara komprehensif - Nyeri kepala dari daerah
termasuk lokasi, depan (frontal) sampai
karakteristik, durasi, tengkuk leher belakang.
- Nyeri karena fraktur
frekuensi, kualitas
lumbal 3
dan faktor
- Nyeri karena fraktur
presipitasi.
pelvis
Q : Nyeri seperti
(Veni) ditusuk-tusuk dan terasa
panas
R :
- Frontal sampai belakang
leher
- Lumbal 3
- Pelvis
S : 6
T : Nyeri hilang timbul
kurang lebih 10 menit
- Klien selalu mengeluh
kesakitan menahan nyeri
kepalanya.
O:
Pukul 09.12 WIB - Klien tampak sesekali
2. Mengajarkan tentang meringis menahan nyeri.
teknik non
farmakologi (nafas (Veni)
dalam)
Pukul 09.16 WIB
S : Pasien mengatakan
(Yuni)
merasa lebih nyaman ketika
melakukan teknik nafas
dalam
Pukul 09.14 WIB
O : pasien terlihat lebih
Kolaborasi dengan dokter
tenang
terkait pemberian analgetik
(Veni)
(Yuni)
Pukul 09.18 WIB
S : pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang setelah
Pukul 09.20 WIB
diberikan analgetik, dari 6
3. Mengobservasi reaksi
menjadi 5
non verbal dari
O : telah diberikan ketorolac
ketidaknyamanan
30 mg melalui IV
(Yuni)
(Veni)
Pukul 09.21 WIB
S :-
O : ekspresi wajah klien
2. Post Op
No
DX Implementasi Evaluasi
dx
Nyeri akut b.d Hari/tanggal : Selasa, 03- Hari/tanggal : Selasa, 03-
prosedur bedah 10-2017 10-2017
Pukul : 09.47 WIB Pukul : 10.00 WIB
1. Melakukan S : pasien mengatakan nyeri
pengkajian nyeri P :
secara komprehensif - Nyeri post op pro
termasuk lokasi, ORIF Pelvis and Right
karakteristik, durasi, THA
frekuensi, kualitas R :
- pelvis sebelah kanan
dan faktor
S : Skala nyeri 7
presipitasi. T : Nyeri timbul terus
menerus
(Yuni) - Klien mengatakan
sudah tidak sakit kepala
lagi.
O:
- Klien tampak meringis
menahan nyeri.
(Yuni)
Pukul : 10.02 WIB Pukul : 10.05 WIB
2. Mengajarkan tentang teknik S : Pasien mengatakan
non farmakologi (nafas merasa lebih nyaman ketika
dalam) melakukan teknik nafas
(Veni) dalam
O : pasien terlihat lebih
tenang
Pukul : 10.06 WIB (Veni)
3. Kolaborasi dengan dokter Pukul : 10.12 WIB
terkait pemberian analgetik S : pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang setelah
(Yuni) diberikan analgetik, dari 6
menjadi 5
O : telah diberikan ketorolac
30 mg melalui IV
Pukul : 10.10
4. Mengobservasi reaksi (Yuni)
non verbal dari Pukul : 10.12 WIB
ketidaknyamanan S :-
O : ekspresi wajah klien
(Veni) tampak lebih tenang dan
tidak gelisah.
(Veni)
Pukul : 13.45 WIB
Evaluasi hasil :
S :- pasien mengatakan
nyeri sudah berkurang
P :
- Nyeri post op pro
ORIF Pelvis and Right
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Di dalam kasus ini (Tn Y, 62 th) mengalami cedera kepala ringan, fraktur
lumbal 3 dan fraktur pelvis dikarenakan jatuh dari pohon. Tn. Y masuk rumah
sakit sejak tanggal 22 September 2017, kemudian baru masuk ruang operasi
pada tanggal 02 Oktober 2017 pukul 13.00 WIB.
1. Pre op
2. Post op
Arief Mutaqin .(2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.