Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kotoran kelinci mengandung unsur hara yang tidak kalah bagusnya dengan
kotoran ternak lainnya. Pupuk organik untuk tanaman dari kotoran dan manure ternak
saat ini paling banyak digunakan dalam usaha pertanian. Saat ini, pemeliharaan
ternak kelinci umumnya hanya merupakan sambilan sehingga kotoran kelinci yang
dihasilkan masih terbatas. Kotoran kelinci belum umum digunakan sebagai pupuk
tanaman karena jumlahnya terbatas. Maka dengan terbatasnya pupuk kelinci maka
kualitas pupuk perlu ditingkatkan agar lebih banyak yang menggunakan.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Apa alasanya perlu adanya penanganan limbah kelinci ?
2. Apa manfaat limbah peternakan kelinci ?
3. Apa saja teknik penanganan limbah peternakan kelinci ?
II
PEMBAHASAN
2.1. Ternak Kelinci
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagomorpha
Family : Leporidae
Kelinci pada awalnya adalah hewan liar yang sulit dijinakkan. Tetapi sejak
dua puluh abad yang silam hewan ini sudah mulai dijinakkan. Pada umumnya tujuan
pemeliharaan kelinci adalah untuk ternak hias, penghasil daging, kulit dan untuk
hewan percobaan. Manfaat lain yang bisa diambil dari kelinci adalah hasil ikutannya
yang dapat dijadikan pupuk, kerajinan dan pakan ternak. Produk ikutan yang
dimaksud adalah produk selain produk utama. Daging dan kulit/bulu merupakan
produk utama ternak kelinci, tetapi dapat juga dikatakan bahwa salah satunya (daging
atau kulit) adalah produk ikutan. Hal ini tergantung pada sistem dan tujuan
pemeliharaan/budidaya serta jenis kelinci tersebut. Sebagai contoh, kelinci jenis Rex
atau Angora yang diternakkan untuk memproduksi bulu, maka daging adalah produk
ikutan. Beberapa produk ikutan lainnya yang diperoleh secara bersamaan adalah
kepala, darah, kaki, tulang dan ekor. Sementara itu, kotoran dan urin ternak kelinci
disebut produk sampingan (Kartadisastra, 2001).
Selama ini peternakan kelinci di Indonesia masih diusahakan sebagai
peternakan keluarga yang bersifat sambilan. Kegiatan budidaya dan manajemennya
masih sangat sederhana. Sebagai alternatif, usaha peternakan kelinci sebenarnya
dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan peternakan, sehingga produksi kelinci
dapat ditingkatkan sesuai dengan target, mutu dan permintaan pasar yang
berkembang (Sarwono, 2003).
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak,
dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses,
urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi
rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Total limbah yang dihasilkan peternakan
tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang.
Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang
dibuang tanpa pengelolaan ke dalam badan air. Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha atau
kegiatan yang berwujud cair, air limbah dapat berasal dari rumah tangga maupun
Industri. Air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air
dalam proses produksi. Air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan
pemakaiannya di masing-masing industri sehingga dampak yang di akibatkannya juga
sangat bervariasi (Sihombing, 2000).
Jenis Pupuk N P K Ca Mg S
Pada Tabel 1 terlihat nitrogen dan fosfor pupuk kandang dari kotoran kelinci
lebih tinggi dibandingkan ternak ruminansia, namun masih lebih rendah
dibandingkan dengan kotoran unggas dan guano. Lebih rendahnya ini disebabkan
faktor makanan, ternak unggas maupun burung penghasil guano dengan makanan
utama biji-bijian dan serangga yang memiliki kandungan protein lebih tinggi dari
pada serat kasarnya. Menurut Farrell et al (1984), kelinci dengan berat badan 1 kg
menghasilkan 28,0 g kotoran ternak per hari dan mengandung 3 g protein, 0,35 g
nitrogen dari bakteri atau 1,3 g protein. Farel dan Raharjo (1994) mengatakan bahwa
kelinci sapihan dapat menghasilkan kotoran sebanyak 28 gram kotoran lunak atau
setara dengan 3 gram protein/hari/ekor.
Kelinci merupakan hewan yang memiliki kebiasaan tidak pernah minum air
dan hanya mengkonsumsi tanaman hijau sehingga mengakibatkan tingginya kadar
nitrogen dalam urine kelinci. Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian Ternak
(Balitnak) tahun 2005, “ Kotoran dan urine kelinci memiliki kandungan unsur N, P, K
yang lebih tinggi (2.72%, 1.1%, dan 0,5%) dibandingkan dengan kotoran dan urine
ternak lainnya seperti kuda, kerbau, sapi, domba, babi dan ayam.”
Penggunaan kotoran kelinci sebagai pupuk cair biasanya berasal dari urin
kelinci dan pemanfaatan kotoran padatnya sebagai pupuk cair masih jarang
dimanfaatkan, padahal di dalam kotoran kelinci masih mengandung sejumlah unsur
hara seperti N 2,28 %, P 2,48 %, K 1,88 %, Ca 2,08 %, Mg 0,49 %, S 0,38 %
(Sajimin, 2005), dengan penambahan bioaktivator pada pembuatan pupuk cair, proses
pemuatan pupuk menjadi lebih cepat dan dapat meningkatkan kandungan unsur hara
yang diperlukan oleh tumbuhan, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan
produktivitas sambiloto yang berkhasiat sebagai tanaman obat yang bebas dari bahan
kimia.
Kotoran kelinci dikenal sebagai sumber pupuk organik yang potensial untuk
tanaman hortikultura. Pemanfaatan limbah ini diduga berpengaruh signifikan dalam
suatu integrasi usaha sayuran ternak berbasis kelinci di sentra - sentra produksi
hortikultura. Pada saat ini, pupuk kandang kelinci belum pernah dimanfaatkan dan
digunakan pada pembibitan tanaman perkebunan bahkan sangat sedikit informasi
penggunaan pupuk organik dari kotoran kelinci yang hanya banyak dimanfaatkan
pada tanaman hortikultura misalnya jagung, kacang-kacangan, dan ubi.
Ternak kelinci yang merupakan ternak yang potensi untuk memenuhi
kebutuhan protein secara cepat, dengan sistem pemeliharaan ternak tradisionil.
Kelinci memiliki potensi terbesar dalam memproduksi daging. Menurut Farel dan
Rahardjo (1994) bahwa seekor induk dapat beranak 10 x per tahun dengan masa
bunting 31 hari. Ternak ini tidak bersaing dengan manusia atau ternak industri yang
intensif seperti ayam dalam memperoleh pakan. Pertumbuhan kelinci cepat dengan
memiliki bobot hidup lebih dari 2 kg pada umur 8 minggu. Karena ukuran yang kecil
dan kemampuan berkembang biaknya cepat, maka cocok untuk dipelihara dalam
skala kecil dan skala besar. Kotoran berbentuk bulat, kering, tidak berbau dan
berwarna kecoklatan hingga kehitaman. Bentuk kotoran seperti ini menandakan
kelinci dalam kondisi sehat, asupan pakan yang di konsumsi cukup seimbang.
Limbah cair, kotoran kelinci yang cair itu seperti air biasa namun warna bening
kekuningan Karama et al. (1991).
2.3. Teknik Penanganan Limbah Peternakan Kelinci
Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sangat dipengaruhi oleh teknik
penanganan yang dilakukan, yang meliputi teknik pengumpulan (collections), peng-
angkutan (transport), pemisahan (separation) dan penyimpanan (storage) atau pem-
buangan (disposal). Walaupun telah banyak diketahui bagaimana teknik
pengelolaan limbah, namun dikarenakan perkembangan bidang peternakan sangat
dinamik, terutama perkembangan populasi dan sistem budidaya intensif, maka perlu
dikembangkan pula aspek teknik baru yang dapat menyesuaikan dinamika tersebut
(Soehadji, 1992).
Arah kemiringan dibuat agar pada saat dibersihkan dengan air, dengan mudah
limbah mengalir menuju ke parit. Limbah ternak berbentuk cair tersebut dikumpulkan
diujung parit untuk kemudian dibuang. Pada kandang system feedlots terbuka,
sebagian besar limbah ternak menumpuk di lokasi yang terbuka di depan kandang.
Agar pengumpulan limbahnya lebih mudah, lantai pada lokasi ini biasanya ditutup
dengan bahan yang keras dan rata dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan
limbah cairnya, untuk membersihkan lantai digunakan pipa semprot yang kuat agar
limbah cair dapat didorong dan mengalir ke tempat penampungan. Berdasarkan
penanganannya limbah tersebut harus melalui berbagai tahapan yaitu :
a. Scraping
1) Sceened floors.
Lantai kandang sistem ini dapat dibuat menggunakan kawat kasa atau besi gril
yang berukuran mes lebih besar dan rata. Kawat dapat dipasang dengan direntangkan
seluas lantai kandang agar limbah langsung jatuh ke lantai atau tempat
penampungan. Selain itu, juga dapat digunakan pada kandang batere (cage) yang
bentuknya diatur agar limbah langsung jatuh ke lantai kandang atau tempat
penampungan.
2) Slotled floors.
Slotled floor merupakan salah satu bentuk lantai bersekat (jeruji) yang
dipasang dengan jarak yang teratur dan rata sehingga ukuran dan jumlahnya
mencukupi untuk keluarnya limbah cair maupun padat dari lantai. Selain itu juga
mudah dibersihkan dari kemungkinan menempelnya limbah pada lantai. Lubang di
bawah lantai merupakan tempat untuk pengumpulan dan penampungan sementara
untuk kemudian limbah diolah dan atau digunakan. Slotled floor dapat dibuat dari
bermacam bahan, seperti kayu, beton atau besi plat.
Kayu yang digunakan sebaiknya jenis yang keras karena dapat bertahan 2 – 5
tahun. Sekat yang berasal dari kayu biasanya dibuat dengan ukuran lebar bagian atas
8 cm dan bagian bawah 6cm, ketebalan 9 cm. Jarak antara sekat biasanya 2 cm.
Apabila menggunakan bahan beton sekat dibuat dengan ukuran lebar bagian atas 12,7
cm dan bagian bawah 7,5 cm dengan ketebalan 10 cm, agar tidak mudah patah. Jarak
antara sekat dibuat sesuai dengan panjang kandang dan ukuran ternak yang
dipelihara. Sekat dari logam biasanya buatan pabrik yang telah dilapisi stainles atau
aluminium untuk mencegah terjadinya karat. Penggunaan sekat logam lebih mudah
untuk penanganan limbah, pemasangannya praktis dan mudah dipindahkan
dibandingkan dengan sekat beton.
c. Flushing
Flushing yaitu pengumpulan limbah peternakan kelinci menggunakan air
untuk mengangkut limbah tersebut dalam bentuk cair. Pengumpulan limbah dengan
cara flushing meliputi prinsip kerja :
1. Penggunaan parit yang cukup untuk mengalirkan air yang deras untuk
mengangkut limbah.
2. Kecepatan aliran yang tinggi.
3. Pengangkutan limbah dari kandang.
Sistem flushing telah digunakan sejak tahun 1960-an dan menjadi cara yang
makin populer digunakan oleh peternak kelinci untuk pengumpulan limbah. Hal ini
dikarenakan lebih murah biayanya, bebas dari pemindahan bagian, sama sekali tidak
atau sedikit sekali membutuhkan perawatan dan mudah dipasang pada bangunan
baru atau bangunan lama. Disebabkan frekuensi flushing, limbah ternak yang
dihasilkan lebih cepat dibersihkan, mengurangi bau dan meningkatkan kebersihan
kandang. Hal ini menjadikan sirkulasi udara dalam kandang lebih baik, yang
menghasilkan sistem efisiensi penggunaan energi.
Dua hal penting yang harus diperhatikan dalam mendesain parit flushing
adalah :
1. Lokasi Parit
2. Desain Parit
KESIMPULAN
1. Kotoran kelinci merupakan sumber pupuk kandang yang baik, karena
mengandung unsur hara N, P dan K yang cukup tinggi, dan karena kandungan
proteinnya yang tinggi (18% dari berat kering), sehingga kotoran kelinci masih
dapat diolah menjadi pupuk atau pakan ternak.
2. Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian Ternak (Balitnak) tahun 2005, “
Kotoran dan urine kelinci memiliki kandungan unsur N, P, K yang lebih tinggi
(2.72%, 1.1%, dan 0,5%) dibandingkan dengan kotoran dan urine ternak lainnya
seperti kuda, kerbau, sapi, domba, babi dan ayam.”. Penggunaan kotoran kelinci
sebagai pupuk cair biasanya berasal dari urin kelinci dan pemanfaatan kotoran
padatnya sebagai pupuk cair masih jarang dimanfaatkan, padahal di dalam
kotoran kelinci masih mengandung sejumlah unsur hara seperti N 2,28 %, P 2,48
%, K 1,88 %, Ca 2,08 %, Mg 0,49 %, S 0,38 %. Kotoran kelinci dikenal sebagai
sumber pupuk organik yang potensial untuk tanaman hortikultura
3. Berdasarkan penanganannya limbah tersebut harus melalui berbagai tahapan yaitu
(1) Teknik pengumpulan (collections) limbah padat atau semi padat menggunakan
teknik scaraping secara manual dengan sekop. (2) Pengangkutan (transport)
menggunakan scraping dengan sekop dan flushing. (3) Pemisahan (separation)
antara limbah padat dan cair dengan menggunakan sistem pengendapan. Feces
yang mengendap akan di angkut denga sekop dan yang cair di ambil dengan
ember atau dibirakn mengalir ke penampungan. (4) Penyimpanan (storage) atau
Pembuangan (disposal), menyimpan limbahnya dengan cara permananen
membuat bak dari tanah atau dengan cara sementara untuk menghemat biaya
yakni denga ditampung bak kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Farel, D.J. dan Y.C. Raharjo. 1994. Potensi Ternak Kelinci Sebagai Penghasil
Daging.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Kartadisastra, H. R. 1995. Beternak Kelinci Unggul. Kanisius. Yogyakarta.
Karama, A.S., A.R. Marzuki dan I. Manwan. 1991. Penggunaan Pupuk Organik
Pada Tanaman Pangan. Pros. Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan
Pupuk V. Cisarua. Puslittanak. Bogor.