Professional Documents
Culture Documents
Pendidikan :
Karir :
Alamat Rumah:
Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp: 793981
Alamat Kantor :
Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp: 79361
berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan
Kemchick. Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek
dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang
hidup berkecukupan di Lampung, 9 Maret 1933. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara.
Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh
harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup
mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya
itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di
Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda
Pada tahun 1967, Bob Sadino dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2
Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah
di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal
dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil
Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia
mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang
untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya
Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang
dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob
memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam
tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing,
karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta,
mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri
Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut
perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil
Bisnis pasar swalayan Bob Sadino berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya
holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia.
Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan
wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan
yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan
kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan.
Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak
lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan
Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih,
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan
pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem
Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir
sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima
bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi
guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk
membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih
terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan
yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber
penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami
Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan.
Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri
Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem
Chicksdan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik
pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru,
Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40
sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak
ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram.
”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan.
Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin
Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang
paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.
Kondisi kesehatan Bob Sadino merosot setelah istrinya, Soelami Soejoed meninggal dunia
pada Juli 2014.[2] Setelah sempat dirawat selama dua pekan di Rumah Sakit Pondok Indah,
pada 19 Januari 2015, sore hari pkl. 18.05, Ia meninggal dunia karena sakit.
industrial. Citra itu telah didobrak oleh seorang yang bernama Bob Sadino. Dengan jiwanya
yang membadai, bertemperamen tinggi, pemikiran yang paradoksal, ia merintis jalan baru. Ia
memulai dengan merasakan sendiri betapa kasarnya tangan harus dihujamkan ke tanah, betapa
panasnya kaki harus ditapakkan di jalanan, dan betapa sakitnya hati menghadapi hari esok yang
tidak menentu. Dia menempa dirinya untuk merasakan menjadi petani sejati. Naluri pribadinya
yang bermuatan seni menghasilkan keberanian yang luar biasa untuk berbisnis dari nol.
Dengan penuh kesabaran sebuah pasar, dari embrio sebuah warung yang berkembang menjadi
sebuah toko swalayan. Dari pasar yang berhasil dibangun itu, dia merangkak ke arah hulu dan
lahirlah bangunan agribisnis secara menyeluruh. Hal itu dilakukan tanpa meninggalkan sifat-
sifat kepribadian seorang petani dengan pikiran maju dan berani untuk tampil beda.
Agribisnis dengan berbagai pengalaman Bob Sadino dapat dijadikan teladan dan sumber
inspirasi bagi mereka yang ingin tahu bukan hanya terhadap hasil sebuah agribisnis, melainkan
25,597SHARES
Kemarin petang Indonesia baru saja kehilangan salah satu pebisnis tergigih
yang pernah ada di negeri ini. Bob Sadino, pebisnis nyentrik yang dikenal
sebagai pemilik jaringan usaha Kemfood dan Kemchick wafat di Rumah Sakit
Pondok Indah setelah 1 tahun melawan komplikasi penyakitnya. Bob Sadino
yang juga kerap disapa dengan “Om Bob” meninggalkan tak
hanya legacy bisnis raksasa, melainkan juga berbagai pelajaran penting
dalam mengarungi dunia usaha.
Walau kini sudah tak lagi ada di dunia, pelajaran dari Bob Sadino tak pernah
usang untuk kembali dibuka. Di artikel ini Hipwee akaan mengulas prinsip
hidup Bob Sadino yang terbukti telah sukses membawanya mencapai
kesuksesan. Bukan tidak mungkin prinsip tersebut juga bisa kamu terapkan
‘kan?
“Dengan adanya tujuan, maka seseorang hanya tertuju pada satu titik yang namanya
tujuan. Dia tidak akan berusaha untuk mendapatkan hasil yang melebihi titik tersebut.
Padahal potensi setiap orang sangat mungkin melewati titik tersebut. Jadi sayang dong
kemampuan saya, bila harus dipaku oleh tujuan.”
Begitu ujar Bob Sadino ketika ditanya mengenai prinsipnya ini. Bob memang
dikenal sebagai orang yang santai dan mengalir, tapi bukan berarti ia tidak
punya mimpi. Tujuan tidak dicanangkannya bukan karena malas atau takut
tidak bisa mencapai target. Justru “tujuan” atau “target” dianggap sebagai
belenggu yang bisa menghalangi langkahnya mencapai hal-hal yang lebih
dari sekadar tujuan yang telah disepakati itu.
ADVERTISEMENT
“Rencana itu cuma berlaku buat mereka yang belajar manajemen. Dari A, B, C, D,
sampai Z. Padahal dalam bisnis tidak ada yang seperti itu, bisnis tidak mungkin lurus
dan runut saja. Tapi sayangnya di sekolah kita sudah terlalu sering diajarkan bikin
rencana. Padahal rencana itu racun, bencana!”
Bob Sadino memang lahir dari keluarga yang cukup berada. Saat ayah dan
ibunya meninggal, seluruh warisan keluarga jatuh ke tangan Bob sebagai
anak bungsu karena kakak-kakaknya yang lain sudah dianggap cukup
mampu. Tapi hidup sebagai anak orang kaya tidak menjadikan Bob manja.
Dia memilih berkelana keliling dunia dengan setengah uang warisan yang
dimilikinya.
Dengan kondisi sudah punya anak istri, Bob yang kondisi ekonominya
terpuruk akhirnya memilih jadi tukang batu dengan upah hanya Rp 100,00 per
hari. Barulah setelah itu ia bertemu dengan kolega lama yang
menyarankannya berbisnis telur ayam negeri. Keberhasilan Bob tentu tidak
bisa dilepaskan dari kegigihannya berusaha. Ia tidak mau duduk manis
dengan uang warisan dari orang tuanya yang sebenarnya sudah cukup dari
cukup jumlahnya.
Seperti biasa, Bob dalam bukunya “Belajar Goblok dari Bob Sadino” selalu
memiliki jawaban sendiri atas sarannya ini:
“Orang sudah terlalu terbiasa berpikir secara linier. Kalau mau usaha, pasti mencari
untung; mencari berhasil. Padahal dalam usaha itu ya pasti ada rugi dan gagal toh?
Bagi kamu yang mau berhasil, justru cari kegagalan sebanyak-banyaknya. Sebab
keberhasilan itu hanyalah sebuah titik di puncak gunung kegagalan.”
Menurut Bob terlalu banyak orang pintar, lulusan Sarjana, yang urung
membuka usaha karena terlalu banyak perhitungan. Bob amat menghindari
terjebak dalam kukungan prediksi yang membuatnya tak segera melakoni apa
yang jadi keinginannya.
Baginya usaha itu tentang melakukan apa yang harus dilakukan, secepat
yang ia bisa dengan sumber daya yang dimilikinya.
“Kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak mikir membuat rencana sehingga ia
tidak segera melangkah. Padahal yang penting adalah action!”
Di sini pula jawaban Bob tentang sudut pandangnya pada untung-rugi jadi
lebih masuk akal:
“Kalau kita mencari untung duluan, usaha belum tentu dilakukan karena takut rugi. Tapi
kalau mencari rugi, usaha pasti dilakukan karena ga takut untung.”
6. Kuliah Hanya Akan Mengajarkanmu Untuk Tahu. Tapi
Bagi Bob Jalanan yang Mengajarkannya Untuk Bisa Jadi
Perasa
“Kalau mahasiswa IPK nya sudah 3 koma itu alamat jadi karyawan saja lah. Kalau mau
jadi pengusaha, IPK jeblok saja. Karena dengan begitu mau tak mau kamu akan ditolak
perusahaan dan terpaksa membuka usaha sendiri.”
Bob memang belajar semua dari pengalaman langsung di lapangan. Baginya
pendidikan hanya membuat seseorang jadi pribadi yang pintar bicara, tanpa
bisa melaksanakan apa yang sudah direncanakannya.
Kemchick dan Kemfood bukti nyata Bob cerdik melirik peluang usaha via r3ynard.deviantart.com
Saat Bob memulai usaha ternak ayam petelurnya Bob sempat dicibir sebagai
“orang gila” karena dianggap tak akan berhasil. Saat itu pasar telur dalam
negeri memang masih didominasi oleh telur ayam kampung yang terkenal
lama proses produksinya. Atas bantuan seorang kolega lama yang iba atas
kondisi ekonomi Bob yang terpuruk, Bob pun memulai bisnis ternak telur
ayam negeri dengan target pasar orang asing di sekitar Kemang.
Tindakan yang dianggap “gila” oleh kebanyakan orang ini sebenarnya
merupakan sebuah langkah yang cerdik. Telur ayam dan berbagai daging
olahan merupakan panganan konsumsi utama orang asing yang masih belum
bisa dipenuhi demand-nya oleh produsen yang ada saat itu. Terlebih fasihnya
Bob dan sang istri dalam berbahasa Inggris membuat pelanggan ekspatriat
mereka merasa nyaman.
“Mending mana? Saya pakai celana pendek tapi beli pakai uang sendiri atau celana
panjang tapi pakai uang rakyat? Hahahahaha.”
Nilai menjadi diri sendiri memang amat Bob junjung tinggi. Ia tidak ingin
menjadi fotokopi siapapun dalam menjalani hari. Prinsip ini juga yang
ditekankan Bob pada mereka yang ingin menuai kesuksesan seperti dirinya,
“Saya tidak pernah mau membagikan kunci sukses saya. Karena sekali lagi,
semua itu ya mengalir saja. Lagipula kalau orang meniru saya, apa bedanya
mereka dengan mesin fotokopi? Hina sekali jadi fotokopinya Bob Sadino.
Kalau ada orang yang bertanya pada saya, saya bilang,“Ya jalankan saja.
Alami saja pengalaman yang Anda alami.”
Sampai akhir hayatnya Bob menjalani hidup tetap dengan prinsip apa adanya.
Pakaian dan penampilan tetap sederhana, khas malah dengan celana
pendeknya. Rumahnya yang 2 hektar juga disebut sebagai memanfaatkan
apa yang ada. Rumah itu merupakan eks-kebun Bob Sadino yang tidak
terpakai, hingga dimanfaatkan sebagai rumah.
Bukan cuma soal gaya hidup. Bob pun dikenal sebagai atasan yang amat
memanusiakan bawahannya. Tidak ada pegawai Kemchick dan Kemfood
yang ia “comot” dari tengah, semua ia proses dari bawah agar tidak
menimbulkan kecemburuan.
“Saya hanya penganggur. Tapi saya bisa ekspor ribuan ton ke Jepang. Saya punya
kemchick sebagai supermarket, kemfood untuk daging olah dan saya punya 1.600
orang yang bekerja di perusahaan saya. Mau ngapain lagi saya? Jadi saya nganggur.”
Selamat jalan Oom Bob Sadino. Terima kasih telah mengajarkan bahwa
menjadi pengusaha itu sebenarnya sederhana. Dan sesukses apapun kita,
ternyata kita tak boleh lupa untuk jadi manusia yang selalu setia pada
akarnya.
Merdeka.com - Mira Sadino, putri Bambang Mustari Sadino atau akrab disapa
omBob Sadino mendapat mandat melanjutkan usaha yang dirintis ayahnya. Masa
depan Kemchick yang merupakan perusahaan pertama ayahnya, kini menjadi
tanggung jawab Mira.
Dia mengaku tidak keberatan melanjutkan bisnis tersebut. "Saya tidak ambil beban
karena dari dulu saya tinggal di lingkungan rumah, cuma kan saya belum diberi
kesempatan seperti yang bapak berikan," ucap Mira di TPU Jeruk Purut, Jakarta,
Selasa (20/1).
Dalam pengelolaannya nanti, Mira tidak akan mengubah konsep bisnis yang telah
dijalankan ayahnya. "Pasti kan meneruskan. Insya Allah mempertahankan
(konsep)," tegasnya.
Mira mengaku terlalu banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan bersama ayahnya.
Dari kecil, Mira sudah dididik keras oleh sang ayah. Saat dirinya berhasil
menjalankan tugas dengan baik, bukan pujian yang didapat melainkan tindakan
yang lebih keras.
Meski selalu mendidik keras, Mira mengakui bahwa om Bob bangga saat anak-
anaknya mencapai keberhasilan.
Kem Chicks
Kem Chicks
Kem Chicks didirikan oleh Bob Sadino tahun 1970. Konsep Kem Chicks adalah seperti
supermarket yang menyediakan beragam produk pangan impor untuk masyarakat Jakarta.
Pangsa pasar Kem Chicks adalah para ekspatriat dan kelas menengah atas.
Kem Chicks berlokasi di Jl. Kemang Raya No. 3-5, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12550.
Kem Food
Kem Food
Kem Food atau Kemang Food Industries merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bidang pengolahan daging. Modal awal perusahaan ini berasal dari Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) dengan pemegang saham tunggal PT Boga catur Rata.
Saat permintaan akan daging dan sosis semakin meningkat, maka tahun 1975 Bob Sadino
akhirnya mendirikan PT. Kemang Food Industies. Perusahaan ini berlokasi di Jl. Pulo Kambing
No.11 Jakarta Industrial Estate Pulogadung Jakarta Timur.
Kem Farm
Kem Farm
Kem Farm adalah ladang sayur yang didirikan Bob Sadino dengan sistem hidroponik. Padahal,
saat itu belum ada satupun perkebunan yang menggunakan sistem tersebut. Alhasil, Bob Sadino
lah orang Indonesia pertama yang menggunakan sistem hidroponik ini.
Kem Farm terletak di Jalan Jend Gatot Subroto Kawasan Industri Candi Bl VIII/16-A, Semarang.
The Mansion at Kemang adalah perpaduan antara apartemen, pusat perbelanjaan dan juga
perkantoran yang merupakan kerjasama antara Bob Sadino dan pengembang Properti Agung
Sedayu Grup.
Mansion at Kemang yang berlokasi sama dengan Kem Chicks ini memiliki 32 lantai dengan total
ruang apartemen sebanyak 180 unit dan pertokoan 10 unit.
JAKARTA, KOMPAS.com - Bob Sadino, pengusaha agrobisnis sukses, meninggal dunia pada
Senin (19/1/2015). Semasa hidup, ia tak segan-segan berbagi pengalamannya menggeluti dunia
usaha. Salah satu yang melekat adalah ketika kasus penggelapan dana oleh sebuah perusahaan
agribisnis di Jawa Barat mencuat pada awal tahun 2000-an. Saat itu, bos perusahaan agribisnis
tersebut membawa kabur uang investor hingga miliaran. Awalnya, pelaku menjanjikan laba
kepada para investor asalkan mereka bersedia menyetorkan sejumlah uang ke rekening tertentu
Saat itu, almarhum Bob mengatakan, hal tersebut adalah pembodohan otak. "Tulis saja itu, biar
saja saya dikatakan ngomong kasar. Orang Indonesia itu harus dikasari dulu supaya bisa
berubah," kata Bob kepada Kompas pada tahun 2002. Ia telah memberi peringatan dini kepada
semua pihak soal investasi agrobisnis dengan sistem bagi hasil yang marak terjadi
pascaterjadinya krisis ekonomi. Bob menyesal karena tidak bisa berteriak lebih keras lagi saat itu,
sehingga kasus itu muncul dan menelan korban ribuan investor pejabat, hingga pensiunan. Bob
menyebutkan, usaha agrobisnis dengan sistem bagi hasil itu hanya merupakan "pembodohan
otak, pembutaan mata, penulian telinga, dan pemberangusan mulut." Orang tidak pernah
mengalami jatuh bangun dalam agrobisnis, tetapi malah diajak bermimpi untuk mendapat uang
berlipat. "Saya berbicara keras dalam arti waktu itu mengingatkan orang untuk berhati-hati. Tiga
tahun lalu saya sudah memberi peringatan dini, bahkan saya bertemu dengan orang-orang yang
mendirikan usaha bagi hasil itu," ujar Bob. Kasus itu dinilai Bob, ibarat nasi sudah menjadi bubur.
Ia mengakui, tidak mempunyai solusi terhadap kasus itu namun yang bisa dilakukan adalah
mencegahnya. "Kalau ada orang menanyakan solusinya, saya akan mengatakan tidak tahu. Akan
tetapi, yang bisa saya katakan adalah bagaimana mencegah agar kejadian itu tak terulang,"
PENGUSAHA yang sudah makan asam garam di sektor agrobisnis ini kembali menyebutkan, tidak
ada dalam usaha agrobisnis yang bermodal duduk dan berpangku tangan. Untuk itu, tawaran
berinvestasi dalam agrobisnis yang hanya menyebut "sukses" dan "untung" sudah selayaknya
ditinggalkan. "Semua orang yang tidak tahu agrobisnis selalu mengatakan agrobisnis adalah lahan
yang menjanjikan. Sebaliknya orang yang sudah basah kuyup dengan agrobisnis sendiri tidak
pernah banyak bicara dan tidak akan berkomentar agrobisnis sebagai sesuatu yang menjanjikan,"
kata Bob. Kalau ada orang yang mengatakan agrobisnis menjanjikan adalah orang yang tidak tahu
agrobisnis atau tidak pernah bersentuhan dengan agrobisnis itu sendiri. Biasanya orang yang
ngomong seperti itu orang yang banyak berteori. Biasanya pakar semacam itu selalu mengatakan
agrobisnis menjanjikan. "Tetapi, kalau yang banyak praktik pasti tidak akan banyak berkomentar.
Lebih banyak mengalami dari pada berbicara, orang yang berteori bicaranya lebih keras dari pada
yang telah berbuat," kata Bob. Hal itulah yang menyebabkan kegagalan usaha agrobisnis. Mereka
tidak pernah terendam di lumpur agrobisnis namun lebih banyak di ruangan, di belakang meja,
dan lebih banyak menggunakan kalkulator hingga agrobisnis memberi mimpi-mimpi indah. "Inilah
yang dilakukan sejumlah orang, bahkan termasuk orang- orang bank yang senang membuat
proposal dan menawarkan investasi. Mereka inilah yang menawarkan mimpi sukses agrobisnis,"
kata Bob. Padahal, orang yang sukses dalam agrobisnis dipastikan akan mengalami kegagalan
pada tahap-tahap awal. Ciri mudah untuk mengetahui siapa yang bisa memenangkan di kegiatan
usaha agrobisnis tersebut. Orang yang gagal dalam agrobisnis adalah orang yang pertama kali
bermain dan langsung berhasil. Sebaliknya orang yang berhasil adalah orang yang justru berkali-
kali gagal, tetapi tetap bertahan di bidang itu hingga berhasil. Dirinya berangkat dan menyiapkan
diri untuk gagal. Pada awal mencoba terjun dalam bercocok tanam yang ditemui adalah kegagalan
demi kegagalan. "Orang yang berhasil pada tahap awal pasti akan gagal. Akibat keberhasilan itu
lalu orang menduga pasti akan berhasil terus pada ronde berikutnya. Ini yang membuat orang
terperosok," katanya. *** Menurut Bob, setiap orang yang akan menekuni agrobisnis termasuk
berinvestasi dalam agrobisnis mau tidak mau memahami hakikat usaha agrobisnis. Mungkin klasik
tetapi masil layak diingat. "Kepastian dalam agrobisnis adalah ketidakpastian itu. Ketidakpastian
itu muncul karena yang diurus adalah makhluk hidup. Ketidakpastian itu akan menjadi-jadi jika
modal yang dipakai adalah milik orang lain. Di agrobisnis modal yang paling aman adalah modal
milik sendiri," katanya. Sekali dia mengelola modal milik orang lain maka berarti dia menambah
risiko. Bila hakikat agrobisnis itu sendiri adalah ketidakpatian dan ditambah risiko modal itu maka
makin menambah runyam situasi. Bagi Bob, hal ini bukan berarti setiap agrobisnis harus alergi
terhadap modal dari bank. Bila sukses maka bukan kita yang akan mencari bank tetapi bank akan
mencari kita. Apabila hakikat ini terpahami, maka harus segera melangkah di jalan terjal yang tidak
jarang banyak kerikil yang mengganggu atau tembok yang menghadang. Jangan mundur, ini
adalah bagian dari proses belajar dalam agrobisnis. Tidak ada usaha besar yang jatuh dari langit.
Semua harus berasal dari yang kecil. Mereka yang terjun ke agrobisnis harus kotor terkena
lumpur, mencium bau kompos, dan tidak pernah bermimpi mendapat uang berlipat hanya dengan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bob Sadino dan Petuah-petuahnya
...", https://ekonomi.kompas.com/read/2015/01/20/074500926/Bob.Sadino.dan.Petuah-
petuahnya..
Di sela-sela waktunya yang padat Bob Sadino, praktisi agribisnis dan kewirausahaan terkenal, masih dapat berbagi
pengalaman kepada petani dari Ende, Donggala, Lombok Timur, Blora, dan Temanggung. Acara yang
berlangsung secara interaktif ini berjalan menarik. Para petani benar-benar memanfaatkan waktu yang disediakan
untuk bertanya secara langsung seluk beluk pengelolaan usaha agribisnis.
Dengan gayanya yang khas, Bob mengungkapkan bahwa dalam merintis usaha harus didahului dengan niat dan
tekad yang kuat disertai dengan persiapan pengetahuan bidang agribisnis dan kewirausahaan. Ini perlu mengingat
berwirausaha memerlukan kemandirian untuk mengelola dan menjalankan bisnis dengan terjun langsung
menggeluti bisnisnya.
Bob pun tak segan mengeluarkan tips maupun kiat berusaha dari beberapa orang yang telah sukses untuk
dijadikan rujukan agar berani memulai. Pengusaha yang telah malang melintang di dunia agribisnis ini
menyarankan agar petani tidak terperangkap pada penyusunan rencana bisnis yang tak berujung, hingga akhirnya
tidak ada langkah yang diambil.
“Sebelum memulai usaha agribisnis, berbagai analisis harus dilakukan sebagai pertimbangan penting,” ungkap
Sadino. Analisis kelayakan teknis diperlukan untuk menentukan jenis komoditi yang sesuai kondisi lokal.
Cuaca/iklim (suhu, kelembaban, curah hujan, ketinggian), jenis tanah (kesuburan, pH, kandungan unsur hara),
sumber air (irigasi), termasuk SDM (tenaga ahli dan tenaga pelaksana) harus ditelaah kelayakannya.
Tak kalah penting adalah analisis kelayakan ekonomi untuk mengetahui usaha ini benar-benar menguntungkan.
Kondisi sosial-budaya, seperti hukum, norma dan adat pun harus menjadi bahan pertimbangan.
Pada saat awal memulai usaha, jelas Bob, hendaknya memilih salah satu jenis usaha yang sederhana sesuai
dengan kemampuan sumberdaya yang dimiliki. Komoditas dan produknya dijadikan sebagai entry point usaha.
Setelah itu terus dikembangkan ke sub-sistem dan komoditas/produk lainnya karena potensi nilai tambah dalam
sub-sistem agribisnis beragam. Bob pun menekankan bahwa kegiatan di hilir menunjukkan potensi nilai tambah
yang jauh lebih besar.
“Untuk memulai usaha, harus dimulai dengan unit terkecil yang mudah dikelola dengan resiko yang lebih kecil”,
ujar pria yang selalu bercelana pendek ini. “Jadikan unit kecil ini sebagai alat pembelajaran terlebih dulu untuk
kemudian secara bertahap terus dikembangkan”, lanjutnya.
Diingatkan oleh Bob, para pemula jangan terlalu menginginkan memulai dari usaha besar karena bakal menemui
kegagalan. Sebab para pemula belum memahami sepenuhnya seluk beluk suatu usaha yang sangat banyak
dipengaruhi berbagai faktor internal dan eksternal ini. Pengalaman pragmatis sangat diperlukan bagi pengusaha
karena tidak diperoleh dari sekolah tinggi sekalipun yang umumnya hanya dilandasi bekal teoritis saja.
Berbeda dengan para pebisnis yang selalu menetapkan target bisnis setiap tahun,
saya memilih tidak melakukannya. Saya membiarkan bisnis saya seperti air mengalir
saja.
Kunci usaha saya adalah anak-anak bisa mengelolanya. Mereka betah ikut saya
selama 35 tahun, bahkan ada yang 40 tahun masih terus ikut. Bagi saya, mereka
bukan karyawan, melainkan anak-anak.
Ini juga yang membuat Kemchicks tetap eksis di tengah-tengah serbuan gajah-gajah
ritel yang ada sekarang ini. Mereka merasa memiliki dan mengelola bisnis
Kemchicks.
Saya percaya bahwa anak-anak punya kemampuan, bahkan lebih besar dari saya.
Mereka bisa menentukan apa yang mereka mau. Tidak harus menjadi seperti saya.
Saya bukan tipikal pemimpin atau orang tua yang over protektif. Saya juga tak kejam
ke anak-anak. Itu tidak ada dalam kamus saya. Mereka tak harus meneruskan bisnis
saya. Mereka bisa memilih apa yang mereka mau.
Makanya, ketika anak saya minta sekolah perhotelan, saya mencarikan sekolah
perhotelan yang terbaik di dunia, Swiss. Satunya lebih tertarik sekolah perhotelan di
Singapura. Saya membebaskan mereka memilih apa yang mereka inginkan.
Apakah kemudian mereka juga terjun ke perhotelan, saya tidak tahu. Saya memilih
tidak perlu ikut campur dengan urusan mereka. Bukan abai, toh saya dekat sekali
dengan mereka. Itu pilihan mereka yang harus mereka pertanggungjawabkan.
Ini sama halnya saya mengelola Kemchicks. Anak-anak bekerja sesuai yang mereka
inginkan dan targetkan. Kalau ingin maju, mereka akan mengupayakan. Cuma satu
hal yang saya perhatikan: bisnis mereka harus sehat. Kelakuan mereka juga harus
sehat. Untuk memastikan itu, saya terus memantau agar bisnis dan kelakuan
mereka tetap sehat. Prinsip saya, selama mereka bahagia, saya pasti bahagia.
Anak-anak adalah produk zaman sekarang. Ini berbeda dengan anak-anak pada
zaman saya. Mereka punya cara berbisnis yang berbeda dengan zaman saya.
Tugas saya hanya mengalirkan budaya dari orang tua yang dialirkan ke saya dan
kemudian saya teruskan ke mereka.
Saya dan anak-anak paham yang namanya bisnis ada untung dan rugi. Tidak bisa
selalu untung, atau sebaliknya tidak selamanya merugi terus. Banyak pengusaha
yang menjual usahanya yang dalam kondisi rugi, saya tidak begitu. Justru kalau
merugi tidak saya jual karena saya tak ingin menyengsarakan orang lain. Seperti
Kemfood yang saya jual, itu perusahaan yang bagus. Banyak yang minta padahal
saya tidak pernah menawarkan. Proses negosiasinya pun berlangsung sangat
singkat.
Cuma, apakah itu artinya saya tidak mengalami problem dalam bisnis? Saya bilang:
tidak ada bisnis yang tidak ada problem.
Logika bisnis saya memang berbeda dari pengusaha lain. Saya percaya setiap aksi
ada reaksi, ada sebab ada pula akibat. Mereka semua menuju dua arah, positif dan
negatif. Dari pengalaman saya, semua bisnis menghasilkan dua arah itu. Dan, kita
tidak bisa hanya mengambil satu sisi yakni yang positif saja. Dua-duanya harus kita
ambil.
Hal terpenting menjadi pemimpin adalah tahu saat sudah cukup. Tahu saat berhenti.
Saya merasa, orang zaman sekarang bilang cukup itu susah. Orang yang kaya, dari
bangsa atau suku apa pun, tidak ada yang merasa cukup. Mereka mau bertambah
besar lagi. Saya merasa sudah cukup, dan ini membuat saya bahagia