You are on page 1of 26

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Ummi Mujahidah (2009-01-690) - KGD


PSIK 4A
STIKES CENDEKIA UTAMA
2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawat masa kini di tuntut untuk memberikan pelayanan kesehatan / keperawatan yang bermutu tinggi kepada masyarakat.
Hal ini dapat diwujudkan bila perawat mampu menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah, menerapkan hasil penelitian /
pengetahuan terbaik, bekerja dengan baik bersama tim kesehatan, serta melakukan pengkajian kemampuan diri / reflex diri untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan dari aspek professional yang dikuasai
Menurut (padmosantjojo, 2000) penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga /
tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.

Menurut Brunner dan Sudart (2001) Koma adalah keadaan klinnis ketidaksadaran dimana pasien tidak tanggap terhadap
dirinya sendiri dan lingkungan. Mutisme akinetik adalah keadaan tidak responsive pada lingkungan dimana pasien tidak membuat
gerakan atau bunyi tetapi kadang membuka mata mereka. Keadaan vegetatif persisten adalah salah satu dimana pasien digambarkan
sebagai terjaga tetapi tidak adanya isi kesadaran tanpa fungsi mental atau kognitif yang efektif.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah dilakukan presentasi tentang neurologi penurunan kesadaran dan koma mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
tentang konsep dasar serta asuhan keperawatan gaawt darurat system neurologi penurunan kesadaran dan koma

Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami, apa itu:
a. Definisi dari penurunan kesadaran dan koma.
b. Etiologi dari penurunan kesadaran dan koma.
c. Manifestasi klinis dari penurunan kesadaran dan koma.
d. Patofisiologi dari penurunan kesadaran dan koma.
e. Komplikasi dari penurunan kesadaran dan koma.
f. Penatalaksanaan Medis dari penurunan kesadaran dan koma.
g. Pemeriksaan Diagnostik dari penurunan kesadaran dan koma
h. Pathway dari penurunan kesadaran dan koma
i. Asuhan Keperawatan gawat darurat system neurologi penurunan kesadaran dan koma

BAB II
KONSEP TEORI
A. PENGERTIAN
Pengertian kesadaran menurut Corwin Elizabeth ( 2009 ) adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi, dan waktu di setiap
lingkungan. Agar sadar penuh diperlukan sistem aktivasi retikular yang utuh, dalam keadaan berfungsinya pusat otak yang lebih tinggi
di korteks serebri. Hubungan melalui talamus juga harus utuh.
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), ketidaksadaran adalah kondisi dimana fungsi serebral terdepresi, direntang dari stupor
sampai koma. Pada stupor pasien menunjukkan gejala mengabaikan stimulasi sesuatu yang tidak mengenakkan, seperti cubitan atau
kepukan tangan yang keras, dan dapat menarik atau membuat kerutan wajah atau bunyi yang tidak dapat dimengerti.
Koma adalah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat yang rendah. (Neurologi Klinis Dasar , hal 192, 1989 )
Koma adalah keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsangan apapun. ( Robert
Priharjo., 2006)
Menurut Price Sylvia ( 2005 ) ada beberapa tingkat kesadaran antara lain:
1) Sadar
Karakteristik :
a. Sadar penuh akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu.
b. Kooperatif
c. Dapat mengulang beberapa angka beberapa menit setelah diberitahu.
2) Otomatisme
Karakteristik :
a. Tingkah laku relatif normal ( misal : mampu makan sendiri )
b. Dapat berbicara dalam kalimat tetapi kesulitan mengingat dan memberi penilaian, tidak ingat peristiwa-peristiwa sebelum periode
hilangnya kesadaran; dapat mengajukan pertanyaan yang sama berulang kali.
c. Bertindak secara otomatis tanpa dapat mengingat apa yang baru saja atau yang telah dilakukannya.
d. Mematuhi perintah sederhana.
3) Konfusi
Karakteristik :
a. Melakukan aktivitas yang bertujuan ( misal : menyuapkan makanan ke mulut ) dengan gerakan yang canggung.
b. Disorientasi waktu, tempat dan atau orang ( bertindak seakan-akan tidak sadar ).
c. Gangguan daya ingat, tidak mampu mempertahankan pikiran atau ekspresi.
d. Biasanya sulit dibangunkan.
e. Menjadi tidak kooperatif.
4) Delirium
Karakteristik :
a. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
b. Tidak kooperatif.
c. Agitasi, gelisah, bersifat selalu menolak ( mungkin berusaha keluar dan turun dari tempat tidur, gelisah di tempat tidur, membuka
baju).
d. Sulit dibangunkan.
5) Stupor
Karakteristik :
a. Diam, mungkin tampaknya tidur.
b. Berespons terhadap rangsang suara yang keras.
c. Terganggu oleh cahaya.
d. Berespons baik terhadap rangsangan rasa sakit.
6) Stupor dalam
Karakteristik :
a. Bisu.
b. Sulit dibangunkan ( sedikit respons terhadap rangsanag nyeri ).
c. Berespons terhadap nyeri dengan gerakan otomatis yang tidak bertujuan.
7) Koma
Karakteristik :
a. Tidak sadar, tubuh flaksid.
b. Tidak berespons terhadap rangsangan nyeri maupun verbal.
c. Refleks masih ada : muntah, lutut, kornea.
8) Koma irreversibel dan kematian
Karakteristik :
a. Refleks hilang.
b. Pupil terfiksasi dan dilatasi.
c. Pernapasan dan denyut jantung berhenti.

B. ETIOLOGI
Sebab terjadinya koma dibagi menjadi 2. Diantaranaya:
1. Faktor intra cranial
a). Perdarahan
Dapat berupa perdarahan epidural, pedarahan subdural atau intra cranial. Terutama pada perdarahan epidural dapat berbahaya
karena perdarahan berlanjut akatn mengakibatkan peningkatan tekanan intra cranial yang lebih berat
b). Lesi besar pada serebral dan herniasi
Lubang cranial pipisahkan menjadinya kompartewmaen oleh lipatan. Herniasi adalah pergeseran jaringan otak ke kompartemen
yang secara normal
1). Herniasi transtentorial uncal
Merupakan impaksi girus temporal media anterior (uncus) ke bagian anterior bukan ke tentorial. Koma yang terjadi merupakan
akibat dari tekanan lateral dari tengah otak tengah yang berbenturan dengan sudut tentorial yang berseberangan karena pergeseran
karena penrgeseran gyrus parahlpokampus
2).Herniasai transtenterol sentral
Merupakat gerakan simpatik kebawah dari bagian thalamus atau melalui bukan tentorial, tanda utama adalah pupil miotik dan
drowsiness.
c). Gangguan metabolic
Gangguan metabolic mengakibatkan koma dan mengganggu pengiriman subrstak energy (hipoksia, iskemia, hipoglikemia)
mengganti eksitabilitas neuron.
d). Epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dn berkelanjutan dari korteks berhubungan dengan koma, koma yang terjadi setelah koma
disebakan oleh kekurangan persediaan energy atau efek molekul toksik local yang merupakan hasil dari kejang.
2. Faktor ekstra cranial
a). Fraktur tengkorak kepala
Fraktur kalvaria (atap tengkorak) apabila tidak terbuka (tidak ada hubungan otak dengan dunia luar) tidak memerlukan perhatian
segera. Yang lebih penting adalah keadaan intra kranialnya. Pada fraktur basis cranium dapat berbahaya karena terjadi perdarahan
yang ditimbulkan sehingga menimbulkan ancaman penurunan kesdaran dan jalan nafas.
b). Kelainan psikis
Malingerin(pura-pura sakit atau terluka)histeria dan kataton (keadaan skizofrenikdimana penderita tampak dalam keadaan
stupor).
c). Mengkonsumsi obat-obatan
Overdosis beberapa obat dan toksin dapat menekan fungsi system saraf. Ada pula yang menyebabkan koma dengan
menggunakan nucleus batang otak termasuk RAS dan kortek serebral. Diantara obatnya: obat dieretik, narkotika, anestetik, sedative
( Aru W. Sudoyo, dkk,2007)
C. MANIFESTASI KLINIS
1. System prsepsi sensori
a). Perubahan respon pupil
Perubahan pupil yang sering terjadi pada kerusakan otak adalah pupil pinpoint yang tampak pada overdosis opiate serta dilatasi
dan fiksasi pupil bilateral yang biasanya terjadi pada akibat overdosis babiturat.cedera batang otak memperlihatkan fiksasi pupil
bilateral dengan posisi di tengah.
b). Perubahan gerakan mata
Pada cedera batang otak, terjadi gangguan gerakan mata, dan mata terikfasi dalam posisi kedepan langsung.
c). Disfasia
Disfasia adalah gangguan pemahamaan atau pembentukan bahasa. Afasia adalah kehilangan total pemahaman atau
pembenyukaan bahasa. Disfasia biasanya disebabkan oleh hipoksia serebral yang sering berkaitan dengan stroke, tetapi dapat juga
disebabkan oleh trauma atau infeksi. Kerusakan otak yang menyebabkan disfasia biasanya mengenai hemisfer serebri kiri.
d). Perubahan respons motorik dan gerakan
Respons motorik abnormal meliputi tidak sesuainya atau tidak adanya gerakan sebagai respons terhadap stimulus nyeri,
refleks batang otak seperti respons mengisap dan menggengam terjadi apabila pusat otak yang lebih tinggi rusak.
e). Agnosia
Agnosia adalah kegagalan mengenali obyek karena ketidaknyamanan memahami stimulus sensorik yang datang. Agnosia
dapat berupa visual, pendengaran, taktil, atau berkaitan dengan pengucapan atau penciuman. Agnosia terjadi akibat kerusakan pada
area sensorik primer atau asosiatif tertentu di korteks serebri.
f). Disfasia broca
Disfasia broca terjadi akibat kerusakan area broca di lobus frontalis. Individu yang mengalami disfasia broca memahami
bahasa,tetapi kemampuanya untuk mengekspresikan kata secaara bermakna dalam bentuk tulisan atau lisan terganggu. Hal ini disebut
disfasia ekspresif.
g). Disfasia wernicke
Disfasia wernicke terjadi akibat kerusakan area wernicke di lobus temporalis kiri. Pada disfasia wernicke, ekspresi bahasa
secara verbal utuh, tetapi pemahaman bermakna terhadap kata yang diucapkan atau tertulis terganggu. Hal ini disebut disfasia reseptif.
2. System respirasi
a) Kerusakan pada batang otak
Pusat pernafasan di batang otak bagian bawah mengontrol pernafasan berdasarkan konsentrasi ion hidrogen dalam CSS yang
mengelilinginya. Kerusakan batang otak menyebabkan pola nafas yang tidak teratur dan tidak dapat diperkirakan. Overdosis opiat
merusak pusat pernafasan dan menyebabkan penurunan frekwensi pernafasan secara bertahap sampai pernafasan terhenti.
b) Kerusakan serebral
Pernafasan cheynes-stokes juga merupakan pernafasan yang didasarkan pada kadar karbondioksida. Pada kasus ini pusat
pernafasan berespons berelebihan terhadap karbondioksida yang menyebabkan pola nafas tenang meningkat frekwensi dan kedalaman
pernafasan kemudian turun dengan mudah sampai terjadi apnea ( decrescendo breathing ). Pernafasan chynes-stokes mirip dengan
apnea pasca ventilasi, yang dijumpai pada kerusakan hemisfer serebri, dan sering berkaitan dengan koma metabolic
3. Tanda dan gejala herniasi otak
a). kontusio serebri
manifestasinya tergantung area hemisfer otak yanag kena. Kontusio pada lobus temporal: agitasi, konfusi. Kontusio frontal:
hemiparise. Kontusio frontotemporal: aphasia
b). kontusio batang otak
1) Respon segera menghilang dan koma
2) Penurunan tingkat kesadaran berhari-hari, bila keruskan berat
3) Pada system reticular terjadi komatose permanen
4) Pada perubahan tingkat kesadaran:
 Respirasi: dapat normal/periodic/cepat
 Pupil: simetris konstriksidan reaktif
 Kerusakan pada batang otak bagian atas pupil abnormal
 Gerakan bola mata: tidak ada
( Corwin Elizabeth, 2009)

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan kesadaran biasanya dimulai dengan gangguan fungsi diensefalon yang ditandai dengan kebuntuan, kebingungan,
letargi dan akhirnya stupor. Penurunan kesadaran yang berkelanjutan terjadi pada disfungsi otak tengan dan ditandai dengan semakin
dalamnya keadaan stupor. Akhirnya dapat terjadi disfungsi medula dan pons yang menyebabkan koma. Penurunan progresif kesadaran
ini digambarkan sebagai perkembangan rostal-kaudal. Menurut Brunner dan Suddarth (2001) Ruang kranial yang kaku berisi jaringan
otak (1400 g),darah (75 ml), dan cairan serebrospinalis (75 ml),volume dan tekanan .pada ketiga komponen ini selalu berhubungan
dengan keadaan keseimbangan.adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume yang lain.
Keadaan patologis seperti lesi,epileptik,stroke,infeksi dan bedah intrakranial dapat mengubah hubungan antara volume intrakranial
dan tekanan.sehingga dapat menyebab kan gangguan pada batang otak / diensefalon.ketika terjadi gangguan kompensasi intracronial
gagal dan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK secara singnifikan dapat menurunkan aliran darah dan
menyebabkan iskemia. Bila terjadi iskemia komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat
di perbaiki. Hal ini terjadi di sebabkan oleh penurunan perfusi serebral yang mempengaruhi perubahan keadaan sel dan
mengakibatkan hipoksia serebral. Pada fase-fase ini menunjukkan perubahan status mental dan tanda – tanda vital bradikardi, tekanan
denyut nadi melebar dan perubahan pernafasan.
( Bunner & Suddarth, 2001)
E. PATHWAY
Terlampir

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi diantaranya:
1. Gagal pernafasan dapat terjadi dengan cepat setelah pasien tidak sadar.jika pasien tidak dapat bernafas sendiri, beri dukungan
perawatan dengan memulai pemberian ventilasi adekuat.
2. Pneumonia umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan ventilator atau mereka yang tidak dapat untuk mempertahankan jalan
nafas.
3. Pasien tidak sadar tidak mampu untuk bergerak atau membalikkan tubuh, hal ini menyebabkan dalam tetap pada posisi yang terbatas.
Keadaan ini menyebabkan pasien mengalami dekubitus, yang akan mengalami infeksi dan merupakan sumber sepsis.
4. Aspirasi isi lambung atau makanan dapat terjadi yang mencetuskan terjadinya pneumonia atau sumbatan jalan nafas.
5. Kardiovaskuler terganggu sehingga irama jantung terganggu
6. Ginjal terganggu sehingga mengalami penurunan fungsi ginjal dan juga sekresinya terganggu

(bunner & suddarth, 2001)


G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Mempertahankan jalan nafas
Pasien dapat di intubasi melalui hidung atau mulut
2. Pemasangan Kateter Intravena
Digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan pemberian makanan dilakukan dengan selang makanan atau
selang gastrostomi
3. Memantau status sirkulasi pasient (tekanan darah, frekuensi jantung)
untuk mengetahui perfusi tubuh yang adekuat dan perfusi otak dapat dipertahankan.
4. Intravena feeding
Untuk mengetahui terjadinya perut kembung dan perdarahan pada lambung.
( bunner & suddarth, 2001)

H. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), uji laboratorium digunakan untuk mengidentifikasi penyebab kesadaran yang mencakup
tes glukosa darah, elektrolit, amonia serum, nitrogen urea darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton
serum, alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah arteri. selain itu pemriksaan tes BGA yang berfungsi untuk mengetahui kandunagn
oksigen dalam darah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN GAWAT DARURAT DENGAN SISTEM
NEUROLOGI PENURUNAN KESADARAN : KOMA

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1. Memastikan ada tidaknya sumbatan jalan nafas
Sumbatan jalan nafas total: pasien koma tidak terdengar suara nafas dan terjadi sianosis
2. Adanya Distress pernafasan
3. Kemungkinan fraktur servikal
Adapun tehnik mempertahankan Airway adalah
1) Tehnik head-Tilt-chin-Lift Maneuver
2) Tehnik Jaw-Thrudt Maneuver
b. Breathing
Memastikan pasien masih bernafas atau sudah tidak bernafas, diantarannya dengan 3 cara:
1. LOOK: lihat ada trauma, lihat pergerakan dada, irama, kedalaman, simetris atau tidak
2. LISTEN: dengarkan suara nafas dengan stetoskop
3. FEEL: rasakan adanya hembusan nafas dari hidung
c. Circulation
1. Memastikan ada tidaknya denyut nadi karotis
2. Ada tidaknya tanda-tanda koma
3. Ada tidaknya perdarahan eksternal
2. Pengkajian sekunder
a. Identitas

1). Identitas pasien


Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, status, pekerjaan,
2). Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, bangsa, status, pekerjaan, hubungan dengan klien
b. Riwayat penyakit sebelumnya.
Apakah klien pernah menderita :
1. Penyakit stroke.
2. Infeksi otak.
3. Diabetes mellitus.
4. Diare dan muntah yang berlebihan.
5. Tumor otak.
6. Intoksiasi insektisida.
7. Trauma kepala.
8. Epilepsy.
3. pengkajian pola fungsional
a. Aktivitas dan istirahat
Gejala :
a) Kesulitan dalam beraktivitas.
b) Kelemahan.
c) Kehilangan sensasi / paralis.
d) Mudah lelah.
e) Kesulitan beristirahat.
f) Nyeri / kejang otot.
Tanda :
a) Perubahan tingkat kesadaran.
b) Perubahan tonus otot ( flasid / spastic ).
c) Paralysis ( hemiplegia ), kelemahan umum.
d) Gangguan penglihatan.
b. Sirkulasi
Gejala :
a) Riwayat penyakit stroke.
b) Riwayat penyakit jantung.
c) Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial.
d) Polisitemia.
Tanda :
a) Hipertensi arterial.
b) Disritmia.
c) Perubahan EKG.
d) Pulsasi = kemungkinan bervariasi.
e) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka / aorta abdominal.
c. Eliminasi
Gejala :
a) Inkontinensia urin / alvi.
b) Anuria.
Tanda :
a) Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ).
b) Tidak adanya suara usus ( ileus paralitik ).
c. Makan / minum
Gejala :
a) Nafsu makan hilang.
b) Nausea.
c) Vomitus menandakan adanya PTIK.
d) Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan.
e) Disfagia.
f) Riwayat diabetes mellitus.
Tanda :
Obesitas.

d. Sensori neural
Gejala :
a) Syncope.
b) Nyeri kepala= pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
c) Kelemahan.
d) Kesemutan / kebas.
e) Penglihatan berkurang.
f) Sentuhan = kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka.
g) Gangguan rasa pengecapan.
h) Gangguan penciuman.
Tanda :
a) Status mental.
b) Penurunan kesadaran
c) Gangguan tingkah laku ( seperti : latergi, apatis, menyerang ).
d) Gangguan kognitif.
e) Ekstermitas = kelemahan / paralysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek teandom dalam.
f) Wajah : paralysis / parese.
g) Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa , kemungkinan ekspresif / kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya ).
h) Kehilangan kemampuan mengenal / melihat, stimuli taktil.
i) Kehilangan kemampuan mendengar.
j) Apraksia = kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
k) Reaksi dan ukuran pupil = reaksi pupil terhadap cahaya positif / negative, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala :
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Tanda :
a) Tingkah laku yang tidak stabil.
b) Gelisah.
c) Ketegangan otot.
f. Respirasi
Gejala :
a) Perokok ( factor resiko ).
b) Keamanan
Tanda :
a) Motorik / sensorik= masalah dengan penglihatan.
b) Perubahan persepsi terhadap tubuh.
c) Kesulitan untuk melihat obyek.
d) Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
e) Tidak mampu mengenali obyek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenali.
f) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh.
g) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan.
h) Berkurang kesadaran diri.
g. Interaksi social
Tanda :
a) Problem berbicara.
b) Ketidakmampuan berkomunikasi.
4. Pemeriksaan Fisik (heat to toe)
a. Kepala
I: rambut merah menandakan intrepesi kurang caian
P: dari depan ke belakang
Rambut rontok: nutrisi terganggu kurang dari kebutuhan
b. Mata
 mata pucat : mengalami anemia menandakan asupan zat besi kurang
 sclera kuning: adanya gangguan hepar (jaundice)
 Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
 Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan atropta, adrenalin, dan kokain.
 Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik dan heroin
c. Mulut
 Giginya: lengkap atau tidak, kebersihan dari gigi, ada karies atau tidak
 Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
d. Lidah
 kotor atau tidak, ada stomatisnya atau tidak
e. Leher
 ada masa atau tidak/ pembengkakan pada leher, penurunan kemampuan menelan
f. Dada
 Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP) menunjukan adanya COPD
 Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi
pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, tube trakeostomi yang kurang tepat.
 Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi)
g. Perut
 Distens abdomen Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan memeriksa adanya gelombang air pada
abdomen
 Nyeri Dapat menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal
h. Kulit
 Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
 Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan
membran mukosa).
 Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada
pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia.
 Jaundice (warna kuning) pada pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari
penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas terlihat,.
 Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat
terjadi akibat gangguan pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril
 Integritas kulit
Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus
5. Menilai GCS
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala
Koma Glasgow yaitu membuka mata, respons motorik dan respons verbal.
a). Membuka mata ( E )
Spontan :4
Dengan perintah :3
Dengan nyeri :2
Tidak berespon :1

b). Respons motorik ( M )


Dengan perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi abnormal :2
Tidak berespon :1
c) Respons verbal ( V )
Berorientasi :5
Bicara membingungkan :4
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak dapat dimengerti :2
Tidak ada respons :1
B. DIAGNOSA
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernafasan
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan secret
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresan pusat pernafasan

Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawat selama 2x24 jam
Kriteria hasil
a) RR 16-24 x permenit
b) Ekspansi dada normal
c) Seasak nafas hilang /berkurang
d) Tidak suara nafas abnormal
Intervensi
Mandiri
1. Kaji frekuensi ,irama, kedalaman pernafasan.
R/; kecepatan biasanya meningkat
2. Auskultasi bunyi nafas
R/; bunyi nafas menurun /tak ada bila jalan nafas obstruksi sekunder
3. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
R/; memungkinkan ekspansi paru dan memudah kan pernafasan
4. Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
R/ memungkin kan meningkatkan pernafasan.
Kolaborasi
 Berikan oksigen sesuai advis.berikan obat sesuai indikasi
R/:maksimal kan bernafas dan menurunkan merja paru
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia
Tujuan
gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
b. Tanda – tanda vital dalam batas normal
c. Tidak adanya penurunan kesadaran
Intervensi :
Mandiri
1) Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan
TIK
R: mempengaruhi penetapan intervensi,kemunkinan tanda/gejala neurologis
2) Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
R: mengetahui kecenderungan tingkat kesaran dan potensial peningkatan TIK
3) Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman penglihatan dan penglihatan kabur
R: menentuakan apakah batang otak tersebut masih baik
4) Pantau irama dan frekuensi jantung
R: adanya bradikardi dapat terjadi sebagi akibat adanya kerusakan otak
5) Tinggikan kepala 15-45 derajat
R: menurunkan tekanan arteri dengan meningkat kan drainase
Kolaborasi
 Berikan oksigen sesuai indikasi dan obat sesuai indikasi.
R/:menurunkan hipoksia
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan secret
Tujuan
Jalan nafas bersih setelah di lakukan perawatan selama 1X24 jam
Kriteria hasil
a) mempertahankan jalan nafas
b) mengeluarkan secret tanta bantuan
Intervensi
Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas
R/ : menunjukkan penumpukan secret
2) Tinggikan posisi tidur pasien
R/ :memungkinkan ekspansi paru maksimal
3) Observasi jumlah dan karakter sputum
R/: adanya sputum yang tebal /kental berdarah atau purulen di duga masalah sekunder.
4) Pengihisapan bila batuk lemah atau ronkhi
R/: meningkat kan pengeluaran sputum
5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500ml/hr
R/: pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret
Kolaborasi
Berikan obat-obatan sesuai indikasi, missal: agen mukolitik R/: menurunkan kekentalan secret
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler
Tujuan:
membran alvioler membaik
Kriteria hasil
a) Penurunan dipsnae
b) Perbaikan ventilasi dan oksigenasi
Intervensi
Mandiri
1) kaji pipsnea, takipnea, dan penurunan bunyi nafas
R/: TB paru menyebabkan efek luas pada paru
2) evaluaasi perubahan pada tingkat kesadaran
R/: akumulasi sekret dapat mengganggu organisasi organ vital
3) tingkatkan tirah baring dan batu aktifitas diri
R/: penurunan konsumsi oksigen
Kolaborasi
 Berikan oksigen tambahan yang sesuai
R/: alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press, 1996 )
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung
Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.EGC: Jakarta.
Manurung, santa,SKM,M.Kep, dkk (2009). Asuhan keperawatan gawat darurat, edisi 1, TIM, Jakarta
http://mirzastory.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatn-pada-pasien-dengan.html

You might also like