You are on page 1of 99

MINI PROJECT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI PADA LANSIA DI KECAMATAN CIMANGGU KABUPATEN
CILACAP TAHUN 2018

Disusun oleh:
1. dr Nurshela Fariska
2. dr. Fikrianisa Safrina
3. dr. Faidh Husnan
4. dr. Reni Herlinawati
5. dr. Gunandi Cahyo P
6. dr. Septiana Priyani
7. dll………

Pembimbing:
dr. Yani Amaroh
dr. Ratmawati
dr. Nur Cahyono Anggorojati

PUSKESMAS CIMANGGU I
KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH
PERIODE NOVEMBER 2017 – NOVEMBER 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan segala bidang di Indonesia telah meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang ditandai oleh berbagai kemajuan seperti
penurunan angka kematian bayi dan balita, berkurangnya kejadian berbagai
penyakit menular, serta peningkatan umur harapan hidup. Perubahan tingkat
kesehatan juga memicu transisi epidemiologi penyakit yakni bertambahnya
penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular (PTM). Kecenderungan ini
juga dipengaruhi oleh berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi,
dan globalisasi (Dinkes Jawa Tengah,2005).
Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka
dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula.
Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan
mortalitas tinggi adalah hipertensi (Boedhi Darmojo dan Hadi Martono,
1999:396)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab
meningkatnya risiko penyakit stroke, jantung, dan ginjal. Pada akhir abad 20,
penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi penyebab utama kematian di
negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh
darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data kematian di rumah sakit
tahun 2005 sebesar 16,7% (Depkes,2007)
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan
dan menunjukkan bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita yang
belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun
penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian
besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak
berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti
di Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian
Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8% (Armilawaty dkk, 2007).
Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) menyatakan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar antara
17-21%. Data secara nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar penderita
hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi
umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya. Hal tersebut dikemukakan saat
peringatan Hari Hipertensi 2007 di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita Jakarta (Siti Fadilah Supari, 2007).
Di dunia, hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa
menderita tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis
serius yang bisa merusak organ tubuh. Setiap tahun darah tinggi menjadi
penyebab 1 dari setiap 7 kematian (7 juta per tahun) disamping menyebabkan
kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal. Berdasarkan data WHO dari 50%
penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan
hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases). Padahal
hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung, otak, syaraf, kerusakan
hati, dan ginjal sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal ini
merupakan beban yang besar baik untuk keluarga, masyarakat maupun negara.
Di negara maju, pengendalian hipertensi juga belum memuaskan, bahkan di
banyak negara pengendalian tekanan darah hanya 8% karena menyangkut
banyak faktor baik dari penderita, tenaga kesehatan, obat-obatan, maupun
pelayanan kesehatan (Siti Fadilah Supari, 2007). Di Amerika, diperkirakan 1 dari
4 orang dewasa menderita hipertensi. Menurut WHO dan the International
Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di
seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari
setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat
(Rahajeng, et al., 2009).
Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang
tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada
orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi
sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak
menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan
hipertensi esensial (Armilaty dkk, 2007). Prevalensi hipertensi di Indonesia
tahun 2013 berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8
persen (Riskesda, 2013). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit
nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian
tersebut disebabkan oleh hipertensi (Rahajeng, et al., 2009). Berdasarkan
Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di Jawa Tengah mencapai 26,4%.
(Riskesda, 2013).
Di Puskesmas I Cimanggu, penyakit hipertensi termasuk kedalam 10 besar
kasus penyakit terbanyak. Angka kejadian hipertensi di Puskesmas I Cimanggu
pada tahun 2016 mencapai 525 kasus untuk rawat jalan, dan 99 kasus untuk di
rawat inap. Jumlah lansia di wilayah Puskesmas Cimanggu I sebanyak 14.698
orang. Jumlah lansia Desa Karangreja sebanyak 2.368 orang, Desa Cimanggu
1.771, Desa Cilempuyang 1.961, Desa Rejodadi 2.575 orang, Desa Negarajati
1.799 orang, Desa Cisalak 1.296 orang , Desa Pesahangan 1.500 orang dan desa
Cijati 1.428 orang. Hipertensi merupakan penyakit tertinggi yang dimiliki oleh
para lansia di wilayah kerja Puskesmas I Cimanggu yaitu sebesar 51% lansia
memiliki tekanan darah tinggi.
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali
lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena
serangan jantung (Rahajeng et al., 2009). Hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke (15,4 %) dan tuberkulosis (7,5 %), yakni
mencapai 6,8 % dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes
RI, 2008). Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan yang adekuat pada penderita hipertensi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam dua
faktor yaitu faktor yang tidak dapat diubah seperti jenis kelamin, umur, genetik
dan faktor yang dapat diubah seperti pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-
lain. Untuk terjadinya hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara
bersama - sama (common underlying risk factor), dengan kata lain satu faktor
risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya hipertensi (Elsanti, 2009).
Pengetahuan diduga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi tindakan
dan perilaku penderita hipertensi dalam mengendalikan penyakitnya. Edukasi
tentang penyakit tersebut dibutuhkan bagi masyarakat cakupan Puskesmas I
Cimanggu seperti modifikasi gaya hidup sehat, konsumsi gizi seimbang,
pemeliharaan berat badan ideal, pembatasan konsumsi garam, berolahraga serta
tidak merokok yang merupakan upaya untuk pengendalian hipertensi (Ningsih,
2009).
Angka kejadian hipertensi yang selalu meningkat menjadi latar belakang
dalam pengambilan kasus Miniproject. Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin
mengetahui faktor risiko hipertensi pada masyarakat wilayah kerja Puskesmas I
Cimanggu dengan angka kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas I
Cimanggu Kabupaten Cilacap.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah:
“Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan konsumsi garam dengan kejadian
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
b. Untuk mengetahui hubungan berat badan berlebih atau obesitas dengan
kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun
2018.
c. Untuk mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan
kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun
2018.
d. Untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
e. Untuk mengetahui hubungan kurang aktivitas fisik dengan
kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun
2018.
f. Untuk mengetahui hubungan stress dengan kejadian hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
g. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
h. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.

D. Manfaat Hasil Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
lingkungan terutama hipertensi dan dapat dijadikan dasar penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hipertensi hipertensi
sehingga diharapkan dapat mengontrol tekanan darah dan mengurangi
komplikasi hipertensi
b. Bagi puskesmas
Membantu program puskesmas dalam promosi kesehatan dan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan
untuk menyelesaikan masalah kesehatan hipertensi di wilayah kerja
puskesmas
c. Bagi peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengaplikasikan
ilmu yang diperoleh, selama melaksanakan program internship di
Puskesmas Cimanggu 1.
BAB II
ANALISIS SITUASI

A. Keadaan Geografi
Wilayah kerja Puskesmas Cimanggu I merupakan daerah yang berada dalam
wilayah Kecamatan Cimanggu. Terdiri dari 8 desa dari 15 desa yang ada di
kecamatan Cimanggu. Batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Barat :Kecamatan Majenang.
2. Sebelah Utara :Kabupaten Brebes.
3. Sebelah Timur :Desa Kutabima, Cibalung, Bantarmanggu,
Bantarpanjang.
4. Sebelah Selatan : Kecamatan Cipari.
Puskesmas Cimanggu I berdiri tahun 1978. Dengan Luas Tanah 3.850 m2.,
mempunyai 8 Desa yaitu Desa Karangreja , Cimanggu , Cilempuyang ,
Rejodadi , Negarajati , Cisalak , Pesahangan dan Cijati dengan luas wilayah
keseluruhan 99,24 Km². Enam puluh persen (60%) terletak di dataran tinggi yaitu
Desa Negarajati , Cisalak , Pesahangan, Cijati. Sedangkan 40 % sisanya meliputi
Desa Karangreja , Cimanggu , Cilempuyang , Rejodadi berada di daerah
ampahan.
B. Keadaan Demografi
Jumlah penduduk di Wilayah kerja Cimanggu I tahun 2016 sebanyak 50.125
jiwa. Dengan kepadatan penduduk 505 jiwa/Km2 . dan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 18.382 jiwa serta jumlah penduduk perempuan sebanyak 31.743 jiwa.
Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah di bidang pertanian.
Selama tahun 2016 jumlah penduduk miskin dengan kriteria dari petunjuk teknis
BPJS Kesehatan adalah sebesar 29.019 jiwa, yang semuanya sudah mendapat
perlindungan Askeskin.
Tingkat pendidikan penduduk Cimanggu I tahun 2016 dari yang sekolah SD
sampai dengan perguruan tinggi sebanyak 20.935 jiwa atau 69,2 % dari jumlah
penduduk total. hal ini menunjukan kemampuan dasar dalam hal membaca sudah
cukup baik dan juga kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sudah
meningkat.

C. Program Puskesmas “Harapanku Cimanggu Sehat”


Dalam rangka mendukung mewujudkan cilacap Sehat pada tahun 2016 Untuk
Mendukung Pusat Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Bagian Selatan ,
Puskesmas Cimanggu I mempunyai Visi, Misi, Motto dan Tata Nilai.
1. Visi :
Menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai pilihan utama
masyarakat, menuju kecamatan cimanggu sehat dan mandiri.
2. Misi :
a. Memberikan Pelayanan kesehatan bermutu.
b. Memberdayakan seluruh komponen masyarakat dalam bidang
kesehatan
c. Meningkatkan manajemen internal dan kerjasama lintas sektoral
3. Motto :
Melayani Setulus Hati.
4. Tata Nilai:
“CIMANGGU”
a. Ceria: Muka Wajah yang bersih,suci,murni,bereri – sri dan
bersinar cerah
b. Iklas: Memberikan pertolongan dengan benar – benar, bersih dan
setulus hati
c. Marem: Pasien atau klien bias merasakan senang dan puas hati
d. Adil: Sama berat,tidak berat sebelah,tidak memihak,memihak
hanya pada yang benar,dan berpegang pada kebenaran tidak
sewenang – wenang
e. Nyaman: Ciptakan lingkungan yang segar,sehat,nyaman dan sejuk
f. Guyub: Ikatan yang didasari oleh ikatan peseorangan yang
kuat,rukun dalam kelompok
g. Genah: Menjadikan patut,layak dan tahu manfaat
h. Ulet: Tidak Mudah Putus asa yang disertai kemauan kerap dalam
berusaha mencapai tujuan dan cita – cita.

Perilaku hidup sehat dari masyarakat merupakan kunci dari terwujudnya


masyarakat yang sehat , diharapakan akan mendorong semua factor yang
berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat. Termasuk didalamnya
lingkungan yang sehat, pemanfaatan sarana kesehatan, pola pemeliharaan
kesehatan melalui asuransi kesehatan.
D. Data Ketenagaan di Puskesmas

Sumber Daya Manusia merupakan salah satu kunci terlaksananya kegiatan di


puskesmas. SDM yang di wilayah kerja Puskesmas Cimanggu I adalah sebagai
berikut :
JUMLAH TENAGA YANG ADA

NO JENIS TENAGA
PNS PTT HONORER MAGANG JUMLAH

1 Dokter Umum 2 2
2 Dokter Gigi 1 1
3 Perawat Gigi 1 1
4 Perawat Ners 2 2 4
5 Perawat Non Ners 7 6 4 17
6 Bidan 11 8 19
7 Bidan Desa 10 2 12
8 Sanitasi Lingkungan 1 1
9 Analis Kesehatan 1 1
10 Apoteker 1 1
11 Pengemudi Ambulan 1 1
Pengadministrasi
12 1 1
Kepegawaian
13 Pengadministrasian Umum 2 2
14 Pengelola Pendaftaran 1 1 2
Kesehatan Masyarakat
15 1 1
lainnya
Kepala Sub Bagian Tata
16 1 1
Usaha
17 Petugas Kebersihan 1 1
18 Petugas Kebun 1 1
19 Penyaji Makanan 1 1

JUMLAH 40 2 8 20 70

Dari tabel tersebut di atas memberikan gambaran sebagai berikut :


1 Rasio Tenaga dokter per 100.000 penduduk:
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan pemerataan pelayanan
kesehatan diperlukan tenaga dokter yang cukup. Tahun 2017 jumlah tenaga
dokter yang bekerja di wilayah kerja Puskesmas Cimanggu I adalah 2 orang atau
Rasio = 4,3/100.000 penduduk. Target Rasio tenaga dokter per 100.000
penduduk sampai dengan Tahun 2054 adalah 40.
2 Rasio tenaga dokter gigi per 100.000 penduduk.
Sampai tahun 2017 ada 1 tenaga dokter gigi yang bekerja di Wilayah kerja
Puskesmas Cimanggu I. Rasio = 1 /100.000 penduduk. Target Rasio tenaga
dokter gigi per 100.000 penduduk sampai dengan Tahun 2018 adalah 11.
3 Ratio Dokter Spesialis
Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
sehingga makin meningkat pula kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan yang
lebih baik. Jumlah dokter spesialis adalah 0. Belum ada jadwal khusus pelayanan
spesialistik di puskesmas.
4 Jumlah dan Rasio Tenaga Apoteker per 100.000 penduduk.
Sampai tahun 2017 ada 1 tenaga Apoteker di Puskesmas Cimanggu I. Tetapi
sudah ada 2 buah apotek swasta. Target Rasio Tenaga Apoteker per 100.000
penduduk sampai dengan Tahun 2017 adalah 10.

5 Jumlah Bidan dan Rasio Bidan per 100.000 penduduk.


Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, serta
meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak, maka program Pemerintah
menempatkan bidan sampai ke desa-desa yang dikenal dengan Bidan Desa.
Jumlah bidan yang bekerja di Puskesmas Cimanggu I Tahun 2017 sebanyak 31
orang, yang terdiri dari 19 Bidan Puskesmas dan 12 Bidan Desa. Sehingga Ratio
bidan per 100.000 penduduk sebesar 59,11. Target Rasio Tenaga Bidan per
100.000 penduduk sampai dengan Tahun 2017 adalah 100.
6 Jumlah Perawat dan Rasio Perawat per 100.000 penduduk.
Tenaga perawat kesehatan memegang peranan yang sangat penting, karena pada
umumnya tenaga perawat memberikan pelayanan langsung, baik kuratif maupun
preventif. Jumlah tenaga perawat di Puskesmas Cimanggu I sebanyak 21 orang
dan Perawat Gigi 1 orang. jumlah perawat per 100.000 penduduk sebesar 31,64.
Target Rasio Tenaga Perawat per 100.000 penduduk sampai dengan Tahun 2017
adalah 117,5
7 Jumlah Ahli Gizi dan Rasio Ahli Gizi per 100.000 penduduk.
Belum ada tenaga ahli gizi di Puskesmas Cimanggu I sampai dengan tahun
2017. Target Rasio Tenaga Ahli gizi per 100.000 penduduk sampai dengan Tahun
2017 adalah 10.
8 Jumlah Ahli Sanitasi dan Rasio Ahli Sanitasi per 100.000 penduduk.
Tenaga Ahli Sanitasi di Puskesmas Cimanggu I Cuma ada 1 orang. sehingga ratio
jumlah Ahli Sanitasi per 100.000 penduduk sebesar 3,04. Target Rasio Ahli
Sanitasi per 100.000 penduduk sampai dengan Tahun 2017 adalah 40.
9 Jumlah Ahli Kesehatan Masyarakat dan Rasio Ahli Kesehatan Masyarakat per
100.000 penduduk.
Tenaga Ahli Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Cimanggu I ada 1, target Rasio
Ahli Kesehatan Masyarakat per 100.000 penduduk sampai dengan Tahun 2017
adalah 40.
E. Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas

Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) kesehatan


kabupaten / kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata
pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu , dan berkesinambungan, yang meliputi pelayanan kesehatan
perorang (private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods).
Puskesmas melakukan kegiatan-kegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat
sebagai bentuk usaha pembangunan kesehatan. Puskesmas adalah suatu kesatuan
organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara mrnyeluruh
kepada masyarakat dalam satu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha
kesehatan pokok. Jenis pelayan kesehatan disesuaikan dengan kemampuan
puskesmas, namun terdapat upaya kesehatan wajib yang harus dilaksanakan oleh
puskesmas ditambah dengan upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan
dengan permasalahan yang ada serta kemampuan puskesmas.
Program Pokok Puskesmas
1. Kepala Puskesmas
2. Kepala Tata Usaha
3. Bendahara BPJS dan Operasional
4. Bendahara Bantuan Operasional Kesehatan ( BOK)
5. Koordinator SP2TP
6. Dokter Umum
7. Dokter Gigi
8. Bidan Koordinator
9. Prawat coordinator
10. KIA dan KB
11. Usaha Kesehatan Gizi
12. Kesehatan Lingkungan
13. Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular
14. Pengobatan termasuk penaganan darurat karena kecelakaan
15. Penyuluhan kesehatan masyarakat
16. Kesehatan sekolah
17. Kesehatan olah raga
18. Perawatan Kesehatan
19. Masyarakat
20. Kesehatan kerja
21. Kesehatan Gigi dan Mulut
22. Kesehatan jiwa
23. Kesehatan mata
24. Laboratorium sederhana
25. Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK
26. Pembinaan pemgobatan tradisional
27. Kesehatan remaja
28. Dana sehat

Satuan Penunjang
1) Puskesmas Pembantu
Pengertian puskesmas pembantu yaitu Unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan
berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan puskesmas dalam rung lingkup wilayah yang lebih kecil
2) Puskesmas Keliling
Pengertian puskesmas Keliling yaitu Unit pelayanan kesehatan keliling yang
dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan
komunikasiserta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas.dengan funsi dan
tugas yaitu Memberi pelayanan kesehatan daerah terpencil ,Melakukan
penyelidikan KLB,Transport rujukan pasien, Penyuluhan kesehatan dengan
audiovisual.
3) Bidan desa
Bagi desa yang belum ada fasilitas pelayanan kesehatan ditempatkan seorang bidan
yang bertempat tinggal di desa tersebut dan bertanggung jawab kepada kepala
puskesmas. Adapun Tugas utama bidan desa yaitu :
1. a) Membina PSM
2. b) Memberikan pelayanan
c) Menerima rujukan dari masyarakat

Fungsi
1) Pusat pengerak pembangunan berwawasan kesehatan Pusat pemberdayaan
2) masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan
3) Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
1. Peran Puskesmas
Sebagai lembaga kesehatan yang menjangkau masyarakat diwilayah terkecil dalam
hal pengorganisasian masyarakat serta peran aktif masyarakat dalam
penyelenggaraan kesehatan secara mandiri
1. Cara-cara yang ditempuh
1) Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka menolong dirinya sendiri.
2) Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggunakan
sumber daya secara efisien dan efektif.
3) Memberikan bantuan teknis
4) Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat
5) Kerjasama lintas sector

F. Sarana Kesehatan

Untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu pelayanan, khususnya mutu


administrasi, Puskesmas Cimanggu I tahun 2017 menggunakan Sistem Informasi
Kesehatan dengan menggunakan Spedy Indihome dengan komputer sebanyak 11
unit dan pemasangan LAN.

G. Fasilitas Pendukung Pelayanan di puskesmas

H. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat

1.1.1 Kegiatan Rawat Jalan dan Rawat Inap

DATA KUNJUNGAN RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP


JUMLAH KUNJUNGAN JUMLAH PASIEN
UMUM 10,151
ASKES/HI 1,206
BPJS 3,423
UKS 37
JAMKESMAS 10,606
JAMKESDA 22
GRATIS 110
CAPENG 250
SKD 240
JUMLAH 26,045

Grafik Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap Tahun 2017

Berdasar grafik di atas diketahui bahwa jumlah kunjungan secara keseluruhan


sebanyak 26.045 kunjungan, dimana dari kunjungan tersebut kunjungan umum
sebanyak 10.151, kunjungan Askes HI 1.206, kunjungan Jamkesmas 10.606,UKS
37, kunjungan BPJS Mandiri 3.423, Kunjungan Kunjungan Jamkesda 22, Kunjungan
Gratis 110, Kunjungan Capeng 250 dan Kunjungan Surat Keterangan Dokter
sebanyak 240. Dari data tersebut kunjungan pasien per bulan rata-rata adalah
2.170 orang atau rata-rata per hari selama jam kerja adalah 73 orang per harinya.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena masyarakat masih ada yang
menggunakan pengobatan tradisional, makin meratanya pelayanan kesehatan
swasta/partikelir, makin mudahnya masyarakat mendapatkan obat-obat bebas yang
dijual di kios-kios, apotek atau toko obat. Selain itu juga karena belum maksimalnya
kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas. Untuk itu Puskesmas harus selalu
meningkatkan mutu pelayanan dan jenis pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
dari waktu ke waktu.
Berdasarkan jumlah kasus, 10 Besar Penyakit yang berkunjung di Puskesmas
Cimanggu I adalah sebagai berikut :
10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2017

Kode Penyakit Kode ICD Penyakit Jumlah

0286 J00 Nasofaringitis (Common Cold) 578

1145 J06.9 ISPA 417

0369 K30 Dyspepsia 370

0421 M79.1 Myalgia 338

0499 R50 Febris tanpa sebab yang jelas 265

0500 R51 Cephalgia 239

0336 K05.2 Periodorititis akut 204

0367 K29.7 Gastritis 144

0272 I10 Hepertensi esensial 127

0325 K04.0 Pulpitis 124


Nasofaringitis (Common Cold) dan ISPA pada tahun 2017 merupakan angka
kesakitan yang tertinggi, untuk itu perlu managemen tindakan pengobatan yang
bermutu, petugas yang trampil, obat-obatan yang cukup dan rasional. Selain itu juga
penanganan wilayah berupa perbaikan lingkungan, perilaku hidup bersih dan sehat,
serta pergantian musim yang berpengaruh pada derajat kesehatan masyarakat juga
perlu diperhatikan.

Grafik 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2017

10 Besar Penyakit Rawat Inap Tahun 2017

Kode Penyakit Kode ICD Penyakit Jumlah

11 A09 Diare and gastroenteritis non spesifik 19

369 K30 Dyspepsia 17


367 K29.7 Gastritis, unspecified 8

499 R50 Febris tanpa sebab yg jelas 7

303 J45 Asthma 6

500 R51 cephalgia /Headache/sakit kepala 2

422 M79.2 Neuralgia and neuritis, unspecified 2

1235 T14.1 Laceratum 2

1145 J06.9 ISPA 2

272 I10 Hipertensi esensial 2

Grafik 10 Besar Penyakit Rawat Inap Tahun 2017


1.1.2 Kegiatan Rujukan
RUJUKAN TAHUN 2017

1.1.3 Pelayanan Gigi


Kegiatan Pelayanan Kesehatan Gigi di Puskesmas Cimanggu I dilakukan
baik di BP Gigi maupun melalui Program Usaha Kesehatan Gigi Anak Sekolah
(UKGS). Sedangkan Program Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD)
belum bisa dilaksanakan.Program UKGS ini pun belum mencakup keseluruhan dari
seluruh jumlah SD yang ada karena keterbatasan tenaga dan letak geografis.

Hasil Kegiatan Kesehatan Gigi secara rinci dapat dilihat pada table di bawah

PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT


RASIO
NO DESA TUMPATAN PENCABUTAN
TUMPATAN/
GIGI TETAP GIGI TETAP
PENCABUTAN
1 3 4 5 6
1 KARANGREJA 0,8
15 18
2 CIMANGGU 0,6
40 67
3 CILEMPUYANG 0,8
30 37
4 REJODADI 0,6
12 21
5 NEGARAJATI 0,7
6 9
6 CISALAK 0,8
6 8
7 PESAHANGAN 1,2
6 5
8 CIJATI 0,5
4 8

JUMLAH (KAB/ KOTA)


119 173 0,7

Bila melihat angka-angka di atas,maka pada pelayanan BP gigi masih terlihat


kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan gigi, ini terbukti
dengan masih rendahnya angka kunjungan oleh karena itu memang dibutuhkan
peran aktif dari tenaga kesehatan gigi untuk mengadakan penyuluhan tentang
kesehatan gigi, agar kesadaran masyarakat meningkat disamping
juga dibutuhkan materi dan media penyuluhan kesehatan gigi yang
memadai,sehingga masyarakat mau berobat pada pelayanan kesehatan gigi yang
tersedia.

1.1.3.1 Kegiatan Farmasi Makanan dan Minuman


Pelayanan kesehatan dasar praktek dokter umum ada 2, Tahun 2017 di UPTD
Puskesmas Cimanggu I ada 1 Praktek dokter gigi. Toko obat dan apotik ada 2.
Industri rumah tangga makanan dan minuman ada yang belum berizin ini
disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengawasan dan
pembinaan.
Pembinaan pengobatan tradisional belum terlaksana dengan baik dikarenakan
asosiasi BATRA belum terbentuk sehingga sulit untuk diberi pembinaan.

1.2 PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN


PENYEHATAN LINGKUNGAN
1.2.1 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
1.2.1.1 Penyakit Menular
1.2.1.1.1 Diare
Penyakit diare di Puskesmas Cimanggu I masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Tahun 2017 terdapat 1.136 kasus.

1.2.1.1.2 Demam Berdarah Dengue


Tidak ada kasus demam berdarah selama tahun 2017.

1.2.1.1.3. Pneumonia
Penyakit pneumonia tahun 2017 ada 8 Kasus. Menurun dibandingkan dengan
tahun 2016 ada 17 kasus.

1.2.1.1.4. Malaria
Di Wilayah UPTD Puskesmas Cimanggu I pada Tahun 2017 tidak ditemukan
penderita malaria.

1.2.1.1.5. TB Paru
Penyakit tuberculosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Pada tahun 2017 ditemukan 44 kasus baru TB BTA positif. Desa
Negarajati 9 kasus merupakan penyumbang terbesar.

1.2.1.1.6. AFP
Tahun 2017 di wilayah UPTD Puskesmas Cimanggu I tidak terdapat kasus
AFP.
1.2.1.1.7. Kusta
Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cimanggu I ditemukan 2 kasus kusta. 1
Kasus Di Wilayah Cimanggu dengan kasus kusta basah dan 1 kasus di Desa
Rejodadi dengan 1 kusta kering.

1.2.2.1 Penyakit Tidak Menular


Penyakit tidak menular tahun 2017 berasal dari rekap data kesakitan
terdapat 696 kasus. Penyakit hipertensi Esensial merupakan kasus tertinggi yang
dilaporkan dengan jumlah kasus 207, di ikuti dengan ND DM sebanyak 151 kasus.

1.3.Imunisasi
Indikator pencapaian imunisasi campak digunakan penafsiran imunisasi
lengkap. Desa dikategorikan telah mencapai UCI apabila cakupan imunisasi
campak 80 % DPT 3 dan polio 4. cakupan tingkat Puskesmas tahun 2017 mencapai
62.5 %. Sehingga pada tahun 2017 belum semua Desa UCI di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Cimanggu I . Desa yang belum UCI adalah Desa Cilempuyang , Desa
Negarajati dan Desa Pesahangan.

1.3.1.BCG

Penilaian cakupan imunisasi ini bertujuan untuk menilai jangkauan program.


Cakupan Puskesmas Cimanggu I tahun 2017 adalah 87,68 % . Cakupan terendah
Desa Negarajati dengan pencapaian 82,14 %.
1.3.2. DPT/Hb 1

1.3.3 DPT/Hb 3
Pencapaian imunisasi ini bertujuan untuk menilai cakupan imunisasi DPT Hb
3 pada bayi. Cakupan Puskesmas Cimanggu I adalah 87.05 % untuk tahun 2017.

1.3.4 Polio 4

1.3.5 Campak
1.4 Kesehatan Lingkungan
Kegiatan penyehatan lingkungan bersifat promotif, preventif dan prolektif
serta dilaksanakan bersama – sama dengan masyarakat, sehingga diharapkan
secara epidemologi akan mampu memberikan kontribusi yang bermakna terhadap
derajat kesehatan masyarakat.
Tahun 2017 program kesehatan lingkungan yang telah dilaksanakan
adalah :

1.4.1 Pengawasan kualitas makanan dan minuman


Cakupan pengawasan pengelolaan makanan diwilayah Puskesmas
Cimanggu I adalah :
Rumah makan dengan jumlah 2 buah yang Memenuhi Syarat Hygenis Sanitasi dan
2 Buah Rumah Makan yang tidak memenuhi Hygenis Sanitasi.

1.4.2 Sarana Kesehatan Lingkungan Keluarga


1.4.2.1 Jamban Keluarga
Di Puskesmas Cimanggu I sampai dengan tahun 2017 dengan jumlah yang
memiliki jamban keluarga 31.128 buah.
1.4.2.2 Persediaan Air Bersih
Jumlah KK yang memiliki persediaan air bersih sebanyak 19.379
1.4.2.3 Tempat – tempat umum ( TTU )
Kegiatan pengawasan tempat – tempat umum dan industri adalah :
Jumlah sarana yang ada adalah 46 buah.
1.4.2.4 Perumahan
Jumlah rumah diwilayah Puskesmas Cimanggu I pada tahun 2017 sebanyak
16.285 rumah, dari jumlah tersebut yang diperiksa sebanyak 3.709 rumah.
Sedangkan jumlah rumah sehat sebanyak 3.158 Rumah.

1.5 KESEHATAN KELUARGA


1.5.1 Kesehatan Reproduksi
1.5.1.1 Kesehatan Ibu dan Anak
1.5.1.1.1 Kelahiran dan Kematian Bayi
Angka kelahiran Hidup tahun 2017 adalah 771. jumlah angka kematian tahun
2017 adalah Kematian Neonatal 6,Kematian Bayi 2, Kematian Balita 2. Sedangkan
kelahiran BBLR selama tahun 2017 sebanyak 29 anak.

1.5.1.1.2 Kematian Ibu


Angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2017 ada 1 kasus. Dengan Kasus
PEB.

1.5.1.1.3 Analisa Kinerja Program KIA dengan Indikator PWS KIA


Jumlah sasaran bumil tahun 2017 : 845
Jumlah sasaran ibu bersalin 2017 : 770
Jumlah sasaran bayi tahun 2017 : 771

1.5.1.1.4 Keberadaan Bidan


Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi, serta
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak, maka pemerintah melalui
Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap memprogramkan Bidan Desa.
Jumlah bidan desa UPTD Puskesmas Cimanggu I dalam tahun 2017 sebanyak
12 orang dimana setiap desa mendapatkan 2 orang bidan dan jumlah Bidan
Puskesmas 19 orang.

1.5.1.1.5 Keluarga Berencana


Pelayanan keluarga berencana bagi pasangan usia subur meliputi pelayanan
akseptor baru, pelayanan ulang, pembinaan akseptor dan penaggulangan efek
samping, komplikasi dan kegagalan dari penggunaan kontrasepsi.
Pelayanan akseptor baru sebanyak 433 MKJP , sedangkan non MKJP
sebanyak 298 orang, angka tersebut menunjukan akseptor MKJP sangat kurang
dari target yang diharapkan 40 %. Hal ini disebabkan :
1. Terbatasnya ketersediaan alat kontrasepsi implant.
2. Masyarakat merasa malu dan keberatan untuk menggunakan AKDR.
3. Kesadaran dan peran serta kaum pria dalam program KB khusus MOP masih
kecil.
Peserta aktif KB 9.541 dengan jumlah MKJP sebanyak 3.352 orang. Sedang
akseptor non MKJP sebanyak 6.189. ini menandakan perlu pembinaan secara
intensif sehingga dapat menjadi akseptor lestari. Untuk itu perlu adanya koordinasi
dan keterpaduan dari semua pihak yang terkait program KB, baik tingkat kabupaten,
kecamatan maupun tingkat desa sehingga permasalahan meledaknya jumlah
penduduk bisa teratasi.

GRAFIK PESERTA KB BARU

GRAFIK PESERTA KB AKTIF


1.6 Gizi
Program gizi di Puskemas Cimanggu I meliputi 3 ( tiga ) program, yaitu Usaha
Perbaikan Gizi Keluarga ( UPGK ), Penanggulangan Akibat Kekurangan Yodium
( GAKY ), sistim kewaspadaan pangan dan gizi berdasarkan program tersebut
secara garis besar diperoleh hasil sebagai berikut ;
1.6.1 Desa Rawan Gizi & Status Gizi Bayi dan Balita
Pada tahun 2017 jumlah kelahiran hidup 771, diantaranya lahir dengan
berat badan lahir rendah ( 2. 500 gr ) sebanyak 29 anak ( 3.9 % ) sedangkan
status gizi pada balita dari hasil laporan F III / Gizi Tahun 2017 di dapatkan
data jumlah Balita yang ada sebanyak 5.034 anak yang naik berat badannya
sebanyak 2.784 berat badan dibawah garis merah ( BGM ) sebanyak 4.
Menurut besaran masalah gizi, dengan prevalensi gizi buruk yang < 1 %
daerah ter maka wilayah tersebut dinyatakan sebagai wilayah dan masalah
berat. Wilayah Puskesmas Cimanggu I tidak ada yang prevalensinya > 1 %.
Dengan kata lain kemudian untuk katagori masalah gizi kurang, jika prevalensi
< 5 % daerah tersebut bebas maslah kesehatan masyarakat 5 – 9 % wilayah
dengan masalah ringan, 10 – 19,9 % wilayah dengan masalah sedang, dan >
20 % termasuk wilayah dengan masalah sebut dinyatakan bebas masalah
kesehatan masyarakat, sedang jika prevalensi > 1 % maka wilayah tersebut
dinyatakan sebagai wilayah dan masalah berat.
Berdasarkan hasil cakupan diatas bahwa prevalensi gizi buruk di Puskesmas
Cimanggu I termasuk dalam katagori bebas masalah kesehatan masyarakat,
yaitu < 1 % sedang untuk prevalensi gizi kurang termasuk katagori wilayah
dengan masalah sedang 4 ( empat ) Desa ( 13 – 16, 66 % ) dan 3 ( tiga ) Desa
termasuk katagori wilayah dengan masalah ringan ( 7, 55 – 9 % ).
Terjadinya kasus gizi buruk diakibatkan oleh berbagai faktor yang multi
komplek, antara lain bahwa sebagai penderita gizi buruk berasal dari keluarga
miskin yang tingkat pendidikan dan sosial ekonominya rendah sehingga
mengakibatkan perilaku hidup sehat yang rendah. Selain itu juga adanya
komplikasi atau kelainan bawaan yang dideritanya seperti saat lahir berat
badannya kurang dari 2,5 kg ( BBLR).
Penanganan kasus gizi buruk tidak bisa dilakukan hanya melalui pemberian
makanan tambahan saja, tetapi juga harus dilakukan tindakan lain guna
memperbaiki keadaan sosial ekonominya maupun lingkungannya. Sehingga
dalam hal ini keterpaduan dalam melaksanakan penanganan yang melibatkan
lintas sektoral dan lintas program sangatlah diperlukan.
Penetapan desa rawan gizi dengan masalah gizi buruk dan gizi kurang jika
dalam 1 ( satu ) wilayah desa jumlah Balita gizi buruk dan kurangnya < 15 %
maka desa tersebut termasuk dalam desa bebas rawan gizi. Desa dengan
kasus gizi buruk dibawah garis merah terbanyak adalah Desa Rejodadi
dengan 3 Kasus.
1.6.2 ASI Eksklusif
Penggunaan ASI eksklusif bagi bayi merupakan hal yang sangat penting
dalam pembangunan SDM sejak dini, karena sejak dini bayi mendapatkan
yang paling sehat dan tepat serta memberikan rasa nyaman dan aman bagi
bayi yang akan memberi pengaruh positif bagi tumbuh kembang bayi
selanjutnya.
Kebijaksanaan yang berlaku di Indonesia adalah semua ibu minimal 80
untuk ibu dapat memberikan ASI secara eksklusif serta semua pelayanan
kesehatan dan petugas kesehatan melaksanakan 10 langkah menuju
keberhasilan menyusui dan bebas dari promosi susu formula di Puskesmas
Cimanggu I. Berdasarkan laporan F III / Gizi yang ada semua desa memenuhi
target minimal ( 80 % ) untuk tingkat Puskesmas Cimanggu I pencapaianya
270 bayi yang diberi ASI eksklusif.

1.6.3 Penanggulangan Akibat Kekurangan Yodium


Hasil penjaringan kasus GAKY di Puskesmas Cimanggu I tahun 2017 tidak
ditemukan penderita yang tersebar di 8 ( delapan ) wilayah desa.
Dengan demikian wilayah Puskesmas Cimanggu I tidak termasuik katagori
endemik.
1.6.4 Kasus Anemia pada WUS, Rematri, Nakerwan
Berdasarkan hasil pelaporan yang diperoleh pada tahun 2017 dari jumlah
sasaran yang didapat penderita anemia pada WUS di Puskesmas Cimanggu I
sebanyak 250 orang ( Catin ). Yang menderita anemia tidak ada. Berdasarkan
besaran masalah gizi jumlah penderita anemia pada WUS jika < 15 % disebut
daerah masalah ringan, 15 – 40 % masalah sedang, > 40 % masalah berat.
Dengan demikian diketahui bahwa prevalensi penderita anemia pada WUS
tergolong masalah ringan. Hal ini disebabkan tingkat pengetahuan tentang
anemia dan
kesadaran untuk mengkonsumsi Tablet Tambah Darah ( TTD ) masih rendah.
Serta fungsi autlet Tablet Tambah darah ( TTD ) belum optimal.
Bumil KEK / Anemia resiko tinggi melahirkan bayi BBLR. Hal ini didukung
data BBLR di Puskesmas Cimanggu I tahun 2017 ditemukan sejumlah 29
anak ( 3,9% ) pada perawatannya memerlukan perawatan yang intensif.
Sehingga bila tidak hati – hati resiko tinggi menderita gizi buruk. Apalagi
pengetahuan dan perilaku masyarakat terutama dipedesaan dalam pemberian
makanan tambahan dan perawatan bayi BBLR masih rendah.

1.6.5 Ibu Hamil Kurang Energi Kronis dan Anemia


Dari jumlah ibu hamil yang diperiksa sebanyak 845 orang yang menderita KEK
16 orang dan yang menderita anemia 34 orang ( 0, 16 % ) ini dikarenakan ibu hamil
( khususnya Trimester I ) asupan makanan kurang / belum mencukupi, selain itu
juga belum mengkonsumsi Tablet Tambah Darah sesuai anjuran minimal 10 tablet
selama kehamilan. Untuk mendukung penurunan prevalensi ibu hamil KEK dapat
dilakukan dengan pemberian makanan tambahan yang optimal sesuai dengan
frekwensi HMA dan sasaran yang harus sesuai.

1.7 PROMKES
Untuk melaksanakan misi pembangunan kesehatan diperlukan promosi
kesehatan, hal ini disebabkan program promosi kesehatan berorientasi pada proses
pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku bersih dan sehat, melalui
peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatannya.
1.7.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS )
Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar,
maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi
sehat, salah satunya melalui program PHBS.
Program PHBS sebagai suatu upaya yang memberikan pengalaman belajar
atau menciptakan suatu kondisi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat
dengan membuka jalur komuniksi, memberikan informasi dan melakukan edukasi
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan,
bina suasana dan pemberdayaan masyarakat.
Rumah tangga sebagai salah satu sasaran dalam program PHBS, sampai
dengan tahun 2016 di wilayah UPTD Puskesmas Cimanggu I sudah 100 % rumah
tangga yang ber – PHBS . Beberapa hal yang telah dilakukan dalam rangka
meningkatkan prosentase keluarga yang ber – PHBS antara lain :
≈ Penyuluhan dan penyebaran informasi PHBS
≈ Pengkajian ulang tentang cara pendataan PHBS oleh kader atau petugas
PHBS
≈ Menganalisis data rutin di Puskesmas
1.7.2 Posyandu
Upaya revitalisasi posyandu sejak tahun 2017 dilakukan dengan
memanfaatkan program atau kegiatan yang diarahkan untuk pelayanan pemenuhan
kebutuhan dasar pengembangan manusia khususnya ibu dan anak.
Table 69 memberikan gambaran bahwa dari jumlah total posyandu di wilayah
Puskesmas Cimanggu I sebanyak 67 posyandu, ternyata posyandu madya 20
posyandu, posyandu purnama sebanyak 38 posyandu dan posyandu mandiri
sebanyak 9 posyandu.. Di Wilayah UPTD Puskesmas Cimanggu I belum ada
Posyandu dengan strata Pratama..
Target sampai dengan tahun 2018 jumlah posyandu purnama dan mandiri
sebanyak 40%, berarti upaya peningkatan criteria posyandu agar tercapai target
posyandu purnama dan mandiri, melalui :
≈ Pemberdayaan kader
≈ Penyediaan fasilitas operasional posyandu (Blangko SIP, Dacin)
≈ Mengupayakan kegiatan yang mempunyai daya tarik
≈ Mobilisasi sumber daya masyarakat
≈ Memanfaatkan potensi yang ada

1.7.3 PENYEBARLUASAN INFORMASI


Penyuluhan informasi telah dilakukan melalui media penyuluhan –
penyuluhan. Sasarannya terdiri dari masyarakat umum dan kelompok (sekolah,
pramuka dan kelompok lain).
1.7.3 Usaha Kesehatan Sekolah Dan Kesehatan Reproduksi Remaja
1.7.3.1 Usaha Kesehatan Sekolah
Sarana pendidikan di wilayah Puskesmas Cimanggu I terdiri dari TK dan Paud
sebanyak 21 buah, SD/MI sebanyak 33 buah, SMP 8 buah, SMA sebanyak 4 buah.
Kegiatan – kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi penjaringan siswa SD
kelas I dan pelayanan kesehatan untuk semua siswa – siswi. Jumlah siswa – siswi
yang telah dilaksanakan penjaringan adalah TK sebanyak 804 siswa,SD sebanyak
847 siswa , SLTP 840 siswa dan SLTA 202 siswa.
1.7.3.2 Kesehatan Reproduksi Remaja
Pembinaan dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja di wilayah
Puskesmas Cimanggu I dilaksanakan di dalam Puskesmas dan sekolah baik tingkat
SD atau sederajat, SMP maupun SMA.
Adapun hasil kegiatan kesehatan reproduksi remaja meliputi : pelayanan
mutu berjumlah 111 orang dan pelayanan konseling berjumlah 216 orang dengan
kasus gangguan haid 2 orang, anemia 9 remaja, narkoba terdiri dari 21 orang
remaja. Konsultasi kontrasepsi terdiri dari 2 remaja, masalah sekolah terdiri 11
remaja, masalah pacaran 27, penyakit lain berjumlah 12 orang.

1.8 LANSIA
Bentuk kepedulian Puskesmas Cimanggu I terhadap kesehatan usia lanjut
telah terjalin kerjasama antara Puskesmas dengan masyarakat dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada usia lanjut.
Posyandu lansia di wilayah Puskesmas Cimanggu I tahun 2017 sebanyak 8
posyandu desa dengan kegiatan antara lain penyuluhan, senam lansia dan
pemeriksaan kesehatan dengan hasil : Jumlah lansia di wilayah Puskesmas
Cimanggu I sebanyak 7.401 orang. Jumlah lansia Desa Karangreja sebanyak 9.69
orang, Desa Cimanggu 1.122, Desa Cilempuyang 899, Desa Rejodadi 1.289 orang,
Desa Negarajati 851 orang, Desa Cisalak 780 orang , Desa Pesahangan 748 orang
dan desa Cijati 743 orang.
Jumlah kelainan yang diderita pasien usia lanjut : Mental emosional 0,6%,
tekanan darah tinggi 59, anemia 0, diabetes mellitus 0,3%, gangguan ginjal 0,8%
dan penyakit lain 33,9%.
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAH DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Tabel 3.1. Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2016 Puskesmas Cimanggu I
KASUS BERDASARKAN UMUR
6- 13- 21- 45- ≥
KODE 0-5 12 20 24 59 60
NO PENYAKIT ICD-X TH TH TH TH TH thn JUMLAH
1 ISPA J06.9 219 130 178 74 179 145 925
Penyakit lain pd sal
pernapasan bagian J36-
2 atas J39 112 137 187 131 112 158 837
Gastritis,
3 unspesified K29.7 4 52 133 197 186 106 678
4 Myalgia M79.I 0 0 0 105 234 324 663
5 Nasofaringitis akut J00 51 123 96 107 94 98 569
6 Hipertensi esensial I10 0 0 0 0 264 261 525
Infeksi sal.napas
bag.atas akut J00-
7 lainnya J01.J0 99 85 77 88 77 91 517
Osteoartritis/gout
8 unspecified M10.9 0 0 0 24 154 217 395
9 Dispepsia K30 2 21 66 80 61 82 312
Cephalgia/sakit
10 kepala R5I 0 23 58 79 81 98 339
JUMLAH TOTAL 5760

Tabel 3.2. Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2016 Puskesmas Cimanggu I
No Nama Penyakit Jumlah Prevalensi (per 1.000
penduduk
1 ISPA 925 160.6
2 Penyakit lain pd sal 837 145.4
pernapasan bagian atas
3 678 117.7
Gastritis, unspesified
4 663 115.4
Myalgia
5 Nasofaringitis akut 569 98.8
6 Hipertensi esensial 525 91.14
7 Infeksi sal.napas 517 89.75
bag.atas akut lainnya
8 Osteoartritis/gout 395 68.7
unspecified
9 Dispepsia 312 54.16
10 Cephalgia/sakit kepala 339 58.8

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas II Tambak dengan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok kriteria, yaitu:

1. : besarnya masalah
Kelompok kriteria A
2. : kegawatan masalah, penilaian terhadap
Kelompok kriteria B dampak, urgensi dan biaya
3. : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
Kelompok kriteria C penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
4. : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap
Kelompok kriteria D propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah
Puskesmas I Cimanggu adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.3. Kriteria A Hanlon Kuantitatif
Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas
II Tambak
Masalah
0-50 (per 51-100 101-200 201-400 Nilai
kesehatan
1.000) (per 1.000) (per 1.000) (per 1.000)
(1) (2) (3) (4)
ISPA X 3
Penyakit lain pd X 3
sal pernapasan
bagian atas
Gastritis, X 3
unspesified
Myalgia X 3
Nasofaringitis X 2
akut
Hipertensi X 2
esensial
Infeksi sal.napas X 2
bag.atas akut
lainnya
Osteoartritis/gout X 2
unspecified
Dispepsia X 2
Cephalgia X
2
2. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematiaan)
Skor : 1 = Tidak gawat
2 = Kurang gawat

3 = Cukup gawat

4 = Gawat

5 = Sangat gawat

Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)


Skor : 1 = Tidak urgen
2 = Kurang urgen
3 = Cukup urgen
4 = Urgen
5 = Sangat urgen
Biaya: (biaya penanggulangan)
Skor : 1 = Sangat murah
2 = Murah
3 = Cukup mahal
4 = Mahal
5 = Sangat mahal

Tabel 3.4. Kriteria B Hanlon Kuantitatif


Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
ISPA 2 3 2 7
Penyakit lain pd sal 1 2 2 5
pernapasan bagian
atas
Gastritis, 2 2 2 6
unspesified
Myalgia 1 2 1 4
Nasofaringitis akut 1 2 2 5
Hipertensi esensial 2 3 4 9
Infeksi sal.napas 2 3 2 7
bag.atas akut
lainnya
Osteoartritis/gout 1 1 2 4
unspecified
Dispepsia 2 3 3 8
Cephalgia/sakit 2 2 2 6
kepala

3. Kriteria C (penanggulangan
masalah)
Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 1 = Sangat sulit di tanggulangi
2 = Sulit ditanggulangi
3 = Cukup bisa ditanggulangi

4 = Mudah ditanggulangi
5 = Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 2 orang yang kemudian
dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi merupakan masalah
yang paling mudah ditanggulangi. Adapun hasil konsensus tersebut adalah
sebagai berikut :
1. ISPA : (3+3)/2 = 4
2. Penyakit lain pd sal pernapasan bagian atas : (3+3)/2 = 3
3. Gastritis, unspesified : (3+3)/2 = 3
4. Myalgia : (3+3)/2 = 3
5. Nasofaringitis akut : (4+4)/2 = 4
6. Hipertensi essential : (4+3)/2 = 4
7. Infeksi sal.napas bag.atas akut lainnya : (3+3)/2 = 3
8. Osteoartritis/gout unspecified : (4+4)/2 = 2
9. Dispepsia : (2+2)/2 = 2
10. Cephalgia : (4+4)/2 = 4

4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.5. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif
Masalah P E A R L Hasil Perkalian
ISPA 1 1 1 1 1 1
Penyakit lain pd 1 1 1 1 1 1
sal pernapasan
bagian atas
Gastritis, 1 1 1 1 1 1
unspesified
Myalgia 1 1 1 1 1 1
Nasofaringitis 1 1 1 1 1 1
akut
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
esensial
Infeksi sal.napas 1 1 1 1 1 1
bag.atas akut
lainnya
Osteoartritis/gout 1 1 1 1 1 1
unspecified
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Cephalgia/sakit 1 1 1 1 1 1
kepala

Penetapan nilai

Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut


dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Tabel 3.6. Penetapan Prioritas Masalah


D Urutan
Masalah A B C NPD NPT prioritas
P E A R L
ISPA 3 7 4 1 1 1 1 1 40 40 2
Penyakit lain pd 3 5 3 1 1 1 1 1 24 24 5
sal pernapasan
bagian atas
Gastritis, 3 6 3 1 1 1 1 1 27 27 3
unspesified
Myalgia 3 4 3 1 1 1 1 1 21 21 6
Nasofaringitis 2 5 4 1 1 1 1 1 28 28 4
akut
Hipertensi 2 9 4 1 1 1 1 1 44 44 1
esensial
Infeksi sal.napas 2 7 3 1 1 1 1 1 27 27 3
bag.atas akut
lainnya
Osteoartritis/gout 2 4 4 1 1 1 1 1 24 24 5
unspecified
Dispepsia 2 8 2 1 1 1 1 1 20 20 7
Cephalgia/sakit 1 6 4 1 1 1 1 1 24 24 5
kepala

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.


Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Hipertensi
2. ISPA
3. Gastritis, unspesified Myalgia
4. Nasofaringitis akut
5. Penyakit lain pd sal pernapasan bagian atas, Osteoartritis/gout
unspecified, Cephalgia/sakit kepala
6. Myalgia
7. Dispepsia
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan darah mengalir di dinding pembuluh darah
yang keluar dari jantung (pembuluh arteri) dan yang kembali ke jantung
(pembuluh balik).
Tekanan darah ada dua macam, yaitu:
1. Tekanan Darah Sistolik
Tekanan darah yang terjadi bila otot jantung berdenyut
memompa untuk mendorong darah keluar melalui arteri. Angka itu
menunjukkan seberapa kuat jantung memompa untuk mendorong darah
melalui pembuluh darah (Tim Redaksi VitaHealth, 2004:13-14) atau
tekanan darah waktu jantung menguncup (Bustan M. N, 2000: 32).
2. Tekanan Darah Diastolik
Tekanan darah yang terjadi saat otot jantung beristirahat membiarkan
darah kembali masuk ke jantung. Angka itu menunjukkan berapa besar
hambatan dari pembuluh darah terhadap aliran darah balik ke jantung
(Lanny Sustrani dkk, 2004:13-14) atau tekanan darah waktu jantung
istirahat (Bustan M. N, 2000: 32).

B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus
menerus sehingga melebihi batas normal. Hipertensi merupakan produk dari
resistensi pembuluh darah perifer dan cardiac output (Wexler, 2002).
2. Etiologi
Sebagian besar hipertensi yang dialami masyarakat tidak diketahui
penyebab medisnya, yang dikenal sebagai hipertensi primer (esensial).
Kondisi ini terjadi pada 90% penderita hipertensi, sedangkan 10% lainnya
dapat dideteksi penyebab definitifnya, yang dikenal dengan hipertensi
sekunder. Hipertensi primer mempunyai kecenderungan genetik yang kuat
dan didukung dengan faktor resiko seperti obesitas, konsumsi garam dan
lema jenuh berlebih, serta kebiasaan merokok (Sherwood, 2012; Rahayu,
2012).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan
yaitu:
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya (terdapat
sekitar 90%-95% kasus). Penyebab hipertensi primer atau esensial
adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor
keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit
kardiovaskuler dalam keluarga. Faktor predisposisi genetik ini dapat
berupa sensitifitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
peningkatan reaktivitas vaskuler (terhadap vasokonstriksi) dan
resistensi insulin (Setiawati, 2005).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang disebabkan atau sebagai akibat dari adanya
penyakit lain (terdapat sekitar 5%-10% kasus). Penyebabnya antara
lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi
endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obat dan lain-lain. Bila faktor
penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.

3. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi telah dipublikasikan oleh WHO, JNC 7, AHA yaitu:
Tabel 4.1. Klasifikasi Tekanan Darah (WHO)
Kategori Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat 1 140-159 90-99
(hipertensi ringan)
Tingkat 2 160-179 100-109
(hipertensi sedang)
Tingkat 3 ≥180 ≥110
(hipertensi berat)

Tabel 4.2. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Orang Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih
(JNC VII)
Klasifikasi Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal <120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥ 100

Tabel 4.3. Klasifikasi Tekanan Darah (AHA 2017)

4. Patogenesis
Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada
kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance
(TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak
dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Besar tekanan darah
seseorang dapat dihitung dengan rumus : Tekanan darah = Curah jantung x
denyut Jantung (Sherwood, 2012).
Terdapat sistem di dalam darah yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut, yang berusaha mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem kontrol tersebut ada yang
beraksi segera seperti refleks kardiovaskular melalui refleks kemoreseptor,
respon iskemia susunan saraf pusat, baroreseptor, dan rekfleks yang berasal
dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos (Yusuf, 2008).

Tekanan darah arteri rata-rata

Curah jantung Resistensi perifer total

Kecepatan denyut Volume


Jari-jari arteriol Viskositas darah
jantung sekuncup

Aktivitas Kontrol
Aktivitas Aliran Kontrol vaso- Jumlah
simpatis dan metabolik
parasimpatis balik vena konstriktor lokal eritrosit
epinefrin lokal

Volume Aktivitas Aktivitas otot Aktivitas simpatis dan Vasopresin dan


darah pernapasan rangka epinefrin angiotensin II

Pergeseran cairan pasif antara


Keseimbangan
kompartemen vaskuler dan cairan Vasopresin dan RAA sistem
garam dan air
interstisium
Gambar 4.1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah (Sherwood, 2012)
Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain stres, hiperinsulinisme, konsumsi garam yang berlebihan, obesitas, dan
disfungsi endotel. Stres dan hiperinsulinisme akan meningkatkan saraf
simpatis yang akan merangsang pengeluaran hormon katekolamin yang
akan meningkatkan produksi renin dan kontraktilitas jantung. Pengeluaran
renin yang berlebihan akan merangsang pengeluaran angiotensinogen dan
dengan bantuan angiotensin converting enzyme akan mengubah angiotensin
I menjadi angiotensin II yang akan meningkatkan resistensi perifer dan
berdampak dalam peningkatan tekanan darah. Sedangkan meningkatnya
kontraktilitas jantung, konsumsi garam yang berlebih, dan obesitas akan
meningkatkan cardiac output yang akan meningkatkan tekanan darah.
Konsumsi garam dalam meningkatkan cardiac output dikarenakan
meningkatnya konsentrasi Na+ sehingga meningkatkan venous return yang
akan meningkatkan preload sehingga tekanan darah akan meningkat.
Disfungsi endotel juga mempengaruhi kenaikan tekanan darah, hal ini
karena disfungsi endotel akan menurunkan reaktivitas NO dan vasodilator,
hal ini akan meningkatkan resistensi perifer sehingga akan terjadi
peningkatan tekanan darah (Price, 2006)
Gambar 4.2. Patofisiologi Hipertensi (Price, 2006)

5. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi
mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang
bermakna. Pasien baru menyadari jika sudah terjadi komplikasi pada
jantung, pembuluh darah, hingga otak yang berakibat kematian. Bila
terdapat gejala maka biasanya bersifat non spesifik, misalnya sakit kepala
atau pusing (Price, 2006; Rahayu, 2012).
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala,
terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah
sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk,
sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Depkes, 2008). Pada survei
hipertensi di Indonesia tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan
hipertensi seperti pusing, cepat marah, telinga berdenging, sukar tidur, sesak
nafas, rasa berat ditekuk, mudah lelah, sakit kepala, dan mata berkunang-
kunang. Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti:
gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan gangguan
fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Timbulnya gejala tersebut merupakan
pertanda bahwa tekanan darah perlu segera diturunkan (Susalit et al, 2001).
6. Diagnosis
Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang
terjadi pada pengukuran yang berulang. Joint National Committee VII
menuliskan diagnosis hipertensi ditegakan berdasarkan sekurang-kurangnya
dua kali pengukuran tekanan darah pada saat yang berbeda. pengukuran
pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam
waktu satu sampai beberapa minggu (tergantung dari tingginya tekanan
darah tersebut). Diagnosis hipertensi ditegakan bila dari pengukuran
berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg dan atau tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg (JNC, 2003).
Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam
penatalaksanaan hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan darah dan alat
ukur yang digunakan, serta ketepatan waktu pengukuran perlu diperhatikan.
Pengukuran tekanan darah dianjurkan dilakukan pada posisi duduk setelah
beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok dan kafein (Prodjosudjadi,
2000).
Pengukuran tekanan darah posisi berdiri atau berbaring dapat
dilakukan pada keadaan tertentu. Sebaiknya alat ukur yang dipilih adalah
sfigmamonometer air raksa dengan ukuran cuff yang sesuai. Balon di pompa
sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik, yaitu saat pulsasi nadi tidak
teraba lagi, kemudian dibuka secara perlahan-lahan dengan kecepatan kira-
kira 2-3 mmHg per detik. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
auscultatory gap yaitu hilangnya bunyi setelah bunyi pertama terdengar
yang disebabkan oleh kekakuan arteri. Baca hasil tekanan darah secara
auskultasi dengan denyutan pertama atau korotkoff I yang merupakan
tekanan sistolik, dan denyutan terakhir atau korotkoff IV/V yang
menunjukkan tekanan diastolik (Prodjosudjadi, 2000; Uliyah, 2008).
7. Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
Terapi non farmakologi ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah pasien dengan jalan memperbaiki pola hidup pasien. Terapi ini
sesuai untuk segala jenis hipertensi. Joint National Committeeon
Prevention, Detection, Evaluation and Treatmentof High Blood
Pressure (JNC) menganjurkan modifikasi gaya hidup dalam mencegah
dan menangani tekanan darah tinggi, selain terapi dengan obat.
Termasuk dalam modifikasi gaya hidup adalah penurunan berat badan,
penerapan dietkombinasi Dietary Approach to Stop Hypertension
(DASH), reduksi asupan garam, aktivitas fisik yang teratur, dan
pembatasan asupan alkohol.1 Selain itu, berhenti merokok juga
dianjurkan untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan.
Masing-masing mempunyai efek penurunan tekanan darah yang
berperan dalam pencegahan komplikasi hipertensi dan bila dijalankan
secara bersamaan akan mempunyai efek penurunan tekanan darah yang
lebih nyata (Ridjab, 2007).
Gambar 4.3 Penurunan Tekanan Darah dengan Modifikasi Gaya Hidup

Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh


keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari
anggota keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup
sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk mengurangai efek
buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain
berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari
alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain
mengurangi sres, olahraga, dan istirahat (Dunitz, 2001).
Modifikasi gaya hidup dianjurkan pada setiap stadium
hipertensi. Pada penderita hipertensi stadium I tanpa risiko faktor
penyakit serebrovaskular yang berarti (seperti penyakit jantung koroner,
stroke atau diabetes melitus), penanganan hipertensi dapat dimulai
dengan modifikasi gaya hidup. Apabila target yang diharapkan tidak
tercapai setelah pelaksanaan modifikasi gaya hidup, penanganan dengan
menambahkan obat-obatan merupakan langkah berikutnya (Ridjab,
2007).
b. Farmakologi
Keputusan untuk memberikan pengobatan farmakologik
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu derajat kenaikan tekanan
darah, adanya kerusakan organ target, dan adanya penyakit
kardiovaskular. Antihipertensi hanya menghilangkan gejala tekanan
darah tinggi dan tidak penyebabnya. Tujuan pengobatan adalah untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi yang
berhubungan dengan kerusakan organ target, seperti gangguan
kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal.
Yaitu dengan memelihara tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg
dan tekanan darah diastole di bawah 90 mmHg. Maka pada hakikatnya
obat antihipertensi harus diminum seumur hidup, tetapi setelah
beberapa waktu dosis pemeliharaan pada umumnya dapat diturunkan
(Tjay, 2007).
Dikenal lima kelompok obat yang digunakan untuk
pengobatan awal hiperternsi, yaitu:
1) Diuretik
Diuretik terdiri dari 4 subkelas, yaitu tiazid, diuretik kuat,
anatgonis aldosteron, dan hemat kalium. Mekanisme kerja diuretik
dalam menurunkan tekanan darah ialah melalui efek diuresis yang
menyebabkan volume plasma darah berkurang sehingga cardiac
output akan menurun.
2) β-blocker
Mekanisme penurunan tekanan darah oleh β-blocker adalah
dengan penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas
miokard yang akan menurunkan curah jantung, hambatan sekresi
rennin, serta efek sentral yang akan mempengaruhi aktivitas saraf
simpatis (FKUI, 2007)
3) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
ACEI bekerja dengan menghambat enzim angiotensin converting
sehingga menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II, dimana angiotensin merupakan vasokonstriktor poten yang juga
akan merangsang sekresi aldosteron.
4) Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB)
ARB secara langsung menghambat reseptor angiotensin II
sehingga efek angiotensin seperti vasokontriksi, pelepasan
aldosteron, dan aktivitas simpatik dihambat.
5) Calcium Channel Blocker (CCB)
CCB bekerja dengan menghambat influks kalsium sepanjang
membran sel otot polos pembuluh darah. di pembuluh darah,
antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol,
sedangkan vena kurang dipengaruhi. penurunan resistensi perifer ini
sering diikuti efek takikardi dan vasokonstriksi (FKUI, 2007).
JNC 8 telah merilis panduan baru pada manajemen hipertensi
orang dewasa terkait dengan penyakit kardiovaskuler. Tatalaksana
hipertensi pada pedoman terbaru ini lebih sederhana dibandingkan
dengan JNC 7. Pedoman tatalaksana hipertensi terbaru ini terdiri dari
9 rekomendasi terkait target tekanan darah dan golongan obat
hipertensi yang direkomendasikan (Gambar 4.4)
Gambar 4.4. Algoritma Terapi Hipertensi menurut JNC 8
Untuk tatalaksana hipertensi berdasarkan AHA 2017 algoritmanya
sesuai gambar 4.5 berikut:
Gambar 4.5. Algoritma Terapi Hipertensi menurut AHA 2017
8. Pencegahan Hipertensi
a. Setelah umur 30 tahun, tekanan darah diperiksa setiap tahun terutama
bagi orang dengan riwayat kelurga hipertensi
b. Tidak merokok, minum alkohol berlebihan, dan diet rendah
garam/lemak
c. Bila kelebihan berat badan, diusahakan mengurangi berat badan
d. Latihan aerobik paling tidak tiga kali sehari, setiap kali lamanya 15-60
menit, sampai napas terengah-engah tetapi jangan sampai sesak napas.
e. Mempelajari cara-cara mengendalikan stres (Prayogo Utomo, 2005: 25)
9. Komplikasi Hipertensi
Penderita hipertensi berisiko terserang penyakit lain yang
timbul kemudian. Beberapa penyakit yang timbul sebagai akibat hipertensi
di antaranya sebagai berikut:
1) Penyakit Jantung Koroner
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di
tubuh akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal.
Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini
(Lanny Sustrani dkk, 2004:37).
Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai
akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung.
Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebabkan
berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Hal ini
menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan pada otot
jantung. Bahkan dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung
(Setiawan Dalimartha, 2008: 13).
2) Gagal Jantung
Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja
lebih berat untuk memompa darah. Kondisi itu berakibat otot jantung
akan menebal dan meregang sehingga daya pompa otot menurun. Pada
akhirnya dapat terjadi kegagalan kerja jantung secara umum. Tanda-tanda
adanya komplikasi yaitu sesak napas, napas terputus-putus (pendek), dan
terjadi pembengkakan pada tungkai bawah serta kaki (Setiawan
Dalimartha, 2008: 13).
Payah jantung adalah kondisi di mana jantung tidak mampu
lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi
karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung (Lanny Sustrani
dkk, 2004: 37).
3) Kerusakan Pembuluh Darah Otak
Beberapa penelitian di luar negeri mengungkapkan
bahwa hipertensi menjadi penyebab utama pada kerusakan pembuluh
darah otak. Ada dua jenis kerusakan yang ditimbulkan yaitu pecahnya
pembuluh darah dan rusaknya dinding pembuluh darah. Dampak
akhirnya, seseorang bisa mengalami stroke dan kematian (Setiawan
Dalimartha, 2008: 14).
4) Gagal Ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran
darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran
tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit
cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi
dan diperlukan cangkok ginjal baru (Lanny Sustrani dkk, 2004:38).
Gagal ginjal merupakan peristiwa di mana ginjal tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ada dua jenis kelainan ginjal
akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis
maligna. Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung
lama sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh
darah akibat proses menua. Hal itu akan menyebabkan daya
permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang. Adapun nefrosklerosis
maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya
tekanan diastole di atas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi
ginjal (Setiawan Dalimartha, 2008: 14).
5) Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke,
karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh
darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada
pembuluh darah di otak, maka terjadi pendarahan otak yang dapat
berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari
gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit (Lanny
Sustrani dkk, 2004: 37-38).
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah,
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin
Elizabeth J, 2000: 359).
6) Infark Miokardium
Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner
yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melalui pembuluh tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertrofi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Hipertrofi ventrikel juga dapat menimbulkan perubahan-perubahan
waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin
Elizabeth J, 2000: 360).
10. Prognosis
Tanpa pengobatan maka hipertensi akan berakibat lanjut sesuai
dengan target organ yang diserangnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis seorang penderita hipertensi adalah:
a. Etiologi hipertensi: hipertensi sekunder yang ditemukan pada tahap dini
akan lebih baik prognosisnya
b. Umur: usia muda mempunyai prognosis yang kurang baik dibanding
usia yang lebih tua
c. Jenis kelamin: umumnya wanita lebih bisa mentolerir lebih baik
terhadap kenaikan tekanan dibandingkan dengan pria
d. Suku/ras: orang hitam di Amerika mempunyai prognosis lebih jelek
dibanding orang kulit putih
e. Sifat hipertensi: tekanan darah yang bersifat labil dan progresif kurang
baik prognosisnya
f. Komplikasi: adanya komplikasi memperberat prognosis
g. Banyaknya faktor risiko lain: ada tidaknya faktor risiko lain seperti DM
atau kolesterolemia bisa memperburuk hipertensi (Bustan M.N, 2000:
38)
C. Faktor Risiko Hipertensi
Adapun faktor-faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor risiko
hipertensi adalah:
1. Konsumsi Garam
Garam dapur mengandung natrium sekitar 40% natrium sehingga dapat
menaikkan tekanan darah. Natrium bersama klorida dalam garam dapur
sebenarnya membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
dan mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah berlebih dapat
menahan air (retensi), sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Dunia
kedokteran juga telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi garam
dapat menurunkan tekanan darah, dan pengeluaran garam (natrium) oleh obat
diuretik (pelancar kencing) akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut
(Lany Gunawan, 2001:18).
Fungsi garam dalam kadar normal adalah sangat penting sebagai ion-
ion penjaga kestabilan pada sel tubuh dan dapat membantu menahan air. Pada
kondisi garam berlebihan (normal tubuh manusia mengkonsumsi tidak lebih
dari 2400 mg perhari) garam tersebut dapat tubuh menahan terlalu banyak air
sehingga volume cairan darah akan meningkat tanpa disertai penambahan
ruang pada pembuluh darah, yang akibatnya akan menambah tekanan darah
dalam pembuluh darah (Berita Kesehatan PT. Asuransi Jiwa Bakrie, 2006)
2. Genetik
Kasus hipertensi essensial 70-80% diturunkan oleh
orangtuanya. Apabila riwayat hipertensi didapat pada kedua orangtua maka
dugaan hipertensi esensial lebih besar ataupun pada kembar monozigot (satu
telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut
kemungkinan besar menderita hipertensi (Setiawan Dalimartha, 2008: 21).
Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara
terpisah atau bersama dan juga anak adopsi yang dibandingkan dengan anak-
anak bukan adopsi telah dapat mengungkapkan seberapa besar kesamaan
tekanan darah dalam keluarga yang merupakan faktor keturunan dengan yang
merupakan akibat kesamaan dalam gaya hidup. Berdasarkan penelitian
tersebut secara kasar, sekitar separuh penderita tekanan darah diantara orang-
orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetik dan separuhnya lagi
merupakan akibat dari faktor pola makan sejak masa awal kanak-kanak
(Beevers, 2002:32).
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi (Lany Gunawan, 2001:17).
3. Berat Badan Berlebih (Obesitas)
Obesitas adalah penumpukan lemak di dalam badan.
Kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi. Jika kelebihan
berat badan semakin meningkat, maka tekanan darah akan semakin tinggi
(Smith, 1992:15). Hal ini disebabkan karena tubuh orang yang memiliki
berat badan berlebih harus bekerja lebih keras untuk membakar kelebihan
kalori yang dikonsumsi (Beevers, 2002: 35).
Dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat
dengan terjadinya hipertensi di kemudian hari. Pada penyelidikan
dibuktikan bahwa curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas
dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang setara. Pada
orang yang obesitas tahanan perifer berkurang atau normal sedangkan
aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas rennim plasma yang
rendah (Arijatmo T dan Hendra U, 2001: 458).
Berat badan yang berlebihan akan membuat seseorang susah bergerak
dengan bebas. Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk memompa darah
agar bisa menggerakkan beban berlebihan dari tubuh tersebut. Karena itu
obesitas termasuk salah satu faktor yang meningkatkan risiko hipertensi dan
serangan jantung.
Cara yang mudah dan lebih obyektif untuk mengukur kelebihan berat
badan adalah dengan menghitung BMI (Body Mass Index) atau Indeks Masa
Tubuh dengan rumus:
BMI=Berat badan (kilogram=kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (meter
kuadrat=m2).
BMI > 20 = kurang berat badan
BMI 20-24 = normal atau sehat
BMI 25-29 = gemuk atau kelebihan berat badan
BMI >30 = sangat gemuk atau obesitas (Lanny Sustrani dkk, 2004:30)
4. Konsumsi Alkohol
Pada beberapa keadaan, hipertensi tampaknya dikaitkan
dengan konsumsi alkohol berlebihan dan hipertensi cenderung turun bila
konsumsi alkohol dihentikan atau dibatasi. Adanya konsumsi alkohol
yang berlebihan kadang-kadang diketahui setelah pemeriksaan darah rutin.
Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dapat merusak organ
hati (dapat menderita sirosis hati dimana organ hati mengkerut dan
rusak sehingga fungsinya rusak, meningkatkan tekanan darah, dapat
merusak dinding lambung, dan sebagainya. Alkohol mengandung kadar
trilgliserida sangat tinggi (Berita Kesehatan PT. Asuransi Jiwa Bakrie, 2006).
Alkohol dapat memacu tekanan darah. Karena itu 90 milimeter
per minggu adalah batas tertinggi yang boleh dikonsumsi. Ukuran
tersebut sama dengan 6 kaleng bir @ 360 mililiter atau 6 gelas anggur @
120 mililiter (Lanny Sustrani, 2004: 53). Batas yang masih aman
mungkin berkisar 2 unit sehari (1 unit dapat berupa 1 seloki minuman keras,
segelas anggur, atau seperempat liter bir). Namun akan lebih baik bila
penderita hipertensi tidak mengonsumsi alkohol sama sekali (Setiawan
Dalimartha, 2008: 18).
5. Merokok
Merokok akan menambah beban jantung sehingga jantung tidak dapat
bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan risiko kerusakan pembuluh
darah dengan mengendapkan kolesterol pada pembuluh darah jantung
koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras (Lanny Sustrani, 2004: 53).
Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok
yang dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu,
nikotin juga dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding
pembuluh darah (Setiawan Dalimartha, 2008:23). Menurut Lany Gunawan
(2001: 19) salah satu yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah
merokok, karena merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan
darah.
6. Aktivitas Fisik
Olahraga isotonik, seperti bersepeda, jogging, dan aerobik yang teratur
dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Orang yang kurang aktif berolahraga pada umumnya cenderung
mengalami kegemukan. Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah
obesitas serta mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Garam akan keluar
dari dalam tubuh bersama keringat (Setiawan Dalimartha, 2008: 23).
Olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskuler
dan menurunkan berat badan. Kurangnya aktivitas fisik dapat
mengakibatkan arteri-arteri kecil yang mulai mengerut sehingga hormone
pengatur tekanan darah juga dapat menjadi malas dan tidak terkontrol
kerjanya.
7. Umur
Tekanan darah normal sebenarnya itu bervariasi pada masing-masing
individu, tergantung dari usia dan kegiatannya sehari-hari. Penyakit
hipertensi paling dominan terjadi pada kelompok umur 31-55 tahun,
dikarenakan seiring bertambahnya usia. Dengan bertambahnya usia, tekanan
darah akan cenderung meningkat. Penyakit hipertensi umumnya berkembang
saat seseorang mencapai umur paruh baya, yakni cenderung meningkat
khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60
tahun ke atas. Pada umumnya, hipertensi menyerang pria pada usia di atas 31
tahun, sedangkan pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun (menopause)
(Setiawan Dalimartha, 2008: 22).
8. Ras
Data statistik di Amerika menunjukkan prevalensi hipertensi pada orang
kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit
putih.
9. Jenis Kelamin
Pada pria usia kurang dari 55 tahun, mereka berisiko lebih
tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita, sedangkan di atas usia
tersebut, justru wanita (setelah mengalami menopouse) yang berpeluang lebih
besar. Hal ini dikarenakan pada perempuan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia yang mana pada perempuan masa
premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-
laki. Sejalan dengan bertambahnya usia, tekanan darah seseorang menjadi
meningkat. Satu dari lima pria yang berusia antara 35-44 tahun memiliki
tekanan darah yang tinggi. Prevalensi hipertensi pada pria akan menjadi dua
kali lipat pada usia 45-55 tahun. Hal ini dikarenakan karena adanya
perubahan hormonal, keadaan stres, kelelahan, dan pola konsumsi makan
yang tidak terkontrol (Vitahealth, 2004:26).
10. Stress
Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika
ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan
kemampuan untuk mengatasinya (Terry looker dan Olga Gregson, 2005: 45).
Sudah lama diketahui bahwa stres atau ketegengan jiwa (rasa tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut, atau rasa bersalah)
dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin
dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis
atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi
(Lany Gunawan, 2001:18).
Penelitian pada Cornell Medical College menemukan bahwa tekanan
jiwa selama bertahun-tahun di tempat kerja meningkatkan risiko kena
hipertensi sebanyak tiga kali lebih besar. Orang-orang yang berpikiran positif
dan optimis akan lebih kecil peluangnya mendapat hipertensi (Lanny
Sustrani, 2004:41).
11. Sosial Ekonomi
Di negara-negara yang berada pada tahap pasca peralihan perubahan
ekonomi dan epidemiologi selalu dapat ditunjukkan bahwa arus tekanan
darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan
sosial ekonomi rendah. Hubungan yang selalu terbalik itu ternyata berkaitan
dengan tingkat penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan (Sarwono Waspadji,
2001:21).

D. Usia Lanjut
1. Pengertian lansia
Penuaan (proses terjadinya tua) adalah proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahanterhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring
dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah
kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif. Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia,
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoadmojo,
2010).
Menurut World Health Organization (WHO) ada beberapa batasan
umur Lansia, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun
b. Usia lanjut (fiderly) : 60 – 74 tahun
c. Lansia tua (old) : 75 – 90 tahun
d. Lansia sangat tua(very old) : > 90 tahun

Menurut Depkes RI (2003), lansia dibagi atas :


a. Pralansia : Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia : Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi : Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih

2. Klasifikasi lansia
Klasifikasi lansia ini adalah lima klasifikasi pada lansia
 Pralansia (Prasenilis): Seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun
 Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
 Lansia resiko tinggi: Seseorang yang beresiko 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003)
 Lansia potensial: Menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,2003) dalam
bukunya Rosidawati, 2008). Lansia yang mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat
 Lansia tidak potensial: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003)

E. Posyandu Lansia
1. Definisi posyandu lansia
Pelayanan kesehatan di kelompok usia lanjut meliputi pemeriksaan
kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu menuju sehat (KMS) usia lanjut
sebagai alat pencatat dan memamntau untuk mengetahuilebih awal penyakit
yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yan dihadapi
dan mencatat perkembangannya dalam buku pedoman pemeliharaan
kesehatan usia lanjut atau catatan kesehatan yang lazim digunakan di
puskesmas (Depkes RI, 2003).
2. Tujuan posyandu lansia
Menurut Depkes RI (2003), tujuan penyelenggaraan posyandu lansia adalah:
a. Meningkatkan keejahteraan usia lanjut melalui kegiatan kelompok
usia lanjut yang mandiri dalam masyarakat.
b. Memudahkan bagi usia lanjut dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan.
c. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan usia lanut,
khususnya aspek peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan
aspek pengobatan dan pemulihan.
d. Berkembangnya usia lanjut yang aktif melaksankan kegiatan dengan
kualitas yang baik secara berkesinambungan.
3. Mekanisme pelayanan posyandu lansia
Pelayanan yang diselenggarkan dalam posyandu lansia menggunakan
system lima meja, ada juga yang hanya menggunakan system pelayanan tiga
meja (Depkes RI, 2003), mendefinisikan mekanisme pelaksanaan kegiatan
sebaiknya menggunakan system lima meja.
F. Kerangka Teori

Usia Lanjut > 60


tahun

↓ Aktifitas Konsumsi
Stress Obesitas Riwayat
fisik Tinggi Garam
Perokok aktif,
alkohol

↑ Simpatis ↑ Konsentrasi Na

Disfungsi
endotel
↑ Retensi air
di Tubulus
Ginjal
↑ Renin ↑ Kontraktilias

↑ Venous
Angiotensinogen Angiotensin I ↑ Frekuensi Return

ACE
Angiotensin II ↑ Cardiac ↑ Preload
Output

↓ Reaktivitas NO
Vasokontriksi
dan Vasodilator

↑ Resistensi
Perifer

↑Tekanan
Darah

Gambar 4.6. Kerangka Teori


G. Kerangka Konsep

Pasien Usia Lanjut Pasien Penderita


Usia ≥60 tahun Hipertensi

Usia
Jenis Kelamin
Merokok
Konsumsi Garam tinggi
Kurang Aktivitas Fisik
Minum-minuman
berakhohol

Gambar 4.7. Kerangka Konsep


BAB V
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional. Pada studi cross sectional atau potong lintang
dilakukan pengambilan data variabel bebas dan variabel terikat secara bersamaan
pada suatu periode tertentu (Sastroasmoro, 2011).
B. Ruang Lingkup Kerja
a. Tempat: Desa Karangreja, Desa Cimanggu, Desa Cilempuyang, Desa Rejodadi,
Desa Negarajati, Desa Cisalak, Desa Pesahangan, Desa Cijati, Kecamatan
Cimanggu, Kabupaten Cilacap.
b. Waktu : 1 Januari 2018 – 12 Januari 2018
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi dan Sampel
a) Populasi target
Seluruh lanjut usia yang menderita hipertensi
b) Populasi terjangkau
Seluruh lanjut usia penderita hipertensi di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten
Cilacap bulan November 2017 - Maret 2018.
2. Kriteria Sampel
Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan metode purposive
sampling. Sampel yang diteliti merupakan populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
a) Kriteria inklusi
1) Warga Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap
2) Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan.
b) Kriteria eksklusi
1) Tidak mengisi data kuesioner secara lengkap
2) Tidak menandatangani lembar persetujuan.

D. Faktor yang Diteliti (Variabel Penelitian)


1. Konsumsi Garam
2. Merokok
3. Aktivitas fisik
4. Konsumsi Alkohol
5. Jenis Kelamin

E. Instrumen Pengambilan Data


1. Data Primer
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner sebagai jenis data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari
sumbernya. Kuesioner digunakan untuk mengetahui
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Cimanggu 1, Kabupaten
Cilacap.

F. Rencana Penyajian dan Analisis Data


Data dari hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
batang, sedangkan data hasil penelitian akan dianalisis secara univariat, bivariat,
multivariat.

BAB VI
HASIL DAN PEMBAHSAN

A. Deskripsi data
Desa Jenis kelamin Konsumsi Konsumsi Merokok Tidak Total
garam alkohol beraktifitas
berlebih fisik

Laki- Perempuan Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak


laki
Pesahangan 28 22 42 8 1 49 14 36 6 44 50
Cilempuyang 12 13 30 0 0 30 15 15 23 7 30
Rejodadi 0 17 14 3 0 17 1 16 16 1 17
Negarajati 11 22 32 1 0 33 11 22 23 10 33
Cijati 9 51 33 27 0 60 8 52 48 12 60
Cimanggu 10 62 43 29 0 72 13 59 62 10 72
Karangreja 14 48 35 27 0 62 15 47 45 17 62
Cisalak 28 46 58 16 0 74 26 48 35 39 74
Total 112 281 287 111 1 397 103 295 258 140 398

1. Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yaitu: di Desa Pesahangan


terdapat 28 (56,0%) responden dengan jenis kelamin laki-laki; dan 22 (44,0%)
responden dengan jenis kelamin perempuan; di Desa Cileumpuyang terdapat 12
(48,0 %) responden dengan jenis kelamin laki-laki; dan 13 (52,0%) responden
dengan jenis kelamin perempuan; sedangkan di Desa Rejodadi terdapat 0 (%)
responden dengan jenis kelamin laki-laki; dan 7 (100,0%) responden dengan
jenis kelamin perempuan; di Desa Negarajati terdapat 11 (33,0 %) responden
dengan jenis kelamin laki-laki; dan 22 (67,0%) responden dengan jenis kelamin
perempuan; di Desa Cijati terdapat 9 (15,0 %) responden dengan jenis kelamin
laki-laki; dan 51 (85,0%) responden dengan jenis kelamin perempuan; di Desa
Cimanggu terdapat 10 (14,0 %) responden dengan jenis kelamin laki-laki; dan
62 (86,0%) responden dengan jenis kelamin perempuan; di Desa Karangreja
terdapat 12 (23,0 %) responden dengan jenis kelamin laki-laki; dan 13 (77,0%)
responden dengan jenis kelamin perempuan; di Desa Cisalak terdapat 28 (38,0
%) responden dengan jenis kelamin laki-laki; dan 46 (62,0%) responden dengan
jenis kelamin perempuan. Data dapat dilihat pada tabel Karakteristik Responden
Berdasarkan

A. Desa Pesahangan

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 28 56,0%
Perempuan 22 44,0%
Total 50 100%
B. Desa Cileumpuyang

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 12 48,0%
Perempuan 13 52,0%
Total 25 100%

C. Desa Rejodadi

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 0 00,0%
Perempuan 7 100,0%
Total 7 100%

D. Desa Negarajati

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 11 33,0%
Perempuan 22 67,0%
Total 33 100%

E. Desa Cijati

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 9 15,0%
Perempuan 51 85,0%
Total 60 100%

F. Desa Cimanggu

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 10 14,0%
Perempuan 62 86,0%
Total 72 100%

G. Desa Karangreja

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 14 23,0%
Perempuan 48 77,0%
Total 62 100%

H. Desa Cisalak

Jenis Kelamin N %
Laki-laki 28 38,0%
Perempuan 46 62,0%
Total 74 100%

2. Konsumsi Garam

Gambaran faktor risiko konsumsi garam terhadap penyakit hipertensi yang


diderita oleh responden pada penelitian ini adalah sebagai berikut: di Desa
Pesahangan dengan 50 (100%) responden, 42 (84%) responden
mengkonsumsi garam, sedangkan 8 (16%) responden tidak mengkonsumsi
garam; di Desa Cilempuyang dengan 30 (100%) responden, 30 (100%)
responden mengkonsumsi garam, sedangkan 0 (0%) tidak mengkonsumsi
garam; di Desa Rejodadi dengan 17 (%) responden, 14 (82%) responden
mengkonsumsi garam, sedangkan 3 (18%) responden tidak mengkonsumsi
garam; di Desa Negarajati dengan 33 (100%) responden, 32 (97%) responden
mengkonsumsi garam, sedangkan 1 (3%) tidak mengkonsumsi garam; di
Desa Cijati dengan 60 (100%) responden, 33 (55%) responden
mengkonsumsi garam, sedangkan 27 (45%) tidak mengkonsumsi garam; di
Desa Cimanggu dengan 72 (100%) responden, 43 (60%) responden
mengkonsumsi garam, sedangkan 29 (40%) tidak mengkonsumsi garam; di
Desa Karangreja dengan 62 (100%) responden, 35 (56%) responden
mengkonsumsi garam, sedangkan 27 (44%) tidak mengkonsumsi garam; di
Desa Cisalak dengan 74 (100%) responden, 58 (78%) responden
mengkonsumsi garam, sedangkan 16 (22%) tidak mengkonsumsi garam.

Garam dapur mengandung sekitar 40% natrium, dan kebutuhan tubuh


manusia terhadap natrium tidak lebih dari 2400 mg per hari. Natrium bersama
klorida dalam garam dapur sebenarnya membantu tubuh mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun natrium
dalam jumlah berlebih dapat menahan terlalu banyak air sehingga volume
cairan darah akan meningkat tanpa disertai penambahan ruang pada
pembuluh darah, yang akibatnya akan menambah tekanan darah dalam
pembuluh darah.
3. Konsumsi Alkohol

Gambaran faktor risiko konsumsi alkohol terhadap penyakit hipertensi yang


diderita oleh responden pada penelitian ini adalah sebagai berikut: di Desa
Pesahangan dengan 50 (100%) responden, 1 (2%) responden mengkonsumsi
alkohol, sedangkan 49 (98%) responden tidak mengkonsumsi alkohol; di
Desa Cilempuyang dengan 30 (100%) responden, 0 (0%) responden
mengkonsumsi alkohol, sedangkan 30 (100%) responden tidak
mengkonsumsi alkohol; Desa Rejodadi dengan 17 (100%) responden, 0 (0%)
responden mengkonsumsi alkohol, sedangkan 17 (100%) responden tidak
mengkonsumsi alkohol; di Desa Negarajati dengan 33 (100%) responden, 0
(0%) responden mengkonsumsi alkohol, sedangkan 33 (100%) responden
tidak mengkonsumsi alkohol; di Desa Cijati dengan 60(100%) responden, 0
(0%) responden mengkonsumsi alkohol, sedangkan 60 (100%) responden
tidak mengkonsumsi alkohol; di Desa Cimanggu dengan 72 (100%)
responden, 0 (0%) responden mengkonsumsi alkohol, sedangkan 72 (100%)
responden tidak mengkonsumsi alkohol; di Desa Karangreja dengan 62
(100%) responden, 0 (0%) responden mengkonsumsi alkohol, sedangkan 62
(100%) responden tidak mengkonsumsi alkohol; di Desa Cisalak dengan 74
(100%) responden, 0 (0%) responden mengkonsumsi alkohol, sedangkan 74
(100%) responden tidak mengkonsumsi alkohol.
Alkohol mengandung kadar trilgliserida yang sangat tinggi, dan
mengkonsumsi 2-3 minuman mengandung alkohol dalam satu hari untuk
waktu yang lama dapat dikatagorikan sebagai alkoholisme atau
mengkonsumsi alkohol berlebihan. Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan
dapat meningkatkan risiko terjadinya kerusakan system saraf pusat dan organ
lainnya, di antaranya hati dan lambung . Namun demikian pada beberapa
keadaan, konsumsi alkohol secara berlebihan juga dapat dikaitkan
dengan angka kejadian hipertensi, alkohol yang mengandung kadar
trilgliserida yang sangat tinggi tersebut dapat menyebabkan peningkatan
tekanan pada pembuluh darah, sehingga menyebabkan hipertensi.
4. Aktivitas Fisik
Gambaran faktor risiko aktivitas fisik terhadap penyakit hipertensi yang
diderita oleh responden pada penelitian ini adalah sebagai berikut: di Desa
Pesahangan dengan 50 (100%) responden, 44 (88%) responden melakukan
aktivitas fisik, sedangkan 6 (12%) responden tidak melakukan aktivitas fisik;
di Desa Cilempuyang dengan 30 (100%) responden, 7 (23%) responden
melakukan aktivitas fisik, sedangkan 23 (77%) responden tidak melakukan
aktivitas fisik; Desa Rejodadi dengan 17 (100%) responden, 1 (6%)
responden melakukan aktivitas fisik, sedangkan 16 (94%) responden tidak
melakukan aktivitas fisik; di Desa Negarajati dengan 33 (100%) responden,
10 (30%) responden melakukan aktivitas fisik, sedangkan 23 (70%)
responden tidak melakukan aktivitas fisik; di Desa Cijati dengan 60(100%)
responden, 12 (20%) responden melakukan aktivitas fisik, sedangkan 48
(80%) responden tidak melakukan aktivitas fisik; di Desa Cimanggu dengan
72 (100%) responden, 10 (14%) responden melakukan aktivitas fisik,
sedangkan 62 (86%) responden tidak melakukan aktivitas fisik; di Desa
Karangreja dengan 62 (100%) responden, 17 (27%) responden melakukan
aktivitas fisik, sedangkan 45 (73%) responden tidak melakukan aktivitas
fisik; di Desa Cisalak dengan 74 (100%) responden, 39 (53%) responden
melakukan aktivitas fisik, sedangkan 35 (47%) responden tidak melakukan
aktivitas fisik.
Aktivitas fisik secara teori mempengaruhi tekanan darah seseorang, semakin
sering seseorang melakukan aktivitas fisik maka semakin kecil resiko terkena
hipertensi. Seseorang dengan aktivitas fisik ringan memiliki kecenderungan
sekitar 30%-50% terkena hipertensi dibandingkan seseorang dengan aktivitas
sedang atau berat. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dan tepat
dengan frekuensi dan lamanya waktu sesuai akan dapat membantu seseorang
dalam menurunkan tekanan darahnya. Aktivitas fisik yang cukup dapat
membantu menguatkkan jantung sehingga dapat memompa darah lebih baik
tanpa harus mengeluarkan energi atau kemampuan yang besar. Semakin
ringan kerja jantung makan semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah
arteri sehingga mengakibatkan tekanan darah menjadi turun. Mekanisme
dasar dari efek aktivitas fisik terhadap hipertensi itu memiliki banyak faktor.
Aktifitas fisik terutama aerobik atau gerak badan isotonic (berlari,jalan kaki)
akan meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang yang mendorong
peningkatkan aktivitas dari Nitrit oxide (NO), serta merangsang pembentukan
dan pelepasan endothelial derive, berkurangnya faktor relaxing faktor
(EDRF) yang merelaksasi dan melebarkan pembuluh darah,mengurangi
hipertrofi ventrikel, mengurangi aktivitas fibrinogen dan platelet., manfaat
aerobic adalah dapat mengontrol kadar glukosa, mengurangi kadar kolestrol
LDL, trigliserida, indeks masa tubuh dan inflamasi sistemik. 35-41 Selain itu,
diantara semua mekanisme diatas, latihan fisik seperti olahraga juga dapat
mencegah terjadinya hipertensi, obesitas, dislipidemia, diabetes type 2
5. Resiko Merokok

Gambaran faktor risiko merokok terhadap penyakit hipertensi yang diderita


oleh responden pada penelitian ini adalah sebagai berikut: di Desa
Pesahangan dengan 50 (100%) responden, 14 (28%) responden merokok,
sedangkan 36 (72%) responden tidak merokok; di Desa Cilempuyang dengan
30 (100%) responden, 15 (50%) responden merokok, sedangkan 15 (50%)
responden tidak merokok; di Desa Rejodadi dengan 17 (100%) responden, 1
(6%) responden merokok, sedangkan 16 (94%) responden tidak merokok; di
Desa Rejodadi dengan 17 (%) responden, 1 (6%) responden merokok,
sedangkan 16 (94%) responden tidak merokok; di Desa Negarajati dengan 33
(100%) responden, 11 (33%) responden merokok, sedangkan 22 (67%)
responden tidak merokok; di Desa Cijati dengan 60 (100%) responden, 8
(13%) responden merokok, sedangkan 52 (87%) responden tidak merokok; di
Desa Cimanggu dengan 72 (100%) responden, 13 (18%) responden merokok,
sedangkan 59 (82%) responden tidak merokok; di Desa Karangreja dengan 62
(100%) responden, 15 (24%) responden merokok, sedangkan 47 (76%)
responden tidak merokok; di Desa Cisalak dengan 74 (100%) responden, 26
(35%) responden merokok, sedangkan 48 (65%) responden tidak merokok.

Merokok merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi. Nikotin


dalam rokok merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera
setelah hisapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin
diserap oleh pembuluh-pembuluh darah kecil di dalam paru-paru dan
diedarkan ke aliran darah, hanya butuh beberapa detik untuk nikotin
mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kalenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini
akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja
lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi serta peran karbonmonoksida
yang dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Dengan menghisap sebatang rokok akan
memberi pengaruh besar terhadap naiknya tekanan darah, hal ini dikarenakan
asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200
diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi
tubuh
B. Grafik data responden di wilayah kerja puskesmas Cimanggu 1
C. Keterbatasan Penelitian
BAB VII
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan penjelasan di atas, faktor resiko yang paling berpengaruh
terhadap kejadian hipertensi di masyarakata wilayah kerja Puskesmas Cimanggu
Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap adalah aktivitas fisik, konsumsi
garam, merokok, minuman beralkohol maka dapat diambil beberapa masalah
yang terkait faktor resiko yang sudah teridentifikasi tersebut. Pemecahan
masalah yang terkait aktivitas fisik, konsumsi garam, merokok, minuman
beralkohol dengan hipertensi maka dapat dibuat beberapa alternatif. Metode
yang digunakan adalah metode Rinke. Metode ini menggunakan dua kriteria
yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya
yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
1) Kriteria efektifitas jalan keluar
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang diatasi besar
5. Masalah yang diatasi dapat sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah):
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
2) Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yangdikeluarkan
dalam menyelesaikan masalah)
1. Biaya sangat mahal
2. Biaya mahal
3. Biaya cukup mahal
4. Biaya murah
5. Biaya sangat murah
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Rinke untuk
masalah konsumsi garam berlebih, stress, olahraga, merokok dan obesitas di
Kecamatan Tambak adalah sebagai berikut :
Tabel 10. Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke

Efektivitas Urutan
Prioritas
Daftar Alternatif Jalan M I V Efisiensi MxIxV/
No Pemeca
Keluar (C) C
han
Masalah
1 Penyuluhan penyakit 5 2 3 5 15 1
hipertensi dan kaitannya
dengan merokok, berat
badan lebih, konsumsi
garam berlebih, dan
kurangnya aktivitas fisik
2 Melakukan Senam 2 2 3 2 9 2
Lansia

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan


metode Rinke, maka didapat dua prioritas pemecahan masalah, yaitu melakukan
penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko yang mempengaruhi kejadian
hipertensi. Dengan melakukan penyuluhan dapat dilakukan disebar ke berbagai
desa, maka lebih banyak masyarakat yang dapat terlibat dibandingkan
menjalankan senam lansia yang mungkin hanya dapat mengundang beberapa
lansia saja karena keterbatasan lahan, waktu tempat tenaga dan biaya.
Penyuluhan juga dapat dianggap alternatif pemecahan masalah yang dapat cepat
dilaksanakan, lebih banyak mencakup masyarakat dan membutuhkan dana yang
murah. Oleh karena itu, dari metode Rinke tersebut pemecahan masalah yang
akan dilakukan adalah dengtan melakukan penyuluhan mengenai faktor-faktor
resiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi.
BAB VIII
RENCANA KEGIATAN (PLAN OF ACTION)
BAB IX
PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN

You might also like