Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
1. dr Nurshela Fariska
2. dr. Fikrianisa Safrina
3. dr. Faidh Husnan
4. dr. Reni Herlinawati
5. dr. Gunandi Cahyo P
6. dr. Septiana Priyani
7. dll………
Pembimbing:
dr. Yani Amaroh
dr. Ratmawati
dr. Nur Cahyono Anggorojati
PUSKESMAS CIMANGGU I
KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH
PERIODE NOVEMBER 2017 – NOVEMBER 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan segala bidang di Indonesia telah meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang ditandai oleh berbagai kemajuan seperti
penurunan angka kematian bayi dan balita, berkurangnya kejadian berbagai
penyakit menular, serta peningkatan umur harapan hidup. Perubahan tingkat
kesehatan juga memicu transisi epidemiologi penyakit yakni bertambahnya
penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular (PTM). Kecenderungan ini
juga dipengaruhi oleh berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi,
dan globalisasi (Dinkes Jawa Tengah,2005).
Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka
dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula.
Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan
mortalitas tinggi adalah hipertensi (Boedhi Darmojo dan Hadi Martono,
1999:396)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab
meningkatnya risiko penyakit stroke, jantung, dan ginjal. Pada akhir abad 20,
penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi penyebab utama kematian di
negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh
darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data kematian di rumah sakit
tahun 2005 sebesar 16,7% (Depkes,2007)
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan
dan menunjukkan bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita yang
belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun
penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian
besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak
berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti
di Ungaran, Jawa Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian
Jaya 0,6%; dan Talang Sumatera Barat 17,8% (Armilawaty dkk, 2007).
Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) menyatakan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar antara
17-21%. Data secara nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar penderita
hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi
umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya. Hal tersebut dikemukakan saat
peringatan Hari Hipertensi 2007 di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita Jakarta (Siti Fadilah Supari, 2007).
Di dunia, hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa
menderita tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis
serius yang bisa merusak organ tubuh. Setiap tahun darah tinggi menjadi
penyebab 1 dari setiap 7 kematian (7 juta per tahun) disamping menyebabkan
kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal. Berdasarkan data WHO dari 50%
penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan
hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases). Padahal
hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung, otak, syaraf, kerusakan
hati, dan ginjal sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal ini
merupakan beban yang besar baik untuk keluarga, masyarakat maupun negara.
Di negara maju, pengendalian hipertensi juga belum memuaskan, bahkan di
banyak negara pengendalian tekanan darah hanya 8% karena menyangkut
banyak faktor baik dari penderita, tenaga kesehatan, obat-obatan, maupun
pelayanan kesehatan (Siti Fadilah Supari, 2007). Di Amerika, diperkirakan 1 dari
4 orang dewasa menderita hipertensi. Menurut WHO dan the International
Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di
seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari
setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat
(Rahajeng, et al., 2009).
Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang
tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada
orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi
sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak
menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan
hipertensi esensial (Armilaty dkk, 2007). Prevalensi hipertensi di Indonesia
tahun 2013 berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8
persen (Riskesda, 2013). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit
nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian
tersebut disebabkan oleh hipertensi (Rahajeng, et al., 2009). Berdasarkan
Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di Jawa Tengah mencapai 26,4%.
(Riskesda, 2013).
Di Puskesmas I Cimanggu, penyakit hipertensi termasuk kedalam 10 besar
kasus penyakit terbanyak. Angka kejadian hipertensi di Puskesmas I Cimanggu
pada tahun 2016 mencapai 525 kasus untuk rawat jalan, dan 99 kasus untuk di
rawat inap. Jumlah lansia di wilayah Puskesmas Cimanggu I sebanyak 14.698
orang. Jumlah lansia Desa Karangreja sebanyak 2.368 orang, Desa Cimanggu
1.771, Desa Cilempuyang 1.961, Desa Rejodadi 2.575 orang, Desa Negarajati
1.799 orang, Desa Cisalak 1.296 orang , Desa Pesahangan 1.500 orang dan desa
Cijati 1.428 orang. Hipertensi merupakan penyakit tertinggi yang dimiliki oleh
para lansia di wilayah kerja Puskesmas I Cimanggu yaitu sebesar 51% lansia
memiliki tekanan darah tinggi.
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali
lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena
serangan jantung (Rahajeng et al., 2009). Hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke (15,4 %) dan tuberkulosis (7,5 %), yakni
mencapai 6,8 % dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes
RI, 2008). Oleh karena itu, perlu adanya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan yang adekuat pada penderita hipertensi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam dua
faktor yaitu faktor yang tidak dapat diubah seperti jenis kelamin, umur, genetik
dan faktor yang dapat diubah seperti pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-
lain. Untuk terjadinya hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara
bersama - sama (common underlying risk factor), dengan kata lain satu faktor
risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya hipertensi (Elsanti, 2009).
Pengetahuan diduga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi tindakan
dan perilaku penderita hipertensi dalam mengendalikan penyakitnya. Edukasi
tentang penyakit tersebut dibutuhkan bagi masyarakat cakupan Puskesmas I
Cimanggu seperti modifikasi gaya hidup sehat, konsumsi gizi seimbang,
pemeliharaan berat badan ideal, pembatasan konsumsi garam, berolahraga serta
tidak merokok yang merupakan upaya untuk pengendalian hipertensi (Ningsih,
2009).
Angka kejadian hipertensi yang selalu meningkat menjadi latar belakang
dalam pengambilan kasus Miniproject. Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin
mengetahui faktor risiko hipertensi pada masyarakat wilayah kerja Puskesmas I
Cimanggu dengan angka kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas I
Cimanggu Kabupaten Cilacap.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah:
“Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di Wilayah
Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan konsumsi garam dengan kejadian
hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
b. Untuk mengetahui hubungan berat badan berlebih atau obesitas dengan
kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun
2018.
c. Untuk mengetahui hubungan konsumsi alkohol dengan
kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun
2018.
d. Untuk mengetahui hubungan merokok dengan kejadian hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
e. Untuk mengetahui hubungan kurang aktivitas fisik dengan
kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun
2018.
f. Untuk mengetahui hubungan stress dengan kejadian hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
g. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
h. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanggu 1 Tahun 2018.
A. Keadaan Geografi
Wilayah kerja Puskesmas Cimanggu I merupakan daerah yang berada dalam
wilayah Kecamatan Cimanggu. Terdiri dari 8 desa dari 15 desa yang ada di
kecamatan Cimanggu. Batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Barat :Kecamatan Majenang.
2. Sebelah Utara :Kabupaten Brebes.
3. Sebelah Timur :Desa Kutabima, Cibalung, Bantarmanggu,
Bantarpanjang.
4. Sebelah Selatan : Kecamatan Cipari.
Puskesmas Cimanggu I berdiri tahun 1978. Dengan Luas Tanah 3.850 m2.,
mempunyai 8 Desa yaitu Desa Karangreja , Cimanggu , Cilempuyang ,
Rejodadi , Negarajati , Cisalak , Pesahangan dan Cijati dengan luas wilayah
keseluruhan 99,24 Km². Enam puluh persen (60%) terletak di dataran tinggi yaitu
Desa Negarajati , Cisalak , Pesahangan, Cijati. Sedangkan 40 % sisanya meliputi
Desa Karangreja , Cimanggu , Cilempuyang , Rejodadi berada di daerah
ampahan.
B. Keadaan Demografi
Jumlah penduduk di Wilayah kerja Cimanggu I tahun 2016 sebanyak 50.125
jiwa. Dengan kepadatan penduduk 505 jiwa/Km2 . dan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 18.382 jiwa serta jumlah penduduk perempuan sebanyak 31.743 jiwa.
Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah di bidang pertanian.
Selama tahun 2016 jumlah penduduk miskin dengan kriteria dari petunjuk teknis
BPJS Kesehatan adalah sebesar 29.019 jiwa, yang semuanya sudah mendapat
perlindungan Askeskin.
Tingkat pendidikan penduduk Cimanggu I tahun 2016 dari yang sekolah SD
sampai dengan perguruan tinggi sebanyak 20.935 jiwa atau 69,2 % dari jumlah
penduduk total. hal ini menunjukan kemampuan dasar dalam hal membaca sudah
cukup baik dan juga kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sudah
meningkat.
NO JENIS TENAGA
PNS PTT HONORER MAGANG JUMLAH
1 Dokter Umum 2 2
2 Dokter Gigi 1 1
3 Perawat Gigi 1 1
4 Perawat Ners 2 2 4
5 Perawat Non Ners 7 6 4 17
6 Bidan 11 8 19
7 Bidan Desa 10 2 12
8 Sanitasi Lingkungan 1 1
9 Analis Kesehatan 1 1
10 Apoteker 1 1
11 Pengemudi Ambulan 1 1
Pengadministrasi
12 1 1
Kepegawaian
13 Pengadministrasian Umum 2 2
14 Pengelola Pendaftaran 1 1 2
Kesehatan Masyarakat
15 1 1
lainnya
Kepala Sub Bagian Tata
16 1 1
Usaha
17 Petugas Kebersihan 1 1
18 Petugas Kebun 1 1
19 Penyaji Makanan 1 1
JUMLAH 40 2 8 20 70
Satuan Penunjang
1) Puskesmas Pembantu
Pengertian puskesmas pembantu yaitu Unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan
berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan puskesmas dalam rung lingkup wilayah yang lebih kecil
2) Puskesmas Keliling
Pengertian puskesmas Keliling yaitu Unit pelayanan kesehatan keliling yang
dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan peralatan kesehatan, peralatan
komunikasiserta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas.dengan funsi dan
tugas yaitu Memberi pelayanan kesehatan daerah terpencil ,Melakukan
penyelidikan KLB,Transport rujukan pasien, Penyuluhan kesehatan dengan
audiovisual.
3) Bidan desa
Bagi desa yang belum ada fasilitas pelayanan kesehatan ditempatkan seorang bidan
yang bertempat tinggal di desa tersebut dan bertanggung jawab kepada kepala
puskesmas. Adapun Tugas utama bidan desa yaitu :
1. a) Membina PSM
2. b) Memberikan pelayanan
c) Menerima rujukan dari masyarakat
Fungsi
1) Pusat pengerak pembangunan berwawasan kesehatan Pusat pemberdayaan
2) masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan
3) Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
1. Peran Puskesmas
Sebagai lembaga kesehatan yang menjangkau masyarakat diwilayah terkecil dalam
hal pengorganisasian masyarakat serta peran aktif masyarakat dalam
penyelenggaraan kesehatan secara mandiri
1. Cara-cara yang ditempuh
1) Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka menolong dirinya sendiri.
2) Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggunakan
sumber daya secara efisien dan efektif.
3) Memberikan bantuan teknis
4) Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat
5) Kerjasama lintas sector
F. Sarana Kesehatan
Hasil Kegiatan Kesehatan Gigi secara rinci dapat dilihat pada table di bawah
1.2.1.1.3. Pneumonia
Penyakit pneumonia tahun 2017 ada 8 Kasus. Menurun dibandingkan dengan
tahun 2016 ada 17 kasus.
1.2.1.1.4. Malaria
Di Wilayah UPTD Puskesmas Cimanggu I pada Tahun 2017 tidak ditemukan
penderita malaria.
1.2.1.1.5. TB Paru
Penyakit tuberculosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Pada tahun 2017 ditemukan 44 kasus baru TB BTA positif. Desa
Negarajati 9 kasus merupakan penyumbang terbesar.
1.2.1.1.6. AFP
Tahun 2017 di wilayah UPTD Puskesmas Cimanggu I tidak terdapat kasus
AFP.
1.2.1.1.7. Kusta
Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Cimanggu I ditemukan 2 kasus kusta. 1
Kasus Di Wilayah Cimanggu dengan kasus kusta basah dan 1 kasus di Desa
Rejodadi dengan 1 kusta kering.
1.3.Imunisasi
Indikator pencapaian imunisasi campak digunakan penafsiran imunisasi
lengkap. Desa dikategorikan telah mencapai UCI apabila cakupan imunisasi
campak 80 % DPT 3 dan polio 4. cakupan tingkat Puskesmas tahun 2017 mencapai
62.5 %. Sehingga pada tahun 2017 belum semua Desa UCI di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Cimanggu I . Desa yang belum UCI adalah Desa Cilempuyang , Desa
Negarajati dan Desa Pesahangan.
1.3.1.BCG
1.3.3 DPT/Hb 3
Pencapaian imunisasi ini bertujuan untuk menilai cakupan imunisasi DPT Hb
3 pada bayi. Cakupan Puskesmas Cimanggu I adalah 87.05 % untuk tahun 2017.
1.3.4 Polio 4
1.3.5 Campak
1.4 Kesehatan Lingkungan
Kegiatan penyehatan lingkungan bersifat promotif, preventif dan prolektif
serta dilaksanakan bersama – sama dengan masyarakat, sehingga diharapkan
secara epidemologi akan mampu memberikan kontribusi yang bermakna terhadap
derajat kesehatan masyarakat.
Tahun 2017 program kesehatan lingkungan yang telah dilaksanakan
adalah :
1.7 PROMKES
Untuk melaksanakan misi pembangunan kesehatan diperlukan promosi
kesehatan, hal ini disebabkan program promosi kesehatan berorientasi pada proses
pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku bersih dan sehat, melalui
peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatannya.
1.7.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS )
Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar,
maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi
sehat, salah satunya melalui program PHBS.
Program PHBS sebagai suatu upaya yang memberikan pengalaman belajar
atau menciptakan suatu kondisi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat
dengan membuka jalur komuniksi, memberikan informasi dan melakukan edukasi
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan,
bina suasana dan pemberdayaan masyarakat.
Rumah tangga sebagai salah satu sasaran dalam program PHBS, sampai
dengan tahun 2016 di wilayah UPTD Puskesmas Cimanggu I sudah 100 % rumah
tangga yang ber – PHBS . Beberapa hal yang telah dilakukan dalam rangka
meningkatkan prosentase keluarga yang ber – PHBS antara lain :
≈ Penyuluhan dan penyebaran informasi PHBS
≈ Pengkajian ulang tentang cara pendataan PHBS oleh kader atau petugas
PHBS
≈ Menganalisis data rutin di Puskesmas
1.7.2 Posyandu
Upaya revitalisasi posyandu sejak tahun 2017 dilakukan dengan
memanfaatkan program atau kegiatan yang diarahkan untuk pelayanan pemenuhan
kebutuhan dasar pengembangan manusia khususnya ibu dan anak.
Table 69 memberikan gambaran bahwa dari jumlah total posyandu di wilayah
Puskesmas Cimanggu I sebanyak 67 posyandu, ternyata posyandu madya 20
posyandu, posyandu purnama sebanyak 38 posyandu dan posyandu mandiri
sebanyak 9 posyandu.. Di Wilayah UPTD Puskesmas Cimanggu I belum ada
Posyandu dengan strata Pratama..
Target sampai dengan tahun 2018 jumlah posyandu purnama dan mandiri
sebanyak 40%, berarti upaya peningkatan criteria posyandu agar tercapai target
posyandu purnama dan mandiri, melalui :
≈ Pemberdayaan kader
≈ Penyediaan fasilitas operasional posyandu (Blangko SIP, Dacin)
≈ Mengupayakan kegiatan yang mempunyai daya tarik
≈ Mobilisasi sumber daya masyarakat
≈ Memanfaatkan potensi yang ada
1.8 LANSIA
Bentuk kepedulian Puskesmas Cimanggu I terhadap kesehatan usia lanjut
telah terjalin kerjasama antara Puskesmas dengan masyarakat dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada usia lanjut.
Posyandu lansia di wilayah Puskesmas Cimanggu I tahun 2017 sebanyak 8
posyandu desa dengan kegiatan antara lain penyuluhan, senam lansia dan
pemeriksaan kesehatan dengan hasil : Jumlah lansia di wilayah Puskesmas
Cimanggu I sebanyak 7.401 orang. Jumlah lansia Desa Karangreja sebanyak 9.69
orang, Desa Cimanggu 1.122, Desa Cilempuyang 899, Desa Rejodadi 1.289 orang,
Desa Negarajati 851 orang, Desa Cisalak 780 orang , Desa Pesahangan 748 orang
dan desa Cijati 743 orang.
Jumlah kelainan yang diderita pasien usia lanjut : Mental emosional 0,6%,
tekanan darah tinggi 59, anemia 0, diabetes mellitus 0,3%, gangguan ginjal 0,8%
dan penyakit lain 33,9%.
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAH DAN PRIORITAS MASALAH
Tabel 3.2. Daftar 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2016 Puskesmas Cimanggu I
No Nama Penyakit Jumlah Prevalensi (per 1.000
penduduk
1 ISPA 925 160.6
2 Penyakit lain pd sal 837 145.4
pernapasan bagian atas
3 678 117.7
Gastritis, unspesified
4 663 115.4
Myalgia
5 Nasofaringitis akut 569 98.8
6 Hipertensi esensial 525 91.14
7 Infeksi sal.napas 517 89.75
bag.atas akut lainnya
8 Osteoartritis/gout 395 68.7
unspecified
9 Dispepsia 312 54.16
10 Cephalgia/sakit kepala 339 58.8
1. : besarnya masalah
Kelompok kriteria A
2. : kegawatan masalah, penilaian terhadap
Kelompok kriteria B dampak, urgensi dan biaya
3. : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
Kelompok kriteria C penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
4. : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap
Kelompok kriteria D propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah
Puskesmas I Cimanggu adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung.
Tabel 3.3. Kriteria A Hanlon Kuantitatif
Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas
II Tambak
Masalah
0-50 (per 51-100 101-200 201-400 Nilai
kesehatan
1.000) (per 1.000) (per 1.000) (per 1.000)
(1) (2) (3) (4)
ISPA X 3
Penyakit lain pd X 3
sal pernapasan
bagian atas
Gastritis, X 3
unspesified
Myalgia X 3
Nasofaringitis X 2
akut
Hipertensi X 2
esensial
Infeksi sal.napas X 2
bag.atas akut
lainnya
Osteoartritis/gout X 2
unspecified
Dispepsia X 2
Cephalgia X
2
2. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematiaan)
Skor : 1 = Tidak gawat
2 = Kurang gawat
3 = Cukup gawat
4 = Gawat
5 = Sangat gawat
3. Kriteria C (penanggulangan
masalah)
Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 1 = Sangat sulit di tanggulangi
2 = Sulit ditanggulangi
3 = Cukup bisa ditanggulangi
4 = Mudah ditanggulangi
5 = Sangat mudah ditanggulangi
Pada tahap ini dilakukan pengambilan suara dari 2 orang yang kemudian
dirata-rata untuk menentukan skor, dimana skor tertinggi merupakan masalah
yang paling mudah ditanggulangi. Adapun hasil konsensus tersebut adalah
sebagai berikut :
1. ISPA : (3+3)/2 = 4
2. Penyakit lain pd sal pernapasan bagian atas : (3+3)/2 = 3
3. Gastritis, unspesified : (3+3)/2 = 3
4. Myalgia : (3+3)/2 = 3
5. Nasofaringitis akut : (4+4)/2 = 4
6. Hipertensi essential : (4+3)/2 = 4
7. Infeksi sal.napas bag.atas akut lainnya : (3+3)/2 = 3
8. Osteoartritis/gout unspecified : (4+4)/2 = 2
9. Dispepsia : (2+2)/2 = 2
10. Cephalgia : (4+4)/2 = 4
4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.5. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif
Masalah P E A R L Hasil Perkalian
ISPA 1 1 1 1 1 1
Penyakit lain pd 1 1 1 1 1 1
sal pernapasan
bagian atas
Gastritis, 1 1 1 1 1 1
unspesified
Myalgia 1 1 1 1 1 1
Nasofaringitis 1 1 1 1 1 1
akut
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
esensial
Infeksi sal.napas 1 1 1 1 1 1
bag.atas akut
lainnya
Osteoartritis/gout 1 1 1 1 1 1
unspecified
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Cephalgia/sakit 1 1 1 1 1 1
kepala
Penetapan nilai
A. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan darah mengalir di dinding pembuluh darah
yang keluar dari jantung (pembuluh arteri) dan yang kembali ke jantung
(pembuluh balik).
Tekanan darah ada dua macam, yaitu:
1. Tekanan Darah Sistolik
Tekanan darah yang terjadi bila otot jantung berdenyut
memompa untuk mendorong darah keluar melalui arteri. Angka itu
menunjukkan seberapa kuat jantung memompa untuk mendorong darah
melalui pembuluh darah (Tim Redaksi VitaHealth, 2004:13-14) atau
tekanan darah waktu jantung menguncup (Bustan M. N, 2000: 32).
2. Tekanan Darah Diastolik
Tekanan darah yang terjadi saat otot jantung beristirahat membiarkan
darah kembali masuk ke jantung. Angka itu menunjukkan berapa besar
hambatan dari pembuluh darah terhadap aliran darah balik ke jantung
(Lanny Sustrani dkk, 2004:13-14) atau tekanan darah waktu jantung
istirahat (Bustan M. N, 2000: 32).
B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus
menerus sehingga melebihi batas normal. Hipertensi merupakan produk dari
resistensi pembuluh darah perifer dan cardiac output (Wexler, 2002).
2. Etiologi
Sebagian besar hipertensi yang dialami masyarakat tidak diketahui
penyebab medisnya, yang dikenal sebagai hipertensi primer (esensial).
Kondisi ini terjadi pada 90% penderita hipertensi, sedangkan 10% lainnya
dapat dideteksi penyebab definitifnya, yang dikenal dengan hipertensi
sekunder. Hipertensi primer mempunyai kecenderungan genetik yang kuat
dan didukung dengan faktor resiko seperti obesitas, konsumsi garam dan
lema jenuh berlebih, serta kebiasaan merokok (Sherwood, 2012; Rahayu,
2012).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan
yaitu:
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi yang tidak atau belum diketahui penyebabnya (terdapat
sekitar 90%-95% kasus). Penyebab hipertensi primer atau esensial
adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor
keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit
kardiovaskuler dalam keluarga. Faktor predisposisi genetik ini dapat
berupa sensitifitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress,
peningkatan reaktivitas vaskuler (terhadap vasokonstriksi) dan
resistensi insulin (Setiawati, 2005).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang disebabkan atau sebagai akibat dari adanya
penyakit lain (terdapat sekitar 5%-10% kasus). Penyebabnya antara
lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi
endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obat dan lain-lain. Bila faktor
penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.
3. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi telah dipublikasikan oleh WHO, JNC 7, AHA yaitu:
Tabel 4.1. Klasifikasi Tekanan Darah (WHO)
Kategori Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat 1 140-159 90-99
(hipertensi ringan)
Tingkat 2 160-179 100-109
(hipertensi sedang)
Tingkat 3 ≥180 ≥110
(hipertensi berat)
Tabel 4.2. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Orang Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih
(JNC VII)
Klasifikasi Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal <120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥ 100
4. Patogenesis
Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada
kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance
(TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak
dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Besar tekanan darah
seseorang dapat dihitung dengan rumus : Tekanan darah = Curah jantung x
denyut Jantung (Sherwood, 2012).
Terdapat sistem di dalam darah yang berfungsi mencegah perubahan
tekanan darah secara akut, yang berusaha mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem kontrol tersebut ada yang
beraksi segera seperti refleks kardiovaskular melalui refleks kemoreseptor,
respon iskemia susunan saraf pusat, baroreseptor, dan rekfleks yang berasal
dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos (Yusuf, 2008).
Aktivitas Kontrol
Aktivitas Aliran Kontrol vaso- Jumlah
simpatis dan metabolik
parasimpatis balik vena konstriktor lokal eritrosit
epinefrin lokal
5. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi
mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang
bermakna. Pasien baru menyadari jika sudah terjadi komplikasi pada
jantung, pembuluh darah, hingga otak yang berakibat kematian. Bila
terdapat gejala maka biasanya bersifat non spesifik, misalnya sakit kepala
atau pusing (Price, 2006; Rahayu, 2012).
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala,
terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah
sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk,
sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Depkes, 2008). Pada survei
hipertensi di Indonesia tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan
hipertensi seperti pusing, cepat marah, telinga berdenging, sukar tidur, sesak
nafas, rasa berat ditekuk, mudah lelah, sakit kepala, dan mata berkunang-
kunang. Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti:
gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan gangguan
fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Timbulnya gejala tersebut merupakan
pertanda bahwa tekanan darah perlu segera diturunkan (Susalit et al, 2001).
6. Diagnosis
Diagnosis hipertensi didasarkan pada peningkatan tekanan darah yang
terjadi pada pengukuran yang berulang. Joint National Committee VII
menuliskan diagnosis hipertensi ditegakan berdasarkan sekurang-kurangnya
dua kali pengukuran tekanan darah pada saat yang berbeda. pengukuran
pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam
waktu satu sampai beberapa minggu (tergantung dari tingginya tekanan
darah tersebut). Diagnosis hipertensi ditegakan bila dari pengukuran
berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg dan atau tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg (JNC, 2003).
Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam
penatalaksanaan hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan darah dan alat
ukur yang digunakan, serta ketepatan waktu pengukuran perlu diperhatikan.
Pengukuran tekanan darah dianjurkan dilakukan pada posisi duduk setelah
beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok dan kafein (Prodjosudjadi,
2000).
Pengukuran tekanan darah posisi berdiri atau berbaring dapat
dilakukan pada keadaan tertentu. Sebaiknya alat ukur yang dipilih adalah
sfigmamonometer air raksa dengan ukuran cuff yang sesuai. Balon di pompa
sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik, yaitu saat pulsasi nadi tidak
teraba lagi, kemudian dibuka secara perlahan-lahan dengan kecepatan kira-
kira 2-3 mmHg per detik. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
auscultatory gap yaitu hilangnya bunyi setelah bunyi pertama terdengar
yang disebabkan oleh kekakuan arteri. Baca hasil tekanan darah secara
auskultasi dengan denyutan pertama atau korotkoff I yang merupakan
tekanan sistolik, dan denyutan terakhir atau korotkoff IV/V yang
menunjukkan tekanan diastolik (Prodjosudjadi, 2000; Uliyah, 2008).
7. Penatalaksanaan
a. Nonfarmakologi
Terapi non farmakologi ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah pasien dengan jalan memperbaiki pola hidup pasien. Terapi ini
sesuai untuk segala jenis hipertensi. Joint National Committeeon
Prevention, Detection, Evaluation and Treatmentof High Blood
Pressure (JNC) menganjurkan modifikasi gaya hidup dalam mencegah
dan menangani tekanan darah tinggi, selain terapi dengan obat.
Termasuk dalam modifikasi gaya hidup adalah penurunan berat badan,
penerapan dietkombinasi Dietary Approach to Stop Hypertension
(DASH), reduksi asupan garam, aktivitas fisik yang teratur, dan
pembatasan asupan alkohol.1 Selain itu, berhenti merokok juga
dianjurkan untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan.
Masing-masing mempunyai efek penurunan tekanan darah yang
berperan dalam pencegahan komplikasi hipertensi dan bila dijalankan
secara bersamaan akan mempunyai efek penurunan tekanan darah yang
lebih nyata (Ridjab, 2007).
Gambar 4.3 Penurunan Tekanan Darah dengan Modifikasi Gaya Hidup
D. Usia Lanjut
1. Pengertian lansia
Penuaan (proses terjadinya tua) adalah proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahanterhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring
dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah
kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif. Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia,
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoadmojo,
2010).
Menurut World Health Organization (WHO) ada beberapa batasan
umur Lansia, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun
b. Usia lanjut (fiderly) : 60 – 74 tahun
c. Lansia tua (old) : 75 – 90 tahun
d. Lansia sangat tua(very old) : > 90 tahun
2. Klasifikasi lansia
Klasifikasi lansia ini adalah lima klasifikasi pada lansia
Pralansia (Prasenilis): Seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun
Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
Lansia resiko tinggi: Seseorang yang beresiko 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003)
Lansia potensial: Menghasilkan barang/jasa (Depkes RI,2003) dalam
bukunya Rosidawati, 2008). Lansia yang mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat
Lansia tidak potensial: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003)
E. Posyandu Lansia
1. Definisi posyandu lansia
Pelayanan kesehatan di kelompok usia lanjut meliputi pemeriksaan
kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu menuju sehat (KMS) usia lanjut
sebagai alat pencatat dan memamntau untuk mengetahuilebih awal penyakit
yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yan dihadapi
dan mencatat perkembangannya dalam buku pedoman pemeliharaan
kesehatan usia lanjut atau catatan kesehatan yang lazim digunakan di
puskesmas (Depkes RI, 2003).
2. Tujuan posyandu lansia
Menurut Depkes RI (2003), tujuan penyelenggaraan posyandu lansia adalah:
a. Meningkatkan keejahteraan usia lanjut melalui kegiatan kelompok
usia lanjut yang mandiri dalam masyarakat.
b. Memudahkan bagi usia lanjut dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan.
c. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan usia lanut,
khususnya aspek peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan
aspek pengobatan dan pemulihan.
d. Berkembangnya usia lanjut yang aktif melaksankan kegiatan dengan
kualitas yang baik secara berkesinambungan.
3. Mekanisme pelayanan posyandu lansia
Pelayanan yang diselenggarkan dalam posyandu lansia menggunakan
system lima meja, ada juga yang hanya menggunakan system pelayanan tiga
meja (Depkes RI, 2003), mendefinisikan mekanisme pelaksanaan kegiatan
sebaiknya menggunakan system lima meja.
F. Kerangka Teori
↓ Aktifitas Konsumsi
Stress Obesitas Riwayat
fisik Tinggi Garam
Perokok aktif,
alkohol
↑ Simpatis ↑ Konsentrasi Na
Disfungsi
endotel
↑ Retensi air
di Tubulus
Ginjal
↑ Renin ↑ Kontraktilias
↑ Venous
Angiotensinogen Angiotensin I ↑ Frekuensi Return
ACE
Angiotensin II ↑ Cardiac ↑ Preload
Output
↓ Reaktivitas NO
Vasokontriksi
dan Vasodilator
↑ Resistensi
Perifer
↑Tekanan
Darah
Usia
Jenis Kelamin
Merokok
Konsumsi Garam tinggi
Kurang Aktivitas Fisik
Minum-minuman
berakhohol
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional. Pada studi cross sectional atau potong lintang
dilakukan pengambilan data variabel bebas dan variabel terikat secara bersamaan
pada suatu periode tertentu (Sastroasmoro, 2011).
B. Ruang Lingkup Kerja
a. Tempat: Desa Karangreja, Desa Cimanggu, Desa Cilempuyang, Desa Rejodadi,
Desa Negarajati, Desa Cisalak, Desa Pesahangan, Desa Cijati, Kecamatan
Cimanggu, Kabupaten Cilacap.
b. Waktu : 1 Januari 2018 – 12 Januari 2018
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi dan Sampel
a) Populasi target
Seluruh lanjut usia yang menderita hipertensi
b) Populasi terjangkau
Seluruh lanjut usia penderita hipertensi di Kecamatan Cimanggu, Kabupaten
Cilacap bulan November 2017 - Maret 2018.
2. Kriteria Sampel
Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan metode purposive
sampling. Sampel yang diteliti merupakan populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
a) Kriteria inklusi
1) Warga Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap
2) Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan.
b) Kriteria eksklusi
1) Tidak mengisi data kuesioner secara lengkap
2) Tidak menandatangani lembar persetujuan.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHSAN
A. Deskripsi data
Desa Jenis kelamin Konsumsi Konsumsi Merokok Tidak Total
garam alkohol beraktifitas
berlebih fisik
1. Jenis Kelamin
A. Desa Pesahangan
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 28 56,0%
Perempuan 22 44,0%
Total 50 100%
B. Desa Cileumpuyang
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 12 48,0%
Perempuan 13 52,0%
Total 25 100%
C. Desa Rejodadi
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 0 00,0%
Perempuan 7 100,0%
Total 7 100%
D. Desa Negarajati
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 11 33,0%
Perempuan 22 67,0%
Total 33 100%
E. Desa Cijati
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 9 15,0%
Perempuan 51 85,0%
Total 60 100%
F. Desa Cimanggu
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 10 14,0%
Perempuan 62 86,0%
Total 72 100%
G. Desa Karangreja
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 14 23,0%
Perempuan 48 77,0%
Total 62 100%
H. Desa Cisalak
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 28 38,0%
Perempuan 46 62,0%
Total 74 100%
2. Konsumsi Garam
Efektivitas Urutan
Prioritas
Daftar Alternatif Jalan M I V Efisiensi MxIxV/
No Pemeca
Keluar (C) C
han
Masalah
1 Penyuluhan penyakit 5 2 3 5 15 1
hipertensi dan kaitannya
dengan merokok, berat
badan lebih, konsumsi
garam berlebih, dan
kurangnya aktivitas fisik
2 Melakukan Senam 2 2 3 2 9 2
Lansia