You are on page 1of 30

ASUHAN KEPERAWATAN PPOK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh perorangan,
tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Status kesehatan dipengruhi oleh faktor biologik, lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Faktor biologik merupakan faktor yang berasal dari dalam individu atau faktor keturunan
misalnya pada penyakit alergi (Mansjoer, 2000).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis
atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas
bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronkitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hampir
setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu
tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara (Mansjoer, 2000).
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan
penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian. Prevalensi terjadinya
kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis pada tahun 2010 sebanyak
80-90 % (Kasanah, 2011).
Data yang diperoleh di Rekam Medis Rumah Sakit Margono Purwokerto pada bulan Januari
sampai Maret 2014 didapatkan data sebanyak 30 % pasien menderita penyakit paru obstruksi
kronis (RS Margono Soekardjo, 2014).

Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan keperawatan
yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru
Obstruksi Kronis Di Ruang Asoka RS Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto”. Alasan
penulis tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena penyakit ini memerlukan pengobatan
dan perawatan yang optimal sehingga perawat memerlukan ketelatenan untuk dapat memelihara,
mengembalikan fungsi paru dan kondisi pasien sebaik mungkin. Penyakit ini akan terus
mengalami perkembangan yang progresif dan belum ada penyembuhan secara total. Maka dari
itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi obat, perubahan gaya
hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita penyakit paru obstruksi
kronis (Reeves, 2001).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn.
B Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang Asoka RS
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh gambaran nyata tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronis.
2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
d. Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
D. Manfaat
1. Rumah Sakit

Laporan kasus ini dapat menjadi masukan dalam melakukan pelayanan peningkatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan PPOK
2. Institusi Pendidikan

Laporan kasus ini di harapkan dapat menjadi bahan pustaka yang dapat memberikan
gambaran pengetahuan mengenai PPOK.
3. Profesi Perawat

Laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi tenaga kesehatan untuk
mengadakan penyuluhan tentang kesehatan mengenai PPOK dan bahayanya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup
bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran napas,
termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis. Penyakit paru obstruksi kronik adalah
kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode
ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami
perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK)
adalah aliran udara mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam
pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan kategori penyakit paru-paru yang utama dan
bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan perubahan pola pernafasan (Reeves, 2001 :
41).

Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi obstruksi
irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk
produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan emfisema,
obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus.

B. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief Mansjoer
(2002) adalah :

1. Kebiasaan merokok
2. Polusi Udara
3. Paparan Debu, asap
4. Gas-gas kimiawi akibat kerja
5. Riwayat infeki saluran nafas
6. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) yaitu
: adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan.
Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus influenza danstrepto coccus
pneumonia.
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama menurut Neil F. Gordan (2002) bagi
penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit PPOK,
yaitu :
1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
2. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3. Merokok
4. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
5. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
8. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi kronik.
9. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena
empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
C. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas. Fungsi paru-paru
menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam
paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah
ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli
pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas
dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.

D. Manifestasi Klinis
1. Dyspnea
2. Takipnea
3. Inspeksi: barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Auskultasi bunyi napas: krekles, ronkhi, perpanjangan ekspirasi
6. Hipoksemia
7. Hiperkapnia
8. Anoreksia
9. Penurunan BB
10. kelemahan

E. Komplikasi

1. Disritmia

2. Gagal pernapasan akut

3. Gagal jantung

4. Kor pulmonal

5. Edema perifer

6. Hepatomegaly

7. Sianosis

8. Distensi vena leher

9. P2 keras

10. Murmur regurgitasi tricuspid

11. Polisitemia

12. Peptic dan refluks esofagus

F. Tanda Gejala Klinis


Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa dengan
teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Bat
uk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yan
g diberikan. Kadang kadang pasienmenyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai bat
uk. Selain itu, Sesaknapas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat m
elakukanaktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersif
at progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas
terhadap kualitas hidup digunakan ukuran sesak napas sesuaiskala sesak menurut British Medi
cal Research Council (MRC) (Tabel 2.1) (GOLD,2009).

1. Batuk kronis
Batuk kronis adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan
yang diberikan
2. Berdahak kronis

G. Temuan laboratorium atau diagnostik


1. Pemeriksaan GDA
a. Gradien oksigen alveolar-arterial(A-a): melebar
b. Penurunan paO2,pH
c. Peningkatan PCO2
2. Pemeriksaan sinar x dada
a. Diafragma datar
b. Peningkatan diameter AP
c. Hiperinflasi paru
3. Pemeriksaan fungsi pulmoner
a. Penurunan VEK, KVK, rasio VEK1/KVK
b. Analisis specimen serum
c. JDL: polisitemia bila secara kronis hipoksia
d. Elektrolit serum
e. EKG: disritmia atrial voltase rendah, penyimpangan aksis kanan pada penyakit lanjut.

H. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosa PPOK antara lain:

1. Radiologi (foto toraks)

2. Spirometri

3. Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia


kronik)
4. Analisa gas darah

5. Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotic bila terjadi eksaserbasi)

Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi
pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya
atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien. Hasil pemeriksaan radiologi dapat
berupa kelainan :

1. Paru hiperinflasi atau hiperlusen

2. Diafragma mendatar

3. Corakan bronkovaskuler meningkat

4. Bulla

5. Jantung pendulum

Dinyatakan PPOK ( secara klinis ) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan


adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas
terutama pada saat melakukan aktivitas pada sesorang yang berusia pertengahan atau yang lebih
tua.

a. Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK

Penentuan klasifikasi(derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan perkumpulan dokter paru


Indonesia (PDPI)/Gold tahun 2005 sebagai berikut :

1. PPOK Ringan

Gejala klinis :

a. Dengan atau tanpa batuk

b. Dengan atau tanpa produksi sputum

c. Sesak nafas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1

Spirometri :

a. VEP1 80% prediksi(Normal spirometri) atau


b. VEP1/KVP<70%

2. PPOK sedang

Gejala klinis :

a. Dengan atau tanpa batuk

b. Dengan atau tanpa produksi sputum

c. Sesak nafas: derajat sesak 2(sesak timbul pada saat aktivitas)

Spirometri:

a. VEP1/KVP<70% atau

b. 50%<VEP1<80% prediksi

3. PPOK Berat

Gejala klinis:

a. Sesak nafas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronis.

b. Eksaserbasi lebih sering terjadi

c. Disertai komplikasi kor pumonal atau gagal jantung kanan

Spirometri:

a. VEP1/KVP<70%

b. VEP1 30% dengan gagal napas kronik

Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah, dengan
kriteia:

a. Hipoksemia dengan normokapnia atau

b. Hipoksemia dengan hiperkapnia

A. Pengkajian PPOK
Pengkajian mencakup pengumpulan informasitentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi
penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman
untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?

2. Apakah aktivitas meningkatkan dyspnea? Jenis aktivitas apa?

3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling lebih dan sesak napas?

5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut
dipertimbanga untuk mendapat data lebih lanjut termasuk:

1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?

3. Apakah pasien mengkonstraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4. Apakah pasien mengunakan otot-otot eksesori pernapsan selama pernapsan?

5. Apakah tampak sianosis?

6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?

7. Apakah pasien mengalami edema perifer?

8. Apakah pasien batuk?

9. Apa warna, jumlah, dan konsistensi sputum pasien?

10. Bagaimana status sensorium pasien?

11. Apakah terdapat peningkatan stuporkegelisahan?

B. Diagnosa Keperawatan
1. Infektif klirens jalan napas yang berhubungan dengan sekresi kental dan berlebihan

2. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas dan
keletihan

3. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas

4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan kehilangan kontrol dan pembatasan


yang diakibatkan oleh kondisi ini terhadap gaya hidup

5. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan batuk, ketidak mampuan melakukan posisi
terlentang, rangsang lingkungan

6. Risiko Tinggi terhadap perubahan Nutrisi: kurang dari kebutuhan Tubuh yang berhubungan
dengan anoreksi sekunder terhadap dyspnea, halitosis, dan keletihan

7. Risiko tinggi terhadap inefeksi penatalaksanaan regimen teraupetik yang berhubungan


dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, tindakan, pencegahan infeksi, latihan bernapas,
faktor-faktor risiko, tanda-tanda, dan gejala-gejala komplikasi

C. Masalah kolaborasi/potensial komplikasi

Berdasarkan pada data pengkajian, potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:

1. Gagal/insufisiensi pernapasan

2. Etelektasis

3. Pneumonia

4. Pnuemotoraks

5. Hipertensi paru

D. Perencanaan dan implementasi

Tujuan. Tujuan utama bagi pasien dapat mencakup perbaikan dalam pertukaran gas, pencapaian
klirens jalan napas, perbaikan pola pernapasan, kemandirian dalam aktivitas perawatan diri,
perbaikan dalam kemampuan koping, kepatuhan pada program terapeutik dan perawatan
dirumah, dan tidak adanya komplikasi.
E. Intervensi keperawatan

1. Memperbaiki pertukaran gas

Bronkospasme, yang timbul pada banyak penyakit paru, mengurangi diameter dari bronki yang
kecil, mengakibatkan stasis sekresi dan infeksi. Bronkospasme dideteksi ketika terdengar mengi
saat diauskultasi dengan stestokop.

2. Pembuangan sekresi bronkial

Tujuan utama dalam pengobatan PPOK adalah untuk menghilangkan kuantitas dan vikositas
sputum untuk memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas. Semua iritan paru harus
disingkirkan, terutama merokok, yang merupakan sumber persisten iritan paru.

3. Mencegah infeksi bronkopulmonal

Infeksi bronkopumonal harus dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan untuk
memungkinkan penyembuhan aksi silirasi normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memilikij paru-paru normal.

4. Latihan bernapas dan training pernapasan

Latihan bernapas, sebagai besar individu dengan PPOK bernapas dengan dalam dari dada bagian
atasdengan cara yang cepat dan tidak efisien. Jenis bernapas dengan dada atas ini dapat diubah
menjadi bernapas diafragmatik dengan latihan.

5. Melakukan aktivitas perawatan pasien

Dengan membaikanya pertukaran gas, bersihan jalan napas, dan perbaikan pola pernapasan,
pasien dianjurkan untuk melakukan kativitas perawatan diri. Pasien diajarkan untuk mencoba
mengkordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi,
membungkuk, atau menaiki tangga.

6. Peningkatkan tindakan koping

Segala faktor yang menggangu bernapas normal secara alamiah dapat mencetuskan ansietas,
depresi, dan perubahan perilaku. Banyak pasien mendapati mudah mengalami kelelahan dengan
aktivitas ringan. Napas pendek yang konstan dan keletihan dapat membuat pasien mudah
terangsang dan gelisah mengarah pada panic.

F. Pelaksanaan Keperawatan

Pelaksanaan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang dilaksanakan


untuk mencapai tujuan rencanan tindakan yang telah disusun. Setiap tindakan keperawatan yang
dilakukan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien
terlanjut. Prisip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien
efektif, teknik komunikasi teraupetik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan
kepada klien. Dalam melakukan tindakan keperawatan mengunakan tiga tahap petunjuk dan
perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya dependent adalah tindakan yang sehubungan
dengan pelaksanaan rencana.

G. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses kerawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana tindakan dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagai,
masalah belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses
dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan
terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesui dengan waktu yang ada pada tujuan. Adapun keberhasilan
pada klien PPOK (paru obstruksi paru kronis) adalah
a. Sesak nafas dapat teratasi

b. Tidak terjadi batuk dan pilek

c. Mobilitas fisik dapat dilakukan secara mandiri

d. Pola tidurnya dapat kembali normal

3. Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk
4. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan
sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Tanggal Pengkajian : 16 Juni 2018 Pukul : 09.30 WIB

2. Identitas Klien

Nama : Tn. K. S

Umur : 83 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Swasta (petani)

Alamat : Dukuh RT 3 RW V, Tulakan, Sine, Ngawi

Dx. Medis : Dispneu PPOK

Tanggal Masuk : 15 Juni 2018

No. Register : 258164

3. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. S

Umur : 38 tahun

Pendidikan : SLTA

Agama : Islam

Alamat : Dukuh RT 3 RW V, Tulakan, Sine, Ngawi

Hubungan dg Klien: Anak


B. Riwayat Perawatan

1. Keluhan Utama

Klien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, dan sakit pada perut bagian atas
seperti tertarik saat batuk skala nyeri 6.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, dan perit sakit dirasakan sejak
beberapa hari yang lalu. Klien adalah pasien pindahan dari ruang Melati dan ICU.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan sebelumnya pernah mengalami hal yang sama tapi tidak
sampai dirawat di RS.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan dalam keluarganya ada riwayat penyakit hipertensi.

5. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola Persepsi Kesehatan

Klien mengatakan kesehatan itu penting dan jika salah satu anggota
keluarganya ada yang sakit

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Sebelum sakit : klien mengatakan makan rutin 3x sehari dan minum 7-8 gelas per
hari

Selama sakit : klien mengatakan tidak nafsu makan, makanan dari RS hanya habis
½ porsi dan minum 1 gelas air putih hangat serta 1 gelas susu.

c. Pola eliminasi

Sebelum sakit : klien mengatakan BAB dan BAK lancar dengan BAB 2x sehari
dengan konsistensi lembek, bau khas, berwarna kuning
kecoklatan serta BAK 5x sehari kuning jernih, bau khas.
Selama sakit : klien mengatakan BAK 4x sehari lancar berwarna kuning

jernih, bau khas serta BAB 1x sehari bahkan 2 hari 1x dengan


konsistensi padat berwarna kuning kecoklatan, bau khas.

d. Pola istirahat tidur

Sebelum sakit : klien mengatakan sebelum sakit istirahat tidur ±8-10

jam/hari,dengan posisi tidur miring dan terlentang, sering


mengalami susah tidur bila malam hari terbangun.

Selama sakit : klien mengatakan istirahat tidur selama sakit ±5-8 jam/hari, dengan
posisi tidur miring dan terlentang dengan bagian kepala agak
ditinggikan, sering terbangun bila merasakan sesak nafas dan
nyeri di perutnya

e. Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit : klien mengatakan biasanya dapat melakukan aktivitas sehari-hari


secara mandiri

Selama sakit : klien mengatakan dapat beraktivitas tapi dengan bantuan anaknya/
orang lain

f. Pola hubungan dan peran

Sebelum sakit : klien mengatakan mempunyai hubungan yang baik

dengan keluarga, dan tetangga-tetangganya

Selama sakit : klien mengatakan saat sakitpun klien masih mempunyai hubungan
yang baik dengan keluarga, dan tetangga-tetangganya

g. Pola konsep diri

Body image : klien mengatakan tidak malu akan penyakit yang

dideritanya

Harga diri : klien mengatakan ingin diperhatikan

Ideal diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh

Peran : klien mengatakan perannya adalah sebagai seorang suami,


ayah, dan kakek

Identitas diri : klien mengatakan, klien adalah seorang laki-laki sebagai

seorang petani, sudah menikah, dan mempunyai 3 anak, serta 4


cucu

h. Pola sensori dan kognitif

Klien sadar/ composmentis, dapat berbicara normal,interaksi sesuai,


pendengaran tidak terganggu/ normal, penglihatan normal, klien melakukan
masase pada bagian yang nyeri untuk mengurangi rasa nyeri

i. Pola reproduksi seksual

Klien mengatakan tidak mengalami masalah pada kelaminnya, klien


menyatakan mengikuti KB, dan mengatakan hubungan suami istri baik-baik saja

j. Pola penanggulangan stress

Sebelum sakit : klien mengatakan jika ada masalah kadang bercerita

dengan istri dan anak-anaknya.

Selama sakit : klien mengatakan selama dirawat di RS permasalahan

kesehatan yang dialaminya sedikit demi sedikit teratasi meskipun


kadang-kadang rasa sesak dan nyeri hilang timbul. Klien juga
mengatakan sangat diperhatikan oleh keluarganya

k. Pola nilai dan kepercayaan

Klien mengatakan beragama Islam, tidak ada larangan pada pasien untuk
ttap beribadah selama dirawat di RS.

C. Pemerikasaan Fisik

1. Keadaan Umum : Klien tampak pucat

2. TTV

TD : 130/80 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 28 x/menit
S : 360C

3. Kepala : rambut beruban, pendek, lurus, tidak ada lesi

4. Wajah : keriput, pucat

5. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

6. Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,bentuk mata bulat,

7. Hidung : tidak ada polip, lurus, bersih

8. Mulut : kering, simetris, tidak sumbing, bersih

9. Telinga : tidak ada serumen, simetris

10. Dada :

a. Paru-paru

Inspeksi : pengembangan dada kanan = dada kiri

Palpasi : vocal fremitus simetris

perkusi : sonor-sonor

Auskultasi : ada suara tambahan, wheezing (+)

b. Jantung

Inspeksi : simetris, ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung tidak melebar

Auskultasi : tidak ada bising

c. Abdomen

Inspeksi : perut lebih rendah daripada dada, bersih

Auskultasi :suara peristaltic usus 7x/ menit


Palpasi : terdapat nyeri tekan di perut bila bersamaan

dengan batuk

Perkusi : turgor kulit baik

11. Genetalia : tidak terpasang DC

12. Muskuloskeletal

Ekstremitas atas : tangan kanan terpasang infuse, tidak ada oedem

Ekstremitas bawah: kaki dapat digerakkan, kekuatan otot 5

13. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 12 Juni 2018

No. Pemeriksaan Lab Hasil Normal Keterangan

1. Glukosa Sewaktu 180

2. SGOT 36 L : <37 u/l Normal

W : < 31 u/l

3. SGPT 37 L : <42 u/l Normal

W : <32 u/l

4. Ureum 98,6 10-50 mg % Meningkat

5. Kreatinin 1,08 L : 0,6 - 1,1 mg % Meningkat

W : 0,5 – 0,9 mg %

6. WBC 18 4,8 - 10,8 X 103/ ul Meningkat

7. HGB 11 14 – 18 g/dl Menurun

14. Terapi

Infus RL 20 tetes/menit (mikro) + II ampul Aminophilin

Injeksi :

Dexamethasone 3x1 ml
Ranitidin 2x2 mlss

Metoclopramide 1x2 ml

Gentamicin 2x80 mg

Cefotaxim 1x1 gr

O2 : 3-4 liter/menit

No Tgl/ jam Data Fokus Problem Etiologi TTD

1 16/6/2018 DS : Bersihan jalan Adanya


nafas tidak penumpukan
09.45 WIB - Klien mengatakan sesak
efektif sekret
nafas dan batuk berdahak

DO :

TD: 130/80 mmHg

N : 80 x/menit

RR :28 x/menit

S : 360C

- Adanya penggunaan otot


bantu perut dalam
bernafas

- Batuk produktif

2 16/6/2018 DS : Nyeri akut Retraksi otot


abdominal
10.30 WIB - Klien mengatakan nyeri pada
perut bagian atas

DO :

- Wajah klien tampak pucat

- P : Batuk

- Q : Seperti tertarik

- R : pada perut bagian atas


- S : Skala nyeri 6

- T : Saat batuk

I.Analisa Data

II. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya penumpukan secret ditandai dengan batuk
produktif

2. Nyeri akut b.d retraksi otot abdominal ditandai dengan penggunaan otot bantu perut untuk
usaha bernapas

III. Intervensi

Tanggal : 16/6/2018 jam : 10.45 WIB

No Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasionalisasi TTD

1 I Setelah dilakukan tindakan 1. Observai 1. Untuk


keperawatan selama 1x6 jam sesak TTV mengetahui
nafas klien berkurang, dengan KH : status TTV
2. Beri O2
pasien
- RR : 16-20 x/ menit (melalui
kanul O2, 2. Untuk
- Sianosis tidak ada
3-5 l/ mengetahui
- Suara tambahan berkurang menit) pemenuhan
oksigenasi
- Dahak pasien berkurang 3. Ajarkan
- Jalan nafas paten batuk 3. Untuk
efektif & mengurangi
postural secret
drainage
4. Untuk
4. Kolaborasi mengetahui
dengan terapi yang
dokter dibutuhkan
pasien
2 II Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi 1. Untuk
keperawatan selama 1x24 jam nyeri TTV mengetahui
pasien berkurang, dengan KH : status TTV
2. Kaji lokasi
pasien
- Nyeri pasien berkurang, skla nyeri 1- & skala
2 nyeri 2. Untuk
(PQRST) mengetahui
- Wajah pasien tampak rileks
lokasi &
3. Ajarkan
skala nyeri
teknik
relaksasi 3. Untuk
mengurangi
4.Kolaborasi
nyeri
dengan
dokter 4. Untuk
mengetahui
terapi yang
dibutuhkan
pasien

IV. Implementasi

No Tgl/ jam Dx Tindakan Respon Klien TTD

1 16/6/2018 Mengukur TTV DS : klien mengatakan


bersedia untuk diukur
Jam 10.00
TTVnya

DO :

KU :Composmentis
I
TD : 150/ 70 mmHg

RR : 24x/menit

N : 96 x/ menit

S : 36oC
2 Jam 10.10 Melakukan postural DS : klien mengatakan
drainage lega karena dahak dapat
keluar

DO : dahak klien keluar

3 Jam 10.20 Memberi O2 3-5 l/ menit DS : Klien mengatakan


dengan kanul lega atau mudah dalam
bernafas

DO : klien tampak nyaman

4 Jam 10.30 Mengkaji skala DS :klien mengatakan


perutnya seperti tertindih

DO :skala nyeri 4-6

5 Jam 10.45 Memberi posisi nyaman DS : klien mengatakan


(memberi stimulasi & nyeri di perutnya
kompresisasi) berkurang

DO : klien tampak nyaman


II
6 Jam 11.00 Mengajarkan teknik DS : klien mengatakan
relaksasi nyeri di perutnya
berkurang

DO : klien tampak rileks

7 Jam 12.15 Memberi injeksi Ranitidin DS : klien mengatakan


2x2 ml bersedia untuk diinjeksi

DO : klien kooperatif

Jam 14.10 OPERAN JAGA


7 Jam 14.20 Mengukur TTV DS : klien mengatakan
bersedia untuk diukur
TTVnya

DO :
I RR : 22 x/menit

S : 37oC

TD : 110/80 mmHg

N : 96 x/menit

8 Jam 15.30 Memberi makan bubur DS : klien mengatakan


dan minum air putih nafsu makan tidak berubah
hangat yakni klien dapat
menghabiskan 1 porsi
makan yang diberikan RS

DO : klien menghabiskan
II 1 porsi makanannya & 1
gelas air hangat

9 Jam 16.00 Memberi injeksi Ranitidin DS : klien mengatakan


2x2 ml bersedia untuk diinjeksi

DO : klien kooperatif
V. Evaluasi

No Tanggal/jam Dx Catatan Perkembangan TTD

1 16/6/2018 I S : klien mengatakan batuk berkurang, sesak napas

Jam 16.00 berkurang

O:

TD : 150/70 mmHg, S :36oC

RR : 22 x/menit, N : 96 x/menit

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan

- Observasi TTV

- Observasi kebutuhan O2

- Beri posisi postural drainage (bila perlu)

- Ajarkan batuk efektif

- Kolaborasi dengan dokter

2 17/6/2018 I S : klien mengatakan batuk berkurang, sesak napas

Jam 05.00 berkurang

O:

TD : 110/80 mmHg, N : 104 x/menit

RR : 22 x/menit, S : 37oC

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilajutkan

- Observasi TTV

- Observasi kebutuhan O2
- Beri posisi postural drainage (bila perlu)

- Ajarkan batuk efektif

- Kolaborasi dengan dokter

Jam 10.30 II S : klien mengatakan nyeri di perutnya sudah

berkurang

O : klien tampak rileks, skla nyeri 1-2

A : masalah teratasi

P : intervensi dipertahankan

- Observasi TTV

- Beri posisinyaman

- Ajarkan teknik relaksasi

- Kolaborasi dengan dokter


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,
artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun
ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor
berperan pada perjalanan penyakit ini. Maka untuk melakukan penatalaksaan PPOK perlu
diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.

B. Saran
Petugas kesehatan hendaknya memahami apa sebenarnya PPOK itu sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan secara tepat pada pasien PPOK

You might also like