Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh perorangan,
tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Status kesehatan dipengruhi oleh faktor biologik, lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Faktor biologik merupakan faktor yang berasal dari dalam individu atau faktor keturunan
misalnya pada penyakit alergi (Mansjoer, 2000).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis
atau emfisema. Obstruksi tersebut umumnya bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas
bronkus dan sebagian bersifat reversible. Bronkitis kronis ditandai dengan batuk-batuk hampir
setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu
tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara (Mansjoer, 2000).
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan
penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian. Prevalensi terjadinya
kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis pada tahun 2010 sebanyak
80-90 % (Kasanah, 2011).
Data yang diperoleh di Rekam Medis Rumah Sakit Margono Purwokerto pada bulan Januari
sampai Maret 2014 didapatkan data sebanyak 30 % pasien menderita penyakit paru obstruksi
kronis (RS Margono Soekardjo, 2014).
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan keperawatan
yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru
Obstruksi Kronis Di Ruang Asoka RS Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto”. Alasan
penulis tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena penyakit ini memerlukan pengobatan
dan perawatan yang optimal sehingga perawat memerlukan ketelatenan untuk dapat memelihara,
mengembalikan fungsi paru dan kondisi pasien sebaik mungkin. Penyakit ini akan terus
mengalami perkembangan yang progresif dan belum ada penyembuhan secara total. Maka dari
itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi obat, perubahan gaya
hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita penyakit paru obstruksi
kronis (Reeves, 2001).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn.
B Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang Asoka RS
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran nyata tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronis.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
d. Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis.
D. Manfaat
1. Rumah Sakit
Laporan kasus ini dapat menjadi masukan dalam melakukan pelayanan peningkatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan PPOK
2. Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini di harapkan dapat menjadi bahan pustaka yang dapat memberikan
gambaran pengetahuan mengenai PPOK.
3. Profesi Perawat
Laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi tenaga kesehatan untuk
mengadakan penyuluhan tentang kesehatan mengenai PPOK dan bahayanya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup
bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran napas,
termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis. Penyakit paru obstruksi kronik adalah
kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode
ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami
perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK)
adalah aliran udara mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam
pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan kategori penyakit paru-paru yang utama dan
bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan perubahan pola pernafasan (Reeves, 2001 :
41).
Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi obstruksi
irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk
produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan emfisema,
obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus.
B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief Mansjoer
(2002) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi Udara
3. Paparan Debu, asap
4. Gas-gas kimiawi akibat kerja
5. Riwayat infeki saluran nafas
6. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) yaitu
: adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan.
Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus influenza danstrepto coccus
pneumonia.
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama menurut Neil F. Gordan (2002) bagi
penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit PPOK,
yaitu :
1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
2. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3. Merokok
4. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
5. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
8. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi kronik.
9. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena
empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
C. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas. Fungsi paru-paru
menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam
paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah
ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli
pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas
dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi
gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
D. Manifestasi Klinis
1. Dyspnea
2. Takipnea
3. Inspeksi: barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5. Auskultasi bunyi napas: krekles, ronkhi, perpanjangan ekspirasi
6. Hipoksemia
7. Hiperkapnia
8. Anoreksia
9. Penurunan BB
10. kelemahan
E. Komplikasi
1. Disritmia
3. Gagal jantung
4. Kor pulmonal
5. Edema perifer
6. Hepatomegaly
7. Sianosis
9. P2 keras
11. Polisitemia
1. Batuk kronis
Batuk kronis adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan
yang diberikan
2. Berdahak kronis
H. Pemeriksaan penunjang
2. Spirometri
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi
pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya
atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien. Hasil pemeriksaan radiologi dapat
berupa kelainan :
2. Diafragma mendatar
4. Bulla
5. Jantung pendulum
1. PPOK Ringan
Gejala klinis :
Spirometri :
2. PPOK sedang
Gejala klinis :
Spirometri:
a. VEP1/KVP<70% atau
b. 50%<VEP1<80% prediksi
3. PPOK Berat
Gejala klinis:
Spirometri:
a. VEP1/KVP<70%
Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah, dengan
kriteia:
A. Pengkajian PPOK
Pengkajian mencakup pengumpulan informasitentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi
penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman
untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling lebih dan sesak napas?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut
dipertimbanga untuk mendapat data lebih lanjut termasuk:
B. Diagnosa Keperawatan
1. Infektif klirens jalan napas yang berhubungan dengan sekresi kental dan berlebihan
2. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas dan
keletihan
3. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernapas dan takut sesak napas
5. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan batuk, ketidak mampuan melakukan posisi
terlentang, rangsang lingkungan
6. Risiko Tinggi terhadap perubahan Nutrisi: kurang dari kebutuhan Tubuh yang berhubungan
dengan anoreksi sekunder terhadap dyspnea, halitosis, dan keletihan
Berdasarkan pada data pengkajian, potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:
1. Gagal/insufisiensi pernapasan
2. Etelektasis
3. Pneumonia
4. Pnuemotoraks
5. Hipertensi paru
Tujuan. Tujuan utama bagi pasien dapat mencakup perbaikan dalam pertukaran gas, pencapaian
klirens jalan napas, perbaikan pola pernapasan, kemandirian dalam aktivitas perawatan diri,
perbaikan dalam kemampuan koping, kepatuhan pada program terapeutik dan perawatan
dirumah, dan tidak adanya komplikasi.
E. Intervensi keperawatan
Bronkospasme, yang timbul pada banyak penyakit paru, mengurangi diameter dari bronki yang
kecil, mengakibatkan stasis sekresi dan infeksi. Bronkospasme dideteksi ketika terdengar mengi
saat diauskultasi dengan stestokop.
Tujuan utama dalam pengobatan PPOK adalah untuk menghilangkan kuantitas dan vikositas
sputum untuk memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas. Semua iritan paru harus
disingkirkan, terutama merokok, yang merupakan sumber persisten iritan paru.
Infeksi bronkopumonal harus dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan untuk
memungkinkan penyembuhan aksi silirasi normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memilikij paru-paru normal.
Latihan bernapas, sebagai besar individu dengan PPOK bernapas dengan dalam dari dada bagian
atasdengan cara yang cepat dan tidak efisien. Jenis bernapas dengan dada atas ini dapat diubah
menjadi bernapas diafragmatik dengan latihan.
Dengan membaikanya pertukaran gas, bersihan jalan napas, dan perbaikan pola pernapasan,
pasien dianjurkan untuk melakukan kativitas perawatan diri. Pasien diajarkan untuk mencoba
mengkordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi,
membungkuk, atau menaiki tangga.
Segala faktor yang menggangu bernapas normal secara alamiah dapat mencetuskan ansietas,
depresi, dan perubahan perilaku. Banyak pasien mendapati mudah mengalami kelelahan dengan
aktivitas ringan. Napas pendek yang konstan dan keletihan dapat membuat pasien mudah
terangsang dan gelisah mengarah pada panic.
F. Pelaksanaan Keperawatan
G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses kerawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana tindakan dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagai,
masalah belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses
dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan
terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesui dengan waktu yang ada pada tujuan. Adapun keberhasilan
pada klien PPOK (paru obstruksi paru kronis) adalah
a. Sesak nafas dapat teratasi
3. Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk
4. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan
sesak nafas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
2. Identitas Klien
Nama : Tn. K. S
Umur : 83 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Nama : Ny. S
Umur : 38 tahun
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, dan sakit pada perut bagian atas
seperti tertarik saat batuk skala nyeri 6.
Klien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, dan perit sakit dirasakan sejak
beberapa hari yang lalu. Klien adalah pasien pindahan dari ruang Melati dan ICU.
Klien mengatakan sebelumnya pernah mengalami hal yang sama tapi tidak
sampai dirawat di RS.
Klien mengatakan kesehatan itu penting dan jika salah satu anggota
keluarganya ada yang sakit
Sebelum sakit : klien mengatakan makan rutin 3x sehari dan minum 7-8 gelas per
hari
Selama sakit : klien mengatakan tidak nafsu makan, makanan dari RS hanya habis
½ porsi dan minum 1 gelas air putih hangat serta 1 gelas susu.
c. Pola eliminasi
Sebelum sakit : klien mengatakan BAB dan BAK lancar dengan BAB 2x sehari
dengan konsistensi lembek, bau khas, berwarna kuning
kecoklatan serta BAK 5x sehari kuning jernih, bau khas.
Selama sakit : klien mengatakan BAK 4x sehari lancar berwarna kuning
Selama sakit : klien mengatakan istirahat tidur selama sakit ±5-8 jam/hari, dengan
posisi tidur miring dan terlentang dengan bagian kepala agak
ditinggikan, sering terbangun bila merasakan sesak nafas dan
nyeri di perutnya
Selama sakit : klien mengatakan dapat beraktivitas tapi dengan bantuan anaknya/
orang lain
Selama sakit : klien mengatakan saat sakitpun klien masih mempunyai hubungan
yang baik dengan keluarga, dan tetangga-tetangganya
dideritanya
Klien mengatakan beragama Islam, tidak ada larangan pada pasien untuk
ttap beribadah selama dirawat di RS.
C. Pemerikasaan Fisik
2. TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 360C
10. Dada :
a. Paru-paru
perkusi : sonor-sonor
b. Jantung
c. Abdomen
dengan batuk
12. Muskuloskeletal
W : < 31 u/l
W : <32 u/l
W : 0,5 – 0,9 mg %
14. Terapi
Injeksi :
Dexamethasone 3x1 ml
Ranitidin 2x2 mlss
Metoclopramide 1x2 ml
Gentamicin 2x80 mg
Cefotaxim 1x1 gr
O2 : 3-4 liter/menit
DO :
N : 80 x/menit
RR :28 x/menit
S : 360C
- Batuk produktif
DO :
- P : Batuk
- Q : Seperti tertarik
- T : Saat batuk
I.Analisa Data
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya penumpukan secret ditandai dengan batuk
produktif
2. Nyeri akut b.d retraksi otot abdominal ditandai dengan penggunaan otot bantu perut untuk
usaha bernapas
III. Intervensi
IV. Implementasi
DO :
KU :Composmentis
I
TD : 150/ 70 mmHg
RR : 24x/menit
N : 96 x/ menit
S : 36oC
2 Jam 10.10 Melakukan postural DS : klien mengatakan
drainage lega karena dahak dapat
keluar
DO : klien kooperatif
DO :
I RR : 22 x/menit
S : 37oC
TD : 110/80 mmHg
N : 96 x/menit
DO : klien menghabiskan
II 1 porsi makanannya & 1
gelas air hangat
DO : klien kooperatif
V. Evaluasi
O:
RR : 22 x/menit, N : 96 x/menit
P : intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Observasi kebutuhan O2
O:
RR : 22 x/menit, S : 37oC
P : intervensi dilajutkan
- Observasi TTV
- Observasi kebutuhan O2
- Beri posisi postural drainage (bila perlu)
berkurang
A : masalah teratasi
P : intervensi dipertahankan
- Observasi TTV
- Beri posisinyaman
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,
artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun
ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor
berperan pada perjalanan penyakit ini. Maka untuk melakukan penatalaksaan PPOK perlu
diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.
B. Saran
Petugas kesehatan hendaknya memahami apa sebenarnya PPOK itu sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan secara tepat pada pasien PPOK