You are on page 1of 2

Islam Dalam Perspektif Sukarno : “Penggalan Pemikiran Islam”

Oleh : Fachri Ahmad Difinubun

Sukarno (panggilan Soekarno tidak disukai-nya karena merupakan ejaan kolonial) dalam
benyak pemikirannya selain membicarakan persoalan yang berhubungan dengan
nasionalisme,sosialisme ataupun tentang ajaran marhanis-nya tidak sedikit Ia juga
membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan konsepsi Islam, khususnya Islam di Indonesia.

Pribadi, saya yakin betul bahwa para pembaca yang budiman juga punya pandangan yang
cukup seragam dengan saya. Bahwa kondisi umat Islam dewasa ini, baik secara dialektis
maupun praktis sedikit banyak mengalami defisit integritas. Perlu juga diketahui bahwa saya
tidak sedang ingin membahas soal politik, apalagi tagar mana yang paling mujur. Sekali lagi
saya katakan, tidak.

Disisi yang lain, kerena keterbatasan pemahaman saya terhadap Islam, maka dengan amat
sadar saya hanya ingin menyinggung pemikiran Sukarno tentang Islam yang lebih-lebih
mencerahkan saya dan juga segenap umat Islam lainnya. Bahkan, tak pelak sahabat-sahabat
kita yang non-Muslim turut disirami cahaya pemikiran yang dipancarkan olehnya.

Lantas, muncul pertanyaan dari pembaca yang budiman. “Apa hubungannya pemikiran
Sukarno dengan kondisi hari ini?” Jawabanya akan kalian dapatkan sendiri setelah uraian
berikut ini tanpa harus dijelaskan relevansinya.

Dalam salah satu artikelnya di majalah “Panji Islam pada tahun 1941”, Sukarno dengan
anggun—aspiratif—membelah sejarah peradaban Islam yang mewakili sejuta rasa damai
disamping akan tergambarkan betapa Islam adalah agama yang sangat sportiv dalam
peperangan.

Pembelahan sejarah peradaban Islam yang dimaksud diatas sebagai berikut :

624 Masehi

Melihat pada tahun tersebut, pembaca yang budiman barangkali telah lebih dahulu ketahui
tentang fenomena apa yang terjadi, dan sebenarnya Sukarno (dahulu) juga saya (sekarang)
hanya ingin memberikan informasi ulangan bahwa ditengah peperangan sengit antara umat
Islam dan kaum kafir Quraisy, bahwa ditahun tersebut Allah SWT menurunkan sebuah Ayat
dari Al-Qur’an yang justru menjadi pengingat atas mereka yang hendak melakukan
peperangan atas nama diri-Nya. Bahwa Allaa SWT berfirman dalam Qur’an Surah Al-
Baqarah Ayat 190 “dan pergilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)
janganlah kamu melampaui batas, kerena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas”.

Sukarno secara gamblang, dengan mengutip penafsiran yang diberikan oleh sebagian orang
(para ulama) bahwa maksud dari ayat tersebut adalah merupakan peringatan kepada Umat
Islam yang hendak melakukan peperangan agar tidak boleh melampaui batas-batas
kemanusian.

630 Masehi
Pada tahun ini pula Nabi menguasai Makkah, dan seperti lazimnya dalam sistem ekspansi
lainnya bahwa mereka yang berhasil menguasasi wilayah tertentu akan bertindak secara
otoriter terhadap mereka yang dikuasai. Namun, tindakan sebalikanya justru dillakukan oleh
Nabi, dimana Nabi dengan suara merendah mengatakan, kalian tidak mengaharap sia-sia,
kalian boleh pergi, kalian aman kalian merdeka.

633 Masehi

Dalam tahun ini dimana Abu Bakar sebagai Khalifah mengeluarkan sebuah maklumat yang
disebut Sukarno dengan etika perang (oorlogsethiek) Islam dalam menghadapi musuh.
Bahwa orang Tua, Kakek-kakek, Nenek-nenek, Anak-anak perempuan, mayat tidak boleh
dihancurkan, pohon tidak boleh dipotong, ladang tidak boleh dibakar dan semua yang takluk
mendapat hak yang sama dengan orang-orang Islam.

637 Masehi

Umar Ibn Khatab sebagai khalifah kedua pada masa ini secara the facto berhasil menguasai
Jerussalem—Baitul Maqdis setelah melakukan pengepungan dalam jangka waktu berbulan-
bulan. Bahwa Umar Ib Khattab tidak kemudian menumpahkan setetes pun darah, kecuali
yang terjadi dalam peperangan. Artinya, Ia juga melakukan hal serupa dengan Nabi pada
tujuh tahun sebelumnya, yakni pengampunan kepada musuh yang tertawan di wilayahnya
sendiri.

1188

Pembebasan Jerussalem oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi setelah tentara Nasrani kembali
menguasai jerussalem pada 1099, yang mana pembantaian terhadap umat Islam sangat begitu
kejam. Bahkan menurut Sukarno sulit dicari bandingannya di seluruh sejarah umat manusia,
sekitar 70.000 orang Islam di bantai. Tetapi ketika Islam kembali menguasainya pada 1188
dibawah komando Salahuddin Al-Ayyubi tidak ada dendam yang menjadi alasan
pembantaian atas mereka. Bahkan tidak ada satupun rumah atau benda yang dibinasakan.
Selain itu ada kejadian yang sangat menarik, yaitu upaya Salahuddin Al-Ayyubi untuk
menyelamatkan musuhnya, Richard Leeuwenhart dengan mengirimkan obat dan Tabib
tatkala ditengah peperangan Ia terserang penyakit yang payah sehingga tidak berdaya lagi.

Penggalan sejarah diatas terang menjelaskan bahwa jangankan sesama muslim, antar musuh
dalam peperangan pun Islam sangat mengedepankan etika. Sehingga apabila di
kontekstualisasi dengan pengejewantahkan argumentasi Islam saat ini yang cenderung keras
disisi yang lain tidak dapat dibenarkan. Hal ini senada dengan pernyataan Halide Edib
Hamun bahwa Islam di zaman akhir-akhir ini bukan lagi agama pemimpin hidup, tapi agama
pokrol bambu.

You might also like