You are on page 1of 46

2.

1 Kepuasan Kerja

2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan presepsi yang di rasakan individu terhadap

pekerjaan yang dilakukan mereka. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan

sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan

yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya.

Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan yang dirasakan sesuai dengan

keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan

tersebut. Tinggi rendahnya kepuasan kerja tersebut dapat memberikan dampak

yang tidak sama. Hal itu sangat tergantung pada sikap mental individu yang

bersangkutan sebagaimana Roe dan Byars (Priansa, 2016:291) menyatakan

bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan mendorong terwujudnya tujuan

organisasi secara efektif. Sementara tingkat kepuasan kerja yang rendah

merupakan ancaman yang akan membawa kehancuran atau kemunduran bagi

organisasi, secara cepat maupun perlahan.

Robbins (Donni, 2016:291) mengemukakan, bahwa kepuasan kerja

sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Demikian

juga Gibson, Ivancevich, dan Donnely (Priansa, 2016:291) menyatakan,

bahwa kepuasan kerja ialah sikap seorang terhadap pelayanan mereka, sikap

itu berasal dari presepsi mereka tentang pekerjaannya. Begitu pula dengan

George Dan Jones (Priansa, 2016:291) kepuasan kerja merupakan sekumpulan

perasaan, keyakinan, dan pikiran tentang bagaimana respon terhadap


pekerjaannya. Aspek kognitif kepuasan kerja adalah kepercayaan pekerja

tentang pekerjaan dan situasi

Universitas Sumatera Utara

10

pekerjaan. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan

seseorang yang timbul dan imbalan yang di sediakan perusahaan.

Begitu pula halnya dengan Davis dan Newstrom dalam Sinambela

(Karyoto, 2016:312) beliau mengatakan bahwa sebagian manajer berasumsi

bahwa kepuasan kerja yang tinggi selamanya akan menimbulkan prestasi

yang tinggi, tetapi asumsi ini tidak benar, bukti yang membei kesan menjadi

lebih akurat bahwa produktifitas itu memungkinkan timbulnya kepuasan

Robbins (Karyoto, 2016:312). Kepuasan adalah suatu hal yang dapat

mempengaruhi perilaku kerja, kelambanan kerja, ketidakhadiran, dan keluar

masuknya pegawai. Selanjutnya bersumber dari sumber daya dan penyebab

kepuasan karena kepuasan sangat penting untuk meningkatkan kinerja

perorangan.

Berdasarkan defenisi tersebut, dapat disimpulkan bawha kepuasan


kerja merupakan sekumpulan perasaan pegawai atau karyawan terhadap

pekerjaannya, apakah senang/suka atau tidak senang/tidak suka sebagai hasil


interaksi pegawai dengan lingkungan pekerjaannya atau sebagai presepsi

sikap mental, juga sebagai hasil penilaian pegawai terhadap pekerjaannya.


Selanjutnya dari defenisi di atas peneliti mengacu pada kepuasan kerja yang
dikemukakan oleh George dan Jones (Priansa, 2016:291) yang

mendefenisikan kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan, keyakinan,


dan pikiran tentang bagaimana respon seseorang terhadap pekerjaannya.

2.1.2 Teori-teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang memuat

sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya dari pada beberapa lainnya.

Greenberg dan Baron (Priansa, 2016:297) menyatakan teori mengenai

kepuasan kerja secara umum adalah:

Universitas
Sumatera Utara

11

1. Teori Dua Faktor (Two-factor Theory)

Teori kepuasan kerja menggambarkan kepuasan dan ketidakpuasan


berasal

dari kelompok variabel yang berbeda yakni hygiene factors dan

motivators. Hygiene factors adalah ketidakpuasan kerja yang

disebabkan oleh kumpulan perbedaan dari faktor-faktor (kualitas,

pengawasan, lingkungan kerja, pembayaran gaji, keamanan, kualitas

lembaga, hubungan kerja dan kebijakan organisasi.

2. Teori Nilai (Value Theory)


Teori kepuasan kerja menjelaskan pentingnya kesesuaian antara hasil

pekerjaan yang diperolehnya (penghargaan) dengan presepsi

mengenai ketersediaan hasil. Semakin banyak hasil yang diperoleh

maka ia akan lebih puas. Teori ini berfokus pada banyak hasil yang

diperoleh. Kunci kepuasan adalah kesesuaian hasil yang diterima

dengan presepasi mereka

Wexley dan yukl (Priansa, 2016:298) menyatakan tiga macam teori


gtentang kepuasan kerja yang sudah dikenal, yaitu : discrepancy theory,
equity, theory, dan two factor theory. Masing-masing di uraikan sebagai
berikut:

1. Discrepancy Theory

Teori ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh porter. Dalam

teorinya Porter menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan

perbedaan antara apa yang dirasakan oleh pegawai tentang apa yang

seharusnya ia terima. Locke (Priansa, 2016:298 menjelaskan bahwa

kepuasan kerja atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan

tergantung pada selisih (discrepancy) apa yang seharusnya ada (yaitu

harapan, kebutuhan, dan nilai-nilai) dengan apa

Universitas
Sumatera Utara

12
yang menurut perasaan atau presepsinya telah diperoleh atau dicapai

melalu kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi aktual.

Pegawai akan merasa puas apabila tidak ada selisih antara apa yang
didapatkan dengan apa yang diinginkan, jika semakin banyak hal-hal

penting yang diinginkan maka semakin besar ketidakpuasannya. Apabila


terdapat lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang dapat diterima

secara minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya upah


tambahan, jam kerja yang lebih lama), orang yang bersangkutan akan

sama puasnya bila terdapat selisih dan jumlah yang diinginkan, Locke
menyatakan bahwa orang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan

yang diinginkan dengan presepsinya atas kenyataan, karena batas


minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila yang didapatkan

ternyata lebih besar dari pada yang diinginkan maka orang akan menjadi
lebih puas. Walaupun discrepancy, tetapi merupakan hal yang positif.

Demikian juga sebaliknya, semakin jauh kenyataan yang dirasakan


dibawah standar minimum sehingga menjadi selisih yang negatif, maka

makin besar pula ketidakpuasan pegawai terhadap pekerjaannya.

2. Equity Theory

Gibson, Ivancevich, dan Donnely (priansa, 2016:299) menyatakan

bahwa keadilalan (equity) adalah suatu keadaan yang muncul dalam

pikiran pegawai jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan

adalah seimbang dengan rasio individu yang dibandingkannya. Inti dari

teori keadilan adalah bahwa pegawai membandingkan usaha mereka

tehadap imbalan pegawai lainnya dalam situasi kerja yang sama. Teori
ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh

keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam

Universitas
Sumatera Utara

13

pekerjaan. Pegawai bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari dalam

organisasi.

Pegawai akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada apakah

pegawai merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu

situasi. Perasaan equity dan in-equity atas situasi diperoleh pegawai

dengan cara membangdingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas,

sekantor, maupun di tempat lain.

Komponen-komponen utama dalam equity theory adalah input, out

comes, comparison person, dan equity-inequity

a. Input

Merupakan sesuatu yang bernilai bagi pegawai yang dianggap


mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan,

jumlah jam kerja, serta peralatan atau perlengkapan pribadi yang


dipergunakan untuk pekerjaannya.
a. Out Comes.
Sesuatu yang dianggap bernilai oleh pegawai yang diperoleh dari
pekerjaannya seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, symbol, status
penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.

a. Comparison Person

Pegawai membandingkan rasio input-out comes yang dimilikiya kepada

orang lain. Comparison person ini dapat dilakukan pada pegawai lain di

organisasi yang sama atau di tempat lain dan bisa juga dengan dirinya

sendiri dimasa lampau.

Universitas
Sumatera Utara

14

d. Equity-Inequity

Pegawai merasa adil apabila input yang diperoleh sama atau sebanding

dengan rasio orang pembandingnya. Bila perbandingan itu tidak

seimbang tetapi menguntungkan (over compensation inequity), dapat

menimbulkan kepuasan kerja atau ketidak puasan kerja. Tetapi bila

perbandingan tersebut

tidak seimbang atau merugikan (under compensation inequity) maka

akan timbul ketidakpuasan.

 Two Factor Theory


Two factor theory menjelaskan bahwa kepuasan kerja berbeda dengan

ketidakpuasan kerja kerja. Atrinya kepuasan atau ketidakpuasan


terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang

berkelanjutan. Teori ini membagi situasi yang mempengaruhi sikap


pegawai terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok penting yaitu

kelompok dissatisfiers atau hygiene factors dan satisfiers atau


motivator.

 Dissatisfiers

Meliputi hal-hal seperti: gaji/upah, pengawasan, hubungan antar

pribadi, kondisi kerja, dan status. Jumlah tertentu dari dissatisfiers

diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar

pegawai seperti kebutuhan keamanan dan berkelompok. Apabila

kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, pegawai akan merasa

tidak puas, tetapi jika besarnya dissatisfiers memadai untuk

kebutuhan tersebut, pegawai tidak lagi kecewa tetapi belum

terpuaskan jika terdapat jumlah yang memadai untuk faktor-faktor

pekerjaan yang dinamakan dissatisfiers.

Universitas
Sumatera Utara

15
b. Satisfiers atau Motivators

Meliputi faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai

sumber kepuasan kerja, seperti prestasi, pengakuan (recognition),

tanggung jawab, kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri, dan

kemungkinan untuk berkembang. Sarisfiers merupakan karakteristik

pekerjaan yang relevan dengan urutan urutan kebutuhan yang lebih

tinggi pada pegawai serta perkembangan psikologisnya. Adanya

faktor ini akan menimbulkan kepuasan kerja, tetapi tidak adanya

faktor ini tidaklah selalu menimbulkan

kepuasan bagi pegawai namun hanya mengurangi ketidakpuasan,

yang mampu memacu pegawai untuk dapat bekerja dengan baik dan

bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers.

Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu

teori yang dikemukakan oleh Edward Lawler yang dikenal dengan Equity
Model Theory atau teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan

dan ketidakpuasan dengan pembayaran. Dalam perkembangannya, kepuasan


dan ketidakpuasan dihubungkan dengan teori motivasi dari Maslow.

Kepuasan berhubungan dengan kebutuhan dalam level yang tinggi (higher


order needs), misalnya kebutuhan sosialdan kebutuhan aktualisasi diri,

sedangkan pada ketidakpuasan berhubungan dengan kebutuhan psikologis,


kebutuhan akan keamanan dan kenyamanan, serta dalam kadar tertentu

kebutuhan sosial.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor-faktor yang mungkin

menentukan kepuasan kerja. Salah satunya menurut As’ad (Priansa,

2009:301) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

adalah:

Universitas
Sumatera Utara

16

1. Faktor Psikologi

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai, yang

meliputi: minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja,

bakat, dan keterampilan.

1. Faktor Sosial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial, baik

antara sesama pegawai, dengan atasannya maupun pegawai yang

berbeda jenis pekerjaanya.

1. Faktor Fisik

Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan

kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan


waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu

udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan pegawai,


umur dan sebagainya.
1. Faktor Finansial

Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta

kesejahterahan pegawai, yang meliputi sistem dan besarnya gaji atau

upah, jamian sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang

diberikan, promosi dan sebagainya.

Sedangkan menurut George dan Jones (Priansa, 2007:302), faktor

penentu kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

1. Kepribadian

Kepribadian sebagai karakter yang melekat pada diri seseorang

seperti perasaan, pemikiran, dan prilaku adalah determinan utama

yang menunjang setiap orang yang berfikir dan merasakan mengenai

pekerjaan

Universitas
Sumatera Utara

17

atau kepuasan lainnya. Kepribadian memberi pengaruh terhadap

pemikiran dan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya sebagai hal

positif atau negatif. Seorang individu pegawai yang agresif dan

kompetitf akan memiliki target kepuasan kerja yang lebih tinggi

dibandingkan dengan individu pegawai yang tenang dan santai dalam

bekerja.
2. Nilai-nilai

Nilai (values) berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja karena

nilai mencerminkan keyakinan pegawai atas hasil kerjanya dan tata

cara pegawai harus berprilaku di tempat kerjanya. Pegawai dengan

nilai kerja instristik yang kuat (berhubungan dengan jenis kerja itu

sendiri) cenderung lebih puas dengan pekerjaannya yang menarik

(interesting) dan berarti (personally meaningful) seperti pekerjaan

yang bersifat sosial (social work) ketimbang pegawai dengan nilai

kerja intristik yang lemah, meskipun pekerjaan bersifat sosial ini

memerlukan waktu kerja yang panjang dan bayaran yang kecil.

Pegawai dengan nilai kerja ekstinstik yang kuat (berhubungan dengan

konsekuensi kerja) cenderung lebih puas dengan pekerjaan yang di

bayar tinggi tetapi jenis pekerjaannya monoton (monotonous)

ketimbang pegawai dengan nilai ekstinstik rendah.

2. Pengaruh Sosial

Determain terakhir dari kepuasan kerja adalah pengaruh sosial atau

sikap dan prilaku pegawai. Rekan kerja, budaya kerja, dan gaya

hidup pegawai berpotensi untuk mempengaruhi tingkat kepuasan

kerja. Misalnya, pegawai yang berasal dari keluarga yang mapan

akan merasa tidak puas dengan pekerjaan sebagai guru sekolah dasar

karena pendapatan yang diterima tidak sesuai dengan gaya hidup

yang dijalaninya selama ini.


Universitas
Sumatera Utara

18

Pegawai yang tumbuh dari budaya yang menekankan pentingnya

melakukan pekerjaan yang berguna bagi semua orang, seperti budaya

jepang, tentunya akan kurang puas dengan pekerjaan yang kompetitif.

4. Situasi Kerja

Merupakn situasi yang terbentuk karena pekerjaan itu sendiri, rekan

kerja, supervisor, pegawai dengan level lebih rendah, kondisi fisik,

wewenang, hubungan dengan pimpinan, pengawasan teknis,

keberagaman, tugas dan kondisi kerja.

2.1.4 Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

Dampak prilaku dari kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja telah

banyak diteliti dan dikaji. Banyak prilaku dan hasil kerja pegawai yang
diduga merupakan hasil dari kepuasan atau ketidakpuasan kerja. Hal-tersebut

tidak hanya meliputi variabel kerja seperti kesehatan dan kepuasan hidup.
Berikut ini diuraikan mengenai dampak kepuasan kerja pegawai :

1. Jacobs dan Solomon (Priansa, 2016:294) menyatakan bahwa korelasi

antara kepuasan kerja dan kinerja akan lebih tinggi pada pekerjaan

dimana kinerja yang bagus dihargai di bandingkan pada pekerjaan

yang tidak memberikan penghargaan. Dalam kondisi seperti itu,

pegawai yang memiliki kinerja baik mendapatkan penghargaan, dan

penghargaan itu menyebabkan kepuasan kerja. Konsisten dengan

prediksi mereka, Jacobs dan Solomon menemukan bahwa kinerja dan


kepuasan kerja sangat berhubungan kuat ketika organisasi

memberikan penghargaan terhadap kerja yang bagus.

Universitas
Sumatera Utara

19

2. Organizational Citizenship Behavior

Organizational Citizenship Behavior (OCB) atau yang lebih dikenal

dengan prilaku ekstra peran adalah prilaku pegawai untuk membantu

rekan kerja atau organisasi. OCB menurut Schnake dalam Spector

(Priansa, 2016:295) adalah prilaku di luar tuntunan pekerjaan. Prilaku

ini meliputi tindakan sukarela pegawai untuk membantu rekan kerja

mereka dan organisasi.

2. Prilaku Menghindar (Withdrawal Behavior)

Ketidakhadiran atau kemangkiran dan pindah kerja adalah prilaku-


prilaku yang dilakukan pegawai untuk melarikan diri dari pekerjaan

yang tidak memuaskan. Banyak teori yang menduga bahwa pegawai


yang tidak menyukai pekerjaannya ada menghindarinya dengan cara

yang bersifat permanan, yaitu berhenti atau keluar dari organisasi,


atau sementara dengan cara tidak masuk kerja atau datang terlambat.

Peneliti memandang absebteeism dan turnover merupakan fenomena


yang saling berhubungan yang didasari oleh motivasi yang sama,
yaitu melarikan diri dari pekerjaan yang sangat tidak memuaskan.

2. Burnout

Burnout adalah emosional distress atau keadaan psikologi yang

dialami dalam bekerja. Burnout lebih merupakan emosi terhadap

pekerjaan. Teori burnout mengatakan bahwa pegawai dalam keadaan

burnout mengalami gejala-gejala kelelahan emosi dan motivasi kerja

yang rendah, tetapi bukan depresi. Biasanya terjadi dalam pekerjaan

yang langsung berhubungan dengan orang lain seperti pekerja

kesehatan dan pekerja sosial. Maslach dan Jacson dalam Spector

(Priansa, 2016:296) menyatakan

Universitas
Sumatera Utara

20

bahwa burnout terdiri dari tiga komponen yaitu: dispersonalisasi,

emotional exhaustion, berkurangnya personal accomplishment.

5. Kesehatan Mental dan Fisik

Terdapat beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan

kerja dengan kesehatan fisik dan mental. Suatu kajian longlitudinal


menyimpulkan bahwa ukuran-ukuran dari kepuasan kerja merupakan

peramal yang baik bagi panjang umur (longevity) atau tentang


kehidupan. Salah satu temuan yang penting dari kajian yang
dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan
kerja adalah pada level setiap jabatan, presepsi dari pegawai bahwa

pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kecakapan-


kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental tinggi.

Sekor-sekor ini juga berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja dari


level dan jabatan.

5. Perilaku Kontraproduktif

Perilaku yang berlawanan dengan organizational citizenship adalah

counterproduvtive. Perilaku ini terdiri dari tindakan yang dilakukan

pegawai baik secara sengaja maupun yang tidak sengaja yang

merugikan organisasi. Prilaku tersebut meliputi rekan kerja,

penyerangan terhadap organisasi, sabotase, dan pencurian. Prilaku-

prilaku tersebut mempunyai berbagai macam penyebab, tetapi

seringkali dihubungkan dengan ketidakpuasan dan frustasi di tempat

kerja.

5. Kepuasan Hidup

Saling mempengaruhi antara pekerjaan dan kehidupan di luar

pekerjaan merupakan faktor penting untuk memahami reaksi pegawai

terhadap pekerjaannya. Kita cenderung untuk mempelajari kerja

terutama di tempat

Universitas
Sumatera Utara

21
kerja, tetapi pegawai juga berpengaruh oleh kejadian dan situasi di

luar tempat kerjanya. Demikian juga sebaliknya, perilaku dan

perasaan tentang sesuatu di luar pekerjaan dipengaruhi oleh

pengalaman kerja. Kepuasan hidup berhubungan dengan perasaan

seseorang tentang kehidupan secara keseluruhan. Hal itu dapat dinilai

berdasarkan dimensi tertentu seperti kepuasan dengan area khusus

dalam kehidupan, misalnya keluarga atau rekreasi. Dapat juga dinilai

secara global sebagai keseluruhan kepuasan terhadap kehidupan.

2.1.5 Pengukuran Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan


aspek-aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus benar-

benar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan sesuai


dengan fokus karyawan atau perusahaan, yaitu:

1. Manusia berhak diberlakukan dengan adil dan hormat, pandangan ini

menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan

perluasan refleksi perlakuan yang baik. Penting juga memperlihatkan

indikator emosional dan psikologis.

2. Perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan

prilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan

kepuasan kerja antara unit-unit organisasi dapat mendiagnosis potensi

persoalan. Buhler (Rivai, 2009:861) menekankan pendapatnya bahwa

upaya organisasi berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan


kerja dan pengaruh ekonomis terhadap perusahaan. Perusahaan yang

percaya bahwa karyawan dapat dengan mudah diganti dan tidak

berinvestasi dibidang karyawan maka akan dapat menghadapi

bahaya. Biasanya berakibat

Universitas
Sumatera Utara

22

tingginya tingkat turnover, diiringi dengan membengkaknya biaya

pelatihan, gaji akan memunculkan perilaku yang sama dikalangan

karyawan, yaitu mudah berganti-ganti perusahaan dan demikian

kurang loyal.

2.1.6 Indikator Kepuasan Kerja

Penelitian dari Spector (Priansa, 2016:292) ia menyatakan bahwa

kepuasan kerja berkaitan dengan bagaimana perasaan pegawai terhadap

pekerjaannya dan terhadap berbagai macam aspek dari pekerjaan tersebut,

sehingga kepuasan kerja sangat berkaitan dengan sejauh mana pegawai puas

atau tidak puas dengan pekerjaannya. Dan ia dapat mengidentifikasikan

indikator kepuasan kerja dari sembilan aspek yaitu:

1. Gaji

Aspek ini mengukur kepuasan pegawai sehubungan dengan gaji


yang diterimanya dan adanya kenaikan gaji, yaitu besarnya gaji yang
diterima sesuai dengan tingkat yang dianggap sepadan. Upah dan
gaji memang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja. Upah

dan gaji juga menggambarkan berbagai dimensi dari kepuasan kerja.


Pegawai memandang gaji sebagai hak yang harus diterimanya atas

kewajiban yang sudah dilaksanakannya.

2. Promosi

Aspek ini mengukur sejauh mana kepuasan pegawai sehubungan

dengan kebijaksanaan promosi dan kesempatan untuk mendapatkan

promosi. Promosi atau kesempatan untuk meningkatkan karier juga

memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai.

Universitas
Sumatera Utara

23

Pegawai akan melihat apakah organisasi memberikan kesempatan

yang sama kepada setiap pegawainya untuk mendapatkan kenaikan

jabatan ataukah hanya diperuntukkan bagi sebagian orang saja.

Kebijkasanaan promosi ini harus dilakukan secara adil, yaitu setiap

pegawai yang melakukan pekerjaan dengan baik mempunyai

kesempatan yang sama untuk promosi.

3. Supervisi (hubungan dengan atasan)


Aspek ini mengukur kepuasan kerja seseorang terhadap atasannya.
Pegawai lebih menyukai bekerja dengan atasan yang bersikap

mendukung, penuh perhatian, hangat dan bersahabat, memberi


pujian atas kinerja yang baik dari bawahan, mendengar pendapat dari

bawahan, dan memusatkan perhatian kepada pegawai (employed


centered) dari pada bekerja dengan pimpinan yang bersifat acuh tak

acuh, kasar, dan memusatkan dirinya kepada pekerjaan (job


centered).

4. Tunjangan Tambahan

Aspek ini mengukur sejauhmana individu merasa puas terhadap

tunjangan tambahan yang diterimanya dari organisasi. Tunjangan

tambahan diberikan kepada pegawai secara adil dan sebanding.

5. Penghargaan

Aspek ini mengukur sejauhmana individu merasa puas terhadap

penghargaan yang diberikan berdasarkan hasil kerja. Setiap individu

ingin usaha, kerja keras, dan pengabdian yang dilakukannya untuk

kemajuan organisasi dapat dihargai dengan semestinya.

Universitas
Sumatera Utara

24
6. Prosedur dan Peraturan Kerja

Aspek ini mengukur kepuasan sehubungan dengan prosedur dan

peraturan di tempat kerja. Hal-hal yang berhubungan dengan

prosedur dan peraturan di tempat kerja mempengaruhi kepuasan

kerja seorang individu, seperti birokrasi dan beban kerja.

7. Rekan kerja

Aspek ini mengukur kepuasan kerja berkaitan dengan hubungan

dengan rekan kerja. Rekan kerja yang memberikan dukungan

terhadap rekannya yang lain, serta suasana kerja yang nyaman dapat

meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Misalnya rekan kerja yang

menyenangkan atau hubungan dengan rekan kerja yang rukun.

8. Pekerjaan itu Sendiri

Aspek yang mengukur kepuasan kerja terhadap hal-hal yang


berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, seperti kesempatan untuk

berekreasi dan variasi dari tugas, kesempatan untuk menyibukkan


diri, peningkatan pengetahuan, tanggung jawab, otonomi,

pemerkayaan pekerjaan, dan kompleksitas pekerjaan.

9. Komunikasi

Aspek ini mengukur kepuasan yang berhubungan dengan

komunikasi yang berlangsung dalam pekerjaan. Dengan komunikasi

yang berlangsung lancar dalam organisasi, pegawai dapat lebih

memahami tugas-tugasnya dan segala sesuatu yang terjadi di dalam

organisasi.
Universitas
Sumatera Utara

25

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Daya dorong yang terdapat dalam diri sesorang disebut motif.

Dengan demikian dapat dikatakan motif adalah keadaan yang menimbulkan

dorongan, menggerakkan, mengaktifkan serta menyalurkan prilaku tindak

tunduk agar mereka dapat bekerja secara maksimal serta dikaitkan dengan

pencapaian tujuan organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing anggota

organisasi.

Mathis, Robert L. Dan H. Jackson (Effendi, 2014:166) mengatakan


bahwa, “motivasi adalah hasrat yang ada didalam diri seseorang

menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Seseorang melakukan


tindakan untuk sesuatu hal mencapai tujuan. Oleh sebab itu, motivasi

merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan dan itu jarang muncul
dengan sia-sia. Robbins (Priansa, 2016:201) motivasi adalah “proses yang

menunjukkan intensitas individu, arah, dan ketekunan dari upaya yang


menuju pencapaian tujuan”.
Defenisi yang telah dikemukakan oleh para tokoh mengenai motivasi

terdapat beberapa unsur yang terkandung dalam motivasi kerja, yaitu:

1. Motivasi sebagai pedoman untuk mencapai tujuan dalam organisasi

sebagaimana dikatakan motivasi sebagai alasan untuk melakukan

kegiatan.

2. Motivasi sebagai penggerak dalam menciptakan gairah kerja dalam

mencapai kepuasan kerja.

3. Motivasi sebagi alat penggerak dalam memenuhi kebutuhan.

1. Motivasi sebagai cara untuk menciptakan hubungan yang baik

dengan sesasama karyawan.

Universitas
Sumatera Utara

26

2.2.2 Tujuan Motivasi

Menurut hasibuan (2008:97), tjuan pemberian motivasi yaitu :

1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

1. Meningkatkan produktifitas kerja karyawan.

1. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan.


1. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.

1. Mengefektifkan pengadaan karyawan.

1. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

1. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan.

1. Meningkatkan tingkat kesejahterahan karyawan.

1. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

2.2.3 Teori-Teori Motivasi

Menurut Sutrisno (2009:121), teori-teori motivasi dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu :

1. Teori Kepuasan

Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan

dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berprilaku

dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor

dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan

menghentikan prilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan

kebutuhan apa yang memuaskan dan dorongan semangat bekerja seseorang.

Kebutuhan dan pendorong itu adalah keinginan memenuhi kepuasan material

maupun non material yang diperolehnya dari hasil pekerjaannya.

Universitas
Sumatera Utara

27
Gambar 2.1
Teori Kepuasan

Kebutuhan Dorongan Tindakan

Kepuasan
Sumber: Sutrisno (2009:121)
Memotivasi karyawan dengan memenuhi kebutuhan serta kepuasan

materil maupun non materil yang diperolehnya sebagai imbalan dari jasa-
jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Jika kebutuhan dan kepuasan

karyawan sudah terpenuhi maka semangat kerja akan semakin baik. Jadi
pada dasarnya seseorang seseorang akan bertindak untuk memenuhi

kebutuhan kepuasannya. Semakin tinggi standart kebutuhan dan kepuasan


yang diinginkan, semakin giat orang tersebut bekerja. Tinggi rendahnya

tingkat kepuasan dan kebutuhan yang ingin dicapai seseorang maka akan
mencerminkan semangat kerja orang tersebut. 2. Teori Motivasi Proses

Teori ini berlawanan dengan teori-teori kebutuhan seperti yang

diuraikan diatas. Teori-teori proses memusatkan perhatiannya bagaimana

motivasi terjadi. Dengan kata lain, teori proses pada dasarnya berhusaha
menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara,

dan menghentikan prilaku individu agar setiap individu bekerja giat sesuai

dengan keinginan manajer. Bila diperhatikan secara mendalam, teori ini

merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seorang bekerja serta hasil

apa yang telah diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, akan diperoleh hasil

yang baik untuk hari esok. Jadi, hasil yang

Universitas
Sumatera Utara

28

dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan

seseorang hasil hari ini merupakan kergiatan hari kemarin.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Menurut Sutrisno (2009:116) “Motivasi sebagai proses psikologis

dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut

dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasar dari karyawan”.

Berikut penjelasan dari kedua faktor yang mempengaruhi motivasi

adalah sebagai berikut:

1. Faktor Intern

Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang

antara lain:

a. Keinginan untuk dapat Hidup


Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap manusia

yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini


orang yang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau

jelek, apakah halal atau haram, dan sebagainya.

a. Keinginan untuk dapat memiliki

Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang

untuk melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita alami dalam

kehidupan kita sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat

memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja.

a. Keinginan untuk memperoleh penghargaan

Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui,

dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih

Universitas
Sumatera Utara

29

tinggi, orang yang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang

itupun ia harus bekerja keras

d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan

Keinginan untuk memperoleh pengakuan diantaranya adalah: adanya

penghargaan terhadap prestasi, adanya hubungan kerja yang


harmonis dan kompak, pemimpin yang adil dan bijaksana, serta

perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat.

 Keinginan untuk berkuasa

Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja.

Kadang-kadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-


cara yang tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih

termasuk bekerja juga. Apalagi keinginan untuk berkuasa menjadi


pemimpin itu dalam arti positif, yaitu ingin dipilih menjadi ketua atau

kepala, tentu sebelumnya si pemilih telah melihat dan menyakikan


sendiri bahwa orang itu benar-benar mau bekerja, sehingga ia pantas

untuk dijadikan penguasa dalam unit organisasi/perusahaan.


Walaupun, kadar kemampuan kerja itu berbeda-beda untuk setiap

orang, tetapi pada dasarnya ada hal-hal yang umum yang harus
dipenuhi untuk terdapatnya kepuasan kerja bagi para karyawan.

Karyawan akan dapat merasa puas bila dalam pekerjaan terdapat hak
otonomi, variasi dalam melakukan pekerjaan, kesempatan untuk

memberikan sumbangan pemikiran, kesempatan memperoleh umpan


balik tentang hasil pekerjaan yang telah dikerjakan.

 Faktor Ekstern

Faktor ektern juga tidak kalah perannya dalam melemahkan motivasi

kerja seseorang. Faktor-faktor ekstern itu adalah:

Universitas
Sumatera Utara

30
a. Kondisi lingkungan kerja .

Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja

yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang


dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkunan pekerjaan

ini, meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu untuk pekerjaan,
keberhasilan, pencahayaan, keterangan, termasuk juga hubungan

kerja antara orang-orang yang ada di tempat tersebut. Lingkungan


kerja yang baik dan bersih, mendapat cahaya yang cukup, bebas dari

kebisingan dan gangguan, jelas akan memotivasi tersendiri bagi para


karyawan dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Namun

lingkungan kerja yang buruk, kotor, gelap, pengap, lembab, dan


sebagainya akan menimbulkan cepat lelah dan menurunkan

kreatifitas. Oleh karena itu , pemimpin berusaha mempunyai


kreatifitas yang tinggi akan dapat menciptakan lingkungan kerja yang

menyenangkan bagi para karyawan.

a. Kompensasi yang memadai.

Kompensasi merupakan sumber penghasilan yang utama bagi para

karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya kompensasi

yang

memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi

perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.

Adapun kompensasi yang kurang memadai akan membuat mereka

kurang tertarik untuk bekerja keras, dan memungkinakan mereka


bekerja merasa tidak senang, dari sini jelaslah bahwa besar kecilnya

kompensasi sangat mempengaruhi kerja para karyawan.

Universitas
Sumatera Utara

31

c. Supervisi yang baik.

Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan

pengarahan, membimbuing kerja para karyawan, agar dapar


melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan. Dengan

demikian, posisi supervise sangat dekat dengan para karyawan, dan


selalu menghadapi karyawan dalam melaksanakan tugas sehari-hari.

Bila supervisi yang dekat para karyawan mengusai liku-liku


pekerjaan dan penuh dengan sifat-sifat kepemimpinan, maka suasana

kerja akan bergairah dan bersemangat. Akan tetapi, mempunyai


supervisor yang angkuh dan mau benar sendiri, tidak mau

mendengarkan keluhan para karyawan, akan menciptakan situasi


kerja yang tidak mengenakkan, dan dapat menurunkan semangat

kerja. Dengan demikian peranan supervisor yang melakukan


pekerjaan supervisi amat mempengaruhi motivasi kerja para

karyawan.

c. Adanya jaminan pekerjaan.


Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan apa yang

ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa

ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka

bekerja bukan untuk hari ini saja, tetapi mereka berharap akan

bekerja sampai tua cukup dalam satu perusahaan saja, tidak usah

sering sekali pindah. Hal ini akan dapat terwujud bila perusahaan

dapat memberikan jaminan karier untuk masa depan, baik jaminan

akan adanya promosi jabatan, pangkat, maupun jaminan pemberian

kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya. Sebaliknya,

orang-orang akan lari meninggalkan perusahaan bila jaminan karier

ini kurang jelas dan kurang di informasikan kepada mereka.

Universitas
Sumatera Utara

32

e. Status dan tanggung jawab.

Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan

setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan

kompensasi semata, tetapi pata satu masa mereka juga berharap akan

dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu perusahaan.

Dengan menduduki jabatan, orang merasa dirinya akan dipercaya,

diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan


kegiatan-kegiatan. Jadi, status dan kedudukan merupakan dorongan

untuk memenuhi kebutuhan sense of achievement dalam tugas sehari-

hari.

e. Peraturan yang fleksibel.

Bagi prusahaan, biasanya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja

yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Sistem dan prosedur


kerja ini dapat kita sebut dengan peraturan yang berlaku dan bersifat

mengatur dan melindungi para karyawan. Semua ini merupakan


aturan main yang mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan

perusahaan, termasuk hak dan kewajiban para karyawan, pemberian


kompensasi, promosi, mutasi, dan sebagainya.

2.2.5 Indikator Motivasi

Motivasi adalah hasil dari kumpulan kekuatan internal dan eksternal


yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan

menggunakan prilaku tertentu. Menurut wibowo (2013, hal 110), adapun


indikator-indikator motivasi kerja adalah sebagai berikut:

1. Engagement merupakan janji pekerja untuk menunjukkan tingkat

antusiasme, inisiatif, dan usaha untuk meneruskan.

Universitas
Sumatera Utara

33
2. Commitment merupakan suatu tingkatan dimana pekerja mengikat

dengan organisasi dengan menunjukkan tindakan Organizational

Citizenship.

3. Satisfaction (kepuasan) merupakan refleksi pemenuhan kontrak

psikologis dan memenuhi harapan ditempat bekerja.

4. Insentif merupakan pemimpin perlu membuat perencanaan pemberian

insentif dalam bentuk baik berupa gaji, bonus, tunjangan dan

jaminan. Berdasarkan penjelasan diatas, karyawan akan termotivasi

dalam berkerja

dipengaruhi oleh hubungan baik antar sesama karyawan dengan apa yang

dikerjakannya. Point-point yang telah disebutkan tersebut sebagai pendorong


atau perangsang untuk karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

2.3 Self Efficacy

2.3.1 Pengertian Self Efficacy

Self Efficacy merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri

atau self-knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia

sehari-hari. Hal ini disebabkan Self efficacy yang dimiliki ikut

mempengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang kan dilakukan

untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai

kejadian yang akan dihadapi. Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan

istilah self efficacy. Menurut Bandura (Ghufron dan Risnawati, 2010:73)

“self efficacy adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya

dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hal

tertentu”. Sementara itu, Baron dan Byrne (Ghufron dan Risnawati, 2010:73)
mendefenisikan self efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai

kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai

tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura dan Wood menjelaskan bahwa self

efficacy mengacu pada keyakinan atau kemampuan individu untuk

Universitas
Sumatera Utara

34

menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan

untuk memenuhui tuntutan situasi. Meskipun Bandura menganggap self

efficacy terjadi pada suatu fenomena situasi khusus, para peneliti yang lain

telah membedakan self efficacy khusus dari self efficacy secara umum atau

generalized self efficacy. self efficacy secara umum menggambarkan suatu

penilaian diri seberapa baik seseorang dapat melakukan suatu perbuatan pada

situasi yang beraneka ragam.

Bandura (Ghufron dan Risnawati, 2010:75) mengatakan bahwa

efikasi diri pada dasarnya adalah hasil dari proses kegiatan kognitif berupa
keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu

memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau


tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Menurut beliau, self efficacy tidak berkaitan dengan kecakapan yang


dimiliki, tetapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal yang

dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapapun besarnya. self


efficacy menekankan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang
dalam menhadapi situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan,
tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan. Seseorang dengan

self efficacy tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk
mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan self

efficacy rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu


mengerjakan segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

2.3.2 Perkembangan Self Efficacy pada Individu

Manusia pada umumnya sejak kecil sudah dapat mempelajari hal-hal

yang terjadi di sekelilingnya, melalui panca indera yang dimiliki. Hal itu

terjadi melalui pengalaman sosial. Efikasi diri merupakan unsur kepribadian

yang berkembang

Universitas
Sumatera Utara

35

melalui pengamatan-pengamatan individu terhadap akibat-akibat

tindakannya dalam situasi tertentu. Presepsi seseorang mengenai dirinya


dibentuk selama hidupnya. Adapun tahap perkembangan self efficacy dalam

diri individu terdiri dari 6 tahap. Sullivan, (hamdi, 2016:94)

1. Infancy (Bayi).

Mulai dari kelahiran Hingga belajar berbicara (0 hingga 18 bulan).


Keinginan utama si bayi adalah memperoleh makanan.
1. Childhood (Kanak-kanak).
Pada periode ini si anak belajar berbicara dan mulai membentuk
hubungan dengan teman sebaya (18 bulan-4 tahun). Anak mulai belajar
menghindari tindakan-tindakan yang menurut mereka menjadi kemasan
atau hukuman.

1. The Juvenile Era (Masa Remaja).

Anak mulai membutuhkan hubungan dengan teman sebaya yang lebih

dekat (4-8/10 tahun). Anak juga belajar bekerja sama dan bersaing dengan

yang lain
1. Pre- Adolesence (Pra-Dewasa).

Belajar untuk mencintai orang lain (8/10-12 tahun). Ini merupakan


periode yang sangat singkat, berlangsung hingga awal pubertas.
1. Early Adolesence (Dewasa Awal).

Integritas kebutuhan akan intiminasi dan kepuasan seksual (12-16


tahun). memandang dunia seperti apa yang dia inginkan bukan
sebagaimana adanya.
1. Late Adolesence (Dewasa Akhir).

Mulai serius belajar demi karir di masa yang akan datang, mulai

memilih-milih pasangan yang lebih serius.

Universitas
Sumatera Utara

36
7. Maturity

Menggambarkan kematangan seseorang. Seseorang dapat saja dewasa

secara biologis, dan memiliki karakteristik prilaku dewasa, tetapi tetap


diperlukan sebagai anak kecil jika berada di bawah umur dewasa secara

hukum.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Efficacy

Setiap individu memiliki self efficacy yang berbeda, tinggi rendahnya

tingkat self efficacy yang terdapat dalam diri individu dipengaruhui oleh

banyak faktor. Menurut Bandura (Ghufron dan Risnawati, 2010:78) self

efficacy dapat ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber informasi

utama. Berikut ini empat adalah empat sumber informasi tersebut :

1. Pengalaman Keberhasilan (Mastery Eksperience)

Sumber ini memberikan pengaruh besar pada self efficacy dari

individu karena didasarkan pada pengalaman pengamatan pribadi


individu secara nyata yang berupa keberhasilan dan kegagalan.
Pengalaman keberhasilan akan menaikkan self efficacy individu,
sedangkan pengalaman kegagalan akan menurunkannya.

1. Pengalaman orang lain (Vicarious experience)

Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan


yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas yang akan
meningkatkan self efficacy diri individu dalam mengerjakan tugas
yang sama.

1. Persuasi Verbel (Verbal Persuasion)


Pada persuasi verbal, individu akan diarahkan dengan saran, nasihat,

dan bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang

kemampuan- kemampuan yang dimiliki yang dapat membantu

mencapai

Universitas
Sumatera Utara

37

tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal


cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu
keberhasilan.

4. Kondisi Psikologis (Physiological State)

Individu akan mendasarkan invormasi mengenai kondisi psikologis


mereka untuk menilai kemampuannya. Ketegangan fisik dalam

situasi yang menekan dipandang individu sebagai suatu tanda


ketidakmampuan karena hal itu dapat melemahkan performansi kerja

individu.

2.3.4 Indikator Self Efficacy

Menurut bandura (Ghufron dan Risnawati, 2010:80) indikator self efficacy

yaitu:

1. Dimensi Tingkat (Level)


Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu
merasa mampu untuk melakukannya. Dimensi ini memiliki implikasi
terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba atau dihindari.
1. Dimensi Kekuatan (Strength)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dan keyakinan atau


pengharapan individu mengenai kemampuannya.

3. Dimensi Generalisasi (Generality)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana

individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa

yakin atas kemampuan dirinya.

2.4 Kerangka Konseptual

2.4.1 Pengaruh Self Efficacy Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Di dalam perusahan sangatlah penting setiap karyawan memiliki self

efficacy, hal ini dapat berguna bagi perusahaan dan juga karyawan untuk

Universitas
Sumatera Utara

38

menimbulkan rasa kepuasan kerja dan dengan adanya self efficacy yang

terdapat pada diri setiap karyawan maka akan sangat membantu perusahaan

dalam pencapaian sasaran yang telah di tetapkan perusahaan.

Menurut Bandura (Ghufron dan Risnawati) Self Efficacy adalah

kemampuan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas


atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila

karyawan merasa mampu dalam mengerjakan suatu pekerjaan maka rasa

kepuasan kerja akan muncul sehingga berdampak terhadap semangat kerja

karyawan tersebut.

2.4.2 Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan

Motivasi merupakan faktor pendorong bagi karyawan dalam


melakukan suatu aktivitas yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap
kepuasan kerja karyawan. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan

memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan


tujuan perusahaan. Motivasi seseorang dalam melakukan pekerjaan terjadi

karena adanya suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi kebutuhan ini
dapat berupa kebutuhan ekonomis yaitu uang dan kebutuhan non ekonomis

yaitu dapat diartikan sebagai penghargaan, pengakuan, dan keinginan lebih


maju.

Menurut Sutrisno (2009:117) menyebutkan bahwa motivasi adalah

sesuatu yang menimbukan semangat atau dorongan kerja. Motivasi untuk

bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktifitas perusahaan.

Tanpa adanya motivasi diri pada para karyawan untuk bekerja sama bagi

kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan

tercapai.

Motivasi pada dasarnya adalah proses yang menentukan seberapa

banyak usaha yang dicurahkann untuk melaksanakan pekerjaan. Motivasi

atau dorongan
Universitas
Sumatera Utara

39

untuk bekerja ini sangat menentukan bagi tercapainya suatu tujuan. Maka

manusia akan dapat menumbuhkan motivasi kerja setinggi-tingginya bagi


karyawan dalam perusahaan.

2.4.3 Pengaruh Self Efficacy dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja

Karyawan

Pengaruh self efficacy dan motivasi terhadap kepuasan kerja

karyawan adalah self efficacy dan motivasi dapat mempengaruhi kepuasan

kerja karyawan perusahaan tersebut, artinya jika self efficacy yang dimiliki

seorang karyawan didukung dengan pemberian motivasi maka kepuasan

kerja dirasakan oleh setiap karyawan, sebaliknya jika tingkat self efficacy

yang ada pada diri karyawan rendah dan karyawan jarang diberikan motivasi

maka kepuasan kerja tidak akan dirasakan pada setiap karyawan.

Menurut George dan Jones (Priansa, 2016:291) yang mendefenisikan

kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan, keyakinan, dan pikiran


tentang bagaimana respon seseorang terhadap pekerjaannya.

kepuasan kerja merupakan sekumpulan perasaan pegawai atau


karyawan terhadap pekerjaannya, apakah senang/suka atau tidak

senang/tidak suka sebagai hasil interaksi pegawai dengan lingkungan


pekerjaannya atau sebagai presepsi sikap mental, juga sebagai hasil penilaian
pegawai terhadap pekerjaannya. Oleh karena itu, penilaian kepuasan kerja

sangat perlu dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui sejauh mana


karyawan mampu berperan dalam perkembangan dan pertumbuhan

perusahaan.

Dengan adanya self efficacy dan motivasi yang baik diharapkan dapat

meningkatkan semangat kerja karyawan guna menumbuhkan rasa kepuasan

terhadap pekerjaan dan mencapai tujuan perusahaan tersebut. Pengaruh self

Universitas
Sumatera Utara

40

efficacy dan motivasi dengan kepuasan kerja dapat digambarkan secara

sederhana dalam kerangka konseptual sebagai berikut :

Gambar 2.2
Kerangka Konseptual

Self Efficacy (X1)

Kepuasan Kerja (Y)


Motivasi (X2)

Sumber: Peneliti (2017)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan faktor pendukung bagi sebuah


penelitian. Demikian penelitian ini juga dibuat dengan dukungan penelitian
terdahulu, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Noormania, Noura. 2014. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Self Efiicacy


dan

Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Wijaya Karya


Beton, Tbk”.

Penelitian ini menggunakan penilitian asosiatif sosial kasual dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah

karyawan tingkat oprasional PT. Wijaya Karya Beton, Tbk yang berjumlah

216 orang. Kriteria populasi di tentukan yaitu karyawan baik pria maupun

wanita dan karyawan yang sudah memiliki masa kerja minimal satu tahun.

Berdasarkan kriteria maka jumlah karyawan yang akan menjadi responden

atau sampel sebanyak 115 orang. Pengumpulan data instrument

menggunakan skala likert. Uji validitas setiap item menggunakan

Confrimatory Analisi Factor (CFA) dan menggunakan analisis regresi

berganda (multiple regression analysis). Hasil

Universitas
Sumatera Utara

41
2
pengujian hipotesis kepuasan kerja menghasilkan R = 0,609 yang berarti
bahwa kontribusi kepuasan kerja dijelaskan oleh semua variable independen
sama dengan 60,9%, sedangkan 39,1% dipengaruhi oleh variable lain diluar
penelitian.

2. Chasanah, Nur. 2008. Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh

Empowerment, Self Efiicacy, dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan

Kerja Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan”.

Dalam penelitian metode yang digunakan untuk menganalisis data

dengan menggunakan Stuructural Equation Modeling (SEM). Berdasarkan

pengelolaan data dapat disimpulkan bahwa self efficacy, dan budaya

organisasi berpengauh positif terhadap kepuasan kerja karyawan dan kinerja

karyawan. Kepuasan kerja berpengaruh potitif terhadap kinerja karyawan.

Sedangkan empowerment tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja

maupun kinerja karyawan.

3. Purnomo, Aan. 2014. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja

dan Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT. Hyup


Sung Indonesia Purbalingga”.

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian assosiatif kasual dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi sejumlah 95 karyawan,

sedangkan untuk jumalah sampel sama dengan populasi. Teknik

pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data

menggunakan angket, sedangkan analisis data dengan menggunakan analisis

regresi linier berganda. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa


terdapat pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja terhadap

kepuasan kerja karyawan, hal tersebut ditunjukkan dari : 1) Hasil Uji t hitung

sebesar 5,557 dengan signifikasi 0,000. 2) Hasil Uji t hitung sebesar3,428

dengan signifikasi 0,001 3) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara

motivasi kerja dan lingkungan kerja memiliki nilai F

Universitas
Sumatera Utara

42

hitung sebesar 42,342 dengan nilai signifikan 0,000 dan persamaan regresi Y

= 6,157 +0,427X1 + 0,568X2, dengan besar pengaruh sebesar 46,8%,

sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain diluar penelitian

4. Bahagia, Rahmad. 2004 (Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi

Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai PDAM Tirtanadi Kantor Pusat

Medan)

Penelitian ini menggunakan studi kasus dan didukung oleh metode-


metode survey. Teknik penentuan sampel menggunakan proportionate
stratified random sampling. Populasi terdiri 300 dan sampel 171 orang. Hasil
penelitian ini adalah :

1) Kepemimpinan berorintasi tugas (initiating structure) lebih besar

dibandingkan dengan kepemimpinan berientasi karyawan (consideration). 2)

Secara simultan diperoleh hasil bahwa ada pengaruh positif dan signifikan

kepemimpinan berorientasi karyawan, kepemimpinan berorientasi tugas,


kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan penghargaan terhadap kepuasan

kerja pegawai PDAM Tirtanadi pusat medan. 3) Variabel kebutuhan

aktualisasi diri adalah variabel yang berpengaruh dominan terhadap

kepuasan kerja. 4) Secara parsial ada pengaruh positif dan signifikan masing-

masing variabel independen (kepemimpinan berorientasi karyawan,

kepemimpinan berorientasi tugas, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan

penghargaan) terhadap kepuasan keja pegawai PDAM Tirtanadi Kantor

Pusat Medan.

Universitas
Sumatera Utara

You might also like