You are on page 1of 36

BAB I

PNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah
100.000/mm³. Ini bisa disebabkan oleh pembentukan trombosit yang
berkurang atau penghancuran yang meningkat. Namun, umumnya tidak
ada manifestasi klinis sampai jumlahnya berada dibawah 100.000 dan
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain atau disertai dengan leukimia atau
penyakit hati. Apabila angka trombosit menurun sampai di bawah
20.000/mm³, akan terjadi petekie, disertai perdarahan, dan perdarahan
setelah pembedahan. Jika angka trombosit kurang dari 5000/mm³, dapat
terjadi perdarahan sistem saraf pusat dan gastrointestinal yang fatal.
(Syilvia. A., Lorraine.M., 1995).
Trombosit juga dapat dihancurkan oleh produksi antibodi yang
diinduksi oleh obat. Atau oleh autoimun (antibodi yang melawan
jaringannya sendiri). Purpura Trombositopenik Idiopatik (ITP), terutama
ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasi sebagai trombositopenia
yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering kurang dari
10.000/mm³. Antibodi Ig G yang ditemukan pada membran trombosit dan
meningkatnya pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem
makrofag.
Trombositopenia berat dapat mengakibatkan kematian akibat
kehilangan darah atau perdarahan dalam organ-organ vital. Insiden untuk
ITP adalah 50-100 juta kasus baru setiap tahun. Dengan anak melingkupi
separuh daripada bilangan tersebut. Kejadian Imune Trombositopenia
Purpura diperkirakan 5 kasus per 100.000 anak-anak dan 2 kasus per
100.000 orang dewasa ( Emmedicine, 2008).
Maka dari itu, pada makalah ini kami ingin membahas mengenai
trombositopenia dan asuhan keperawatannya, dengan tujuan untuk
menambah pemahaman dan pengetahuan kita sebagai mahasiswa dan
calon perawat yang profesional.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada
pasien dengan trombositopenia.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui dan memahami fisiologi dan patofisiologi
sistem hematologi.
b. Mahasiswa mengetahui dan memahami prosedur pemeriksaan
darah.
c. Mahasiswa mengetahui dan memahami proses pembekuan normal
dan faktor-faktor pembekuan plasma.
d. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi, etiologi, tanda dan
gejala, patofisiologi, klasifikasi dan pengobatan dari
trombositopenia.
e. Mahasiswa mengetahui dan memahami Pathway dari
trombositopenia.
f. Mahasiswa dan mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pasien
dengan tromsitopenia.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Sistem Hematologi
1. Tinjauan fisiologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus
yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang tersuspensi dalam
plasma darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit ( sel darah merah,
normalnya 5 ribu per mm³ darah ) dan leukosit ( sel darah putih,
normalnya 5.000 sampai 10.000 per mm³ darah). Terdapat sekitar 500
sampai 1000 eritrosit tiap satu lekosit. Lekosit dapat berada dalam
beberapa bentuk: eosinofil, basofil, monosit, neutrofil, dan limfosit . selain
itu dalam suspensi plasma, ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti yang
disebut trombosit ( normalnya 150.000 sampai 450.000 trombosit per mm³
darah). Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% sampai
45% volume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit tersebut
disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak dan kental.
Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung dalam sel darah
merah.
Volume darah manusia sekitar 7% sampai 10% badan normal dan
berjumlah sekitar 5 liter. Darah bersirkulasi di dalam sistem vaskuler dan
berperan sebagai penghubung antara organ tubuh, membawa oksigen yang
diabsorbsi oleh paru dan nutrisi yang diabsorbsi oleh trakstus
gastrointestinal ke sel tubuh untuk metabolisme sel.
Darah juga mengangkut produk sampah yang dihasilkan oleh
metabolisme sel ke paru, kulit, dan ginjal yang akan ditransformasi dan
dibuang keluar dari tubuh. Darah juga membawa hormon dan antibodi ke
tempat sasaran atau tujuan.
Untuk menjalankan fungsinya, darah harus tetap berada dalam
keadaan cair normal. Karena berupa cairan, selalu terdapat bahaya

3
kehilangan darah dari sistem vaskuler akibat trauma. Untuk mencegah
bahaya ini, darah memiliki mekanisme pembekuan darah yang sangat peka
yang dapat diaktifkan setiap saat diperlukan untuk menyumbat kebocoran
pada pembuluh darah.
Pembekuan yang berlebihan juga sama bahayanya karena potensial
menyumbat aliran darah ke jaringan vital. Untuk menghindari komplikasi
ini, tubuh memiliki mekanisme fibrinolitik yang kemudian akan
melarutkan bekuan yang terbentuk dalam pembuluh darah.
2. Sumsum Tulang
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian
tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4% sampai 5% berat
badan total, sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum
bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat
produksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik
( penghasil darah) utama. Sedang, sumsum tulang kuning, tersusun
terutama atas lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah. Selama
masa kanak-kanak, sebagian besar sumsum berwarna merah, namun masih
mempertahankan potensi untuk kembali berubah menjadi jaringan
hematopoetik apabila diperlukan. Sumsum merah pada oarng dewasa
terbatas terutama pada rusuk, kolumna vertebralis, dan tulang pipih
lainnya.
3. Patofisiologi sistem hematologi
Anemia. Kelainan sistem hematologi yang sering terjadi apabila
adanya penurunan sirkulasi jumlah sel darah merah. Kondisi ini
dinamakan anemia, dapat terjadi akibat produksi sel darah merah atau
sumsum tulang berkurang atau tingginya penghancuran sel darah merah
dalam sirkulasi. Berkurangnya sel darah merah dapat disebabkan oleh
kofaktor atau eritropoetin, seperti asam folat, vitamin B12 dan besi.
Produksi sel darah merah juga dapat turun apabila sumsum tulang tertekan
(oleh tumor atau obat) atau rangsangan tidak memadai karena kekurangan
ritropotein, seperti yang terjadi pada penyakit ginjal kronis. Penigngkatan

4
penghancuran sel darah merah dapat terjadi akibat aktivitas sistem
retikuloendotelial yang berlebihan (mis. Hipersplenisme ) atau akibat
sumsum tulang menghasilkan sel darah merah abnormal (mis., Anemia sel
sabit). Karena sel darah ,era dan hemoglobin sangat penting untuk
menyampaikan oksigen ke jaringan maka anemia mengakibatkan hipoksia
jaringan.
Kelainan pendarahan, kelainan pendarahan dapat disebabkan oleh
kekurangan trombosit ataupun faktor pembekuan dalam sirkulasi darah.
Fungsi trombosit dalam plasma darah dapat terganggu akibat isnsufisiensi
sumsum tulang, kerusakan limpa meningka, atu abnormalitas trombosit
beredar. Kekurangan faktor pembekuan darah biasanya disebabkan oleh
kurangnya produksi faktor ini dalam hati. Hemofilia adalah kelainan yang
diturunkan, disebabkan oleh kekurangan faktor pembekuan darah VIII dan
IX.
Manifestasi kelainan darah. Masalah yang biasanya timbul pada
pasien denga kelainan darah meliputi kelelahan dan kelemahan; cenderung
terjadi perdarahan; lesi ulseratif di lidah, gusi, dan membran mukosa;
dispnu, nyeri tulang dan sendi, demam; pruritus; dan kecemasan.
4. Prosedur pemeriksaan darah
a. Metode pengumpulan darah
Vena Pungsi, uji hematologis paling sering dilakukan pada darah
vena, yang biasanya diperoleh dari vena antekubital. Pada orang yang
sangat gemuk atau mereka yagng pembuluh darah venanya mengalami
trombosis akibat kemoterapi, perlu menggunakan salah satu dari vena
punggung tangan.
Darah segera ditempatkan dalam tabung pengumpul yang sesuai
untuk uji khusus yang dibutuhkan. Tabung ditandai dengan warna untuk
menentukan bahan tambahan yang terkandung. Untuk uji tertentu darah
dibiarkan membeku; sedangkan lainnya dijaga tetap cair dengan
penambahan antikoagulan dalam tabung pengumpul.

5
Pungsi pada Jari-jari (Finger Puncture ). Metode ini sering
digunakan untuk uji upus dan hitung. Metode ini menggunakan darah
kapiler, namun untuk penggunaan praktis hasilnya serupa dengan yang
diperoleh dari darah vena. Lanset dengan berbagai bentuk tersedia. Alat ini
dapat membuat tusukan dengan kedalaman 1 sampai 2 mm. Hasil terbaik
dapat diperoleh apabila tangan pasien telah dihangatkan dan dipilih jari
telunjuk atau jari tengah sebagai tempat penusukan. Kulit harus
dibersihkan dengan alkohol dahulu dan kemudian dikeringkan dengan
spons bebas minyak. Apabila masih terdapat alkohol, dapat merubah
morfologi sel darah merah. Tetesan darah yang diperoleh pada metode ini
kemudian disentuhkan pada slide gelas atau gelas penutup, untuk asupan
darah tepi. Darah kapiler juga dapat dihisap dengan pipet sel darah merah
dan putih yang terkalibrasi dan dimasukkan ke dalam tabung hematokrit.
b. Aspirasi Sumsum Tulang
Sumsum tulang biasanya diaspirasi dari sternum atau krista iliaka
pada orang dewasa. Kebanyakan pasien tidak memerlukan persiapan
khusus kecuali penjelasan yang cermat mengenai prosedur ini.
Pertama kulit didaerah itu dibersihkan seperti pada pembedahan
minor. Kemudian dilakukan anestesi pada tempat itu denga lidocaine
(Xylocaine) melalui kulit dan jaringan subkutan ke periosteum tulang.
Jarum sumsum ditusukkan dengan stilet terpasang. Ketika jarum sudah
terasa masuk melalui korteks luar tulang dan memasuki ruangan sumsum,
stilet dilepas, kemudian spuit injeksi dipasang, darah dan sumsum dihisap
sedikit (0,5 ml). Pada saat aspirasi akan terasa sangat nyeri, dan pasien
harus diberitahu mengenai hal ini. Mengambil napas dalam atau
menggunakan teknik relaksasi nyeri dapat membantu mengurangi rasa
nyeri. ( Brunner.,Suddarth , 2002)

B. Proses pembekuan normal dan faktor-faktor pembekuan plasma


Homeostatis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi
yang mengakibatkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan

6
bekuan trombosit dan fibrin pada tempat cedera.. pada keadaan
homeostatis, homeostatis dan pembekuan melindungi individu dari
perdarahan masif sekunder akibat trauma. Dalam keadaan abnormal, dapat
terjadi perdarahan atau trombosis, dan penyumbatan cabang-cabang
vaskular, yang dapat mengancam nyawa.
Pada saat cedera,ada tiga proses utama yang bertanggung jawab
atas homeostatis dan pembekuan : (1) vasokonstriksi sementara;(2) reaksi
trombosit yang terdiri dari adhesi, reaksi pelepasan, dan agregasi
trombosit; dan (3) pengaktifan faktor-faktor pembekuan. Langkah-langkah
permulaan terjadi pada permukaan jaringan yang cedera, dan reaksi-reaksi
selanjutnya terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami
agregasi.
1. Trombosit
Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan
granular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah
bagian terkecil dari unsur selular sumsum tulang dan sangat penting
peranannya dalam homeostatis dan pembekuan. Trombosit berasal dari
sel induk pluripotensial yang tidak terikat, yang bila dibutuhkan dan
dengan adanya faktor perangsang trombosit (Mk-CSF[Megakaryocyte
Colony Stimulating Factor) (Haeuber dan DiJulio, 1989) berdiferensiasi
menjadi kelompok sel induk yang terikat untuk membentuk
megakarioblas. Sel ini, mealalui serangkaian proses pematangan menjadi
megakariosit raksasa. Tidak seperti unsur sel lainnya, megakariosit
mengalami endomitosis, di mana terjadi pembelahan inti di dalma sel ,
tetapi sel itu sendiri tidak membelah. Sel dapat membesar karena sintesis
DNA meningkat. Sitoplasma sel akhirnya memisakhan diri menjadi
trombosit-trombosit.
Trombosit berdiameter 1 sampai 4 m dan berumur kira-kira 10
hari. Kira- kira sepertiga berada dalam limpa sebagai sumber cadangan
dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan
400.000/mm³. Jika digunakan pewarnaan Wright pada sediaan hapus

7
perifer, maka sel-sel itu tampak biru muda dengan granula warna ungu
kemerahan. Yang diabsorpsi pada membran trombosit adalah faktor V,
VII, dan IX, protein kontraktil aktomiosin, atau trombostenin , dan
berbagai protein serta enzim lain. Granula mengandung serotonin
vasokonstiktor yang kuat, faktor agregasi adenosin difosfat (ADP),
fibrinogen, faktor 3 dan 4 trombosit (faktor penetral heparin), dan
kalsium serta enzim-enzim lain. Semua faktor-faktor ini dilepaskan dan
siaktifkan akibat respon terhadap cedera.
2. Faktor-faktor pembekuan
I Fibrinogen : Prekursor fibrin (protein polimer)
II Protombin : Prekursor dari trombin enzim proteolitik dan
mungkin akselerator-akselerator dari konversi protombin lain.
III Tromboplastin : Suatu lipoprotein jaringan aktivator dari
protrombin.
IV Kalsium : Diperlukan untuk pengaktifan protrombin dan
pembentukan fibrin
V Plasma akselerator globulin : Suatu faktor plasma yang
mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin.
VII Akselerator koversi protrombin serum : Suatu faktor serum yang
mempercepat perubahan protrombin.
VIII Globulin antihemofilik (AHG) : Suatu faktor plasma yang
berkaitan dengan faktor III trombosit dan faktor Christmas (IX);
mengaktifkan protrombin.
IX Faktor Christmas : Faktor serum yang berkaitan dengan faktor III
trombosit dan VIIAHG ; mengaktifkan protrombin.
X Faktor Stuart-Power : Suatu faktor plasma dan serum; akselerator
konversi protrombin.
XI Plasma tromboplastin antecedent (PTA): Suatu faktor plasma
yang diaktifkan oleh faktor Hageman (XII);akselerator
pembentukan trombin
XII Faktor Hageman : Suatu faktor plasma;mengaktifkan PTA(XI)
XIII Faktor yang menstabilkan fibrin : Faktor plasma; menimbulkan
bekuan fibrin yang lebih kuat yang tidak larut dalam urea
_ Faktor Fletcher (prekalikrein) : faktor pengaktivasi kontak
_ Faktor Fitzgerald (kininogen berat molekul tinggi): faktor

8
pengaktivasi kontak
Faktor-faktor pembekuan plasma
Faktor-faktor pembekuan, kecuali faktor III (tromboplastin jaringan )
dan faktor IV (ion kalsium), merupakan protein plasma. Faktor-faktor ini
bersikulasi dalam darah sebagai molekul- molekul ynag tidak aktif. Kotak
diatas menunjukkan faktor-faktor pembekuan, yang menggunakan nomor-
nomor Romawi yang sudah diterima dan dibakukan secara internasional
serta sinonim-sinonimnya dan ringkasan fungsinya. Prekalikrein dan
kinikogen berat molekul tinggi (HMWK, high molecular weight kininogen),
bersama-sama dengan faktor XI dan XII, dinamakan faktor-faktor kontak.
Pada saat cedera faktor-faktor kontak akan diaktifkan karena terjadi kontak
dengan permukaan jaringan. Setelah mereka terbentuk, mereka juga
berperan dalam melarutkan bekuan.
Pengaktifan faktor-faktor pembekuan diduga terjadi karena enzim
memecahkan fragmen bentuk perkusor yang tidak aktif, oleh karena itu
dinamakan prokoagulan. Tiap faktor yang sudah diaktifkan, kecuali V, VIII,
dan XII, serta I (fibrinogen), adalah enzim pemecah protein (proteaseserin),
sehingga mengaktifkan prokoagulan berikutnya.
Hati adalah tempat sintesis semua faktor pembekuan kecuali faktor VIII
dan mungkin XI dan XII. Vitamin K perlu untuk mempertahankan kadar
normal dari faktor-faktor protrombin darah atau sintesis faktor-faktor
protrombin (II,VII, IX, dan X). Bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor
VII benar-benar merupaakn molekul kompleks yang terdiri dari tiga subunit
yang berbeda: (1) bagian prokoagulan, mengandung faktor antihemofilia,
VIIIAHG, yang tidak dimiliki oleh penderita hemofilia klasik; (20 subunit
lain mengandung tempat antigenik, dan (3) faktor von Willebrand, VIIIvwf,
yang diperlukan untuk adhesi pada dinding pembuluh (Erslev dan Gabuzda ,
1979).
3. Fase-fase pembekuan
Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam keadaan homeostatis.
Vasokonstriksi adalah respon langsung terhadap cedera, yang diikuti oleh

9
adhesi trombosit pada kolagen dinding pembuluh yang terkena cedera. ADP
(Adenosin difosfat) dilepaskan oleh trombosit, yang menyebabkan mereka
mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi
trombosit, yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III trombosit,
dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan
cara ini, terbentuklah sumbat trombosit, yang kemudian segera diperkuat
oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai fibrin.
Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi Xa,
sebagai bentuk aktif faktor X. Faktor X dapat diaktifkan melalui dua
rangkaian reaksi. Rangkaian yang pertama memerlukan faktor jaringan, atau
tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh waktu
cedera. Karena faktor jaringan tidak terdapat dalam darah, maka ia
merupakan faktor ekstrinsik pembekuan.
Rangkaian lainnya yang mengaktifkan faktor X adalah jaras intrinsik,
diberi nama tersebut sebab ia menggunakan faktor-faktor yang terdapat
dalam plasma. Dalam rangkaian ini, terdapat reaksi “air terjun”.
Jalan intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau koagulan melalui
pembuluh yang rusak dan mengenai kulit. Faktor jaringan tidak diperlukan,
tetapi trombosit yang melekat pada kolagen, sekali lagi, memainkan
peranan. Maka faktor-faktor XII, XI, dan IX harus diaktifkan secara
berturutan, dan faktor VIII harus dilibatkan sebelum faktor X dapat
diaktifkan. Zat prekalikrein dan kininogen berat molekul tinggi juga ikut
serta, dan diperlukan ion kalsium.
Dari titik ini pembekuan berjalan sepanjang apa yang dinamakan jaras
bersama. Pengaktifan faktor X terjadi sebagai akibat jaras ekstrinsik atau
instrinsik. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa ke dua jalan tersebut ikut
berperan pada hemostatis (Nossel, 1980).
Langkah berikutnya yang menuju ke pembentukan fibrin berlangsung
bila faktor Xa, dibantu oleh fosfolipid dan trombosit yang sudah diaktifkan
memecahkan protrombin, membentuk trombin. Selanjutnya trombin
memecahkan fibrinogen menjadi fibrin. (sejumlah kecil trombin nampaknya

10
dicadangkan untuk memperbesar agregasi trombosit). Fibrin ini yang mula-
mula merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan
mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan
menjerat sel-sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek (retraksi
bekuan), mendekatkan pinggir-pinggir dinding pembuluh yang cedera dan
menutup daerah tersebut. (Silvia. A., Lorraine.M., 1995)
C. Cara menghitung trombosit
Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar
dibedakan dari sel-sel darah yang lain. Trombosit cenderung melekat pada
permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal
(Gandasoebrata, 2004). Metode yang lazim digunakan untuk menghitung
trombosit adalah metode manual dan metode otomatis. Metode manual
menggunakan larutan Rees Ecker. Metode manual dilakukan dengan
perhitungan jumlah trombosit melelui pengamatan di bawah mikroskop.
Automated Hematology Analyzer merupakan alat yang dapat menghitung
profil lengkap darah secara otomatis. Keuntungan metode ini adalah dapat
menghitung profil darah lengkap dengan cepat dan hasil yang di dapatkan
lebih akurat daripada metode manual, sehingga pada penelitian ini
menggunakan metode otomatis. Tabung yang berisi EDTA didekatkan
dengan jarum penghisap sampel, ditekan tombol penghisap sampel
selanjutnya tes akan berjalan secara otomatis. Hasil tes tampak pada kertas
print out (Afida, 2005).
D. Trombositopenia
1. Definisi
Trombositopenia merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal.
Dapat terjadi akibat kurangnya produksi trombosit oleh sumsum tulang
atau akibat meningkatnya penghancuran trombosit. Kekurangan trombosit
yang merupakan akibat penyakit yang mendasarinya biasanya dapat
terdiagnosa dengan memberikan pasien atau sumusm tulang pasien. Jika
penghancuran trombosit merupakan penyebab trompopenia, sumsum
tulang akan memperlihatkan peningkatan megakariosit ( sel sistem yang

11
merupakan asal trombosit) dan produksi trombosit yang normal.
Perdarahan dan petekia yang biasanya tidak terjadi jika angka trombosit
diatas 50.000/mm³, meskipun perdarahan efektif terjadi setelah
pembedahan.
Apabila angka trombosit menurun sampai di bawah 20.000/ mm³, akan
terjadi petekia, disertai perdarahan hidung, dan perdarahan setelah
pembedahan atas pencabutan gigi. Jika angka trombosit kurang dari
5.000/mm³, dapat terjadi perdarahan sistem saraf pusat dan gastrointestinal
yang fatal. (Brunner., Suddarth, 2002)
Ada masalah-masalah teknis yang dapat menghasilkan kekeliruan
jumlah trombosit rendah sehingga jumlah trombosit yang rendah harus
dibuktikan dengan pemeriksaan sediaan apus untuk memeriksa adanya
kelompok-kelompok trombosit dan denga nmetode perhitungan manual.
Jumlah trombosit, atau setidaknya bagian data dasar rutin yang diperlukan
untuk pasien –pasien dengan trombositopenia meliputi :
Dasar – dasar rutin
a. Jumlah trombosit
b. Riwayat dan pemeriksaan fisik dengan menelusuri daftar
masalah untuk mencari kemungkinan etiologi trombositopenia.
c. Pemeriksaan morfologi trombosit pada sediaan apus darah tepi
dari ujung jarah.
d. Pemeriksaan sumsum tulang ( tidak selalu perlu)
Prognosis sangat baik pada trombositopenia yang ditimbulkan oleh
obat, yang menyebabkan, biasanya karbamazepin (Tegretol) atau heparin
dihentikan. Pada kasus-kasus semacam ini, kesembuhan dapat terjadi
segera. Pada tipe trombositopenia lain, prognosis bergantung pada respons
pasien terhadap penanganan pasien yang mendasari.
(Larry Waterbury, 2001)
2. Etiologi
Keadaan yang mungkin menyebabkan trombositopenia meliputi :

12
a. Penurunan atau defek pada produksi trombosit di dalam sumsum
tulang ( seperti pada leukimia, anemia aplastik, atau intoksikasi obat )
b. Peningkatan destruksi trombosit di luar sumsum tulang yang
disebabkan oleh gangguan yang mendasari (seperti sirosis hepatis,
koagulasi intravaskuler diseminata, atau infeksi berat)
c. Sekuestrasi ( peningkatan jumlah darah di daerah vaskuler yang
terbatas, seperti limpa )
d. Kehilangan darah
(Kowalk., Welsh., Mayer, 2012)
Petunjuk etiologi dari data dasar rutin
1) Trombositopenia berat ( jumlah trombosit kurang dari 10.000)
Hal yang harus dipikirkan adalah :
Trombositopenia imun
Anemia aplastik berat ( termasuk depresi sumsum tulang akibat obat )
Leukimia akut
2) Morfologi trombosit sediaan apus darah tepi – ingat :
- Trombosit –trombosit muda yang dilepaskan secara akut pada
trombositopenia berat berukuran besar dan sering kali memanjang.
Pada trombositopenia berat adanya trombosit-trombosit seperti ini
mengarah ke mekanisme destruktif atau sekuestrasi ( misalnya
trombositopenia imun )
- Trombosit-trombosit tua berukuran kecil. Banyaknya trombosit
berukuran kecil ( dominan ) pada sediaan apus pada
trombositopenia berat mengarah ke mekanisme produksi ( misalnya
anemia aplastik).
3) Megakariosit sumsum tulang
- Meningkat pada trombositopenia destruktif
- Menurun pada trombositopenia produktif
- Sering meningkat pada megakoriopoesis yang tidak efektif
( misalnya pada proses –proses megaloblastik). Penemuan-

13
penemuan lain pada sumsum tulang biasanya membantu
membedakan a dan c.
Penyebab- Penyebab Trombositopenia
Penurunan produksi sumsum : Sindrom Fanconi, infiltrasi
sumsum, kelainan
limfoproliferatif, alkoholisme,
uremia, infeksi virus
Penurunan kelangsungan hidup ITP, SLE, obat-obatan seperti
trombsit tiazid, NSAID, rifamipisin,
sulfonamid; pasca transfusi
inkompatibel
Peningkatan konsumsi trombosit DIC, sindrom uremik
hemolitik, infeksi
monongokokus SBE
Sekuestrasi trombosit Hipotemia, hipersplenisme
Hilangnya trombosit Perdarahan masif
(Larry Waterbury, 2001)
3. Patofisiologi
Trombositopenia atau jumlah trombosit yang rendah dapat terjadi
karena kurangnya produksi trombosit atau karena peningkatan destruksi
trombosit. Destruksi trombosit umumnya disebabkan oleh pembentukan
antibodi gama globulin (IgG) terhadap trombosit. Idiopathic
thrombocytopenia purpura (ITP) ditandai oleh penurunan jumlah
trombosit secara nyata sebagai kaibat dari kelainan imunitas. ITP dapat
berisfat akut dan kronis. ITP akut ditemukan sebagai keadaan
trombositopenia berat yang terjadi tiba-tiba dan umumnya terdapat pada
anak-anak sesudah menderita infeksi virus. ITP pada individu dewasa
jugaberkaitan dengan pasca- infeksi virus ( mononukleosis), penggunaan
obat ilegal ( kokain, heroin), obat yang diresepkan dokter (kuinin, obat
berbahan dasar sulfida dan salisilat), atau penyebab yang tidak diketahui
( idiopatik). ITP kronis merupakan akibat dari proses autoimun pada
fagositosis yang diperantarai oleh IgG sehingga terjadi destruksi trombosit

14
yang belum matang, khususnya dalam limpa; ITP kronis lebih sering
ditemukan pada wanita muda.
ITP dapat juga diklasifikasikan menjadi bentuk “sekunder” dan
berkaitan dengan beberapa kelainan, seperti lupus eritomatosus sistemik,
HIV, sarkoidosis, dan limfoma hodgkin. ITP dapat pulih jika penyakit
yang melatari berhasil ditangani.
(Chang, Esther.et.al, 2010)
4. Klasifikasi Trombositopenia
a. Trombositopenia Imun
Trombositopenia Imun : Diagnosis Banding
Primer (ITP)
Sekunder
Infeksi- infeksi virus akut
Obat ( kuinin, kuinidin, derivat sulfonamida)
Kelainan-kelainan kolagen vaskuler (SLF)
Kelainan –kelainan limfoproliferatif
Penyakit Grave’s
Keadaan immunodefisiensi
Trombositopenia melalui media antibodi timbul pada keadaan-
keadaan yang terancam. Membuktikan adanya mekanisme antibodi pada
kasus-kasus individu sulit dilakukan. Pengujian in vitro tentang IgG yang
berhubungan dengan trombosit sudah tersedia secara luas dan dapat
membantu memastikan adanya mekanisme imunologis. Walaupun
sensitivitasnya dapat dipertanggungjawabkan; kelemahan uji ini adalah
tidak spesifik dan timbul bukti bahwa antibodi antiplatelet Ig G mungkin
bukan merupakan agen penyebab pada trombositopenia imun.
Trombositopenia imun seringkali berat ( umumnya kurang dari 10.000).
trombositopenia imun akut seringkali dicetuskan oleh obat dan secara
cepat pula hilang bersamaan dengan penghentian obat tersebut.
(Larry Waterbury, 2001)

15
b. Purpura trombositopenia idiopatik (idiopatic thrombocytopenic purpura,
ITP) merupakan defisiensi tromosit yang terjadi kerika sistem imun
menghancurkan trombosit tubuh sendiri. ITP dapat bersifat akut seperti
pada trombositopenia virus atau kronis seperti pada trombositopenia
esensial atau trombositopenia autoimun.
Kewaspadaan klinis ITP akut biasanya mengenai anak-anak yang
berusia antara dua dan enam tahun; ITP kronis terutama menyerang
dewasa usia kurang dari 50 tahun, khususnya wanita usia antara 20 dan 40
tahun.
Prognosis untuk ITP akut sangat baik, empat dari lima pasien akan
sembuh tanpa pengobatan. Prognosis untuk ITP kronis cukup baik; remisi
yang berlangsung selama beberapa minggu atau beberapa tahun sering
terjadi, khususnya diantara pasien wanita.
ITP dapat disebabkan oleh infeksi virus, imunisasi denga vaksin
virus hidup, gangguan imunologi, dan reaksi obat.
Patofisiologi, ITP terjadi kerika molekul imunoglobin G (IgG) yang
beredar dalam darah bereaksi dengan trombosit pejamu (hospes) yang
kemudian akan dihancurkan didalam limpa dna sebgaian kecil
dihancurkan didalam hati. Normalnya, usia trombosit dalam peredaran
darah adalah tujuh hingga 10 hari. Pada ITP, trombosit hanya hidup selama
satu hingga tiga hari atau kurang.
Pertimbangan khusus pada perawatan pasien ITP pada hakikatnya
sama seperti perawatab bagi tipe trombositopenia yang lain dengan
penekanan pada edukasi pasien untuk mengamati gejala petekie, ekimosis,
dan tanda- tanda rekurensi yang lain. Pantau pasien yang mendapatkan
preparat imunosupresan untuk mengawasi kemungkinan depresi sumsum
tulang, infeksi, mukositis, ulkus GI dan diare atau vomitus berat. Beri tahu
pasien untuk menghindari pemakaian aspirin dan ibuprofen.
Tanda dan gejala ITP disebabkan oleh penurunan jumlah
trombosit dan dapat meliputi: epitaksis, perdarahan oral, perdarahan ke
dalam kulit, membran mukosa, atau jaringan lain yang menyebabkan

16
perubahan warna kulit (purpura), bintik-bintik hemoragik yang kecil dan
berwarna keunguan pada kulit (petekie), dan perdarahan haid yang
berlebihan.
(Kowalk.,Welsh., Mayer, 2012)
c. Trombositopenia Imbas Obat
Trombositopenia imbas obat diduga, pada kebanyakan kasus,
disebabkan oleh mekanisme imun, walaupun ada pengecualian (seperti
kemoterapi yang menyebabkan supresi sumsum tulang dan menginhibisi
megakariosit secara langsung). Meskipun secara praktis obat apapun dapat
menyebabkan trombositopenia. Pada evaluasi pasien trombositopenia,
riwayat pengobatan (termasuk obat yang dibeli sendiri tanpa resep dokter (
harus ditanyakan secara teliti dan obat apapun yang baru dimulai harus
dicurigai sebagai penyebab trombositopenia.
Gambaran khasnya adalah trombositopenia dan perdarahan
mukokuutan setelah 7-14 hari penggunaan obat baru, walaupun dapat
sangat bervariasi. Penghentian obat yang menyebabkan trombositopenia
menghasilkan resolusi trombositopenia dalam 7-10 hari pada kebanyakan
kasus, tetapi pasien dengan jumlah trombosit sangat rendah membutuhkan
transfusi trombosit dengan (hanya kasus-kasus imun) atau tanpa IVIG.
Pada kasus trombositopenia yang diinduksi kemoterapi, riwayat
biasanya mudah didapat dan sering disertai leukopenia dan juga anemia.
Pada kebanyakan obat kemoterapi, titik nadir umumnya tercapai 7-10 hari
setelah kemoterapi dan pulih setelah 2-3 minggu. Transfusi trombosit
kadang-kadang dibutuhkan dan penyesuaina dosis untuk kemoterapi
berikutnya mungkin dibutuhkan.
Obat- obatan yang menyebabkan trombositopenia.
Class Examples
Antiplatelet agents Anagrelide
Abciximab
Eptifibatide
Tirofiban

17
Ticlopidine
Antimicrobial agents Penicillins
Isonalazid
Rifampin
Sulfa drugs
Vancomycin
Adefovir
Indinavir
Ritonavir
Fluconazole
Linezolid
Cardiovascular agents Digoxin
Amiodarone
Captopril
Hydrochlorothiazide
Procainamide
Atorvastatin
Simvastatin
Gastrointestinal agents Cimetidine
Raitidine
Femotidine
Neuropsychiatric agents Haloperidol
Carbamazepine
Methyldopa
Phenytoin
Analgesic agents Acetaminophen
Ibuprofen
Sulindac
Diclofenac
Naproxen
Anticoagulant agents Heparin
Low-molecural-weight
Heparin

18
Immunomodulator agents Interferon- alpha
Gold
Rituximab
Immunosuppressant agents Mycophenolate mofetil
Tacrolimus
Other agents Iodinated contrast dye
Immunizations

1) Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT)


Trombositopenia imbas heparin berbeda denga
ntrombositopenia imbas obat lain dalam dua hal penting. Pertama,
trombositopenia yang terjadi biasanya tidak terlalu berat, dengan
nadir jarang mencapai <20.000/µL. Kedua, trombositopenia imbas
heparin (HIT) tidak berhubungan dengan manifestasi perdarahan
dan, nahkan, justru meningkatkan risiko trombosis secara
bermakna. HIT disebabkan oleh terbentuknya antibodi terhadap
kompleks protein yang spesifik terhadap trombosit, platelet factor
4 (PF4)- heparin complex . Antibodi antiheparin/ PF4 dapat
mengaktifkan trombosit melalui reseptor FcyRlla dan kadang dapat
mengaktifkan sel endotelial. Banyak pasien yang terpajang heparin
akan membentuk antibodi heparin/PF4 tetapi tidak ada
konsekuensi apapun. Sebagian pasien yang membntuk antibodi
akan mengalami trombositopenia dan sebagian pasien ini (sampai
dengan 50%) mengalami HIT dan trombosis (HIIT).
Kebanyakan pasien akan mengalami HIT setelah etrpajan
heparin selama 5-10 hari. HIT terjadi sebelum 5 hari hanya pada
mereka yang pernah terpajan heparin beberapa minggu atau bulan
sebelumnya (<~ 100 hari)dan telah memiliki antibodi
antiheparin /PF4 dalam sirkulasinya. Trombositopenia dan
trombosis jarang dimulai terjadi beberapa hari setelah semua
heparin telah dihentikan ( disebut delayed- onset HIT). Kriteria
diagnosis HIT adalah trombositopenia, saat turunnya jumlah

19
trombosit, trombosis, dan sekuele lainnya ( seperti reaksi kulit
yang terlokalisir pada vena atau arteri dan dapat ditemukan pada
50% pasien sampai dengan 30 hari setelah didiagnosis), dan tidak
adanya penyebab lain trombositopenia. Pasien umumnya
asimtomatik dan tidak terjadi perdarahan.
2) Sepsis / infeksi
Pasien-pasien sepsis umumnya memiliki derajat
trombositopenia yang bervariasi. Etiologi trombositopenia
biasanya bersifat multifaktorial; berkaitan dengan DIC, destruksi
trombosit akibat reaksi imun yang non-spesifik, konsumsi
trombosit yang berlebihan, suspensi sumsum tulang, dan obat-
obatan. Terapi terdiri dari koreksi penyebab sepsis , identifikasi
obat yang dapat menyebabkan trombositopenia, dan terapi suportif.
Trombositopenia juga ditemukan pada berbagai infeksi tanpa
sindrom sepsis.
Infeksi tertentu dapat berkaitan dengan trombositopenia,
karena dapat mempengaruhi baik produksi trombosit maupun masa
hidupnya. Infeksi cytomegalovirus dan virus Epstein- Barr dapat
menyebabkan trombositopenia sementara. Infeksi HIV boleh jadi
merupakan infeksi penyebab trombositopenia terpenting di
Amerika Utara, trombositopenia diduga berkaitan dengan toksisitas
virus terhadap sumsum tulang secara langsung ataupun juga
diperantarai mekanisme imun. Di seluruh dunia, malaria adalah
penyebab trombositopenia yang umum, Ehrlichiosis , suatu infeksi
yang ditularkan melalui gigitan kutu, banyak dijumpai di Amerika
Serikat. Pada lokasi geografis yang sesuai, Dengue, Hantavirus,
dan demam hemoragik akibat virus perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding. Beberapa virus ini juga berpotensi digunakan
sebagai agen bioterorisme.
3) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

20
DIC adalah suatu proses sistemik disebabkan oleh
pembentukan trombin patologis. Secara klinis, DIC ditandai
dengan trombosis maupun perdarahan. DIC dihasilkan oleh
aktivasi koagulasi dan fibrinogen sampai dengan trombositopenia
karena trombosit diaktifkan dan dikonsumsi.
DIC merupakan kompliksi suatu penyakit, berbagai penyakit
yang mendasari DIC yaitu sepsis (koagulasi diaktifkan karena
adanya lipopolisakarid) begitu juga leukimia akut, kanker lainnya,
trauma, luka bakar, emboli cairan ketuban. Aneurisma aorta dan
hemangioma kavernosum dapat memicu DIC melalui statis
vaskuler, dan bisa gigitan ular dapat menyebabkan DIC akibat
adanya toksin eksogen.
Perdarahan pada DIC umumnya terjadi di berbagai lokasi,
seperti kateter intravena atau insisi, dan dapat meluas 9purpura
fulminan), DIC pada kanker umumnya bermanifestasi sebagai
tromboasis ( sindrom Trousseau).
Pada DIC awal, jumlah trombosit dan kadar fibrinogen masih
dalam interval normal, meskipun turun. Terjadi trombositopenia
yang progresif ( jarang sampai berat), pemanjangan activated
partial time (PT), dan kadar fibrinogen yang rendah.
4) Hipersplenisme/ sekuestrasi trombosit
Splenomegali akibat berbagai sebab dapat menyebabkan
sekuestrasi elemen-elemen darah ampai menghasilkan sitopenia.
Ciri khas utama hipersplenisme adalah (a) splenomegali; (b)
berkurangnya jumlah satu atau lebih elemen darah di sirkulasiyang
berkaitan dengan peningkatan prekursornya; dan (c) koreksi
sitopenia setelah splenektomi. Splenomegali hampir selalu
merupakan akibat dari kelainan-kelainan lain, paling sering
diakibatnya sirosis dengan hipertensi porta. Trombositopenia
umumnya bersifat sedang dan kadarnya jarang berada dibawah
40.000/µl. Pada kebanyakan kasus, terapi spesifik untuk

21
trombositopenia tidak diperlukan. Tranfusi trombosit tidak efektif
sebab trombosit yang ditranfusikan juga akan disekuestrasikan
dalam limpa. Terapi ditujukan pada sebab yang mendasari
splenegomegali. Walaupun splenektomi dapat mengoreksi
trombositopenia, manfaatnya harus diperhitungkan dan
dibangdingkan dengan resiko-resiko pontesial splenektomi,
termasuk risiko infeksi jangka panjang. Splenektomi, embolisasi
splenik, atau radiasi splenik dapat dipertimbangkan pada kasus-
kasus tertentu.
5) Trombosit gestasional
Trombositopenia gestasional merupakan akibat ekspansi
volume darah progesif yang khas terjadi selama kehamilan,
sehingga menyebabkan hemodilusi. Sitopenia terjadi, meskipun
produksi sel-sel darah normalatau meningkat. Jumlah trombosit
<100.000/µL, ditemukan pada <10% wamita hamil pada trimester
ketiga; jika penurunan trombosit mencapai <70.000µL harus
dipikirkan kemungkinan ITP yang berkaitan dengan kehamilan,
preeklamsia, atau suatu thrombosit microangiopathy (TMA) yang
berkaitan dengan kehamilan.
(Trombositopenia dan berbagai penyebabnya vol.41 no.6, 2014,
https://www.dropbox.com/s/fidvpywyxqb90o9/4-7-1-SM.pdf?dl=0)
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala trombositopenia yang mungkin adalah :
a. Petekie atau lepuhan berisi darah yang disebabkan oleh perdarahan
didalam kulit.
b. Perdarahan ke dalam membran mukosa.
c. Rasa tidak enak badan, mudah lelah, dan kelelahan umum
d. Lepuhan berisi darah yang besar dalam mulut ( pada pasien
dewasa).
(Kowalk.,Welsh., Mayer, 2012)
6. Pengobatan

22
Trombositopenia imun akut biasanya tidak memerlukan pengobatan
Khusus selain penghentian obat ( bila ada). Jumlah trombosit biasanya
kembali normal dalam beberapa hari. Bila trombositopenianya berat
( kurang dari 10.000 ) atau ada perdarahan klinis ( petekie yang jelas,
perdarahan hidung, dan sebagainya ), banyak dokter menyarankan
pemberian steroid jangka pendek ( misalnya 40-60 mg prednison dalam
dosis terbagi dengan penurunan dosis bertahap cepat selama 10 menit
sampai 3 minggu begitu jumlah trombosit kembali normal)
Trombositopenia imun idiopatik kronis (ITP, juga disebut purpura
trombositopenik autoimun, ATP) biasanya mula-mula diobati dengan
steroid (misalnya 40-100 mg prednison per hari dalam dosis terbagi).
Respons akan terlihat dalam 2-3 minggu pada 60-70% penderita. Begitu
jumlah trombosit meningkat sampai sekitar 100.000, penurunan bertahap
dosis prednison dapat dimulai. Penurunan prednison sampai 40 mg perhari
(10 mg setiap 6 jam) biasanya dapat segera dicapai. Penurunan dosis
bertahap selanjutnya biasanya dengan kecepatan 5 mg per minggu.
Beberapa penderita dapat dilakukan penurunan dosis bertahap sampai
bebas total dari steroid tanpa mengalami penurunan drastis jumlah
trombosit. Penderita lain mungkin memerlukan steroid lanjutan selama
beberapa eaktu untuk mempertahankan jumlah trombosit yang memadai.
Splenektomi biasanya dipertimbangkan bila :
a. Pengobatan steroid permulaan (3 minggu) tidak meningkatkan
jumlah trombosit secara bermakna.
b. Diperlukan dosis steroid yang tidak dapat diterima ( 15 mg)
prednison per hari atau lebih ) untuk memepertahankan jumlah
trombosit dupaya lebih dari 50.000.
c. Terjadi perdarahan susunan saraf pusat. Banyak yang merasa
splenekromi merupakan pengobatan pilihan untuk penyulit
trombositopenia imun yang jarang dan mengancam kehidupan ini.
Angka respons keseluruhan lebih tinggi, dan yang terpenting rata-
rata waktu untuk timbulnya respons lebih singkat dibanding

23
pengobatan dengan steroid. Selain itu kebanyakan dokter akan
mulai pengobatan dengan gamma globulin IV.
Sekarang ini indikasi splenektomi tidak jelas. Suatu sindrom sepsis
pneumococcal ( atau hematophius) jarang terlihat pada penderita dewasa
paska splenektomi ( sangat umum terjadi pada anak kecil, dimana
splenektomi merupakan kontraindikasi untuk anak kurang dari 6 tahun).
Dengan dikenalnya sindrom yang jarang tapi fatal ini menyebabkan
banyak ahli hematologi lebih lambat menyarankan spleektomi untuk
pasien-pasien mereka. Perdarahan berat pada ITP jarang terjadi meskipun
pada trombositopenia berat kronis.
Trombositopenia imun sekunder kronis diobati hampir seperti ITP
tetapi denga lebih menekankan pengobatan penyakit dasarnya. Pasien-
pasien dengan kelainan limfoproliferatif yang mendasari seringkali
mengalami trombositopenia refrakter samapi penyakit dasarnya terkendali.
Ada bukti bahwa splenektomi kurang efektif pada lupus dibanding pada
bentuk idiopatik.
Danazol, suatu analog androgen telah dilaporkan efektif untuk ITP
oleh beberapa kelompok dan telah menjadi pilihan teraupeik kedua setelah
steroid (dan sebelum splenektomi) oleh banyak ahli hematologi. Biasanya
dimulai dengan dosis 200 mg t.i.d atau q.i.d dan kemudian diturunkan
berangsur-angsur sampai dosis rumat terendah yang masih mungkin
( serendah 50 mg per hari telah dilaporkan efektif).
(Larry Waterbury, 2001)
Ketika merawat pasien yang menderita trombositopenia terapkan
setiap kewaspadaan yang dapat mencegah perdarahan.
 Lindungi pasien terhadap trauma. Pasang pagar tempat tidur dan
berikan bantalan pada pagar tersebut jika memungkinkan. Anjurkan
pemakaian alat cukur listrik dan sikat gigi yang lunak. Hindari
prosedur yang invasif seperti pungsi vena atau kateterisasi urine
jika memungkinkan. Kalau pungsi vena tidak dapat dihindari,

24
jangan lupa menekan tempat penusukan vena tersebut selama
sedikitnya 20 menit atau sampai perdarahan berhenti.
 Pantau jumlah trombosit setiap hari.
 Lakukan uji gualac atau benzidin untuk pemeriksaan feses dan uji
dipstick urine dan muntahan untuk pemeriksaan darah.
 Awasi kemungkinan perdarahan (petekie, ekimosis, perdarahan
pada luka operasi atau perdarahan GI dan menoragia).
 Ingatkan pasien agar tidak minum aspirin dalam bentuk apapun dan
obat lain yang mengganggu koagulan. Ajarkan ia cara mengenali
keberadaan senyawa aspirin atau ibuprofen pada label kemasan
obat yang dijual bebas.
 Nasihati pasien agar tidak mengejan saat defekasi atau batuk
karena hal ini dapat meningkatkan tekanan intra kranial, yang bisa
menyebabkan perdarahan serebral pada pasien trombosiopenia.
Berikan obat pelunak feses untukmencegah konstipasi.
 Selama periode perdarahan aktif, pertahankan pasien pada posisi
tirah baring secara ketat, jika diperlukan.
 Ketika memberikan preparat konsentrat trombosit ingatlah bahwa
trombosit juga sangat rapuh sehingga pemberian harus dilakukan
dengan cepat. Jangan memberikan preparat trombosit ketika pasien
berada dalam keadaan normal.
 Selama transfusi trombosit, pantau reaksi febris (flushing,
menggigil, demam, sakit kepala, takikaria , dan hipertensi).
preparat trombosit khusus (histocompatibility locus antigen-typed
platelets) dapat diresepkan untuk mencegah timbulnya reaksi
febris. Pasien yang memiliki riwayat reaksi yang ringan dapat
diabantu dengan memberikan asetaminofen dan difehidramin
sebelum transfusi dikerjakan.
 Jika trombositopenia ditimbulkan oleh obat, tekankan pentingnya
menghindari obat yang menyebabkan keadaan tersebut.

25
 Jika pasien harus mendapatkan terapi steroid jangka panjang,
ajarkan ia cara-cara mengawasi dan melaporkan tanda-tanda
cushingoid (akne, moon face, hirsutisme, buffalo hump, hipertensi,
obesitas sentral abdominal, lengan sertag tungkai mengurus,
glikosuria dan edema). Tekankan bahwa penghentian terapi steroid
harus dilakukan bertahap. Selama pelaksanaan terapi streoid,
pantau keseimbangan cairand an elektrolit, dan awasi kemungkinan
timbul infeksi, fraktur patologis, serta perubahan emosi.
 Pemeriksaan hitung trombosit yang dilakukan setiap satu hingga
dua jam akan membantu mengkaji respons pasien terhadap terapi
yang diberikan.
(Kowalk., Welsh., Mayer, 2012)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Skenario Kasus
Seorang wanita berumur 42 tahun bernama Ny.N datang kerumah sakit
dengan keluhan badan terasa lemah, tidak nafsu makan, pasien juga
mengatakan bahwa mulut sering berdarah, pasien juga mengeluh mual dan
muntah, pasien mengalami demam sejak 7 hari yang lalu. Berdasarkan
hasil pemeriksaan diketahui suhu : 38,1°C, TD: 130/70, Nadi: 80
kali/menit, RR: 25 kali/menit. Pasien tampak pucat, dan dijumpai

26
perdarahan bawah kulit (purpura) pada ekstermitas, jumlah trombosit
<20.000/µl, serta penurunan kadar hemoglobin.
B. Anamnesis
1. Identitas Klien
 Nama klien : Ny.n
 Nomor RM : 356010
 Umur : 42 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Status perkawinan : Sudah menikah
 Pekerjaan : IRT
 Agama : Islam
 Alamat : Jalan. Taman Sari
 Tanggal RMS :
 Diagnosa medis : Idopatik Trombositopenia Purpura ( ITP)
 Jam MRS :
 Tanggal pengkajian : 27 Oktober 2016
 Jam pengkajian : 08.30 WIB
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
 Ptekie

Bintik-bintik kemerahan yang muncul akibat perdarahan dibawah


kulit, keluarnya darah dari pembuluh darah ke dermis, dan ruam
tidak memucat bila ditekan. Nilai ptekie kurang dari 5 mm
apabila memucat ketika ditekan. Sedangkan lebih dari 5 mm
disebut purpura. Petekie ditemukan jumlah bila jumlah
trombosit<30.000/mm³.
 Ekimosis

Darah yang tertangkap di jaringan bawah kulit dan gejala ini


terjadi mendadak pada penderita ITP. Ekimosis yang bertambah

27
dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan ditemukan pada
jumlah < 50.000/mm³.
 Vesikel atau bulae yang bersifat hemoragik
Lepuhan kecil yang berisi cairan yang berdiameter kurang dari
0,5 cm. Sedangkan bulae merupakan lesi menonjol melingkar
(>0,5 cm) yang berisi cairan serosa di atas dermis.
 Perdarahan dibawah membran mukosa (saluran GI, kemih, genital
respirasi).
b. Riwayat penyakit sekarang
 Menoragia

Periodik menstruasi yang terjadi pendarahan berat atau


berkepanjangan (abnormal), periode inilah yang menyebabkan
kehilangan banyak darah dan dapat juga disertai kram.
 Malaise
Keluhan utama dapat disertai malaise yaitu anoreksia, nafsu
makan menurun dan kelelahan, dan kelemahan. Kelemahan dapat
terjadi dengan atau tanpa disertai saat pendarahan terjadi akibat
kekurangan suplai darah tidak seimbang dengan kebutuhan.
 Menometroraghia

Bentuk campuran dari menoragia dan mentroragia, menoragia


merupakan perdarahan haid dalam jumlah yang melebihi 80 ml.
Sedangkan metroragia yaitu terjadinya perdarahan berupa bercak-
bercak diluar siklus haid.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada Trombositopenia akuista, kemungkinan penggunaan satu atau
beberapa obat penyebab trombositopenia (heparin, kunidin, kinin,
antibiotik yang mengandung sulfa, beberapa obat diabetes per-oral,
garam emas, rifampin ).
d. Riwayat penyakit keluarga
ITP juga memiliki kecendrungan genetik pada kembar monozigot
dan pada beberapa keluarga, serta telah diketahui adanya

28
kecenderungan menghasilkan autoantibodi pada anggota keluarga
yang sama.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Terjadi perubahan karena defisit perawatan diri akibat kelemahan,
sehingga menimbulkan masalah kesehatan yang lain juga,
memerlukan perawatan yang serius akibat infeksi.
b. Pola nutrisi metabolisme
Penderita pada umumnya kehilangan nafsu makan, dan sering
terjadi pendarahan pada saluran pencernaan.
c. Pola eliminasi
Pola ini biasanya terjadi perubahan pada eliminasi akut karena
asupan nutrisi yang kurang sehingga penderita biasanya tidak bisa
BAB secara normal. Terjadi melena dan hematuria adalah hal yang
sering dihadapi klien.
d. Pola istirahat-tidur
Gangguan kualitas tidur akibat perdarahan yang sering terjadi.
e. Pola aktivitas latihan
Pada penderita terjadi kelelahan umum dan kelemahan otot,
kelelahan, nyeri akan mempengaruhi aktifitas pada penderita ITP.
f. Pola persepsi diri
Adanya kecemasan, menyangkal dari kondisi, ketakutan, dan
mudah terangsang, perasaan tidak berdaya dan tidak punya harapan
untuk sembuh.
g. Pola kognitif perseptual
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan
panca indera penglihatan dan pendengaran akibat dari efek
samping obat pada saat dalam tahap penyembuhan.
h. Pola toleransi koping stress
Adanya ketidakefektifan dalam mengatasi masalah individu dan
keluarga pada klien.

29
i. Pola resproduksi seksual
Pada umumnya terjadi penurunan fungsi seksualitas pada penderita
ITP.
j. Pola hubungan peran
Terjadi keadaan yang sangat mengganggu hubungan interpersonal
karena klien dengan ITP dikenal sebagai penyakit yang
menakutkan.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress spiritual pada diri penderita, bila terjadi
serangan yang hebat atau penderita tampak kurang sehat.
C. Pengkajian
Data Objektif
a. Keadaan umum
Penderita dalam kelemahan, composmentis, apatis, stupor,
somnolen, soporo coma, dan coma. Penialian GCS sangat penting untuk
diperhatikan.
Tanda vital : suhu menignkat, takikardi, takipnea, dyspnea, tekanan
darah sistolik meningkat dengan diastolik normal.
b. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
 Breathing (B1)
Inspeksi :
Adanya dispnea, takipnea, sputum mengandung darah, terjadi
perdarahan spontan pada hidung.
Palpasi :
Kemungkinan vokal vremitus menurun akibat kualitas pernapasan
buruk karena perdarahan pada saluran respirasi.
Perkusi :
Suara paru sonor atau pekak.
Auskultasi :
Adanya suara napas tambahan whezing atau ronchi yang muncul akibat
dari komplikasi gejala lain.

30
 Blood (B2)
Inspeksi :
Adanya hipertensi, hemoraghi subkutan, hematoma dan sianosis akral.
Adanya ptekie atau ekimosis pada kulit, purpura.
Palpasi :
Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan kualitas denyut
nadi, denyut nadi perifer melemah, hampir tidak teraba. Takikardi,
adanya petekie pada permukaan kulit. Palpitasi (sebagai bentuk
takikardia kompensasi).
Perkusi :
Kemungkinan adanya pergeseran batas jantung.
Auskultasi :
Bunyi jantung abnormal, tekanan darah terjadi peningkatan sistolik,
namun normal pada diastolik.
 Brain (B3)
Inspeksi :
Kesadaran biasanya composmentis, sakit kepala, perubahan tingkat
kesadaran, gelisah, dan ketidakstabilan vasomotor.
 Bladder (B4)
Inspeksi :
Adanya hematuria (kondisi di mana urin mengandung darah atau sel-sel
darah merah). Keberadaan darah dalam urin biasanya akibat perdarahan
di suatu tempat di sepanjang saluran kemih.
Palpasi :
Kemungkinan ada nyeri tekan pada kandung kemih karena distensi
sebagai bentuk komplikasi.
 Bowel (B5)
Inspeksi :
Klien biasanya mengalami mual muntah, penurunan nafsu makan, dan
penigkatan lingkar abdomen akibat pembesaran limpa. Adanya
hematemesis dan melena.

31
Palpasi :
Adanya nyeri tekan abdomen, splenomegali, perdarahan pada saluran
cerna.
Perkusi :
Bunyi pekak deteksi adanya peradarahan pada daerah dalam abdomen.
Auskultasi :
Terdengar bising usus menurun (normal 5-12 x/ menit).
 Bone (B6)
Inspeksi :
Kemungkinan adanya nyeri otot sendi dan punggung, aktivitas mandiri
terhambat, atau motilitas dibantu sebagian akibat kelemahan, toleransi
terhadap aktivitas sangat rendah.
Pemeriksaan dL :
- Jumlah trombosit rendah hingga mencapai 100.000/mm³ (normal
150.000-350.000/ mm³)
- Penurunan hemoglobin
- Kadar trombopoitein tidak meningkat
- Masa koagulasi untuk PT dan PTT memanjang
- Foto toraks dan uji fungsi paru
- Tes kerapuhan kapiler meningkat
- Skrining antibodi
- Aspirasi sumsum tulang, menunjukkan peningkatan jumlah
megakariosit.
- Tes sensitif menunjukkan IgG antitrombosit pada permukaan
trombosit atau dalam serum.
D. Diagnosa keperawatan
No. Data Etiologi Masalah
1 DO: Agen cidera biologi Gangguan
- Mulut sering integritas kulit
b
e

32
r
d
a
r
a
h
DS:
- Terdapat perdarahan
Dibawahkulit
(purpura)
2 DO : Faktor biologis Ketidakseimbangan
- Pasien mengatakan nutrisi: kurang dari
tidak nafsu makan. kebutuhan tubuh
- Pasien mengatakan
merasa mual dan
muntah
DS :
-
3 DO : Ketidakseimbangan Intoleransi
- Pasien mengatakan masukan oksigen Aktivitas
badan terasa lemah
DS :
- Pasien tampak pucat
- Hb turun
- Trombosit <20.000 µl

1. Gangguan integritas kulit b.d agen cidera biologi.


2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan masukan oksigen.
E. Intervensi
Diagnosa (Dx) NOC NIC

33
Gangguan integritas Tujuan : 1101 Circulatory 4070

kulit b.d agen injuri Dalam 2x 24 jam kondisi Precautions


biologi kulit kembali normal. Definisi : Perlindungan area lokal
Kriteria Hasil : dengan perfusi terbatas
 Suhu kulit (1-5) Aktivitas :
 Sensasi (1-5)  Melakukan penilaian
 Tekstur (1-5) Komperhensif dari sirkulasi perifer
 Perfusi jaringan (1-5) (lihat adanya penekanan perifer,

 Integritas kulit (1-5) edema, warna,suhu dari extermitas).

 Lesi kulit (1-5)  Jangan lakukan injeksi intravena

 Lesi membran mukosa(1- atau mengambil darah pada area

5) yang terpengaruh.
 Pertahankan cairan yang memadai
untuk mencegah kenaikan viskositas
darah.
 Hindari cedera pada area yang
Terpengaruh.
 Anjurkan pasien dan keluarga pada
terapi medikasi untuk kontrol
tekanan darah, antikoagulan, dan
penurunan kolesterol.
 Anjurkan pasien utnuk langkah-
langkah diet guna memperbaiki
sirkulasi( seperti diet rendah lemak
jenuh dan banyak konsumsi omega 3
dari minyak ikan).
 Pantau area ekstermitas dari panas,
kemerahan, nyeri, atau berkeringat.
 Dorong partisipasi klien dalam
program perbaikan vaskuler.

34
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trombositopenia merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal.
Dapat terjadi akibat kurangnya produksi trombosit oleh sumsum tulang
atau akibat meningkatnya penghancuran trombosit. Kekurangan trombosit
yang merupakan akibat penyakit yang mendasarinya biasanya dapat
terdiagnosa dengan memberikan pasien atau sumusm tulang pasien
Apabila angka trombosit menurun sampai di bawah 20.000/ mm³, akan
terjadi petekia, disertai perdarahan hidung, dan perdarahan setelah
pembedahan atas pencabutan gigi. Jika angka trombosit kurang dari
5.000/mm³, dapat terjadi perdarahan sistem saraf pusat dan gastrointestinal
yang fatal.

35
36

You might also like