You are on page 1of 21

MAKALAH TOKSIKOLOGI

KELOMPOK :
ASTRI AINUN ANNISA 1610701001
HANA JUNIARTI 1610701009
FAUZANTI HANIFA 1610701012
KURNIAWATI 1610701022
ASRI NURANI 1610701029
ZUZUN ZULFITA 1610701032

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Toksikologi adalah studi mengenai efek yang tidak diinginkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup. Jadi kalau di lihat dari definisi tersebut tidak
perlu lagi kata kima di tuliskan sesudah toksikologi seperti yang di tulis dalam
judul kegiatan ini, meskipun sumber zat toksik bisa juga berasal dari tumbuhan
dan binatang.
Gabungan antara berbagai efek potensial yang merugikan serta terdapatnya
keanekaragaman bahan kimia di lingkungan membuat toksikologi sangat luas
cakupannya. Toksikologi meliputi penelitian toksisitas bahan-bahan kimia yang di
gunakann misalnya: (1) di bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik,
pencegahan, dan terapeutik, (2) di bidang industri makanan sebagai zat tambahan
langsung maupun tidak langsung, (3) di bidang pertanian sebagai peptisida, zat
pengatur pertumbuhan, penyerbuk buatan, dan (4) di bidang industri kimia
sebagai pelarut, reagen dan sebagainya.
Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan terhadap toxicity
(toksisitas), hazard (bahay), risk (resiko), dan safety (keamanan). Hazard suatu zat
kimia berarti: "kemungkinan zat kimia tersebut untuk menimbulkan cedera",
sedangkan dalam bahas Indonesia Hazard diterjemahkan sebagai "bahaya".
Hazard berbeda pengertiannya dengan toksisitas, yang berarti "deskripsi dan
kuantifikasi sifat-sifat toksis suatu zat kimia". Hazard dapat berbeda tergantung
cara pemaparan zat kimia tersebut. Zat X dalam bentuk cair misalnya akan lebih
berbahaya (hazardous) dari pada bentuk butiran karena lebih mudah menempel di
kulit dan di serap. Suatu zat kimia dalam bentuk gas akan menimbulkan hazard
lebih besar dari pada bentuk cair, karena dapa menyebar luas di udara dan
mengenai banyak orang sekaligus. Namun bila gas di simpan dalam tangki dengan
baik atau dalam ruangan sejuk maka hazard akan menjadi lebih kecil.
Risk didefinisikan sebagai "besarnya kemungkinan suatu zat kimia untuk
menimbulkan keracunan". Hal ini terutama tergantung dari besarnya dosis yang
masuk ke dalam tubuh. Peningkatan dosis di tentukan oleh tingginya konsentrasi,

2
lama dan seringnya pemaparan serta cara masuknya zat tersebut ke dalam tubuh.
Semakin besar pemaparan terhadap zat kimia semakin besar pula resiko
keracunan.
Keamanan suatu xenobiotik perhitungan sukar di pahami. Hal ini
disebabkan perlu memperhitungkan keamanan dengan menerapkan "faktor
keamanan", yang kadang kala merupakan etimasi yang sering berlebihan.
Manusia tidak dapat di pakai sebagai "hewan" pecobaan untuk menilai xenobiotik
seperti biasanya di lakukan terhadap obat karena etis. Oleh karena itu terpaksa
perhitungan harus didasarkan etimasi toksisitas dan bahaya terhadap suatu zat
kimia melalui data yang di peroleh dari hewan percobaan. Karena ada perbedaan
antara sifat manusia dengan hewan percobaan maka harus di perhitungkan faktor
keamanan yang menurut konsensus ilmish sebesar 100. Hal ini menyebabkan di
terimanya standar pemaparan seperti: acceptable Daily Intake (ADI), Tolerable
Weekly Intake (TWI), Maximal Allowable Concentration, Tolerance Level, dan
sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan toksikologi?
2. Bagaimana klasifikasi dan sumber bahan toksik?
3. Bagaimana karakteristik pemaparan toksikologi?
4. Dimanakah jalur masuk dan tempat pemaparan toksikologi?
5. Bagaimana jalur waktu dan frekuensi pemaparan toksikologi?
6. Bagaimana interaksi bahan kimia dalam toksikologi?
7. Bagaimana absorbsi, distribusi, dan ekskresi toksikologi?
8. Bagaimana biotransformasi toksikologi?
9. Apa efek dari toksikologi?

C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini sesuai dengan rumusan masalah yaitu :
1. Untuk memahami penertian dari toksikologi.
2. Untuk memahami klasifikasi dan sumber bahan toksik.

3
3. Untuk mengetahui karakteristik pemaparan toksikologi.
4. Untuk mengetahui jalur masuk dan tempat pemaparan toksikologi.
5. Untuk memahami jalur waktu dan frekuensi pemaparan toksikologi.
6. Untuk mengetahui bagaimana interaksi bahan kimia dalam toksikologi.
7. Untuk memahami absorbsi, distribusi, dan ekskresi toksikologi.
8. Untuk memahami bitransformasi toksikologi.
9. Untuk mengetahui efek dari toksikologi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TOKSIKOLOGI
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-
zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang
penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta
efek yang di timbulkannya.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk
biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi
dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama
yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan
(pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh,
jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi
dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia
pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan
pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-
industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari
dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan
suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik.
Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk
hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.

B. Klasifikasi Bahan Toksik


Bahan toksik dapat diklasifikasikan berdasarkan :
 Organ tujuan : ginjal, hati, system hematopoitik, dll
 Penggunaan : peptisida, pelarut, food additive, dll
 Sumber : tumbuhan dan hewan
 Efek yang ditimbulkan : kanker, mutasi, dll

5
 Bentuk fisik : gas, cair, debu, dll
 Label kegunaan : bahan peledak, oksidator, dll
 Susunan kimia : amino aromatis, halogen, hidrokarbon, dll
 Potensi racun : organofosfat, lebih toksik daripada karbamat
Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak
hanya ditinjau dari satu macam klasifiksi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari
beberapa kombinasi dan beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat
dibagi secara kimiawi, biologi dan karakteristik paparan yang bermanfaat untuk
pengobatan.

C. Karakteristik Toksikologi
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan
kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk
menimbulkan keadaan toksik.
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat
fisik dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin
mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang
timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan
sasarannya.
Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk
dari paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan
polutan dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda.
Misalnya bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya
melalui oral, maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui
intravena memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan
berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan
masuk kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan
dosis yang lebih rendah maka, dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun
sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis
tinggi.

Efek toksik didalam tubuh tergantung pada :

6
· Reaksi alergi
Alergi adalah reaksi yang merugikan yang disebabkan oleh bahan kimia
atau toksikan karena peka terhadap bahan tersebut. Kondisi alergi sering disebut
sebagai “ hipersensitif “, sedangkan reaksi alergi atau reaksi kepekaannya dapat
dipakai untuk menjelaskan paparan bahan polutan yang menghasilkan efek toksik.
Reaksi alergi timbul pada dosis yang rendah sehingga kurve dosis responnya
jarang ditemukan.
· Reaksi ideosinkrasi
Merupakan reaksi abnormal secara genetis akibat adanya bahan kimia atau bahan
polutan.
· Toksisitas cepat dan lambat
Toksisitas cepat merupakan manifestasi yang segera timbul setelah
pemberian bahan kimia atau polutan. Sedangkan toksisitas lambat merupakan
manifestasi yang timbul akibat bahan kimia atau toksikan selang beberapa waktu
dari waktu timbul pemberian.
· Toksisitas setempat dan sistemik
Perbedaan efek toksik dapat didasarkan pada lokasi manifestasinya. Efek
setempat didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang
pertama kali antara sistem biologi dan bahan toksikan. Efek sistemik terjadi pada
jalan masuk toksikan kemudian bahan toksikan diserap, dan didistribusi hingga
tiba pada beberapa tempat. Target utama efek toksisitas sistemik adalah sistem
syaraf pusat kemudian sistem sirkulasi dan sistem hematopoitik, organ viseral dan
kulit, sedangkan otot dan tulang merupakan target yang paling belakangan.
Respon toksik tergantung pada :
· Sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut
· Situasi pemaparan
· Kerentanan sistem biologis dari subyek
Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah :
· Jalur masuk ke dalam tubuh
Jalur masuk ke dalam tubuh suatu polutan yang toksik, umumnya melalui
saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit, dan jalur lainnya. Jalur
lain tersebut diantaranya daalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan

7
masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan
paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit
dan terhirup, sedangkan kejadian “keracunan” biasanya melalui proses tertelan.
· Jangka waktu dan frekuensi paparan
Akut
pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam
 Sub akut
pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 1 bulan atau
kurang
 Subkronik
pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 3 bulan
 Kronik
pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih dari 3 bulan

Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan
pertama sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan
oleh paparan ulangannya. Bahan polutan benzena pada peran pertama akan
merusak sistem syaraf pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat
menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan
apabila diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan
menghasilkan beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya
maka efek yang terjadi juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis
yang diberikan hanya sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek
toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis
berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis
dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik
pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi
tidak mempunyai cukup waktu untuk pulih akibat paparan terus-menerus dari
bahan toksi.
D. Jalur Masuk Dan Tempat Pemaparan

8
Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia
adalah melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-
paru (inhalasi), kulit (topikal), dan jalur perenteral lainnya (selain saluran
usus/intestinal). Bahan toksik umumnya menyebabkan respon yang paling cepat
bila diberikan melalui jalur intravena.
Disamping itu, jalur masuk dapat mempengaruhi toksisitas dari bahan
kimia. Sebagai contoh, suatu bahan kimia yang didetoksifikasi di hati diharapkan
akan menjadi kurang toksik bila diberikan melalui sirkulasi portal (oral)
dibandingkan bila diberikan melalui sirkulasi sistematik (inhalasi). Pemaparan
bahan – bahan toksik dilingkungan industry seringkali sebagai hasil dari
pemaparan melalui inhalasi dan topical, sedangkan keracunan akibat kecelakaan
atau bunuh diri seringkali terjadi melalui ingesti oral.

E. JALUR WAKTU DAN FREKUENSI PEMAPARAN TOKSIKOLOGI


Ahli toksikologi membagi paparan akibat bahan kimia pada hewan
menjadi 4 kategori:
akut, subakut, subkronik, dan kronik.
1. Pemaparan akut adalah pemaparan terhadap suatu kimia selama kurang
dari 24 jam
Biasanya pemaparan akut terjadi pada waktu adanya kecelakaan misalnya
pecahnya saluran gas di suatu perusahaan sehingga para karyawan
langsung menghirup gas beracun dalam konsentrasi yang cakup tinggi
(kasus pabrik Union-Carbide di Bhophal India) atau memang sengaja
bunuh diri misalnya seseorang meminum satu gelas racun serangga
(misalnya Baygon) yang kalu tidak cepat ketahuan bisa membawa
kematian.

9
2. Pemaparan subakut adalah pemaparan berulang terhadap suatu bahan
kimia untuk jangka waktu satu bulan atau kurang
3. Pemaparan subkronik adalah pemaparan berulang terhadap suatu bahan
kimia untuk jangka waktu satu sampai tiga bulan
4. Pemaparan kronik adalah pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia
untuk lebih dari tiga bulan.

Untuk kebanyakan bahan kimia, efek toksik setelah pemaparan tunggal sangat
berbeda di bandingkan dengan efek yang di hasilkan oleh pemaparan
berulang. Sebagai contoh, manifestasi toksik akut utama dari benzena adalah
depresi susunan saraf pusat, tetapi pemaparan berulang dapat menyebabkan
leukemia.
Faktor lain yang penting berkaitan dengan karakteristik waktu dari paparan
adalah frekuensi pemberian. Penurunan dosis akan mengurangi efek yang
timbul, misalnya suatu substansi diberikan beberapa jam atau beberapa hari
dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa efek, tetapi bila dosis yang
diberikan hanya separuhnya maka efek yang terjadi juga akan menurun
setengahnya.
Efek toksik yang timbul tidak hanya bergantung pada frekuensi pemberian
dengan dosis berbeda saja tetapi mungkin juga bergantung pada durasi
paparannya. Efek toksis kronik terjadi bila bahan kimia terakumulasi di dalam
sistem biologis (absorpsi melebihi biotrasformasi eksresi), atau bila menghasilkan
efek toksik yang tidak pulih kembali, atau bila tidak cukup dari sistem biologis
untuk melakukan pemulihan dari kerusakan dalam interval frekuensi pemaparan.
Bila tingkat eliminasi lebih kecil dari pada tingkat absorpsi, bahan toksik biasanya
tidak terakumulasi secara tetap, namun mencapai suatu keadaan keseimbangan
bila tingkat eliminasi sama dengan tingkat pemberian.

F. INTERAKSI BAHAN KIMIA DALAM TOKSIKOLOGI


Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti
perubahan dalam absorpsi, pengikatan protein, dan biotransformasi atau ekskresi
dari satu atau dua zat toksik yang berinteraksi. Efek dari dua bahan kimia yang di
berikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respon yang mungkin hanya

10
sekedar aditif dari respon individual masig-masing atau mungkin lebih besar atau
lebih kecil dari yang di harapkan.
Beberapa terminologi telah di gunakan untuk menjelaskan interaksi
farmakonologi dan toksikologi tersebut.
1. Efek aditif. Adalah situasi di mana efek gabungan dari dua bahan kimia
dengan jumlah efek dari masing-masing bahan bila di berikan sendiri-
sendiri (misalnya: 2+3=5). Sebagai contoh: bila dua insektisida
organofosfat di berikan secara bersamaan, hambatan terhadap
cholinesterase biasanya aditif.
2. Efek sinergistik adalah situasi di mana efek gabungan dari bahan kimia
jauh melampauhi penjumlahan dari tiap-tiap bahan kimia bila di berikan
secara sendiri-sendiri (misalnya: 2+3=20). Sebagai contoh: CCl4 (karbon
tetrakhlorida) dan C2H5OH (etanol) yang keduanya adalah senyawa
hepatotosik bila secara bersamaan di berikan akan menghasilka. n
kerusakan hati yang jauh lebih hebat dari pada jumlah masing-masing efek
secara individual.
3. Potensiasi adalah keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak mempunyai
efek toksik terhadap sistem atau organ tertentu, tapi bila di tambahkan ke
bahan kimia lain akan membuat bahan tersebut menjadi jauh lebih toksik
(misalnya: 0+2=10). Sebagai contoh: Iso propanol tidak bersifat
heaptotoksik, tetapi bila zat tersebut diberikan di samping pemberian
karbon tetrakhlorida, efek hepatotoksik dari karbon tetrakhlorida akan
menjadi jauh lebih besar di bandingkan bila hanya di berikan secara
sendiri.
4. Antagonistis adalah situasi dimana dua bahan kimia bila di berikan secara
bersamaan efeknya saling mempengaruhi dalam arti saling meniadakan
efek toksik, (misalnya: 4+6=8 atau 4+0=1). Efek diagnotis dari bahan-
bahan kimia sering kali merupakan efek yang di kehendaki dalam
toksikkologi dan merupakan dasar dari berbagai antidote.
5. Efek sinergistik adalah situasi dimana efek gabungan dari dua baha kimia
jauh melampaui penjumlahan dari tiap-tiap bahan kimia bila di berikan
secara sendiri-sendiri (misalnya: 2+3=20). Sebagai contoh: CCl4 (karbon

11
tetrakhlorida) dan C2H5OH (etanol) yang keduanya adalah senyawa
hepatotosik bila secara bersamaan di berikan akan menghasilkan
kerusakan hati yang jauh lebih hebat dari pada jumlah masing-masing efek
secara individual.
6. Potensiasi adalah keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak mempunyai
efek toksik terhadap sistem organ tertentu, tapi bila di tambahkan ke bahan
kimia lain akan membuat bahan tersebut menjadi jauh lebih toksik
(misalnya: 0+2=10). Sebagai contoh: Iso propanol tidak bersifat
heaptotoksik, tetapi bila zat tersebut di berikan di samping pemberian
karbon tetrakhlorida, efek hepatotoksik dari karbon tetrakhlorida akan
menjadi jauh lebih besar di bandingkan dalam hanya di berikan sendiri.
7. Antagonistis adalah situasi dimana dua bahan kimia bila di berikan secara
bersamaan efeknya saling mempengaruhi dalam arti saling meniadakan
efek toksik, (misalnya: 4+6=8 atau 4+0=1). Efek antagonistis dari bahan-
bahan kimia yang sering kali merupakan efek yang dikehendaki dalam
toksikkologi dan merupakan dasar dari berbagai antidote.

G. ABSORBSI, DISTRIBUSI, DAN EKSKRESI TOKSIKOLOGI


Suatu toksikan selain menyebabkan efek local di tempat kontak juga akan
menyebabkan kerusakan bila di serap oleh organisme. Absorpsi penyerapan dapat
terjadi lewat kulit,saluran pencernaan, paru-paru dan beberapa jalur lain. Selain
itu, sifat dan hebatnya efek zat kmia terhadap organisme tergantunga dari
kadarnya pada organ sasaran. Kadar ini tidak hanya bergantung pada dosis yang di
berikan tapi juga pada faktor lain seperti: derajat absorpsi, distribusi, pengikatan,
dan ekskresi.
Agar dapat di serap, didistribusikan, dan akhirnya diekskresikan, suatu
toksinkan harus melewati sejumlah beberapa membrane sel. Suatu toksikan
melewati membrane sel melalui empat mekanisme; yang terpenting di antaranya
adalah difusi pasif lewat membrane.
Sebagian besar toksikan melewati membrane sel secara difusi pasif sedrhana.
Laju difusi berhubungan langsung dengan perbedaan kadar yang di batasi oleh
membrane itu dan daya larutnya dalam lipid.misalnya, manitol hampir tidak

12
diserap (< 2%), asam asetil salsilat di serap cukup baik (21%) dan thiopental lebih
muda lagi di serap (67%).
Banyak toksikan bersifat mampu mengion. Bentuk ion sering tidak dapat
menembus membrane sel karena daya lipidnya yang rendah. Sebaliknya bentuk
ion-ion cukup larut daam lipid sehingga dapat menembus membrane dengan laju
menetrasi yang bergantung pada daya larut lipidnya. Tingkat ionisasi asam dan
basah organic lemah bergantng pada pH medium. Jadi, untuk asam organic lemah
seperti asam benzoate, difusi akan mudah bila lingkungan bersifat asam karena zat
ini terutama berada pada dalam bentuk ion-ion, untuk basa organic lemah, seperti
aniline, difusi mudah terjadi daam lingkungan basah.

Perjalanan bahan kimia dalam tubuh


1) Absorbsi
Jalur utama bagi penyerapan toksinkan adalah saluran cerna, paru-paru
dan kulit. Namun dalam penelitian toskikologi, sering di gunakan jalur khusus
seperti intraperitoneal, intramuskuler, dan subkutan
1. Saluran cerna
Banyak toksikan dapat masuk ke saluran cerna bersama makanan dan air
minum, atau sendiri sebagai obat atau zat kimia,Sebagian besar toksikan tidak
menimbulkan efek toksik kecuali kalau diserap (diabsorpsi)
Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk
asam-asam lemak yang akan berada dalam bentuk ion-ion yang larut lipid dan
mudah berdifusi. Sebaliknya basah-basah lemah akan sangat mengion dalam
getah lambung yang bersifat asam dan karenanya tidak mudah di serap.
Perbedaan dalam absorpsi ini di perbesar lagi oleh adanya plasma yang
beredar. Asam-asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion yang
terlarut dalam plasma yang beredar dan di angkut. Sementara basa lemah akan
berada dalam bentuk non ion dan dapat berdifusi kembali ke lambung. Contoh
asam benzoate dan aniline seperti telah di jelaskan sebelumnya.
Dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion dan
karenanya tidak mudah di serap. Namun, sampai di darah asam lemah
mengion sehingga tidak mudah berdifusi kembali. Sebaliknya basa lemah

13
terutama akan berada dalam bentuk non-ion sehingga mudah di serap. Perlu
di catat bahwa absorpsi usus akan lebih tinggi lagi dengan lebih lamanya
waktu kontak dan luasnya daerah permukaan vili dan mikrovili usus.
Dalam usus, terdapat transport carrier untuk absorpsi zat makanan seperti
monosakarida, asam amino, dan unsure lain seperti besi, kalslim dan natrium.
Tetapi beberapa toksikan seperti 5-flourourasil, talium, dan timbale dapat di
serap dari usus dengan system transport aktif. Selain itu, partikel-partikel
seperti bagan pewarna azo dan lateks polisterina dapat memasuki sel usus
lewat pinositosis.
2. Saluran napas
Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli pori-pori. Hal
ini terutama berlaku untuk gas, misalnya karbon monoksida, oksida nitrogen
dan belerang dioksida; ini berlaku juga untuk uap cairan misalnya benzene dan
karbon tetraklorida. Kemudaha absorpsi ini berkaitan dengan luasnya
permukaan alveoli.
Laju absorpsi bergantung di pada daya larut gas dalam ara, semakin
mudah larut semakin cepat absorpsinya. Namun demikian, keseimbangan
antara udara dan darah ini lebih lambat tercapai untk zat kimia yang mudah
larut, misalnya kloroform, di bandingkan dengan zat kimia yang kurang larut
misalnya etilin. Hal ini terjadi karena suatu zat kimia yang mudah laut dalam
air akan mudah larut dalam darah. Oleh karena itu udara alveolar hanya dapat
membawa zat kimia dalam jumlah terbatas, maka di perlukan lebih banyak
pernapasn dan waktu lebih lama untuk mencapai keseimbangan. Bahkan akan
di perlukann waktu lebih lama lagi kalau zat kimia itu juga diendapkan dalam
jaringan lemak.
3. Kulit
Pada umumnya, absorpsi toksikan oleh kulit relative kurang
baik/impermeable dan karenanya merupakan pelindung yang baik untuk
mempertahankan fungsi kulit manusia dari pengaruh lingkungan. Tetapi
beberapa zat kimia dapat di serap lewat kulit dalam jumlah cukup banyak
sehingga menimbulkan efek sistemik.

14
Suatu zat kimia dapat si serap lewat folikel rambut atau lewat sel-sel
kelenjar keringat. Akan tetapi penyerapan lewat jalur ini kecil sekali sebab
struktur ini hanya merupakan bagian kecil dari permukaan kulit. Meskipun
demikian kita harus hati-hati bila menggunakan bahan-bahan kosmetik yang
pada dasarnya terdiri dari zat-zat kimia, seperti cat rambut, deodorant dan
sejenisnya.

2) Distribusi
Setelah suatu zat kmia memasuki darah, zat kimia tersebut didistribusikan
dengan cepat ke seluruh tubuh. Laju distribusi ke tiap-tiap organ tubuh
berhungan dengan aliran darah di alat tersebut, mudah tidaknya zat kimia itu
melewati dinding kapiler dan membrane sel dan suatu jaringan sangat
ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut.

Bagian Tubuh yang Berhubungan dengan Distribusi Toksikan


a. Protein plasma

Protein plasma dapat mengikat senyawa asing dan beberapa komponen


fisiologis normal dalam tubuh peningkatan bahan kimia pada protein plasma
mempunyai arti penting dalam toksikologi karena beberapa raksi racun dapat
dihasilkan jika agen dipindahkan dari protein plasma.

b. Liver dan ginjal

Organ liver dan ginjal tersebut memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam
mengikat bahan kimia. Sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada
organ ini jika dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan
fungsi kedua organ ini dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan
liver mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan. Organ liver cukup
tinggi kapasitasnya dalam proses bitransformasi toksikan.

15
c. Lemak

Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan yang penting bagizat yang


larut dalam lemak seperti chlordane, DDT, poly chlorinated biphenyl (PCB),
dan polybrominated biphenyl (PBB). Zat ni disimpang dalam jaringan lemak
dengan pelarut yang sederhana dalma lemak netral. Lemak netral ini kira-kira
5-% dari berat badan pada orang ang gemuk dan 20% dari orang yang kurus.

Toksikan yang daya larutnya tinggi dalam lemak memungkinkan


konsentrasinya rendah dalam target organ, sehingga dapat dianggap sebagai
mekanisme perlindungan. Toksisitas zat tersebut pada orang yang gemuk
menjaid lebih rendah jika dibanding dengan orang yang kurus.

d. Tulang

Tulang dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk senyawa seperti


Flourida, Pb, dan strontium. Untuk beberapa toksikan, tulang merupakan
tempat penyimpanan utama, contohnya 90% dari Pb dalam tubuh ditemukan
pada skeleton. Penyimpanan toksikan pada tulang dapat atau tidak
mengakibatkan kerusakan. Contoh: Pb tidak toksik pada tulang, tetapi
penyimpanan Flourida dalam tulang dapat menunjukkan efek kronik (skeletal
fluorosis).

H. BIOTRANSFORMASI TOKSIKOLOGI
Seperti telah diuraikan sebelumnya suatu toksikan dapat di serap melalui
berbagai jalur. Setelah diapsorbsi, toksikan terdistribusi ke berbagai bagian tubuh
termasuk organ eksresi sehingga siap di keluarkan dari tubuh. Banyak zat kimia
yang menjalani biotrasformasi atau trasformasi metabolit di dalam tubuh. Tempat
yang terpenting untuk proses ini adalah: hati; meskipun proses ini juga terjadi di
paru-paru, lambung, usus, kulit, dan ginjal.

16
Crobsy (1998) membagi mekanisme biotrasformasi toksikan ke dalam dua
jenis utama yaitu:
1. Reaksi fase I, yang melibatkan reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis
2. Reaksi fase II, merupakan produksi suatu senyawa melalui konjugasi
toksikan atau metabolitnya dengan suatu metabolit endogen.
Karea itu, biotransformasi adalah suatu proses yang umumnya mengubah
senyawa asal menjadi metabolit, kemudian membentuk konyugat. Tetapi,
mungkin yang terjadi haya salah satu reaksi saja. Misalnya benzene mengalami
oksidasi pada reaksi fase I menjadi fenol, kemudian berkonyugasi dengan asam
sulfat pada reaksi fase II. Akan tetapi bla zat kimia yang bereaksi adalah fenol,
maka hanya akan terjadi konyugasi dengan asam sulfat tanpa reaksi fase I.
metabolit dan konyugat biasanya lebih larut dalam air dan lebih polar, karenanya
lebih mudah di ekskresi.
Oleh karena itu biotranformasi dapat di anggap sebagai mekanisme
detoksifikasi organism “pejamu”. Tetapi perlu di ingat bahwa dalam kasus
tertentu metabolit dapat lebih toksik dari pada senyawa asalnya. Reaksi semacam
ini di kenal dengan bioaktivasi.
Senyawa tertentu yang stabil secara kimia dapat di ubah menjadi metabolit
reaktif secara kimia. Reaksi ini biasanya di katalasis oleh system-sistem
monooksigenese yang bergantung pada sitikrom P-450, tetapi enzim-enzim lan
termasuk enzim dari flora usus, juga berperan dalam kasus tertentu. Metabolit
reaktif seperti epoksid dapat terikat secara kovalen pada makromolekul sel dan
menyebabkan nekrosis dan atau kanker. Metabolit lain, misalnya radikal bebas
dapat menyebabkan peroksidasi lipid dan mengakibatkan kerusakan jaringan.
Misalnya, karbon tetraklorda membentuk radikal triklorometil yang menyebabkan
perioksidasi lem ak tak jenuh dan terikat secara kovalen pada protein dan lemak
tak jenuh.

I. EFEK TOKSIKOLOGI
Penggunaan bahan kimia oleh manusia terutama bagi bahan kimia baku di
dalam industry semakin hari semakin meningkat. Walaupun zat kimia yang sangat
toksis sudah di larang dan di batasi pemakaiannya, seperti pemakaian tetra-etil

17
timbale (TEL) pada bensin, tetapi pemaparan terhadap zat kimia yang dapat
membahayakan tidak dapat di letakkan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap manusia bias bersifat kronik dan akut.
Pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau di sengaja ( pada
kasus bunuh diri atau di bunuh ), dan pemaparan kronik biasanya di alami para
pekerja terutama di lingkungan industry-indrusti kimia.
Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ
sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan
cidera pada tempat yang kena bahan tersebut (efek local), bias juga efek sistemik
setelah bahan kimia di serap dan tersebar ke bagian organ lainnya. Efek toksik ini
dapat bersifat reversible artinya dapat hilang dengan sendirinya atau irreversible
yaitu akan menetap atau bertambah parah setelah pajanan toksikan di hentikan.
Efek irreversible ( efek Nirpulih ) di antaranya karsinoma, mutasi, kerusakan
syaraf, dan sirosis hati. Efek toksikan reversible (berpulih) bila tbuh terpajam
dengan kadar yang rendah atau untuk waktu yang singkat, sedangkan efek
nirpulih terjadi bila pajanan dengan kadar yang lebih tinggi dan waktu yang lama.

18
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup. Dari definisi di atas, jelas terlihat bahwa
dalam toksikologi terdapat unsur-unsur yang saling berinteraksi dengan suatu
cara-cara tertentu untuk menimbulkan respon pada sistem biologi yang dapat
menimbulkan kerusakan pada sistem biologi tersebut.
Bahan-bahan toksik dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung
dari minat dan tujuan pengelompokannya. Sebagai contoh pengklasifikasikan
berdasarkan:
1. Organ targetnya: hati, ginjal, sistem hematopotik, dan lain-lain;
2. Penggunaanya: peptisida, pelarut, aditif makanan, dan lain-lain;
3. Sumbernya: toksik tumbuhan dan binatang
4. Efeknya: kanker, mutasi, kerusakan hati, dan sebagainya;
5. Fisiknya: gas, debu, cair;
6. Sifatnya: mudah meledak;
7. Kandungan kimianya: amina aromatik, hidrokarbon halogen, dan lain-lain.
Untuk dapat mengetahui karakteristik lengkap bahaya potensial dan toksisitas
dari suatu bahan kimia tertentu perlu di ketahui tidak hanya tipe efek tersebut,
tetapi juga informasi mengenai sifat bahan kimianya sendiri, pemaparannya, dan
subjek. Faktor utama yang memperngaruhi toksisitas yang berhubungan dengan
situasi pemaparan terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam
tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah
melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-paru
(inhalasi), kulit (topikal), dan jalur palentar lainnya (selain saluran
usus/intestinal).
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang biasanya di bagi dalam 4
(empat) kategori yaitu: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Pemaparan akut
adalah pemaparan terhadap suatu kimia selama kurang dari 24 jam. Biasanya

19
pemaparan akut terjadi pada waktu adanya kecelakaan misalnya pecahnya saluran
gas di suatu perusahaan sehingga para karyawan langsung menghirup gas beracun
dalam konsentrasi yang cakup tinggi (kasus pabrik Union-Carbide di Bhophal
India) atau memang sengaja bunuh diri misalnya seseorang meminum satu gelas
racun serangga (misalnya Baygon) yang kalu tidak cepat ketahuan bisa membawa
kematian.
Absorpsi penyerapan dapat terjadi lewat kulit,saluran pencernaan, paru-paru
dan beberapa jalur lain. Selain itu, sifat dan hebatnya efek zat kmia terhadap
organisme tergantunga dari kadarnya pada organ sasaran. Kadar ini tidak hanya
bergantung pada dosis yang di berikan tapi juga pada faktor lain seperti: derajat
absorpsi, distribusi, pengikatan, dan ekskresi.
Biotransformasi adalah suatu proses yang umumnya mengubah senyawa
asal menjadi metabolit, kemudian membentuk konyugat. Tetapi, mungkin yang
terjadi haya salah satu reaksi saja.
Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ
sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan
cidera pada tempat yang kena bahan tersebut (efek local), bias juga efek sistemik
setelah bahan kimia di serap dan tersebar ke bagian organ lainnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Frank C. Lu., 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

J. H. Koeman., 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Terjemahan oleh R.H.


Yudono Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Manahan, Stanley E., 1994. Enviromental Chemistry. Boston: Lewis Publisher.

Mukono H. J. (2005). Taksikologi Lingkungan. Surabaya: Airlangga University


Press.

http://adhienbinongko.blogspot.com/2012/05/makalah-toksikologi.html?m=1,
diakses pada tanggal 2, September 2018.

21

You might also like