You are on page 1of 25

Bagian Ilmu Kesehatan Kardiologi Referat

Fakultas Kedokteran 17 Juli 2018


Universitas Muslim Indonesia

HIPERTENSI PRIMER/ESSENSIAL

REFERAT
Dibuat dalam Rangka Tugas Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter
OLEH:
Citra Dewi
111 2017 2089

PEMBIMBING :
dr. Fadhillah Maricar, Sp.JP, FIHA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KARDIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Citra Dewi

Stambuk : 111 2017 2089

Judul Referat : Hipertensi Essensial/Primer

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Kardiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 17 Juli 2018

Mengetahui,

Pembimbing, Penulis,

dr. Fadhillah Maricar, Sp.JP, FIHA Citra Dewi


BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari

140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran

dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi

merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai

faktor resiko yang dimiliki seseorang.1

Hipertensi essensial atau hipertensi primer adalah hipertensi dimana

penyebabnya tidak diketahui terjadi pada ± 90-95% kasus hipertensi. Banyak

faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan

saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na

dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas,

alkohol, merokok, serta polisitemia.2 Sedangkan, hipertensi sekunder atau

hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui,

seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,

hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio

aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.2

Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah

secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk

mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek

kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.
Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang

mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.3

Seseorang yang mengalami hipertensi dan tidak mendapatkan pengobatan

dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka hal ini dapat membawa penderita

kedalam kasus-kasus serius bahkan menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi

yang terusmenerus menyebabkan jantung seseorang bekerja ekstra keras yang

pada akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah

jantung, ginjal, otak dan mata. Penyakit hipertensi ini merupakan

penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung (heart attack).4

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-

obatan dengan rekomendasi dokter dan dengan modifikasi gaya hidup.5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERTENSI ESSENSIAL/PRIMER

DEFINISI

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari

140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran

dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang).1 Hipertensi

didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90

mmHg.6

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC

VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok

normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.6

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO / ISH7

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sedang 160 – 179 100 – 109
Hipertensi ringan 140 – 159 90 – 99
Hipertensi perbatasan 120 – 149 90 – 94
Hipertensi sistolik
120 – 149 < 90
perbatasan
Hipertensi sistolik
> 140 < 90
terisolasi
Normotensi < 140 < 90
Optimal < 120 < 80

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus.

Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas

susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na,

peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko,

seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi essensial

didiagnosis jika semua penyebab hipertensi yang lain telah dapat disingkirkan 8

Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, pada

usia 18 tahun ke atas dengan penyebab yang tidak di ketahui. Pengukuran

dilakukan 2 kali atau lebih dengan posisi duduk, kemudian diambil reratanya,

pada dua kali atau lebih kunjungan.9

PATOGENESIS

Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu kejadian dimana

terjadi peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan mekanisme

kontrol homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopatik. Sampai saat

ini hipertensi masih merupakan masalah yang kompleks karena merupakan

penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor

risiko tertentu antara lain diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, sistem saraf
simpatis, keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi serta

pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada system renin, angiotensin

dan aldosteron.10

1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan

penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan

proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan

terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler,

kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah.

Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika

intima akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal,

kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian

tubuh tertentu. Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting

dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi

sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida

endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi

primer.14

2) Sistem renin-angiotensin

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin

II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE).

Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan

tekanan darah melalui dua aksi utama.


a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.

Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan

keluar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi

osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler

akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.

Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan

meningkatkan tekanan darah.14

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur

volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.

Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah.14

3) Sistem saraf simpatis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis

dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada

titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana


dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah.15

FAKTOR RISIKO

Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain:

1) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki

meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada

usia lebih dari 55 tahun.

2) Ras/etnik

Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul pada

etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.

3) Jenis Kelamin

Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita.

4) Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat

Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum

minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.

a. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan

nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan

diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan

darah yang lebih tinggi. Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan

tekanan darah karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Kandungan bahan kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh

darah. Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen

dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena

jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam

organ dan jaringan tubuh lainnya.11

b. Kurangnya aktifitas fisik

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang

yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut

jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih

keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa

darah, makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga

meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah.

Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan

yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat.12

GEJALA KLINIS

Gejala klinis hipertensi dapat timbul berbeda-beda. Kadang-kadang

hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi

komplikasi pada organ target seperti ginjal, otak, mata, dan jantung.
Gejala-gejala Hipertensi seperti:

1. Sakit kepala

2. Jantung berdebar-debar

3. Sulit bernapas

4. Mudah lelah

5. Penglihatan kabur wajah memerah

6. Hidung berdarah (epistaksis)

7. Sering buang air kecil terutama pada malam hari

8. Telinga berdenging (tinitus)

9. Penglihatan berputar (vertigo)

Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang,

kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas,

sesak nafas, berkeringat dan pusing.15

DIAGNOSIS HIPERTENSI

Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan

sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali

pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan

posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi

jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak

mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah

misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya.13

PENATALAKSANAAN
1. Pengendalian faktor risiko

Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling

berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko

yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :

a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi

pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi

pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan

sesorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi

ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight).

Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat

badan.16

b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh

Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.

Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi sampai

dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak.16

c. Ciptakan keadaan rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat

mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah16

d. Melakukan olahraga teratur

Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45

menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah


kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol

tekanan darah.17

e. Berhenti merokok

Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat

memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon

monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah

dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan

proses arterosklerosis dan peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat

meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-

otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin

meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.17

2. Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka

kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal

mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita.

Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang

sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan

selama beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang

cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap

obat antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai

berikut :18

1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab

hipertensi.
2. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan

tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurang

timbulnya komplikasi.

3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat

anti hipertensi.

4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan

pengobatan seumur hidup. Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first

line drug) yang lazim digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu

diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker), penghambat

angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor

angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB) dan antagonis kalsium.

Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker) tidak

dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC

sebelumnya termasuk lini pertama.

Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini

kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan

vasodilator.18

1. Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan

curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik

juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek

ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot
polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini

terlihat jelas pada diuretik tertentu seperti golongan tiazid yang menunjukkan efek

hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada

pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun efek hipotensif

masih tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi perifer.18

a. Golongan Tiazid

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain

hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang memiliki

gugus aryl-sulfonamida. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport

bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl-

meningkat.19 Tiazid seringkali dikombinasikan dengan antihipertensi lain karena:

1) dapat meningkatkan efektivitas antihipertensi lain dengan mekanisme kerja

yang berbeda sehingga dosisnya dapat dikurangi, 2) tiazid mencegah resistensi

cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat bertahan .18

b. Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)

Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara

menghambat kotransport Na+, K+, Cl-, menghambat resorpsi air dan elektrolit.

Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan

tiazid. Oleh karena itu diuretik ini jarang digunakan sebagai antihipertensi, kecuali

pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.18


c. Diuretik Hemat Kalium

Amilorid, triamteren dan spironolakton merupakan diuretik lemah.

Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah

hypokalemia.

2. Penghambat Adrenergik

a. Penghambat Adrenoreseptor Beta (B-Bloker)

Beta bloker memblok beta-adrenoreseptor. Reseptor ini diklasifikasikan

menjadi reseptor beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1 terutama terdapat pada

jantung sedangkan reseptor beta-2 banyak ditemukan di paru-paru, pembuluh

darah perifer dan otot lurik. Reseptor beta-2 juga dapat ditemukan di jantung,

sedangkan reseptor beta-1 dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat

ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu

penglepasan neurotransmitter yang akan meningkatkan aktivitas sistem saraf

simpatis. Stimulasi reseptor beta-1 pada nodus sino-atrial dan miocardiak

meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada

ginjal akan menyebabkan penglepasan renin dan meningkatkan aktivitas sistem

renin angiotensin aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output,

peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantai aldosteron

dan retensi air.18

b. Penghambat Adrenoreseptor Alfa (α-Bloker)

Hanya alfa-bloker yang selektif menghambat reseptor alfa-1 (α 1) yang

digunakan sebagai antihipertensi. Alfa-bloker non selektif kurang efektif sebagai


antihipertensi karena hambatan reseptor alfa-2 (α 2) di ujung saraf adrenergik

akan meningkatkan penglepasan norefineprin dan meningkatkan aktivitas

simpatis. Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula

sehingga menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi

menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan

curah jantung. Venodilatasi ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik

terutama pada pemberian dosis awal (fenomena dosis pertama) yang

menyebabkan refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma.

Pada pemakaian jangka penjang refleks kompensasi ini akan hilang,

sedangkan efek antihipertensinya akan bertahan.18

3. Vasodilator

Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos

(otot pembuluh darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi

tekanan darah. Obat-obat ini menyebabkan stimulasi reflex jantung, menyebabkan

gejala berpacu dari kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan komsumsi

oksigen. Efek tersebut dapat menimbulkan angina pectoris, infark miokard atau

gagal jantung pada orang-orang yang mempunyai predisposisi. Vasodilator juga

meningkatkan renin plasma, menyebabkan resistensi natrium dan air. Efek

samping yang tidak diharapkan ini dapat dihambat oleh penggunaan bersama

diuretika dan penyekat-β.19

4. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)

Angiotensin converting enzym inhibitor (ACE-Inhibitor) menghambat

secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekusor angitensin I yang


inaktif, yang terdapat pada pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan

otak. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin

dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor.

Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan

berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium.18

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan ACE- Inhibitor antara

lain benazepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinoril, moexipril, penindropil,

quinapril, ramipril, trandolapril dan tanapres.20

Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACE- Inhibitor.

Captopril cepat diabsorbsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga

bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada

pemberian ACE- Inhibitor. Dosis pertama ACE-Inhibitor harus diberikan pada

malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi, efek ini

akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah.17

5. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker, ARB)

Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu AT1

(Angiotensin I) dan AT2 (Angiotensin II). Reseptor AT1 terdapat terutama di otot

polos pembuluh darah dan otot jantung. Selain itu terdapat juga di ginjal, otak dan

kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantarai semua efek fisiologis ATII

terutama yang berperan dalam homeostatis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat

di medula adrenal dan mungkin juga di SSP, hingga saat ini fungsinya belum

jelas.18
ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi

dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi

genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah.

Pada pasien hipovolemia, dosis ARB perlu diturunkan. Pemberian ARB

menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung.

Penghentian mendadak tidak menimbulkan hipertensi rebound. Pemberian jangka

panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah.18

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan antagonis reseptor ATII

antara lain kandersartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, telmisartan

dan valsartan.16

6. Antagonis Kalsium (Calcium Channel Blocker (CCB))

Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat influks ion kalsium ke

dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung dan sel-sel otot polos

pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan

pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas

vasodilatasi, interferensi dengan kontriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal

di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium.18

Terdapat tiga kelas CCB : dihdropiridin (nifedipin, amlodipin, veramil dan

benzotiazipin (diltiazem)). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer

yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem

mempunyai efek kardiak dan digunakan untuk menurunkan heart rate dan

mencegah angina.21
7. Penghambat Simpatis

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis

(saraf yang bekerja saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam

golongan penghambat simpatetik adalah metildopa, klonidin dan reserpin. Efek

samping yang dijumpai adalah anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah

karena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi hati dan terkadang

menyebabkan penyakit hati kronis. Obat ini jarang digunakan.17

Tatalaksana hipertensi dengan obat antihipertensi yang dianjurkan :

Tabel 3. Obat-Obat Antihipertensi Utama23

Dosis Lazim Frekuensi


Kelas Nama Obat
(mg/hari) Pemberian
Diuretik
Tiazid Klortalidon 6,25–25 1
Hidroklorotiazid 12,5–50 1
Indapamide 1,25-2,5 1
Metolazone 0,5 1
Loop
Bumetanide 0,5–4 2
Furosemide 20- 80 2
Torsemide 5 1
Penahan kalium
Triamteren 50-100 1
Triamteren 37,5–75 2
HCT 25-50 1
Antagonis aldosteron
Eplerenone 50-100 1-2
Spironolakton 25-50 1
Spironolakton/HCT 25-50/25-50
ACE-Inhibitor
Benazepril 10-40 1-2
Captopril 12,5-150 2-3
Enalapril 5-40 1-2
Fosinopril 10-40 1
Lisinoril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1-2
Perindopril 4-16 1
Quinapril 10-80 1-2
Ramipril 2,5-10 1-2
Trandolapril 1-4
Tanapres
Penyekat reseptor
angiotensin
Kandesartan 8-32 1-2
Eprosartan 600-800 1-2
Irbesartan 150-300 1
Losartan 50-100 1-2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Valsartan 80-320 1
Penyekat beta (β
Kardioselaktif
Bloker)
Atenolol 25-100 1
Betaxolol 5-20 1
Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol 50-200 1
Non-selektif
Nadolol 40-120 1
Propanolol 160-480 2
Propanolol LA 80-320 1
Timolol
Sotalol
Aktifitas
simpatomimetik
Acebutolol 200-800 2
Carteolol 2,5-10 1
Pentobutolol 10-40 1
Pindolol 10-60 2
Campuran penyekat
α dan β
Karvedilol 12,5-50 2
Labetolol 200-800 2
Antagonis kalsium Dihidropiridin
Amlodipin 2,5-10 1
Felodipin 5-20 1
Isradipin 5-10 2
Isradipin SR 5-20 1
Lekamidipin 60-120 2
Nicardipin SR 30-90 1
Nicardipin LA 10-40 1
Nisoldipin
Non-dihidropiridin
Diltiazem SR 180-360 1
Verapamil SR 1

Tabel 4. Obat-Obat Antihipertensi Alternatif23

Dosis Lazim Frekuensi


Kelas Nama Obat
(mg/hari) Pemberian
Penyekat α-1 Doxazosin 1-8 1
Prazosin 2-20 2-3
Terazosin 1-20 1-2
Agonis sentral α-2 Klonidin 0,1-0,8 2
Metildopa 250-1000 2
Antagonis
Adrenergik Reserpin 0,05-0,2,5
Perifer
Minoxidil 10-40 1-2
Hidralazin 20-100 2-4

KOMPLIKASI

Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum

ditemui pada pasien hipertensi adalah:

1) Jantung

- hipertrofi ventrikel kiri

- angina atau infark miokardium

- gagal jantung

2) Otak

- stroke atau transient ishemic attack

3) Penyakit ginjal kronis

4) Penyakit arteri perifer

5) Retinopati
DAFTAR PUSTAKA

1. Elokdyah, M. & Messawati. (2007) Waspadai Penyakit Kardiovaskuler

Tanpa Gejala. Diakses dari

http://elokdyah.multiply.com/journal/item/101/Penyakit Kardiovaskular

Waspadai Hipertensi-Tanpa-Gejala. Diperoleh tanggal 15 November 2015.

2. Beevers G, Lip GYH, O'Brien E (ed). 2001. ABC of hypertension. 4th ed,

London. John Wiley & Sons.

3.

4. AHA, 2017, Classes of Heart Failure,

http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartF

ailure/ClassesofHeartFailure_UCM_306328_Article.jsp#.WWLg0MaB2q

A, diakses 9 Mei 2017.

5. Q

6. Gray, et al. (2005). Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga

Medical Series

7. Q

8. Blumenfeld,JD, Laragh,JH : Primary and Secondary Hypertension. In:

Benner, Barry M, editors. The Kidney Volume 2. 8th ed.

Philadelphia:Saunders Elsevier; 2008. p. 1473.

9. Mohani., Chandra I. 2014. Hipertensi PrimerIn:Buku AjarIlmu Penyakit

Dalam.Jilid II (ed VI) Jakarta: Interna Publishing. pp:2285-2286.

10. Oparil, S., Zaman, MA., Calhoun, DA. 2003. Pathogenesis of

Hypertension, Ann Intern Med 2003.


11. Q

12. Q

13. Q

14. Susalit, E dkk. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam II. Jakarta : Balai

penerbit FKUI.

15. Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.

Vol.2. Jakarta : EGC.

16. Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis

Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

17. Depkes RI. 2006b . Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit

Hipertensi. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta.

18. Nafrialdi. 2009. Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi

dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

19. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar.

Jakarta: Widya Medika;200:407-415.

20. Benowitz, N. L., 2002, Farmakologi Dasar Dan Klinik “Basic and

ClinicalPharmacology”, Obat Anti Hipertensi, bab 11, hal 271, 279

diterjemahkan, Sjabana, D., Rahardjo, Sastrowardoyo, W., Hamzah,

Isbandiati S., E., Uno, I., Purwaningsih, S., Salemba Medika, Jakarta.

21. Gomer, Beth., 2007, Farmakologi Hipertensi, Terjemahan Diana Lyrawati,

2008. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.


22. Kementerian Kesehatan RI. (2013c) Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 312/ MENKES/ SK/ IX/ 2013 tentang Daftar

Obat Esensial Nasional. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

You might also like