Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
1. ALAWIYAH
2. ZAHROTUNISA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
1) Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar Rahim,
sebagai batasan yaitu kehamilan kurang dari 20mgg atau berat janin kuarang dari
500gram. ( mucthar 2012)
Klasifikasi Abortus
2) Kehamilan Ektopik
kehamilan ektopik adalah kehamilan diluar Rahim, misalnya dalam tuba, rongga
perut, servix, atau dalam tanduk rudimeter Rahim. (kusmiyati 2008)Proses
implantasi ovum yang dibuahi terjadi di tuba pada dasarnya sama halnya di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner. Perkembangan telur selanjutnya
dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
kemudian direasibsu, setekag tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari
lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Pembentukan desidua di tuba tidak sempurna. Perkembangan
janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor, seperti tempat implantasi,
tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan . sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam prjalanannya menuju kavum utei. Pada suatu saat kebutuhan embrio
dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.
Ada beberfapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
a) Kemungkinan “tubal abortion “, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung
distal (timbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada
kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum
baisanya tidak begityu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
1) Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikia rupa sehingga berdekatan atau menutupi ostium uteri internum secara
partial maupun total.
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian
atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat
diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama
kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan
kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak
dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
2.3 Klasifikasi
2.4 Etiologi
Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor risiko
telah ditetapkan sebagai kondisi yang berhubungan dengan terjadinya plasenta
previa. Faktor risiko tersebut meliputi hamil usia tua, multiparitas, kehamilan
ganda, merokok selama masa kehamilan, janin laki-laki, riwayat aborsi, riwayat
operasi pada uterus, riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya dan IVF.
2) Solusio Plasenta
2,5 Klasifikasi
1) Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan
plasenta:
a) Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
b) Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
c) Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
2.6 Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi, yaitu :
1) Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada
separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi
tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan
oleh kehamilan.
1) Faktor trauma
a) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolongan persalinan
c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
1) Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa
penelitian menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium.
1) Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
2) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio
plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma
3) Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini
belum terbukti secara definitif
4) Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat
diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya
5) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat
solusio plasenta
6) Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena
cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan,dan
lain-lain.
1) Abortus
b. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
e. Pemeriksaan ginekologis.
(2) Inspeksi perdarahan pada kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup.
(3) Colok vagina porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri.
2) Kehamilan ektopik
a) Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal
b) Menstruasi abnormal
d) Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan,
atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium
uterus.
1. Nyeri: Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilan
ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar.
1) Plasenta Previa
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya
(reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
2) Solusio plasenta
a) Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan berwarna
kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai dengan yang
disertai nyeri perut, uterus tegang perdarahan pervaginan yang banyak, syok dan
kematian janin intra uterin.
b) Pemeriksaan fisik
c) Pemeriksaan obstetri
Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut
jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena
tercampur darah.
1) Abortus
a) Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
b) Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
2) Kehamilan ektopik
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada
perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya
nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
b) Pemeriksaan fisik
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa. Adanya
tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin,
adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan
dan nyeri lepas dinding abdomen.
c) Pemeriksaan ginekologis.
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan
kiri.
d) Pemeriksaan Penunjang
(1) Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah
24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
(2) USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri,Adanya kantung
kehamilan di luar kavum uteri,Adanya massa komplek di rongga panggul.
1. Plasenta Previa
b) Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka
kepala belum masuk pintu atas panggul.
d) USG untuk menentukan letak plasenta. Penentuan letak plasenta secara langsung
dengan perabaan langsung melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
cara ini hanya
2. Solusio plasenta
c. USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.
1. Abortus
2. Kehamilan ektopik
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi
kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba
berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan
pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan
ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik
yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan
ektopik terganggu yang menyebabkan syok.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi
baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant
management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
1. Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -hCG. pasien
dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar Pada penatalaksanaan
ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau cenderung
turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan
ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi
dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaan berikut:
b. Kehamilan tuba
d. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber -hCG awal harus kurang
dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa kadar dan diameter massa ektopik
tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif
pada 47-82% kehamilan tuba.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,
termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate
akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan
ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga
menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan
penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-
kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi
ginjal, hepar dan profil darah yang normal.
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada
usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari
4 cm.
Namun disebutkan dalam sumber -hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk
lain bahwa hanya kadar -hCG serial dibutuhkan. Pada memantau keberhasilan
terapi, pemeriksaan hari-hari pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate,
65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil
konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan hematoma yang
meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik -hCG
umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari nonsteroidal. setelah pemberian
methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak
membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga
jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. -hCG masih perlu diawasi setiap Setelah
terapi berhasil, kadar minggunya hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel
yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5,
dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam
regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada
hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan
efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis
tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat
ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas
terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.
b. Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari
berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan
terapi methotrexate sebelumnya.
3. Penatalaksanaan Bedah
1) Salpingostomi
2) Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba
pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
3) Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan
penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan
pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan
perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan
massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat
dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika
dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah
tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong
dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.
b. Perdarahan kehamilan lanjutan
1. Plasenta Previa
d) Mengobservasi perdarahan
f) Memeriksa kadar Hb
h) Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih
premature
i) Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan
2. Solusio plasenta
b. Sebelum dirujuk , anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke
kiri , tidak melakukan senggama , menghindari peningkatan tekanan rongga perut .
c. Pasang infus cairan Nacl fisiologi . Bila tidak memungkinkan . berikan cairan
peroral .
d. Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya
hipotensi / syk akibat perdarahan . pantau pula BJJ & pergerakan janin .
e. Bila terdapat renjatan , segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah , bila
tidak teratasi , upayakan penyelamatan optimal . bila teratsi perhatikan keadaan
janin .
f. Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau
persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama . bila renjatan tidak
dapat diatasi , upayakan tindakan penyelamatan optimal .
g. Setelah syk teratasi dan janin mati , lihat pembukaan . bila lebih dari 6 cm
pecahkan ketuban lalu infus oksitosin . bila kurang dari 6 cm lakukan seksio sesarea
.
Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu / taksiran berat
janin kurang dari 2.500 gr . penganganan berdasarkan berat / ringannya penyakit
2.10 Komplikasi
1. Abortus
Komplikikasi utama dapat mencakup hemoragi, syok, renal failure (faal ginjal
rusak), infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis
2. Kehamilan ektopik
1. Plasenta Previa
Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena
perdarahan. Plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pad janin biasanya
terjadi persalinan premature dan komplikasinya seperti asfiksia berat.
2. Solusio plasenta
1. Langsung (immediate)
• Perdarahan
• Infeksi
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Keadaan umum
2) Tanda-tanda vital
f) Abdomen
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba
dan ligra
5) ekstimitas
Riwayat psikososial
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
Kriteria hasil: Conjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak pucat,
tida lemas.
Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya pergerakan bayi,
bayi lahir selamat
Kriteria hasil : Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri dan klien
kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klie tidak gelisah.
7. Pemeriksaan
laboratorium hematkrit
dan hemoglobin
PENUTUP
A. KESIMPULAN