Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian Asma
Asma adalah penyakit infeksi (peradangan) kronik saluran nafas yang
ditandai adanya mengi, batuk dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernafasan. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir
semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat
penyakit dari ringan sampai berat, bahkan beberap kasus dapat menyebabkan
kematian.
B. Tanda dan Gejala Asma
Beberapa contoh tanda peringatan awal adalah :
1. Perubahan dalam pola pernafasan
2. Bersin-bersin
3. Perubahan suasana hati (moodiness)
4. Hidung mampat atau hidung ngocor
5. Batuk
6. Gatal-gatal pada tenggorokan
7. Merasa capai
8. Lingkaran hitam dibawah mata
9. Susah tidur
10. Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga
11. Kecendrungan penurunan prestasi dalam penggunaan peak flow meter.
C. Pertolongan Pertama Pada Penderita Asma
1. Duduk dan ambil nafas pelan-pelan dangan stabil. Sekali lagi, cobalah untuk
tetap tenang, karena panik justru akan semakin memperparah serangan asma.
2. Semprotkan inhaler setiap 30-60 detik, maksimal 10 semprotan.
3. Hubungi ambulans jika penderita tidak memiliki inhaler, asma bertambah
parah meskipun sudah menggunakan inhaler, tidak ada perbaikan meski
sudah menyemprotkan inhaler sebanyak 10 kali.
Jika terdapat penolong yang berada di sekitar penderita asma, penolong bisa
memberikan pertolongan dengan :
1. Menghubungi ambulans
2. Bantu penderita asma untuk duduk tegak dengan nyaman
3. Longgarkan pakaiannya agar tidak ketat
4. Jika dia punya obat asma, seperti inhaler, bantu dalam menggunakannya.
5. Jika dia tidak punya inhaler, pinjam punya orang lain atau
gunakan inhaler yang ada di kotak P3K.
6. Lepaskan tutup inhaler, kocok-kocok.
7. Sambung inhaler ke spacer lalu taruh bagian mouthpiece spacer ke dalam
mulutnya. Usahakan agar mouthpiece tersebut tertutup rapat dalam mulut.
8. Ketika dia mulai mengambil napas perlahan-lahan, tekan inhaler satu kali.
1
9. Minta dia agar tetap mengambil napas pelan-pelan dan sedalam mungkin,
kemudian tahan napas selama 10 detik.
10. Berikan inhaler sebanyak empat kali dengan jarak waktu sekitar satu menit
tiap kali semprotan.
11. Setelah empat semprotan, tunggu hingga empat menit. Jika dia masih sulit
bernapas, berikan empat semprotan lagi dengan jarak waktu yang sama.
12. Jika tetap tidak ada perubahan, berikan empat semprotan inhaler setiap empat
menit sekali sampai ambulans tiba.
13. Jika serangan asmanya berat, semprotkan inhaler sebanyak enam sampai
delapan kali setiap lima menit.
14. Sebisa mungkin hindari penderita dari sumber alergi
15. Usahakan jangan banyak bertanya pada penderita, karena biasanya penderita
sulit untuk berbicara.
Luka bakar
1. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash),
terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan
listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat,
2001).
2. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn)
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
3. Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang
kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal
ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar
ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan
jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan
iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan
proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).
5. Klasifikasi Luka Bakar
2
a. Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman
1). Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung
syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam
waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
2). Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula,
pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal (Moenadjat, 2001).
a). Derajat II Dangkal (Superficial)
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan
mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24
jam
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan
basah.
Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
b). Derajat II dalam (Deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena
variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama
sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih ada
beberapa aliran darah ) (Moenadjat, 2001)
Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu
(Brunicardi et al., 2005)
3). Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih
dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar
3
berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar.
4). Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang
dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis,
organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf
sensorik mengalami kerusakan dan kematian.
b. Pembagian menurut luas luka bakar :
1.) Dewasa
Kepala dan leher : 9%
Dada dan perut : 18 %
Punggung hingga bokong : 18 %
Anggota gerak atas masing-masing : 9%
Anggota gerak bawah masing-masing : 18 %
Perineum dan genitalia eksterna : 1%
2). Anak
Kepala dan leher : 18 %
Ektremitas atas kanan dan kiri : 2x9%
Ektremitas bawah kanan dan kiri : 2 x 13.5 %
Badan depan dan belakang : 2 x 18 %
Perineum dan genitalia eksterna : 1%
3). Bayi
Kepala dan leher : 20 %
4
Ektremitas atas kanan dan kiri : 2 x 10 %
Badan depan dan belakang : 2 x 20 %
Ektremitas bawah kanan dan kiri : 2 x 10 %
5
kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses penyembuhannya
mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di
daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Scab (keropeng)
juga dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu hemostasis dan
mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh
darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat..
. Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan
a. Pengkajian
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1). Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi
antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
2). Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada
untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada
trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3). Circulation
Pengkajian tekanan darah, cek kesadaran, nadi, dan luka pada kulit
4). Disability
Penilaian tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil
2. Pengkajian sekunder
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan sekarang
a) Sumber kecelakaan
b) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
c) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
d) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
6
e) Keadaan fisik disekitar luka bakar
f) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
g) Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis,
gangguan pernafasan). (Doengoes, 2000)
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Konservatif
a. Pre Hospital
Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari
air. Hal ini akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh
angin. Oleh karena itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan
(roll) orang itu agar api segera padam. Bila memiliki karung basah, segera
gunakan air atau bahan kain basah untuk memadamkan apinya. Sedanguntuk kasus
luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan
kimia atau benda dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami
luka bakar dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan
membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat
menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar dan
menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan
penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat samapai
penggunaan morfin oleh tenaga medis.
b. Hospital
1). Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara
lain adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung
yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada
untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
c) Circulation
Lakukan Pengkajian pada tekanan darah, kesadaran, nadi, dan luka pada kulit
Penatalaksanaan Pembedahan
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada
ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat
7
pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian
kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang
dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan
bebas.
8
Fraktur
1. Pengertian fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan
maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Etiologi Fraktur
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur:
a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai
tulang, arah serta kekuatan tulang.
b. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma,
kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung : Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
2. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma
(Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di
tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati
(Corwin, 2000: 299)
1
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatka
rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan
sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
3. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan Etiologi
1) Fraktur Patologis
Terjadi pada tulang karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang (infeksi,tumor,kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
2) Fraktur Stress
Terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah
tulang yang menopang berat badan.
b. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka di gradasi menjadi:
1) Grade I : fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1
cm,kerusakan jaringan lunak sedikit,tidak ada tanda tulang remuk.
2) Grade II : fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan
extensive sekitarnya,laserasi > 1 cm,kerusakan jaringan lunak tidak
luas.
3) Grade III : fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif dan sangat terkontaminasi meliputi struktur kulit,otot
dan neurovaskuler.Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka grade III
dibagi lagi menjadi:
a. Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang
terbuka
b. Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum
ekstensif dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk
menutupnya
c. Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah
besar Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
b. Jenis fraktur khusus
Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur yang khusus lain seperti:
1. Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.
2. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
3. Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
2
4. Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang
5. Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian
6. Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang
lainnya seperti (pada tulang belakang)
7. Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada tulang
tengkorak)
8. Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit
Paget,Osteosarcoma.
9. Epifiseal: fraktur pada bagian epifiseal
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna
(Smeltzer,2005).
a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan bagian yang normal.
c. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat
diatas maupun dibawah tempat fraktur.
d. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan
antara fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
f. Peningkatan temperatur local
g. Pergerakan abnormal
h. Echymosis
i. Kehilangan fungsi
d. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray berfungsi untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. CT- Scan untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas dan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram berfungsi untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui peningkatan dari leukosit
sebagai respon dari peradangan atau peningkatan atau penurunan dari kadar
hematokrit dan Hb.
5. Kreatinin karena dengan adanya trauma pada otot akan meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil Koagulasi karena perubaha dapat terjadi pada kehilangan darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
3
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini.
a. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
1) A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema lari
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari
riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala
sampai kaki.
4
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
5
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
4. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
5. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien.
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
8. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 2000).
10. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D,
1995).
11. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000).
a. Pemeriksaan Fisik
6
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
2) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
a) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
b) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
3) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka : Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak
oedema.
e) Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
f) Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat
i) Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.Paru
I. Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
II. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
III. Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
IV. Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
I. Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
II. Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
III. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
I.Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
7
II.Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
III. Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
IV.Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe,
tak ada kesulitan BAB.
Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk
menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi
menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian
ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang
menjadi tanggung jawabnya.
Intervensi Keperawatan
8
c. Lakukan pemasangan oro atau naso faringeal
Rasional : Untuk membantu membuka jalan nafas pasien
2. Breathing
a. Kaji adanya dispneu,pola pernafasan,frekuensi,irama dan
kedalaman pernafasa
Rasional : Untuk mengetahui pola nafas,frekuensi,irama dan n
kedalaman pernafasan pasuien
b. Monitor saturasi oksigenpasien
Rasional : Untuk mengetahui kadar oksigen dalam tubuh pasien
3. Circulation
a. Kaji frekuensi irama dan kekuatan nadi
Rasional : Untuk mengetahui frekuensi nadi pasien
b. Monitor perubahan turgor,membran mukosa dan capillary refill
time.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan sirkulasi pasien
c. Mengidentifikasi sumber pendarahan
Rasional : Mengetahui sumber pendarahan
4. Disability
a. Observasi perubahan tingkat kesadaran
Rasional : mengetahui perubahan kesadaran pada pasien
b. Kaji pupil : isokor,diameter dan respon cahaya
Rasional : Untuk mengetahui respon pasien
9
Rasional : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
5. Kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian analgetik
Rasional :Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang
nyeri
baik secara sentral maupun perifer.
6. Evaluasi keluhan nyeri (skala,petunjuk verbal dan non verbal)
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.
10
dengan memeriksa plasenta yang lahir apakah lengkap atau tidak kemudian
eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta, sisa selaput ketuban, atau
plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi kavum uteri dapat juga
berguna untuk mengetahui apakan ada robekan rahim. Laserasi (robekan)
serviks dan vagina dapat diketahui dengan inspekulo. Diagnosis pendarahan
pasca persalinan juga memerlukan pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan Hb, COT (Clot Observation Test), kadar fibrinogen, dan lain-lain.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pascapersalinan
a. Perdarahan Pascapersalinan dan Usia Ibu
b. Perdarahan Pascapersalinan dan Gravid
c. Perdarahan Pascapersalinan dan Paritas
d. Perdarahan Pascapersalinan dan Antenatal Care
e. Perdarahan Pascapersalinan dan Kadar Hemoglobin.
6. Komplikasi perdarahan pascapersalinan
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan banyak kelak bias menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat
nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian
tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan
sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-
alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme
dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi.
7. Penanganan Perdarahan Pascapersalinan
a. Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah
1) Hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan
diberi infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-
L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen.
2) Pada perdarahan sekunder atonik:
Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan dosis 20
unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml.
SYOK HEMORAGIK
Semua keadaan perdarahan diatas, dapat menyebabkan syok pada penderita,
khususnya syok hemoragik yang di sebabkan oleh berkurangnya volume
darah yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi.
Penyebab gangguan ini.
a. Perdarahan eksterna atau interna yang menyebabkan hiposekmia atau
ataksia vasomotor akut.
b. Ketidakcocokan antara kebutuhan metabolit perifer dan peningkatan
transport gangguan metabolic, kekurangan oksigen jaringan dan
penimbunan hasil sisa metabolik yang menyebabkan cidera sel yang semula
reversibel kemudian tidak reversibel lagi.
11
c. Gangguan mikrosirkulasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tekanan darah dan nadi; pemeriksaan
suhu, warna kulit, dan membrane mukosa, perbedaan suhu antara bagian
pusat dan perifer badan; evaluasi keadaan pengisian (kontraksi) vena dan
evaluasi palung kuku; keterlambatan pengisian daerah kapiler setelah kuku
ditekan; dan ekskresi urin tiap jam.
Penanganan Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik tindakan yang esensial adalah menghentikan perdarahan
dan mengganti kehilangan darah. Setelah diketahui adanya syok hemoragik,:
a. Penderita dibaringkan dalam posisi Trendelenburg, yaitu dalam posisi
terlentang biasa dengan kaki sedikit tinggi (30 derajat).
b. Dijaga jangan sampai penderita kedinginan badannya. Setelah kebebasan
jalan napas terjamin, untuk meningkatkan oksigenasi dapat diberi oksigen
100% kira-kira 5 liter/menit melalui jalan napas.
c. Sampai diperoleh persediaan darah buat transfusi, pada penderita melalui
infuse segera diberi cairan dalam bentuk larutan seperti NaCI 0,9%, ringer
laktat, dekstran, plasma dan sebagainya.
d. Jika dianggap perlu kepada penderita syok hemoragik diberi cairan
bikarbonat natrikus untuk mencegah atau menanggulangi asidosis.
Penampilan klinis penderita banyak memberi isyarat mengenai keadaan
penderita dan mengenai hasil perawatannya.
12
metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama.
4. Tipe kejang diklasifikasikan berdasarkan manifestasinya:
5. Pengkajian
Riwayat Kesehatan,
- kejadian kejang sebelumnya
- frekwensi kejang saat ini
- riwayat trauma,
- Kaku kuduk,
- sakit kepala riwayat pengobatan
- tipe kejang : umum/local adakah deviasi mata
Pemeriksaan Fisik
- t ingkat kesadaran demam,
- dehidrasi pemeriksaan nuerologi
Otitis media
Gastroenteritis
Infeksi pernafasan
6. Penatalaksanaan
Anda tempatkan anak pada lantai atau tempat tidur, jauh dari furnitur, jangan ikat
anak
- Bersihkan dan pertahankan jalan nafas
- Berikan O2.
Dapat terjadi peroide hipoventilasi atau apnue. Sebagian besar kematian akibat
kejang karena anoxia
- Pasang infus microdip D5/W dan monitor kelancarannya
- Bila klien demam, turunkan temperature
- Bila kejang tidak berhenti
- Diazepam (valium) dengan dosis 0,3 mg/kg BB (max10 mg).
- Berikan lambat-lambat secara injeksi IV 1-3 menit dengan memantau vital
sign ketat.
- Apnea dan cardiac arrest dapat terjadi akibat pemberian diazepam.
Pengawasan anak secara ketat dan persiapkan alat-alat resusitasi.
13
- Lindungi anak dari perlukaan.
7. Kejang pada Neonatus
Saat Anda menangani bayi baru lahir yang mengalami kejang lihatlah tanda-
tanda:
a. Adanya kekakuan pada satu area
b. Flexi pergerakan tubuh yang repetitif
c. Tremor
d. Kedutan
e. Gerakan menggigit
f. Nystagmus
g. Hiperaktif yang tidak biasa untuk anak-anak seumurnya
h. Pada beberapa bayi terjadi episode apnue dan kehilangan tonus otot secara
tiba-tiba, sesudahnya lemah.
8. Penatalaksanaan:
Dilakukan secara cepat: Anda berkolaborasi dengan Dokter dalam pemberian D5
W (1-2 ml/kg), kemudian 10% kalsium Ce (0,1 ml/kg) atau 10% kalsium glukonat
(0,3 ml/kg), Prydoxine (50 mg), 3% magnesium sulfat diberikan dalam beberapa
menitdanbaru temukan penyebab kejang.
9. Kejang Demam
Kejang demam pada anak bisa Anda temui pada anak usia 6 bl dan 4 atau 5
tahun mengalami kejang terjadi 2 sampai dengan 6 jam sesudah timbul panas
dan menurun/hilang dalam 10-15’
14
4) Terjadi lagi kadang jangka waktu 15 menit
5) Orang tua tidak mampu mengatasi
d. Komplikasi
1) Lidah terluka/tergigit
2) Apnea
3) Depresi pusat pernafasan
4) Retardasi mental
5) Pneumonia aspirasi
6) Status epileptikus
Diagnose Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan adanya pirogen yang mengacaukan
thermostat,dehidrasi.
b. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler obstruksi tracheobronchial
c. Risiko terjadinya trauma berhubungan dengan kelemahan, perubahan
kesadaran
d. Risiko injuri berhubungan dengan perkembangan kognitif
Infark miokard
Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus
atau embolus (Dorland, 2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi,
ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat
disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara
mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma
disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah
dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
Etiologi
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen,
antara lain:
1. Infark Miokard Tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi
plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan
oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-
hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark Miokard Tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark Miokard Tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
15
4. Infark Miokard Tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin)
3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary
intervention(PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
5. Infark Miokard Tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
6. Infark Miokard Tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.
Patofisiologi
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan oleh
iskemia pada miokard yang berkepanjangan, yang bersifat irreversibel. Waktu
yang diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan, adalah iskemia
selama 15-20 menit. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan
dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri; makin luas daerah infark, makin
kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan: 1) berkurangnya kontraksi,
dengan gerak dinding abnormal; 2) terganggunya kepaduan ventrikel kiri; 3)
berkurangnya volume denyutan; 4) berkurangnya waktu pengeluaran; dan 5)
meningkatnya tekanan akhir-diastole ventrikel kiri. Gangguan fungsi tidak hanya
tergantung luasnya infark, tetapi juga lokasinya, karena berhubungan dengan
pasokan darah.
Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah “jeritan”
otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan
oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral
yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor
pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan
terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan
peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika
pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996).
Penegakan Diagnosis
Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau
lebih dari 3 kriteria, yaitu:
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat
biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
16
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak
terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen
ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).
3. Peningkatan pertanda biokimia
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial
dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik
(Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan
protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut
antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine
kinase isoenzyme MB (CK-MB / CKMB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA
III), myosin light chain(MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT)
(Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi
adanya infark miokard (Nigam, 2007).
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan aliran darah koroner
untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark
miokard, dan mempertahankan fungsi jantung.
Pada prinsipnya, terapi pada kasus ini ditunjukkan untuk mengatasi nyeri
angina dengan cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya
infark miokard akut atau kematian mendadak. Oleh karena setiap kasus berbeda
derajat keparahannya atau riwayat penyakitnya, maka cara terapi terbaik adalah
individualisasi dan bertahap, dimulai dengan masuk rumah sakit (ICCU) dan
istirahat total (bed rest).
Beberapa terapi yang dapat diberikan antara lain (Bertrand & Gunawan SG):
1. Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan
melalui vena perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawall mungkin dan
dikerjakan dimanapun. Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam
yang mempunyai elevasi segmen ST atau left bundle branch block (LBBB)
diberikan IV fibrinolitik jika tanpa kontra indikasi. Sedangkan penderita yang
mempunyai riwayat perdarahan intra kranial, stroke atau perdarahan aktif tidak
diberikan terapi fibrinolitik. Dosis streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan
dalam tempo 30-60 menit.
2. Terapi Antiplatelet
a. Aspirin
b. Tiklopidin
c. Clopidogrel
3. Terapi Nitra Organic
a. Nitrogliserin.
b. Isosorbit dinitrat
c. Isosorbid mononitrat
Komplikasi
Komplikasi dari infark miokard akut dapat disebabkan oleh inflamasi,
mekanik, atau kelainan elektrik jantung, yang disebabkan oleh area miokard yang
17
mengalami nekrosis. Komplikasi awal merupakan hasil dari nekrosis miokardium
sendiri, sedangkan komplikasi yang terjadi setelah beberapa hari atau minggu
merupakan hasil dari inflamasi dan penyembuhan dari jaringan yang nekrosis.
Komplikasi dari infark miokard akut meliputi (Lilly, 2011):
1. Iskemik Berulang
Kejadian komplikasi angina postinfark didapati sebanyak 20 hingga 30 persen
dari pasien infark miokard akut. Menandakan tidak adekuatnya aliran darah
arteri koroner, yang dimana berhubungan dengan peningkatan risiko dari
reinfark.
2. Aritmia
Aritmia sering terjadi pada pasien infark miokard akut dan merupakan
penyebab besar dari mortalitas pasien sebelum sampai di rumah sakit.
Mekanisme terjadinya aritmia pada pasien infark miokard akut disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu pertama akibat gangguan anatomi dari aliran darah
terhadap struktur jalur konduksi (Contoh: sinoatrial node, atrioventricular
node dan bundle branches). Kemudian, akumulasi dari produk toksik
metabolisme, seperti asidosis seluler dan konsentrasi ion transseluler
abnormal karena kebocoran membran. Lalu, disebabkan juga karena stimulasi
saraf autonom dan pemberian obat yang berpotensi untuk menimbulkan
aritmia, seperti dopamin.
3. Disfungsi Miokardium
a. Gagal Jantung
Iskemik jantung akut menimbulkan gangguan kontraksi ventrikel
(disfungsi sistol) dan peningkatan kekakuan miokard (disfungsi
diastolik), yang dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung. Selain itu,
remodeling ventrikel, aritmia dan komplikasi akut mekanik dari infark
miokard juga dapat menyebabkan gagal jantung.
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah kondisi menurunnya cardiac output secara
drastis dan terjadinya hipotensi (tekanan darah sistolik kurang dari 90
mmHg) dengan tidak adekuatnya perfusi ke jaringan perifer yang
disebabkan ketika telah terjadi infark lebih dari 40 persen pada ventrikel
kiri. Syok kardiogenik merupakan self-perpetuating karena hipotensi
menyebabkan menurunnya perfusi koroner, yang dimana akan
memperburuk kerusakan akibat iskemik dan penurunan stroke
volumeakan menyebabkan pembesaran ventrikel kiri, sehingga
kebutuhan oksigen akan meningkat. Syok kardiogenik terjadi pada lebih
dari 10 persen pasien setelah infark miokard akut dengan mortalitas
sebesar 70 persen.
4. Infark Ventrikel Kiri
Sepertiga pasien dengan infark pada dinding ventrikel kiri juga akan
menimbulkan nekrosis pada bagian ventrikel kanan, karena memiliki arteri
koroner yang sama yang memperfusi kedua area tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam kontraksi jantung dan penurunan
komplians ventrikel kanan, yang dapat berakibat pada gagal jantung kanan.
5. Komplikasi Mekanik
18
Komplikasi mekanik disebabkan oleh iskemik dan nekrosis pada jaringan
jantung. Komplikasi mekanik dari infark miokard akut antara lain rupturnya
otot pappilary, rupturnya dinding ventrikel kiri, rupturnya septum ventrikel
dan true aneurisma ventrikel.
6. Perikarditis
Perikarditis akut dapat terjadi pada periode post infark miokard akibat
perluasan infark mulai dari miokard hingga perikardium sekitarnya.
Gejalanya meliputi nyeri yang tajam, demam dan adanya pericardial friction
rub
7. Tromboemboli
Stasis aliran darah pada area ventrikel kiri yang mengalami gangguan
kontraksi setelah infark miokard, dapat menyebabkan terbentuknya trombus,
khususnya ketika infark melibatkan apeks dari ventrikel kiri atau ketika true
aneurisma telah terbentuk. Tromboemboli dapat menyebabkan infark pada
organ perifer
Kriteria Pemulangan
1. Nyeri dada berkurang atau hilang
2. Tidak timbul aritmia > 48 jam selama perawatan di ruangan
3. Gambaran ST elevasi kembali ke garis isoelektrik atau menurunnya ST
elevasi > 50%
4. Hemodinamik stabil
5. Mampu mobilisasi tanpa keluhan
6. Mampu BAB lancar tanpa mengejan
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b. d. perubahan membran kapiler-alveolar
2. Nyeri akut b. d. agen cidera biologis
3. Kecemasan b. d. perubahan status kesehatan
4. Intoleransi aktivitas b. d. kelemahan umum
5. Resiko penurunan curah jantung b. d. kontraktilitas jantung
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. d. gangguan transport oksigen
melalui alveoli dan membrane kapiler
7. Resiko kelebihan volume cairan b. d. gangguan mekanisme regulasi
Prioritas Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b. d. perubahan membran kapiler-alveolar
2. Nyeri akut b. d. agen cidera biologis
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. d. gangguan transport oksigen
melalui alveoli dan membrane kapiler
4. Intoleransi aktivitas b. d. kelemahan umum
5. Kecemasan b. d. perubahan status kesehatan
6. Resiko penurunan curah jantung b. d. kontraktilitas jantung
7. Resiko kelebihan volume cairan b. d. gangguan mekanisme regulasi
19
KERACUNAN
Pengertian
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian. Dalam pengertian
sederhana keracunan adalah kejadian masuknya racun kedalam tubuh manusia.
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada kulit
atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan
cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Penyebab
1. Definisi keracunan (Lewat Oral)
Keracunan lewat oral adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap
makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk
akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009).
Keracunan lewat oral sedang
Adalah kondisi yang muncul akibat mengonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi oleh organisme menular, seperti bakteri, virus, dan parasit.
Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang diproses atau dimasak dengan
tidak benar.Kontaminasi yang umumnya terjadi pada kasus keracunan makanan
disebabkan oleh:
1) Bakteri Campylobacter, Salmonella, Escherichia coli (E. coli), Listeria,
Clostridium botulinum ( botulinum) dan Shigella.
2) Norovirus dan rotavirus.
3) Parasit Cryptosporidium, Entamoeba histolytica, dan Giardia.
20
Bahan kimia umum yang sering menimbulkan keracunan adalah sebagai-
berikut :
a) Golongan pestida, yaitu organo klorin, organo fosfat, karbamat, arsenik
b) Golongan gas, yaitu Nitrogen (N2), Metana (CH4), Karbon Monoksida
(CO), Hidrogen Sianida (HCN), Hidrogen Sulfida (H2S), Nikel Karbonil
(Ni(CO)4), Sulfur Dioksida (SO2), Klor (Cl2), Nitrogen Oksida (N2O;
NO; NO2), Fosgen (COCl2), Arsin (AsH3), Stibin (SbH3)
c) Golongan metalloid/logam, yaitu timbal (Pb), Posfor (P), air raksa (Hg),
Arsen (As), Krom (Cr), Kadmium (Cd), nikel (Ni), Platina (Pt), Seng (Zn).
d) Golongan, dan masih banyak bahan kimia beracun lain yang bahan organic,
yaitu Akrilamida, Anilin, Benzena, Toluene, Xilena, Vinil Klorida, Karbon
Disulfida, Metil Alkohol, Fenol, Stirena dapat meracuni setiap saat,
khususnya masyarakat pekerja industri.
Patofisiologi
Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor bahan
kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler
sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ – organ dalam tubuh. Biasanya
akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut
kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (
21
sebagai akibat keracunan obat di bahan kimia ). Terjadi mual, muntah di
karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat .
Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat (
inktivasi ) enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim
KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh
– KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan
IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat
– tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan Akh yang
berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan ssp (
menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP )
Pemeriksaan penunjang
1) BGA
Pemeriksaan AGD akan memberikan hasil pengukuran yang tepat dari kadar
oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh, menentukan seberapa baik paru-
paru dan ginjal bekerja. menunjukkan bahwa seorang pasien mengalamai
ketidakseimbangan oksigen, karbon dioksida, atau pH darah.
a) pH darah normal (arteri): 7,38-7,42
b) Bikarbonat (HCO3): 22-28 miliekuivalen per liter
c) Tekanan parsial oksigen: 75 sampai 100 mm Hg
d) Tekanan parsial karbon dioksida (pCO2): 38-42 mm Hg
e) Saturasi oksigen: 94 sampai 100 persen.
Sumber: Analisa Gas Darah : Definisi, Pemeriksaan, Nilai Normal -
Mediskus
2) emeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan lambung,, darah lengkap,
osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati ),
EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat,
Tes toksikologi kuantitatif
Penatalaksanaan (pra-hospital)
1) 3A aman diri, aman lingkungan, aman pasien. Bawa klien ke tempat yang
aman.
2) Cek respon klien
3) Posisikan klien
Jika korban tidak sadar, letakan korban dalam posisi pemulihan
4) Aktifksn
SPGDT (telpon 119).
22
Ketika menunggu bantuan datang segera lakukan:
1) Buang kelebihan racun dalam mulut
2) Jika korban sadar, tanyakan apa yang dimakan.
3) Karena racun memberi pengaruh buruk pada pernafasan , jagalah korban. Bila
pernafasan berhenti berikan pernafasan buatan.
4) Bila korban masih sadarkan diri, segera berikan susu atau air untuk
melindungi dinding mulut dan untuk mengencerkan isi perut. Jika ada luka
bakar dan mukosa mulut berwarna putih petanda bahwa racun korosif.
5) Jangan membuat korban muntah, jika yang tertelan dari bahan korosif seperti
asam kuat dan alkali. Bahan ini akan membuat kerusakan sewaktu masukn
tubuh dan membuat kerusakan yang lebih parah sewaktu keluar kembali.
6) Jangan memberikan sesuatu melalui mulut jika tidak sadarkan diri
7) Jangan memberi air garam untuk membuat korban muntah
8) Jika yang tertelan racun bukan korosif, masukkan 3 jari kebelakang lehernya
untuk membuatnya muntah
9) Jangan mencoba membuat penderita yang tidak sadar muntah
10) Awasi korban dari dekat sampai pertolongan datang
Penatalaksanaan (intra-hospital)
1) Penanganan Primer
a) Airways: jaga jalan nafas, bersihkan dari bronchial sekresi.
b) Breathing: beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan intubasi
c) Circulation: pasang IV line, pantau vital sign.
d) Disability, observasi kesadaran klien secara berkala.
e) Exposure, observasi keadaan tubuh klien secara berkala.
2) Jika pasien sadar, tanyakan pada korban bahan dan jenis apa yang tertelan.
3) Tanyakan kapan waktu racun tertelan.
4) Tanyakan tindakan apa yang sudah dilakukan.
5) Penangan intrahospital pada pasien yang mengalami keracunan yaitu
merangsang muntah pada pasien. Penanganan ini dilakukan pada pasien yang
mengalami keracunan nonkorosif tidak diindikasikan pada keracunan korosif.
a) Dengan menggunakan Sirup ipeca, apomorfin dll
b) Tidak diberikan pada anak usia kurang dari 6 tahun, penderita koma,
penderita tidak mampu reflek muntah,keracunan asam basa kuat.
c) Dosis
Dewasa : 30 ml atau 2 sendok makan
Ank-anak : 6-12 bulan 10 ml atau 2 sendok teh
>12 bulan ,15ml atau 1 sendok makan
Jika korban belum muntah dalam waktu 30 menit, pemberian sirup ipcea dapat
diulang sekali lagi.
Posisikan korban duduk atau kepala lebih tinggi.
23
Sirup ipeca mengandung alkaloid emetin dan safelin. Pemberian Sirup ipeca
dalam waktu 1 jam setelah keracunan dapat mengeluarkan kembali 30-60 %
racun.
7) Ketika keracunan sudah sudah mencapai pada usus maka penatalksanaan yang
dilakukan yaitu membersihkan usus. Obat ini akan melancarkan pasien untuk
BAB sehingga racun di keluarkan melalui feses.
24
a) Menggunakan obat laksan dari golongan senyawa garam yaitu Mg-sulfat
dan Na-sulfat
b) Dosis
Dewasa : Mg-sulfat atau Na-sulfat 30g
Anak anak : 250 mg/kg berat badan.
8) Meningkatkan eliminasi urine
Memberikan pasien minum banyak air putih untuk mencegah terjadinya
kekurangan volume cairan dan meningkatkan eliminasi racun dapat dilakukan
dengan diuresis basa atau asam.
Keracunan Melalui Inhalasi
Pengertian
Keracunan melalui inhalasi adalah racun yang masuk dalam tubuh melalui saluran
pernafasan. Cedera inhalasi juga bisa terjadi jika menghirup gas toksit yang
suhunya sangat tinggi atau asap kebakaran . Karbon monoksida ( CO) merupakan
produk sampingan kebakaran yang paling sering ditemukan : Hidrogen Klorida
dan Hidrogen sianida. Adapun gas lain seperti karbondioksida, gas metana, gas
amoniak, gas klor, sulfur dioksida, ozon, forgen, formaldehid, mangan, kardium
oksida, merkuri.
a. Manifestasi Klinis Keracunan Gas
1) Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik
pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis,
gangguan perkemihan, defekasi, eksitasi, dan salivasi .
2) Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan
sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis menengah sampai tinggi
terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia,
hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan
Cheyne Stokes dan coma).
3) Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam, tetapi
bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
menit. Kematian keracunan gas akut umumnya berupa kegagalan
pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot
pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan.
4) Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan
batuk.
b. Patofisiologi
Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveo-li, terus masuk ke
aliran darah Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang sama
dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi
hemoglobin (COHb) . Ikatan COHb bersifat dapat pulih/reversible. Mekanisme
kerja gas CO di dalam darah:
1) Segera bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan
ikatannya 200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen . Akibatnya,
oksigen terdesak dan lepas dari hemoglobin sehingga pasokan oksigen oleh
darah ke jaringan tubuh berkurang, timbul hipoksia jaringan.
25
2) COHb mencampuri hemoglobin, menyebabkan penguraian HbO2).
Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan
tubuh.
3) Proses terpenting dari keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya
metabolisme rantai pernafasan mitokonria, menghambat komplek enzim
sitokrom oksidas sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan
Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang. Ekskresi gas CO terutama melalui
respirasi, dimetabolisme menjadi karbon dioksida (CO2).
4) Terjadi hipoksis, Jantung akan berkerja lebih keras untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sel sehingga menyebabkan peningkatan detak jantung
dan sirkulasi darah ke otak tidak terpenuhi menyebabkan otak kekurangan
O2. Terjadi gangguan metabolisme neorotransmiter sehingga aktifitas syaraf
meningkat sehingga timbul kejang.
AgNO3 Senyawa ini beracun dan korosif. Dapat menyebabkan luka bakar dan
Simpanlah dalam botol berwarna dan kulit melepuh. Gas/uapnya juga
ruang yang gelap serta jauhkan dari menebabkan hal yang sama.
bahan-bahan yang mudah terbakar.
HCl Senyawa ini beracun dan bersifat korosif Dapat menyebabkan luka bakar dan
terutama dengan kepekatan tinggi. kulit melepuh. Gas/uapnya juga
menebabkan hal yang sama.
H2S Senyawa ini mudah terbakar dan Menghirup bahan ini dapat
beracun menyebabkan pingsan, gangguan
pernafasan, bahkan kematian.
H2SO4 Senyawa ini sangat korosif, higroskopis, Jangan menghirup uap asam sulfat
bersifat membakar bahan organik dan pekat karena dapat menyebabkan
dapat merusak jaringan tubuh kerusakan paru-paru, kontak dengan
Gunakan ruang asam untuk proses kulit menyebabkan dermatitis,
pengenceran dan hidupkan kipas sedangkan kontak dengan mata
penghisapnya. menyebabkan kebutaan.
NaOH Senyawa ini bersifat higroskopis dan Dapat merusak jaringan tubuh.
menyerap gas CO2.
26
NH3 Senyawa ini mempunyai bau yang khas. Menghirup senyawa ini pada
konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan pembengkakan
saluran pernafasan dan sesak nafas.
Terkena amonia pada konsentrasi
0.5% (v/v) selama 30 menit dapat
menyebabkan kebutaan.
Pemeriksaan penunjang
1) Pulse Oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat pulse akibat
ikatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar karboksihemoglobin seringkali
diartikan sebagai oksihemaglon.
2) Analisa Gas darah tujuanya Untuk mengukur kdar karboksihemoglobin ,
keseimbangan asam basa dan kadara gas racun.
3) Elektrolit Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasl dari resusitasi
cairan dalam jumlah besar
4) Darah lengkap Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi saat
setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif akibat pemulihan
volume intravaskular. Anemia berat biasanya terjadi akibat hipoksia atau ke
tidak seimbangan hemodinamik. Peningkatan sel darah putih untuk melihat
adanya infeksi
5) Laringoskopi dan Bronkoskopi fiberoptik Keduanya dapat digunakan sebagai
alat diagnostik maupun terapeutik. Pada bronkoskopi biasnya didapatkan
gambaran jelaga, ulserasi, sekresi, mukopurulen. Bronkoskopi serial berguna
untuk menghilangkan debris dan sel- sel nekrotik pada kasus-kassus paru atau
jika suction dan ventilasi tekanan positif tidak cukup memadai.
27
3) Posisikan klien, dengan posisi semi fowler atau fowler. Jika klien tidak
sadarkan diri buka jalan nafas.
4) Aktifksn SPGDT (telpon 119).
5) Meminta pertolongan pada oraang di sekitar kejadian
28
Keracunan lewat Kulit
Pengertian Gigitan Hewan berbisa
Gigitan hewan berbisa adalah gigitan atau serangan yang diakibatkan oleh gigitan
hewan berbisa seperti ular, laba-laba, kalajengking dll.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa
dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan
ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
(Sentra informasi keracunan nasional badan POM)
Penyebab Keracunan Melalui Kulit
Penyebab dari keracunan kulit ini biasanya terjadi karena sengatan atau gigitan
hewan berbisa. Antara lain sebagai berikut:
1) Gigitan ular
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) Bisa ular yang
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b) Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)Yaitu bisa ular yang merusak dan
melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat
dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan
jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c) Bisa ular yang bersifat Myotoksin Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering
berhubungan dengan maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan
kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d) Bisa ular yang bersifat kardiotoksin Merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
e) Bisa ular yang bersifat cytotoksin,dengan melepaskan histamin dan zat
vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.Bisa ular yang
bersifat cytolitik Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di
jaringan pada tempat gigitan.Enzim-enzim Termasuk hyaluronidase sebagai
zat aktif pada penyebaran bisa.
2) Gigitan kalajengking
Racun kalajengking merupakan campuran kompleks yang terdiri dari protein,
neurotoksin, toksin hemolitik, fosfodiesterase, fosfolipase A, hyaluroinidase,
asetikolinesterase, glikosaminoglikan, histamine, serotonin , dan zat-zat lain.
Neorotaksin dalam racun kalajengking sangat mematikan bahkann lebih
mematikan dibandingkan neurotoksin dari bisa ular. Neurotoksin adalah
komponen Venom atau racun yang bekerja pada sistem saraf. hasil analisa
29
menunjukan niklai LD50 beberapa neuroksin kalajengking 10 kali lipat lebih
kuat dari pada sianida.
Patofisiologi
Bisa hewan yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada
saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas. Pada sistem
kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat
mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat
mengakibatkan gagal napas.
a. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaaan kimia darah,yang digunakan untuk menganalisa zat-
zat kimia organik yang terlarut dalam darah,pemeriksaan ini
berfungsi untuk mengetahui : Fungsi hati, ginjal dan asam urat, gula
darah fungsi jantung, fungsi pankreas dan elektrolit.
2) Pemeriksaan darah lengkap hematologi leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematrokit.
3) Waktu protrombin, adalah pengukuran waktu yang dibutuhkan bagi
darah untuk membeku. Pembekuan darah membutuhkan vitamin K
dan beberapa faktor pembekuan (protein) yang dibuat oleh hati.
b. Penatalaksanaaan Pra-hospital
1) Aman diri, aman lingkungan, aman pasien.
2) Cek respon dengan skala AVPU (Alert voice pain unconscious)
3) Penderita segera dibaringkan
4) aktifkan spgdt (119)
5) Meminta bantuan pada orang sekitar tempat kejadian
30
c. Penatalaksanaan intra-hospital
1) terapi primer
a) Airways: jaga jalan nafas, bersihkan dari bronchial sekresi.
b) Breathing: beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan
intubasi
c) Circulation: pasang IV line, pantau vital sign
d) Disability : observasi kesadaran klien secara berkala
e) Exposure : observasi keadaan tubuh klien secara berkala
2) pada keracunan bisa melalui gigitan binatang berbisa berikan
adrenalin 0,5 mg sereara IM, pada keracunan sengatan lebah bisa
diberikan melalui inhalasi seperti inhaler (Drs. Sartono,racun dan
keracunan2002:284). Ardelaninn berguna untuk menangani reaksi
yang ditimbulkan dari racun seperti pembengkakan, gangguan
pernafasan, kolap dan hilang kesadaran.
3) Setelah diberikan adrenalin lalu pemberian Antidote, Antidote
antibisa berguna untuk menginaktifkan racun bisa, sengatan dan
gigitan binatang berbisa, melawan efek racun yang telah masuk
pada organ target.
4) Disability :
Yang dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.
Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A : Alert (waspada), pasien waspada dan tidak membutuhkan rangsangan.
V : Verbal, pasien hanya merespon terhadap rangsangan verbal.
P : Pain (nyeri), pasien hanya respon terhadap rangsangan nyeri.
U :Unresponsive (tidak ada respon), pasien tidak merespon dengan rangsangan
apapun.
5) Exposure :
31
Mengkaji keadaan anggota tubuh klien, dengan mengobservasi adanya jejas atau
trauma pada anggota tubuh klien terutama pada bagian servikal dan tulang
belakang.
b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara
head to toe, dari depan ke belakang.
c. Anamnesis
Pemeriksaann data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang
merupakan baian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan
utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat medis, A :
Alergi, adakah alergi pada pasien seperti obat – obatan, plester, dan makanan
M : Medikasi/ Obat – obatan, obat – obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, penyalah gunaan
obat, dll
P : Pertinent Medical History, riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
di derita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat – obatan herbal
L : Last Meal, obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini.
E : Events, hal – hal yang bersangkutan dengan sebab cedera ( kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan
lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea N,
kreatinin, glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining
toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes toksikologi kuantitatif.
3. Rencana Keperawatan
32
terlihat adanya (vesikuler) 1.4 Kaji adanya dispneu, adanya dispneu
penggunaan otot bantu 3. GCS normal kaji pola pernapasan 1.5 Mengetahui
pernafaan. (E4V5M6) 1.5 Monitor saturasi kadar oksigen
Sianosis oksigen pasien. didalam tubuh
1.6 Observasi tanda- pasien.
tanda distress 1.6 Mengetahui
pernapasan : adanya distress
penggunaan otot pernapasan
bantu, retraksi atau tidak
interkosta, nafas 1.7 O2 kadar
cuping hidung. tinggi akan
1.7 Pemberian terapi membantu CO
oksigen dosis tinggi untuk
(NRM 100%) sesuai memisahkan
kolaborasi dokter. dri dari Hb
Circulation : 1.8 Mengetahui
1.8 Monitor perubahan adanya
warna kulit, nadi dan sianosis atau
CRT. tidak.
Disability : 1.9 Mengetahui
1.9 Observasi perubahan adanya
tingkat kesadaran. perubahan
Exposure : tingkat
1.10 Observasi kulit, dan kesadaran
anggota tubuh lain. pasien.
1.10 Melihat apakah
terdapat jejas,
atau trauma
pada bagian
tubuh klien
terutama pada
servikal dan
tulang
belakang.
33
Rencana Keperawatan Keracunan melalui kulit
34
1.9 Lakukan karakteristik nyeri
pengambilan untuk menjalankan
darah intervensi
1.10 Berikan selanjutnya.
adrenalin 0,5 1.14 Perubahan
mg via IM lokasi/karakter/inte
Disability : nsitas dapat
1.11 Observasi mengidentifikasi
perubahan terjadinya
tingkat komplikasi.
kesadaran 1.15 Posisi nyaman
Exposure : dapat membantu
1.12 Observasi mengurangi nyeri
kulit, dan 1.16 Memfokuskan
anggota tubuh kembali perhatian
lain dan meningkatkan
Pain Management : relaksasi.
1.13 Kaji skala 1.17 Membantu
nyeri mengurangi nyeri
(PQRST) dengan menekan
1.14 Observasi pusat nyeri.
keluhan nyeri, 1.18 Mampu
perhatikan menetralisir bias
lokasi, ular yang beredar
karakter dan dalam darah
intensitas. pasien.
1.15 Posisikan
pasien
senyaman
mungkin
1.16 Ajarkan
pasien teknik
menejemen
stress dan
teknik
relaksasi
1.17 Kolaborasika
n pemberian
analgetik
dengan dokter
1.18 Kolaborasika
n pemberian
SABU
dengan dokter
35
Rencana Keperawatan Keracunan melalui oral (Organofosfat)
No. Diagnose keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
2. Kekurangan volume Setelah dilakukan Airway : 1.1Untuk mengetahui
cairan b.d output cairan tindakan keperawatan 1.1 Kaji keoatenan apakah adanya resiko
berlebih ditandai dengan : 1x3 jam diharapkan jalan nafas, sumbatan pada jalan
Ds :- cairn tubuh pasien obstruksi jalan nafas.
Do : kembali terpenuhi nafas karena 1.2 Untuk membuka
Mual dengan KH : sputum atau lendir. jalan nafas.
Muntah 1. Pasien dapat 1.2 Lakukan 1.3 Membuka jalan
Diare bernafas dengan menejemen airway, nafas pasien yang
Akral dingin mudah tanpa otot headtilit-chinlift/ terhalang oleh
Kulit berkeringat bantu pernafasan jaw thrust . lendir.
Mukosa bibir kering 2. TTV dalam batas 1.3 Lakukan suction 1.4 Mencegah
RR : 28x/menit normal pada mulut pasien. terjadinya aspirasi
TD : 180/120 mmHg TD : systole : 90-130, 1.4 Pasang intubasi dalam
N : Arithmia diasotole : 70-100 pada pasien penatalaksanaan
T: 35,8°C mmHg Breathing : kumbah lambung.
Hb : 11,9 gr/dL N : 60-100x/s 1.5 Kaji frekuensi, 1.5 Untuk mengetahui
GCS : 12 ( E3V4M5) RR : 16-24x/s suara nafas, suara nafas.
T : 36.5-37,5°C kedalaman, 1.6 Untuk mengetahui
3. GCS normal ekspansi paru. adanya beban
E4V5M6 1.6 Obsvervasi tanda nafas.
4. Tidak ada tanda – distress pernapasan 1.7 Memperlancar
tanda dehidrasi. : penggunaan otot jalan nafas
bantu pernapasan, 1.8 Mengurangi
retraksi interkosta, kandungan CO
pernapasan cuping dalam tubuh.
hidung 1.9 Mengetahui
1.7 Bantu klien adanya resiko
mengatur posisi sianosis atau
fowler/semifowler turgor kulit yang
1.8 Kolaborasikan jelek.
pemeberian O2 1.10 Mengetahui
sesuai anjuran kadar O2 dalam
dokter. darah
Circulation : 1.11 Untuk memenuhi
1.9 observasi elektrolit dan
frekuensi, gula darah pasien
kekuatan dan 1.12 Mengetahui
keteraturan nadi kadar O2 dalam
karotis. tubuh.
1.10 Monitor saturasi 1.13 Mengetahui
O2 respon pasien.
1.11 Lakukan 1.14 Melihat apakah
36
pemasangan terdapat jejas,
infuse NaCl 0,9% atau trauma pada
100ml/kg bagian tubuh
1.12 Lakukan klien terutama
pemeriksaan pada servikal dan
darah lengkap tulang belakang
Disability : 1.15 Membersihkan
1.13 kaji pupil, lambung dari
respon pasien, sisa racun dalam
gerakan pasien. lambung.
Exposure : 1.16 Antidot
1.14 Observasi kulit, diperuntukkan
dan anggota sebagai penawar
tubuh lain racun zat kimia
Decontamination yang menyerang
1.15 Lakukan system syaraf,
kumbah dan keracunan
lambung pestisida.
melalui NGT 1.17 Memonitor
Farmacology Terapy balance cairan
1.16 Pemberian pasien.
antidote 1.18 Melihat adanya
(atrophine) peningkatan
sesuai anjuran rehidrasi.
dokter. 1.19 Mempertahankan
Fluid Management status hidrasi.
1.17 Lakukan
pemasangan
kateter urine
1.18 Monitor status
hidrasi
1.19 Pertahankan
intake dan
output yang
adekuat
37
PEMBAHASAN PENGKAJIAN AIRWAY, BREATHING DAN
CIRCULATION
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung
dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat
pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan
sehinggat erhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem
pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat
dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien
dengan kekurangan oksigen dapat jatuh
dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat
sehingga memerlukan pertolongan segera.
Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit
akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita
gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah
mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei
sekunder. Tahapan kegiatan meliputi :
A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai
controlservikal.
B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasiadekwat.
C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
D:Disability,mengecekstatusneurologis
E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia.
Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka pertama kali
amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan pindahkan pasien ke tempat
yang aman. Selanjutnya posisikan pasien ke dalam posisi netral (terlentang)
untuk memudahkan pertolongan.
Penilaian airway dan breathing dapat dilakukan dengan satu gerakan dalam waktu
38
yang singkat dengan metode LLF (look, listendanfeel).
AIRWAY
Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran
nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas
seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur
pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang.
BREATHING
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara
39
adekwat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama
masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan
ekspirasi merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi
mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan diafragma.
CIRCULATION
Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan
karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem
kardiovaskuler.
40
TRIAGE
Jika kita berkunjung ke UGD atau IRD suatu rumah sakit sering kita jumpai
istilah tiage (baca : trias) yang berasal dari bahasa Perancis.
Tujuan : Dapat menangani korban/pasien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai
dengan sumber daya yang ada
Macam-macam korban :
1. Korban masal : lebih dari 1 orang harus ditolong lebih dari 1 penolong,
bukan bencana
2. Korban bencana : korban lebih besar dari korban masal
Prinsip-prinsip triage :
“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik
untuk jumlah terbanyak” dengan seleksi korban berdasarkan :
Tingkat prioritas :
a. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat
berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III > 25%
b. Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan
41
pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
c. Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh
luka superficial, luka-luka ringan
d. Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.
Perencanaan triage
Pemimpin triage
Hanya melakukan
a. Primary survey
b. Menentukan prioritas
c. Menentukan pertolongan yang harus diberikan
Tim triage
1. Bertanggung jawab
2. Mencegah kerusakan berlanjut atau semakin parah
3. Pilah dan pilih korban
4. Memberi perlindungan kepada korban.
42
Dokumentasi/rekam medis triage
Perhatian :
43
BHD (Bantuan Hidup Dasar)
Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat
gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak
ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan
dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).
INDIKASI BHD :
1. Henti Napas : Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan
aliran udara pernapasan dari korban / pasien
2. Henti Jantung : Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan
tanda awal akan terjadi henti jantung.
Langkah-langkahBHD :
A. ProsedurDasarCPR
1. Pastikan keamanan penolong dan pasie
b. Nilai Respon klien
c. Segera Berteriak Minta Pertolongan
d. Memperbaiki Posisi Pasien
Posisi Supine
Bila pasien tidak memberikan respon : tempatkan pd permukaan datar
dan keras
Bila curiga cedera spinal; pindahkan pasien dengan cara: kepala, bahu
dan badan bergerak bersamaan (log roll / in-line)
B. SurveiPrimer
1. AIRWAY(JALANNAFAS)
2. BREATHING
EVALUASI :
44
Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum
sadar, ubah posisi pasien ke posisi miring mantap, bila pasien muntah
tidak terjadi aspirasi .
3. CIRCULATION
4. EVALUASI CIRCULATION, AIRWAY & BREATHING
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri
dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar
Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time
saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam
umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem
komunikasi.
SPGDT-S(Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait
yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit – antar Rumah
Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup.
Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai berikut :
45
2. Dalam Rumah Sakit
3. Pertolongan di ICU/ICCU
Tujuan Khusus :
1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali
dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
1. Ditempat kejadian.
46
Daftar pustaka
Nabyl R.A. 2012. Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Stroke. Yogyakarta :
Auliya Publishing
Widyanto dan Triwibowo. 2013. Trend Disease (trend penyakit saat ini).
47
48