You are on page 1of 32

PENANGANAN PENYUMBATAN SALURAN KEMIH BAGIAN ATAS

Obstruksi Saluran Kemih Bagian Atas

Obstruksi pada ureterpelvic junction (UPJ) berakibat pada penurunan yang signifikan
terhadap transportasi sistem kernih dari pelvis renalis ke ureter. Kebanyakan kasus adalah
disebabkan kelainan congenital. Terdapat faktor yang didapat yang boleh menyebabkan
obstruksi seperti batu, postoperative atau striktur karena inflamasi, atau neoplasma urothelial.

Patogenesis

Penyumbatan UPJ bawaan biasanya terjadi akibat intrinsik penyakit. Hal yang sering
ditemukan adalah terdapatnya segmen aperistaltic ureter, mirip dengan yang ditemukan di
megaureter obstruktif primer. Dalam hal ini Kasus, studi histopatologis menyatakan bahwa otot
spiral telah digantikan dengan otot longitudinal bundel yang abnormal atau jaringan fibrosa Ini
mengakibatkan kegagalan untuk peristaltik normal untuk propagasi urin dari pelvis renal ke
ureter.
Penyumbatan UPJ telah menunjukkan penurunan sel-sel interstisial Cajal pada UPJ pada
anak-anak.Selain itu, sitokin yang diproduksi di urothelium juga dapat memperburuk
penyumbatan UPJ. Studi eksperimental telah menunjukkan transformasi pertumbuhan faktor-β,
faktor ekspresi pertumbuhan epidermal, oksida nitrat, dan neuropeptida Y pada stenosis UPJ .
Penyebab intrinsik yang jarang terjadi pada obstruksi UPJ bawaan adalah striktur ureter murni.
Kelainan otot ureter pada mikroskop elektron menunjukkan deposisi kolagen yang berlebihan di
lokasi penyempitan.
Obstruksi intrinsik pada UPJ juga bisa diakibatkan oleh kinks atau katup yang
dihasilkan oleh lipatan-lipatan dari mukosa ureter dan otot-otot. Dalam kasus ini, penyumbatan
berada pada tingkat ureter proksimal. Fenomena ini merupakan dampak dari retensi atau
kelebihan bawaan lipatan yang biasanya ditemukan pada ureter janin yang sedang berkembang.
Sebanyak 63% kasus yang telah mendeteksi significant crossing vessel pada obstruksi
UPJ namun sebanyak 20% kasus telah ditemui pada ginjal normal. Pembuluh darah bagian
bawah menyebabkan abnormalitas, pembuluh darah segmental ini merupakan cabang dari arteri
renalis.Namun, pembuluh arah tersebut bukanlah penyebab utama terjadinya obstruksi primer.
Namun secara kenyataannya, etiologi terjadinya lesi instrinsik pada UPJ dan ureter proximal
adalah disebabkan oleh dilatasi dan ballooning dari pelvis renalis pada pembuluh darah tersebut.
Review yang dilakukan oleh Richstone dan teman-teman sebanyak 43% pasien dengan crossing
vessel tidak mempunyai abnormalitas instrinsik. Pada anak-anak reflux vesikoureteral dapat
menyebabkab dilatasi traktus superior dengan terjadinya elongasi,pada ureter. Pemeriksaan
diuretic renography merupakan pilihan pertama untuk membedakan antara obstruksi UPJ dan
reflux.
Terdapat lesi didapat yang menyebabkan onstruksi UPD misalnya lesi jinak yaitu polip
fibroepitel, malignant urothelial, batu, postinflamasi dan parut pascaoperasi atau iskemia. Polip
epithelial boleh ditangani dengan menggunakan ureteroscopy retrograde dan eksisi dengan laser
holmium,

Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Pada obstruksi UPJ, walaupun kebanyakannya adalah merupakan masalah congenital namun
klinis dapat terjadi pada bila-bila masa sepanjang hidup. Manifestasi klinis yang sering terjadi
pada neonates dan bayi adalah teraba flank mass. Dengan adanya pemeriksaan USG prenatal,
telah meningkatkan angka kejadian bayi baru lahir dengan asimptomatik hidronephrosis. UPJ
juga secara tidak sengaja dapat ditemukan ketika mengevaluasi anomali seperti kelainan jantung
bawaan. Pada anak-anak atau dewasa, gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri
abdomen yang intermitten, mual dan muntah. Hematuria, yang terjadi secara spontan atau karena
trauma minor, juga merupakan gejala awal. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
mikrohematuria, piuria atau infeksi traktus urinaris yang jelas namun bisa asimptomatik.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk mencari kelainan anatomis dan fungsi pada
obstruksi yang jelas.

Gambar. Urography intravena pada obstruksi intermitten


CT scan dapat memberikan keterangan mengenai anatomic dan informasi mengenai
fungsi dalam mendiagnosis obstruksi UPJ. Ultrasonography dan CT scan mempunyai peran
penting dalam membedakan penyebab yang di dapat pada obstruksi sebagai contoh radiolusen
calculi dan tumor urothelial.
Pada neonates dan bayi, untuk mendiagnosis obstruksi UPJ telah disarankan untuk
melakukan pemeriksaan USG maternal secara rutin. USG dapat memvisualisasikan dilatasi pada
collecting system untuk membantu membedakan obstruksi UPJ dari multikistik ginjal dan
menentukan tingkat obstruksi. Pada obstruksi UPJ, pelvis ditemukan membesar, sonolusen pada
area medial yang dikelilingi oleh struktur sonolusen yang bulat, kecil yang menunjutkan dilatasi
calyx. Dilatasi kalix kadang tampak bersambungan dengan pelvis melalui infundibula yang
berdilatasi.

Gambar . CT scan dan USG pada obstruksi UPJ


Korteks ginjal yang tampak padat dapat terlihat di sekitarnya daerah sonolucent atau
memisahkan kalix yang melebar. Sebaliknya, kista ginjal multikistik divisualisasikan sebagai
daerah sonolucent berukuran yang berbeda-beda secara acak. Selanjutnya, sedikit jaringan padat
yang terlihat dan itu yang hadir memiliki distribusi acak di antara kista.

Gambar . CT scan dengan contrast


Diuretic renography efektif dalam memprediksi tingkat kesembuhan berfungsi. Diuretic
renography memungkinkan kuantifikasi dari tingkat penyumbatan dan dapat membantu
membedakan tingkat obstruksi. Diuretik renografi tetap dijadikan pilihan untuk mendiagnosa
UPJ dan obstruksi ureter karena menyediakan data kuantitatif mengenai diferensial fungsi ginjal
dan obstruksi, bahkan pada ginjal hydronephrotic unit. Diuretic renography adalah noninvasif
dan mudah didapat di kebanyakan pusat kesehatan. Idealnya diuretic renography bisa digunakan
mengikuti pasien untuk kehilangan fungsional, paling efektif bila protokol standar digunakan
Diuretik diberikan 20 menit ke dalam studi untuk memberi waktu bagi pengisian sistem
collecting. Satu Studi menemukan bahwa diuretic renography berguna pada anak untuk menilai
obstruksi karena terkait dengan kadar refluks. Namun retrograde pyelography tetap memainkan
peran penting dalam mengkomfirmasikan diagnosis dan demonstrasikan lokasi obstruksi dengan
lebih tepat sebelum ditangani.
Namun, pyelography retrograde diindikasikan segera setelah terjadi penyumbatan UPJ
yang memerlukan dekompresi akut, seperti pada infeksi atau fungsi ginjal yang terganggu.
Dalam kasus di mana cystoscopic retrograde manipulation tidak berhasil atau mungkin
berbahaya, terutama pada neonatus atau bayi,percutaneous nephrostomy menjadi pilihan.
Apabila masih curiga terhadap gejala klinis pada pelebaran collecting system, percutanoeous
nephrostomy tube dilakukan untuk mengakses tekanan perfusi dinamis.

Indikasi pada pelbagai pilihan Intervensi

Indikasi sementara untuk intervensi penyumbatan UPJ meliputi adanya gejala yang
berhubungan dengan penyumbatan, penurunan fungsi ginjal secara keseluruhan atau penurunan
progresif fungsi ipsilateral, pengembangan batu atau infeksi, atau, jarang, kausal hipertensi.
Tujuan utama intervensi adalah menghilangkan gejala dan meningkatan fungsi ginjal. Secara
tradisional, Intervensi semacam itu harus merupakan prosedur rekonstruktif ditujukan untuk
memulihkan aliran kemih yang lancar..
Di sebuah studi prospektif terhadap 104 neonatus dengan hidronefrosis unilateral
primer diduga disebabkan oleh penyumbatan UPJ, hanya 7 (7%) yang membutuhkan pyeloplasty
untuk penyumbatan fungsional, yang didefinisikan sebagai perkembangan hidronefrosis atau
penurunan 10% pada laju filtrasi glomerulus diferensial pada serial ultrasonography dan diuretic
renography.
Penyumbatan UPJ mungkin lebih jelas pada usia pertengahan. Terkadang, jika pasien
asimtomatik dan signifikansi fisiologisnya pada penyumbatan nampaknya tak tentu, pengamatan
dapat dilakukan dengan menggunakan diuretik renografi. Saat intervensi diindikasikan, prosedur
pilihan secara historis telah diputuskan pyeloplasty. Namun, pilihan endourologic yang kurang
invasif menjadi pilihan alternatif di pelbagai pusat. Laparoskopi dan robotic pyeloplasty telah
dapat diterima sebagai terapi utama di pusat yang mempunyai keterampilan dan teknologi yang
baik.Meskipun tingkat keberhasilan dengan kebanyakan teknik endourologis tidak terbukti
sebanding dengan laparoskopi, atau robotic pyeloplasty, namun tingkat keberhasilannya dapat
ditingkatkan secara signifikan dengan pemilihan pasien. Di sebuah studi prospektif yang penting,
Van Cangh dan rekan (1994) mencapai tingkat keberhasilan keseluruhan untuk endopyelotomy
73%. Selanjutnya, apabila endopyelotomy digunakan pada pasien dengan "tingkat obstruksi yang
tinggi," tingkat keberhasilan hanya 60% dibandingkan dengan tingkat keberhasilan 81% untuk
pasien dengan penyumbatan yang "lowgrade".
Oleh karena itu untuk obstruksi UPJ sekunder, tetap direkomendasikan untuk
melakukan open atau laparoscopic kepada pasien yang gagal dalam manajemen endourologis
primer dan melakukan pendekatan endourologic kepada pasien yang gagal dalam open dan
laparoskopik repair. Endourologis dapat memberikan hasil yang sangat baik. Namun
jarang,nephrectomy menjadi prosedur pilihan. Indikasi untuk melakukan nephrectomy adalah
terapi primer termasuk apabila berkurang fungsi atau tidak berfungsinya bagian ginjal yang
terlibat pada ginjal kontralateral berdasarkan hasil radiografi dan studi nuklir Pasien ini mungkin
mempunyai gejala infeksi saluran kemih dan nyeri. Dalam kasus tersebut, ultrasonografi atau CT
scan yang dilakukan hanya menunjukkan hasil sisa parenkim yang tipis
Renografi bisa memberikan kuantitatif ukuran fungsi ginjal, dan umumnya ginjal
dengan kurang dari 15% fungsi diferensial nonsalvageable pada orang dewasa Jika potensi
penyelamatan fungsi adalah Masih belum jelas, stent internal atau nefrostomi perkutan mungkin
terjadi ditempatkan untuk bantuan penyumbatan dan fungsi ginjal sementara studi selanjutnya
diulang. Nefrektomi juga bisa dipertimbangkan untuk pasien yang obstruksi disebabkan luas
penyakit batu dengan infeksi kronis dan kehilangan fungsi yang signifikan dalam menghadapi
ginjal kontralateral normal.

Pilihan Intervensi
Manajemen Endourologic
Kelebihan endourologic adalah termasuk mengurangi masa inap di rumah sakit dan pasca operasi
pemulihan. Namun, tingkat keberhasilannya tidak sebanding dengan open, laparoskopi, atau
pyeloplasty robotik. Open, laparoskopi, atau pyeloplasty robotik dapat digunakanpada hampir
semua variasi anamtomi pada penyumbatan UPJ, pertimbangan apapun dari alternatif yang
kurang invasif, ahli bedah harus memperhatikan tingkat hidronefrosis, ipsilateral fungsi ginjal,
kalkulus bersamaan, dan mungkin kehadiran crossing vessels.
Konsep dasar endopyelotomy adalah ketebalan penuh pada insisi lateral melalui bagian
proksimal yang menyumbat ureter, dari ureter ureter ke peripelvic dan lemak periureter. Stent
ditempatkan di atas sayatan dan kiri untuk menyembuhkan, sesuai dengan Davis pada tahun
1943, yang melakukan "ureterotomi intubasi" untuk memperbaiki penyumbatan UPJ.
Selanjutnya, teknik alternatif menggunakan retrograde pada UPJ. Teknik alternative
menggunakan pendekatan retrograde Yang paling banyak digunakan saat ini adalah pendekatan
ureteroskopik, biasanya menggunakan laser holmium untuk menginsisi UPJ.

Endopielotomi antegrade Perkutan


Indikasi untuk pasien dengan obstruksi UPJ termasuk adanya gejala, progresif atau keseluruhan
penurunan fungsi ginjal, perkembangan dari batu saluran bagian atas atau infeksi, atau, jarang,
kausal hipertensi. Secara historis, pendekatan perkutan sebagai penanganan definitive pada
sumbatan UPJ hanya direkomendasikan pada pasien tersebut mengalami percutaneous removal
batu atau sebelumnya gagal melakukan operasi pyeloplasty. Kontraindikasi terhadap perkutan
endopielotomi mirip dengan kontraindikasi untuk setiap pendekatan endourologis dan termasuk
panjang segmen obstruksi (> 2 cm), infeksi aktif, atau koagulopati yang tidak diobati. Adanya
crossing vessel bukan merupakan kontraindikasi terhadap endoplyelotomy.

Persiapan pasien
Pasien yang mahu dilakukan endopyelotomy perkutan dilakukan evaluasi preoperative
dan persediaan terlebih dahulu. Evaluasi tersebut mencakup penilaian terhadap apapun
komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko anestesi. Urin steril harus dipastikan pada saat
intervensi pasti. Jika atas Infeksi saluran tidak bisa dibersihkan karena tersumbat, temporisasi
harus dilakukan dengan menggunakan stenting internal atau perkutan drainase nephrostomy
sendiri. Pasien juga harus diberi konseling dari risiko pendarahan yang membutuhkan transfusi,
kebocoran kencing, komplikasi terkait drainase, dan hidropneumotoraks, khususnya jika akses
tiang atas digunakan.
Teknik
Endopyelotomi tidak bisa dilakukan aman dengan rute apapun sampai akses di UPJ
terbentuk. Hal ini dapat dilakukan dengan mode retrospresi secara sistoskopi atau dengan cara
antegrade secara perkutan. Untuk Akses retrograde, UPJ hampir selalu bisa dilalui dengan
menggunakan kawat hidrofilik melewati open-end catheter. Sekali kawat hidrofilik berhasil
diposisikan dalam pielocalyceal sistem, kateter open-end dimajukan ke ginjal pelvis. Kawat
kemudian bisa ditarik sehingga bahan kontras bisa disuntikkan melalui kateter open-end untuk
memandu akses perkutan. Dengan pasien dalam posisi rawan, situs untuk akses perkutan dapat
langsung ke UPJ. Umumnya, kalix midposterior atau superolateral dipilih meskipun, Kadang-
kadang, kalix inferolateral dapat digunakan. Secara alternative, jika salurannya dilatasi dan
nefroskopi dilakukan, kawat bisa melewati mode retrograde melalui open-end kateter dan
digenggam dari atas sehingga akses dapat diakses. sebuah kateter pengantar digunakan untuk
melewatkan kawat kedua sebagai "keamanan kawat, "jadi bekerja dan kawat pengaman sekarang
sama-sama di tempat. Di Titik ini, akses perkutan lengkap dan endopati bisa dilakukan.

Gambar . endopyelotomi perkutan


Gambar . Penyumbatan UPJ pada pemeriksaan CT scan

Ketika sayatan tersebut dilakukan di bawah penglihatan langsung, setiap crossing


vessel dapat langsung divisualisasikan dan dihindari. Di Selain endopyelotome, laser holmium
atau cutting kateter balon juga bisa digunakan untuk melakukan antegrade endopyelotomy
Setelah insisi selesai, stenting dilakukan. Setelah posisi yang tepat dari stent ditentukan secara
fluoroscopically, ada yang tersisa kabel pengaman ditarik Satu kelompok tidak menunjukkan
perbedaan antara stent yang lebih besar. Danuser dan rekannya (2001) menunjukkan tingkat
keberhasilan yang tinggi dengan menggunakan dimodifikasi 27 - Fr stent setelah percutaneous
endopyelotomy pada hampir 2 tahun follow-up.
Perawatan Pascaoperasi.
Menghindari aktivitas berat selama 8 sampai 10 hari setelah prosedur
direkomendasikan. Ukuran stent yang ideal, durasi penempatan stent, dan follow up radiografi
setelahnya endoprotektomi masih belum jelas. Begitu stent dilepas, pasien kembali 1 bulan
kemudian untuk tindak lanjut klinis dan evaluasi radiografi. Ini umumnya termasuk riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, urinalisis, dan diuretic renography. Jika pasien tetap asimtomatik
dan diuretik renografi drainase normal (T 1/2 normal ), reevaluation dilakukan pada 6 bulan dan
kemudian pada interval 12 bulan. Untuk kebanyakan orang dewasa, follow up 2 dan 3 tahun
diperbolehkan.
Hasil
Hasil perkutan dan jangka panjang endopyelotomy sudah mapan. Meski perkutan
endoplasomi lebih baik dibandingkan dengan operasi open pyeloplasty dalam hal sakit pasca
operasi, lama tinggal di rumah sakit, dan kembali ke kegiatan prehospitilasasi endopelotomy
retrograde dan laparoskopi juga menawarkan pemulihan yang menguntungkan Gerber dan
Lyon, pada tahun 1994, mengkaji hasil perkutan endopyelotomy pada 672 pasien dilaporkan dari
12 pusat dan menemukan tingkat keberhasilan berkisar antara 57% sampai 100% (rata-rata
73,5%) di tindak lanjut mulai dari 2 sampai 96 bulan. Saat ini, tingkat keberhasilan mendekati
85% sampai 90% dilaporkan dengan sedikit perbedaan dalam hasil yang dicatat pada pasien
tersebut menjalani prosedur UPJ primer dan sekunder obstruksi (Motola et al, 1993a; Kletscher
et al, 1995; Shalhav et al, 1998). Dari catatan, Knudsen dan rekan (2004) melaporkan hasil
jangka panjang di 80 pasien menggunakan cold knife dan holmium laser untuk antegrade
endopyelotomy, dengan follow up 55 bulan. Seri ini memiliki tingkat keberhasilan 67%, sedikit
lebih rendah dari yang lain dilaporkan. DiMarco dan rekan (2006) melaporkan pada 182
antegrade endopelotomies dengan kelangsungan hidup bebas kekambuhan pada satu pusat di atas
10 tahun serendah 41%. Dari catatan,
Komplikasi
Komplikasi yang terkait dengan perkutan endopyelotomy serupa dengan yang terkait
dengan nephrolithotomy perkutaneus, dan perdarahan adalah risiko dari setiap perkutan prosedur
saluran bagian atas termasuk endopyelotomy. Manajemen akut adalah dengan istirahat, hidrasi,
dan transfusi jika perlu. Nefrostomi Tube tidak harus diirigasi secara akut. Sebaliknya, itu lebih
baik memungkinkan sistem pyelocalyceal untuk tamponade pendarahan.
Infeksi adalah risiko manipulasi saluran kemih termasuk endrotelotomi perkutan, dan semua
upaya harus dilakukan mensterilkan saluran kemih sebelum prosedur. Padahal perannya
antibiotik profilaksis pada awal prosedur tidak begitu berhasil, jadi urologist tetap memberikan
antibiotic generasi sephalosporin saat tindakan. Pertimbangan harus diberikan untuk penggunaan
antibiotik profilaksis jika terpasang stent endopyelotomy di bulan berikutnya. Terkadang, stent
bisa jadi terhambat dari pembekuan darah, dan drainase nephrostomy dilanjutkan.
Endoplasti Pekutan
Endopeloplasti perkutan adalah teknik hibrida yang digambarkan sebagai Heineke
Mikuliz endoskopik melalui saluran perkutan. Dengan kata lain, Endopyeloplasty
mengkombinasikan endopyelotomy perkutan dan endoskopi Fenger plasty. Laporan terbaru
mencakup 55 pasien dengan kesuksesan lebih dari 90% Laporan awal mengidentifikasi
endopyeloplasty lebih efektif pada obstruksi UPJ primer daripada sekunder, Kemungkinan besar
karena jaringan parut bisa menghambat endoskopi rekonstruksi.
Simultan Percutaneous Endopyelotomy dan Nephrolithotomy.
Endrotelotomi perkutan sangat menguntungkan bila penyumbatan UPJ dikaitkan dengan
saluran bagian atas karena batu batu bisa dikelola secara bersamaan. Dalam kasus seperti itu,
akses perkutan adalah lagi didirikan dengan kawat melintasi UPJ. Batu itu seharusnya dibuang
sebelum endopyelotomy sehingga fragmen batu tidak migrasi ke jaringan peripyeloureteral.
Obstruksi local bisa terjadi akibat pembentukan fibrosis atau granuloma. Ahli urologi harus
berhati-hati untuk memastikannya bahwa penyumbatan UPJ bukan akibat edema dari penyakit
batu, khususnya dengan penyakit batu di pelvis renalis. Dalam hal ini, pengelolaan awal batu
secara percutan dan penilaian radiografi UPJ setelah batu itu dilepas, Sebagai tambahan, jika
tube nephrostomy dipertahankan, tes Whitaker sangat mudah dan pasti untuk menilai obstruksi
persisten.

Retrograde Endoptelotomi Ureteroskopik.


Pertama kali disarankan pada tahun 1985 ketika Bagley dan rekannya melaporkan gabungan
perkutan dan prosedur fleksibel ureteroskopi untuk pengelolaan UPJ. Selanjutnya, Inglis dan
Tolley (1986) melaporkan sebuah "pyelolysis ureteroskopik" untuk penyumbatan UPJ.
Singkatnya setelah itu, Clayman dan rekan (1990) melaporkan sejumlah kecil pasien melakukan
endoskopiomi ureteroskopik dengan elektroda pemotong No. 3 atau 5-Fr dilewatkan secara
langsung dengan menggunakan ureteroscopes besar, kaku atau fleksibel. Namun, nephrostomy
tube No. 8-Fr ditempatkan pada awal prosedur dan tinggalkan selama setidaknya 48 jam. Stent
secara rutin ditinggalkan selama 6 sampai 8 minggu, setelah itu penelitian diagnostik dilakukan.
Dengan Artinya tindak lanjut mendekati 1 tahun, tingkat keberhasilan 81% itu dicapai pada 16
pasien. Keuntungan utama menggunakan uteroskopik adalah memperbolehkan visualisasi
langsung UPJ dan ketebalan endopyelotomy insisi tanpa menggunakan akses perutan.
Keuntungan lain adalah dapat mengurangi biaya. Tingkat morbiditas pada akses perkutan
dihindari dengan menggunakan prosedur uteroskopik. Retrograde Endoptelotomi Ureteroskopik
lebih efektif dibandingkan dengan hot wire balloon endopyelotomi, antegrade endopyelotomy
dan pyeloplasty untuk menangani UPJ.
Indikasi dan Kontraindikasi
Kontraindikasinya adalah obstruksi yang panjang dan adanya batu pada saluran kemih
atau, di mana dapat ditangani secara bersamaan dengan alternative lain seperti laparoskopi atau
perkutan. Pertimbangan lain adalah pada pasien dengan hidronefrosis.

Teknik
Anestesi umum digunakan untuk meminimalkan pergerakan pasien selama ureteroskopi
dan insisi UPJ berikutnya. Dalam persiapan untuk endopyelotomu, pyelogram retrograde adalah
dilakukan di bawah kontrol fluoroskopik pada awal prosedur. Sebuah guidewire hidrofilik
dilewatkan secara sistoskopi di bawah fluoroskopi kontrol dan digulung dalam sistem
pyelocalyceal. Cystoscope kemudian ditarik dan ditukar dengan semirigid ureteroskop
Ureteroskop dilewatkan bersama pemandu hingga ke UPJ. Jika ureter distal terlalu sempit untuk
dilalui, ureter intramural bisa terjadi dilatasi menggunakan balon 5 mm atau no 9 atau 10-Fr
kateter Jika ureter masih terlalu sempit pada titik mana pun dengan mudah tempatkan
ureteroskop, lalu stent internal ditempatkan dan prosedur ditunda selama 5 sampai 10 hari untuk
memungkinkan "pasif" dilatasi ureter.
Setelah ureteroskop fleksibel dilewatkan ke UPJ, holmium lasser fibre 200-μm ditempatkan
melalui saluran kerja dan UPJ diinsisi sesuai lokasi, seperti yang disarankan oleh studi radiografi

Gambar . Retrograde Endoptelotomi Ureteroskopik

Gambar . Gambaran UPJ stenosis


Setelah ureteroskop telah di UPJ, pelvis renalis didrained untuk membantu gerakan
melintasi UPJ selama insisi. Bila menggunakan ureteroskop semirigid, holmium 200 atau 365
μm laser fibre dimasukkan melalui saluran kerja sebagai ureteroskop diposisikan pada tingkat
proksimal UPJ atau di pelvisrenalis itu sendiri UPJ diinsisi biasanya dalam arah posterolateral,
sedangkan ureteroskop ditarik kembali ke seluruh UPJ. Prosedur ini diulang, dan insisi secara
bertahap diperdalam untuk memperpanjang ke retroperitoneal peripelvic dan periureteral ruang.
Karena ini dilakukan secara bertahap dan di bawah penglihatan langsung, ada pembuluh darah
yang divisualisasikan, dan dengan demikian potensi terjadinya perdarahan bisa dihindari.
Injeksi contrast melalui uterescope dapat mendemonstrasikan ekstravasasi dan
mengkonfirmasikan kedalaman insisi yang adekuat. Dilatasi balloon sehingga 24-Fr juga
dilakukan untuk melengkapkan insisi. Jika terjadinya perdarahan, titik perdarah dapat
divisualisasikan dan ditangani dengan menggunakan laser holmium. Uteroscope kemudiannya
ditarik dari ureter manakala kawat ditinggal di dalam pelvis renalis untuk laluan bagi stent. Jika
ureteroscope telah dikeluarkan, stent ditempatkan dengan wire tadi dengan mengunakan
flouroskopi. Foley catheter ditinggalkan untuk mengelakkan terjadinya risiko refluk dan
ekstravasasi pada lokasi insisi endopyelotomi dan secara cepat dapat mengidentifikasi
perdarahan. Diuretic renography dilakukan setelah 4 minggu pelepasan stent. Pasien di follow up
secara klinis dan radiologis 6-12 bulan interval selama 24 hingga 32 bulan

Hasil
Tingkat keberhasilan adalah 87,5%. Jika terjadinya urinoma, dapat dilakukan penanganan
konservatif. Pebagai modalities digunakan untuk endopyelotomi termasukkan dengan
menggunakan elektrocauter dan laser holmium. Tingkat keberhasilannya adalah 87,5% pada 32
pasien. Tidak ada sebarang perdarahan yang signifikan, dan pasien boleh dipulangkan 24 jam
pasca operasi.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah kebocoran urin, migrasi stent dan infeksi. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Castle dkk menyatakan terjadinya ureteroarterial fistula dalam 2
minggu setelah retrograde endopyelotomy laser.
Retrograde cautery Wire Baloon Endopyelotomy
Penggunaan wire balloon cauter untuk pengelolaan obstruksi UPJ pertama kali
dilaporkan dalam oleh Chandhoke dan rekan pada tahun 1993. Penggunaan alat ini mendapat
penerimaan awal oleh banyak klinisi karena teknik cystoscopic standar dan fluoroskopi real-time
semuanya itu perlu untuk penggunaannya. Karena prosedurnya dipandu secara fluoroscopically,
pembuluh darah tersebut dapat meningkatkan risiko perdarahan sesudahnya aktivasi balon kawat
kauter. Beberapa penulis merekomendasikan pencitraan pra operasi untuk pembuluh darah
semacam itu dengan relative teknik noninvasive seperti CT atau tiga dimensi CT angiography
Nadler dan rekan (1996) melaporkan pada 28 pasien 2 atau lebih tahun setelahnya
kauterisasi kawat balon endopyelotomy. Dicatatkan perbaikan sebanyak 61%, dan 81% memiliki
UPJ paten berdasarkan diuretic renography atau test Whitaker. Studi lain telah menunjukkan
tingkat keberhasilan yang lebih rendah yaitu (32% sampai 63%) dan hidronefrosis tingkat tinggi
memiliki dampak negatif pada keberhasilan . Ponsky dan Streem melaporkan pada 64 pasien
yang menjalani endopyelotomy ureteroskopi atau hot wire balloon endopyelotomy dan
menemukan tingkat keberhasilan yang sama namun, hot wire balloon endopyelotomy memiliki
tingkat komplikasi yang lebih tinggi, khususnya transfusi dan embolisasi selektif (Ponsky dan
Streem, 2006). Komplikasi utama berkaitan dengan penggunaan insisi dengan cautery wire
balloon adalah pendarahan.

Laparoskopi dan Robotic Intervention


Tindakan dapat menurunkan morbiditas, rawat inap lebih singkat, dan pemulihan yang
lebih cepat, dengan tingkat keberhasilan yang dilaporkan sesuai dengan open pyeloplasty
(≥90%). Laparoskopi pyeloplasty telah terbukti memberikan tingkat keberhasilan yang melebihi
endopyelotomy sekitar 10% sampai 30%.

Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi dan kontraindikasi pada laparoscopic repair adalah sama dengan endourologic
dan open operatif prosedure. Indikasi intervensi adalah adanya gejala klinis obstruksi
ureteropelvik junction, penurunan fungsi ginjal secara progresif, dan adanya kalkulus saluran
ipsilateral atau infeksi. Kontraindikasi absolut untuk melakukan intervensi meliputi adanya
koagulopati yang tidak dikoreksi, tidak adanya pengobatan infeksi saluran kemih yang adekuat,
dan adanya gangguan kardiopulmoner. Tujuan utama laparoscopic adalah untuk memberikan
perbaikantension-free, water tight repair dengan funnel shape drainage untuk meringankan klinis
gejala dan mempertahankan fungsi ginjal.

Teknik
4 teknik laparoskopi untuk pyeloplasty termasuk standard transperitoneal, retroperitoneal,
anterior extraperitoneal, dan robotic-assisted approach.

Transperitoneal Laparoskopik approach


Sebelum laparoskopi dilakukan, cystoscopy dengan pyelography retrograde adalah yang
pertama dilakukan untuk menentukan anatomi dan mengkonfirmasi diagnosisnya, diikuti dengan
penempatan stent ureter dan kateter Foley uretra. Pasien ditempatkan dalam posisi dekubitus
lateral 45 derajat, dan akses ke rongga peritoneum diperoleh dari Veress jarum atau teknik akses
Hassan. Tiga sampai lima laparoskopi port ditempatkan setelah memasukkan pneumoperitoneum
CO2. Biasanya port umbilical adalah untuk penggunaan laparoskopi. Colonic Mobilisasi untuk
mengekspos struktur retropetioneal adalah yang langkah pertama pada prosedur laparoskopi,
walaupun pendekatan transmesenterik tanpa mobilisasi usus telah dilaporkan jika pelvis renalis
atau ureter dapat ditemui melalui kolon mesenterica desenden
Ureter diidentifikasi dan dipotong di arah cephalad untuk mencapai mobilisasi pada
ureter proksimal ipsilateral, UPJ, dan pelvis ginjal.disesksi extensive dan penggunaan
elektrokauter yang berlebihan di proximal ureter harus dihindari untuk meminimalkan cedera
pada vascular. Pada saat ini, anatomi proksimal ureter, pelvis rebalis, dan vaskulatur terdekat
diperiksa dengan seksama untuk menentukan etiologi sumbatan persimpangan ureteropelvik dan
jenis perbaikan bedah yang sesuai. Pelvis renalis dan ureter proksimal kemudian dialihkan ke sisi
berlawanan dari crossing vessel, jika adanya vessel tersebut, dan anastomosis ureteropelvika
kemudian dilengkapi dengan teknik penjahitan. Di pelvis renalis yang berlebihan, pengurangan
pelvioplasti dapat dilakukan dengan mengeluarkan jaringan pelvis renalis yang berlebihan dan
menutup pyelotomy. Maneuver penjahitan laparoskopi sebenarnya bisa dilakukan baik freehand
atau dengan perangkat semiautomated .teknik penjahitan continuos atau single interrupted dapat
diguanakan pada laparoskopik pyeloplasty, biasanya dengan ketebalan 4-0 benang yang dapat
diserap. Berikan drain setelah melakukan anastomosis.
Gambar. Tindakan pyeloplasty
Pendekatan Laparoskopi Retroperitoneal
Untuk pendekatan retroperitoneal, pasien biasanya Posisi di posisi flank dengan
penggunaan fleksi dan elevasi pada ginjal untuk mengakses ke retroperitoneum, ruang kerja
retroperitoneal bisa dilebarkan dengan dilatasi balloon. Setelah CO2 pneumoretroperitoneum.
tiga sampai empat port laparoskopi digunakan untuk melakukan laparoskopi pyeloplasti. Ureter
biasanya dicari terlebih dahulu dan diseksi, mobilisasi, dan langkah perbaikan UPJ sama dengan
transperitoneal approach (Gambar 41-14).

Pendekatan Laparoskopi Extraperitoneal Anterior.


Sistoskopi dengan retrograde pyelography dan penempatan ureter stent pertama kali
dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Untuk tindakan ekstraperitoneal anterior, Pasien
ditempatkan pada posisi dekubitus lateral 45 derajat. Mengakses ke ruang preperitoneal
diperoleh dengan menggunakan teknik bedah terbuka melalui insisi 10 mm, setelah itu ruang
preperitoneal dibuat dengan pelebaran balon. CO2 insufflasi dan dan ditempatkan empat port,
batasnya antara lemak retroperitoneal dan peritoneal sac diidentifikasi dan dikembangkan,
mobilisasi medial dari kantung peritoneal memgandung usus en bloc.
Paparan penuh pada anterior retroperitoneal termasuk ipsilateral ureter dan ginjal dapat
terlihat. Ureter proksimal, UPJ dan pelvis renalis diidentifikasi, diseksi, dimobilisasi, dan
diperbaiki seperti pada laparoskopi transperitoneal pyeloplasti. Seluruh prosedur selesai dalam
ekstraperitoneal. Drain ditempatkan di ujung prosedur.
Pendekatan Laparoskopi dengan Robotik
Sistem robot yang paling banyak digunakan adalah Robot da Vinci yang memberikan dan
gambaran tiga dimensi, skala gerak, pengurangan tremor, peningkatan ketangkasan, dan
peningkatan jangkauan gerak. Khas prosedur dilakukan secara transperitoneal ruang kerja yang
lebih besar untuk lengan robot, meski kelayakannya Stent ureter ditempatkan dengan
menggunakan cystokopi retrograde atau laparoskopi antegrade. Dalam pendekatan
transperitoneal dan retroperitoneal, setidaknya empat trocars berbeda digunakan dalam prosedur
dibantu robot termasuk tiga untuk lengan robot dan satu untuk membantu pembedahanseperti
melakukan suction, irigasi, retraksi, dan menjahit.

Perawatan postoperasi dan komplikasi


Mengkonsumsi diet cair lunak pada hari pertama postoperasi dan secara bertahap. Antibiotik
profilaksis sebelum operasi tetap diberikan. Foley catheter di aff 24 hingga 36 jam setelah
preoperative dan drain di aff sebelum pasien lepas rawat jika produksi drain tidak begitu banyak.
Jika produksi drain meningkat setelah foley catheter di aff, foley catheter perlu dipasang kembali
selama 7 hari untuk mengeliminasi reflux urin dan untuk mengurasi ekstravasasi urin di
anastomosis ureteropelvix. Stent ureter di aff 4 hingga 6 minggu setelah pasca rawat dan di
follow up dengan menggunakan diuretic renal scan pada pasien dengan open pyeloplasty.
Komplikasi tersering pada laparoskopi pyeloplasty adalah sama dengan prosedur laparoskopi
umum yaitu kecederaan kolonic, perdarahan, ileus, pneumonia, gagal jantung kongestif,
thrombophlebitis, dan pembentukan urinoma.

Hasil
Pada operator yang berpengalaman, prosedur ini dapat dilakukan kurang dari 3.5 jam.
Komplikasi preoperative adalah rendah yaitu sekitar 2% hingga 15.8%. Tambahan pula,
transfuse darah adalah rendah. Rata-rata pasien tinggal di rumah sakit adalah sekitar 2.6 hingga
4.5 hari, dan semakin berkurang mencapai 3.8 hari menurut laporan pada tahun 2000. Tingkat
keberhasilan adalah 87 hingga 99%. Prosedur ini juga aman pada pasien pediatric termasuk yang
berusia kurang dari 1 tahun. Kegagalan dari laparoskopik pyeloplasty terjadi pada 2 tahun
pertama, mencapai 30% postoperasi, Pada pasien yang gagal laparoscopic pyeloplasty, open
surgery digunakan dan mencapai tingkat keberhasilan sebanyak 86%. Namun pada kebanyakan
kasus dapat juga menggunakan intervensi endoscopic misalnya endopyelotomy dengan tingkat
keberhasilan sebanyak 70%.
Baru-baru ini, Obstruksi saluran ureteropelvik primer berhubungan dengan anomali ginjal seperti
horseshoe dan pelvis renalis juga telah ditangani dengan laparoskopi pyeloplasty dengan aman
dan berhasil). Selanjutnya, obstruksi UPJ sekunder juga berhasil dikelola dengan sukses.

Laparoskopi dan Robotic-Asisted laparoskopi pada penanganan penyumbatan UPJ


Gill dan rekan (2004) melakukan laparoskopi ureterocalicostomy di dua pasien dengan
obstruksi persendian ureteropelvial terkait dengan pelvis renalis yang kecil dan kalix yang leber
di bagian bawah Di keduanya Pasien kedua pasien ini, double J ureter stent ditempatkan di ureter
ipsilateral secara cystiscipically. Pasien diposisikan dalam flank position dengan 45- 60 derajat,
Pada transperitoneal tiga atau empat port digunakan untuk mendapatkan akses ke ginjal
ipsilateral laparoskopi Tepi melingkar dari ujung kutub yang tipis pada parenkim ginjal
diidentifikasi dan dipotong. UPJ di potong, diikuti oleh ligasi pelvis renalis yang terbuka. Ureter
ditepikan ke lateral, dan end-to-end anastomosis ureterocaliceal dengan mukosa-ke-mukosa
diapposisi di atas stent double-J dengan teknik penjahitan intracorporeal dan simpul Semua
pasien ditemukan tidak memiliki bukti obstruksi pada pencitraan radionuklida diuretik pada 12
bulan pasca operasi.
Adanya calculi pada obstruksi UPJ, Bisa dikelola laparoskopi dengan sukses.Pada
retrospektif review, Ramakumar dan rekan (2002) melaporkan 20 kasus pyeloplasti laparoskopi
dengan ekstraksi batu ginjal secara simultan melalui pyelotomy site dengan laparoskopi.
Ekstraksi batuan caliceal dibantu oleh penggunaan cystoscope fleksibel yang dimasukkan
melalui 10 sampai 12 mm dari port site. Pada follow up 3 bulan, 90% pasiennya bebas batu, dan
90% pasien memiliki UPJ yang patent secara radiografi. Dalam tinjauan retrospektif lain, Stein
dan rekannya (2008) melaporkan 15 kasus pyeloplasti laparoskopi dengan berikut
pyelolithotomy, yang melibatkan penggunaan laparoskopi graspers, sistoskopi fleksibel, dan /
atau irigasi laparoskopi. Tingkat bebas batu secara keseluruhan adalah 80%.
Laparoskopi Calicovesictomy
Terdapatnya kandung kemih berkapasitas besar dalam penyumbatan UPJ yang berhubungan
dengan obstruksi ginjal low lying dapat dikelola dengan sukses dengan menggunakan stategi
rekonstruktif laparoskopi yang tidak konvensiona. Hsu dan rekan (2006) menggambarkan kasus
penyumabatan UPJ yang melibatkan ginjal tapal kuda dengan unilateral hydronephrotic masih
berfungsi pada bagian kutub bawah, duplikasi ureter ipsilateral dengan bifurkasi tinggi, dan
anomali kompleks pembuluh darah ginjal.

Open operatif Intervention


Prinsip pembedahan secara umum
Beberapa jenis sayatan bedah telah digunakan untuk operasi pyeloplasty dalam
menangani penyumbatan ureteropelvik junction (UPJ). Pendekatan ekstraperitoneal anterior
dipilih oleh beberapa orang karena memungkinkan surgical repair dengan meminimalkan
mobilisasi pelvis dan ureter proksimal. Sebagai alternatif, lumbotomi posterior memberikan
paparan langsung ke UPJ dan sekali lagi memungkinkan perbaikan dengan meminimal
mobilisasi struktur sekitarnya. Seperti ekstraperitoneal anterior approach, lumbotomi posterior
sangat sesuai untuk pasien yang relatif kurus tanpa operasi ipsilateral sebelumnya.
Insisi ini mungkin bersifat subkostal pada rusuk ke-12 atau anterior dari ujungnya.
Dengan adanya anomali ginjal lainnya terkait dengan UPJ, seperti tapal kuda atau ginjal panggul,
anterior ekstraperitoneal seringkali lebih disukai. Sebelum manajemen bedah definitif, drainase
dari ginjal dengan obstruksi UPJ direkomendasikan pada keadaan tertentu termasuk infeksi yang
terkait dengan obstruksi atau azotemia akibat penyumbatan dalam ginjal soliter atau penyakit
bilateral. Drainase mungkin bermanfaat pada kasus nyeri yang memerlukan penangan segera.
Pada situasi ini, drainase dapat dilakukan dengan menempatkan stent ureter internal atau tube
nefrostomi perkutan. Indikasi stent atau nephrotomi tube intraoperatif masih menjadi
kontroversi. Stent yang disarankan adalah lembut, inert, dan internal ureter stent yang dapat
bertahan sendiri. Stent tersebut dapat di aff 4 hingga 6 minggu postoperative. Stent tersebut dapat
dilepas pada pasien rawat jalan dengan menggunakan anesthesia local. Penggunaan ureter stent
internal mempunyai beberapa keuntungan yaitu menurunkan waktu jumlah ekstravasasi pada
lokasi operasi dan menurunkan risiko terjadinya fibrosis sekunder. Berkurangnya ekstravasasi
urin membolehkan drain tersebut dilepas dengan lebih awal. Pada pyeloplasty yang tidak
mempunyai penyulit, tidak ada keuntungan untuk menggunakan nephrostomy tube dan stent
karena hanya akan memperpanjangkan waktu dirawat di rumah sakit dan meningkatkan insiden
infeksi. Nephtostomy tube dapat digunakan pada kasus yang sulit sebagai contoh penyumbatan
UPJ sekunder yang disertai dengan inflamasi aktif.
Dismembered pyeloplasty
Dismembered pyeloplasty merupakan tindakan yang menjadi pilihan pada para urologis karena
bersifat universal dan mudah diaplikasikan pada pelbagai kasus. Tindakan ini membolehkan
juga pelurusan ureter proksimal berliku. Jika terjadinya penyumbatan karena crossing vessels
maka dapat dilakukan transposisi anterior atau posterior dari UPJ. Selain itu, tidak seperti flap
teknik, hanya pyeloplasty memungkinkan eksisi lengkap secara anatomi atau fungsional
abnormal UPJ itu sendiri. Perlu diketahui bahwa dismembered pyeloplasty tidak sesuai untuk
penyumbatan UPJ terkait dengan panjang atau penyempitan ganda bagian ureter proksimal.

Teknik
Pertama, ureter proksimal diidentifikasi di retroperitoneum. Itu ureter proksimal kemudian
diinsisi di cephalad ke pelvis ginjal, dengan meninggalkan sejumlah besar jaringan periureter
untuk mempertahankan pembuluh darah ureter. Sebuah tanda dilakukan pada bagian lateral
proximal ureter, di bawah dari tempat penyumbatan. Jaringan UPJ di eksisi dan proximal ureter
kemudian dipinggir kearah lateral. Kemudian anastomosis dilakukan dengan menggunakan
jahitan interrupted. Kemudian, bagian cephalad pelvis ditutup dengan menggunakan jahitan yang
dapat diserap yang beranatomosis dengan ureter.

Gambar . dismembered pyeloplasty


Hasil
Pada studi retrospektif yang melibatkan 111 pasien dengan penyumbatan UPJ dan menjalani
open reparasi, setelaj 15 tahun mendapatkan 95% berhasil. Sebanyak 86% dari pasien yang open
reparasi tersebut menggunakan teknik dismembered pyeloplasty.

Prosedur flap
Foley Y-V-Plasty
Indikasi
Untuk mereparasi penyumbatan UPJ sekunder sehingga insersi ureter bagian atas. Kontraindikasi
apabila transposisi pembuluh darah bagian bawah diperlukan.
Teknik
Pelvis renalis dan proximal ureter pertama dicari, kemudian lakukan segitiga atau flap yang
berbentuk V dengan menggunakan metylene blue. Bentuk V tersebut diposisikan pada bagian
medial terhadap ipsilateral pelvis renalis dan apex berada di UPJ. Setelah itu diinsisi dan
passtikan cukup panjang sehingga transverse ke area stenosis. Setelah itu, stenet ureter dalam
bisa dimasukkan dan dilakukan reparasi.
Culp-DeWeed Spiral Flap
Indikasi
Digunakan pada extrarenal pelvis besar dan mudah dicapai, dan insersi ureter di posisi oblik dan
dependent.

Teknik

Gambar. Flap spiral


Sardino-Prince Vertical Flap
Indikasi
Digunakan apabila dependen UPJ berada pada medial dari extrarenal pelvis yang berbentuk segi
empat dan besar.
Teknik

Gambar. Flap vertical


Ureterotomy Intubasi
Indikasi dan teknik
Digunakan pada striktur ureter ganda dan panjang. Direkomendasikan melakukan ureterotomy
intubasi dengan melakukan spiral flap prosedur karena lebih panjang.
Uretererocalycostomy
Indikasi
Digunakan sebagai prosedur rekonstruktif pada penyumbatan UPJ atau striktur ureter proximal
dan berkaitan dengan intrarenal pelvis yang bersaiz kecil.

Perawatan postoperasi dan penanganan komplikasi


Drain external di aff 24 jam hingga 48 jam setelah berhentinya drain urin dan pada stent ureter
interna. Jika masih terpasang pada pasien rawat jalan maka akan dilepas 4 hingga 6 jam setelah
operasi. Jika nephrostomy tube dipakai, maka nephrostogram perlu dilakukan 7-10 hari setelah
post operasi.Jika nephrostogram menunjukkan adanya anastomosis yang patent tanpa ada
penyumbatan atau ekstravasi maka tube tersebut akan diclamp selama 12 hingga 24 jam dan
dilepas jika tidak ada demam, atau nyeri atau perembesan di bagian tube.
Jika drain urin masih ada setelah 7 hingga 10 hari tanpa menggunakan stent ureter interna, perlu
dipertimbangkan untuk menggunakan stent ureter interna. dan stent tersebut dapat dilepas 1
bulan setelahnya. Jika tindakan ini tidak berhasil, maka perlu dilakukan nephrostomy perkutan.
Jika adanya drain walaupun dengan melakukan nephrostomy, maka internal atau external stent
perlu dilakukan pada antegrade. Ekstravasasi urin dapat menyebabkan pembentukan urinoma.

Ureter Retrocaval
Etiologi dan Diagnosis
Merupakan penyakit congenital urologi yang sangat jarang. Dapat ditemukan bentuk S
deformitas pada intravena atau pyelography retrograde. Diagnosis definitis adalah dengan
menggunakan CT 3 dimensional.

Intervensi Operatif
Managemen open surgical
Reparasi standard pada retrocaval ureter ini adalah dengan melakukan teknik open surgical
pyelopyelostomy. Pada prosedur ini, ureter, pelvis renalis yang telah berdilatasi dan vena cava
inferior diidentifikasi dan diseksi dengan teknik open surgical stamdard. Pelvis renalis yang
telah dilatasi kemudian di transek.

Gambar. Ureter retrocaval


Striktur urethra
Etiologi
Striktur urethra adalah disebabkan oleh iskemik, operasi dan trauma non operasi, periureteral
fibrosis, malignansi dan congenital. Evaluasi dan penanganan untuk striktur urether adalah
penting untuk mempertahankan fungsi renal dan mendeteksi apakah adanya malignancy.
Pada foto rotgen terdapat gambaran radiolusen filling defect di lumen dengan karakteristik
goblet sign pada sel karsinoma transisional di ureter. Metastasis tumor misalnya cervical,
prostate, ovary, payudara atau cancer kolon dapat terjadinya striktur urethra.

Penegakan diagnosis
Intravena pyelogram, retrograde pyelogram atau ureteroscopy diagnostic bisa digunakan untuk
menentukan lokasi dan panjng striktur urethra.

Pilihan Endoneurologic
 Penggunaan Ureteral stent
Study menyatakan tingkat keberhasilnya adalah sebanyak 88% dalam waktu 26 bulan.
 Dilatasi Balloon retrograde
Indikasi untuk dilakukan teknik ini adalah terdapatnya penyumbatanyang singnifikan.
Kontraindikasi adalah infeksi aktif, atau striktur yang lebih panjang dari 2 cm karena dilatasi
sahaja jarang berhasil. Apabila guidewire telah berada di area yang obstruksi, maka open end
catheter ditarik serta diganti dengan balloon bertekanan tinggi 4-cm long dan 5cm long. Setalah
balloon dikembangkan, selama 10 menit kemudian akan dikempiskan lagi.

Gambar. Striktur pendek di UPJ


Antegrade Baloon Dilation
Prosedur ini analog dengan prosedur retrograde. Di bawah pengawasan fluoroscopy, contrast
juga digunakan pada antegrade untuk menentukan panjang dan lokasi striktur. Kemudian kateter
balloon dimasukkan, dikembangkan. Follow up diperlukan dalam waktu 24 hingga 48 jam untuk
menentukan stent telah diposisikan dalam posisi yang tepat.
Hasil
Dilatasi dengan menggunakan ballon pada penyempitan striktur mempunyai tingkat keberhasilan
sebanyak 50% hingga 76%. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien dengan iatrogenic,
striktur nonanstomosis, 40% berhasil pada penanganan inflamasi ureter dengan menggunakan
teknik retrograde ballon dilatation.

Endoneurotomy
Insisi endoluminal uereter merupakan method untuk dilatasi balloon secara ekstensif dan
methodal yang kurang invasive. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan fluoroscopy atau
ureteroscopy. Posisi untuk insisi endoneurotomy dipilih berdasarkan fungsi daru ureter. Striktur
ureter bagian bawah diinsisi pada arah anteromedial, di mana lebih jauh dari pembuluh darah
illiaka. Sedangkan striktur ureter bagian atas diinsisi pada bagian lateral atau posterior lateral.
Reparasi bedah
Open ureteroureterostomy
Adanya defek yang kecil dan melibatkan ureter atas atau uretertengah, samada striktur atau
akibat dari cedera, paling baik dilakukan ureteroureterostomi. Striktur ureter bawah juga paling
baik ditangani dengan ureteroneocystostomy dengan atau tanpa flap Boari. Pilihan inisisi
tergantung pada tingkat penyumbatan. Insisi flank dilakukan pada penyumbatan atas. Insisi
Gibson atau midline bawah lebih sesuai pada penyumbatan bagian bawah atau medial. Jika
penyumbatan pada pasien adalah disebabkan oleh cedera ureter iatrogenic dari operasi
sebelumnya sebagai contoh insisi pfannenstial, maka insisi yang sama dapat dilakukan untuk
rekonstruksi ureter.

Gambar. Open ureteroureterostomy

Kedua ujung ureter di trim dan dipotong kurang lebih 5 hingga 6 mm. Kedua hujung
ureter dapat dipotong apabila berada 190 derajat. Anastomosis dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik jahitan continuous. Double J stent ditempatkan sebelum anastomosis
ditutup. Tanda-tanda reflux diobservasi dengan menggunakan methylene blue dari vesica
urinaria hingga uretomi. Retroperitoneal fat atau omentum digunakan untuk melapisi bagian
anastomosis. Drain dipasang dan foley kateter ditinggalkan selama 1 hingga 2 harii. Drain dapat
di aff 24 hingga 48 jam postoperasi jika produksinya minimal. Double J stent ureter dilepas
secara endoskopik 4 hingga 6 minggu pascaoperasi. Tingkat keberhasilan tindakan ini adalah
90% . Reflux akibat dari spasme vesica urinaria dapat menyebabkan ekstravasasi urin yang lama.
Jadi bisa ditangani dengan menggunakan drain foley kateter dan antikolinergik.

Laparoscopic Ureteroureterostomy
Tindakan ini dilakukan pasa pasien dengan striktur ureter. Pertama kali tindakan ini dilakukan
oleh Nezhat pada tahun 1992 pada penyumbatan ureter akibat endometriosis. Pada studi
retrospektif, diapatkan anastomosis yang paten 2 hingga 6 bulan setelah follow up. Namun,
tindakan laparoscopic ureteroureterostomy terhadp di seluruh dunia. Namun, jika operatornya
berpengalaman, jadi tindakan ini merupakan satu tindakan yang sangat kurang invasive.

Ureteroneosistostomi Terbuka
Ureteroneocystostomy untuk mengatur refluks vesikoureteral dibahas di bagian lain dari
teks. Ureteroneocystostomy tanpa sumbatan psoas atau flari Boari pada orang dewasa sesuai
untuk cedera atau obstruksi yang mempengaruhi distal 3 sampai 4 cm ureter. Garis tengah yang
lebih rendah, Pfannenstiel, atau sayatan Gibson dapat digunakan, dan pendekatan
ekstraperitoneal umumnya lebih disukai. Setelah insisi bedah, ureter biasanya diidentifikasi saat
melintasi pembuluh darah iliaka, membedah distal, dan ditransmisikan pada tingkat
penyumbatan. Setelah mobilisasi ureter proksimal yang adekuat, ureteroneocystostomy langsung
dilakukan hanya jika anastomosis bebas ketegangan dimungkinkan. Jika tidak, sumbatan psoas
atau flap Boari harus digunakan sebagai tambahan. Sebuah anastomosis spontan langsung tidak
dapat dilakukan jika refluks pasca operasi dapat diterima. Jika tidak, terowongan submukosa
dibuat untuk anastomosis antireflux. Stent double-J dan drain bedah digunakan seperti yang
dijelaskan untuk ureteroureterostomi yang dijelaskan sebelumnya.

Ureteroneosistostomi Laparoskopik
Penggunaan robot yang berhasil dalam setting klinis semacam itu juga telah dilaporkan Dalam
pengelolaan striktur ureter distal, ureteroneocystostomy laparoskopi biasanya dilakukan secara
transgenik dengan teknik penjahitan intracorporeal. Ruang kerja besar yang disediakan oleh
pendekatan transperitoneal sangat menguntungkan dalam pengaturan keterlibatan robot. Uenteral
stenting biasanya digunakan pasca operasi seperti pada operasi terbuka. \

Psoas Hitch Terbuka


Tiang psoas adalah metode yang efektif untuk menjembatani cacat sepertiga bagian
bawah ureter. Namun, defek ureter yang membentang proksimal ke panggul biasanya
membutuhkan lebih dari satu sendi psoas saja. Indikasi meliputi striktur ureter distal, cedera, dan
gagal ureteroneocystostomy .Hambatan psoas juga dapat digunakan bersamaan dengan manuver
lainnya seperti transureteroureterostomy (TUU) dalam rekonstruksi saluran kemih yang lebih
rumit. Umumnya, kandung kemih kecil yang berkontraksi dengan mobilitas terbatas dianggap
sebagai kontraindikasi. Selain evaluasi radiografi dan endoskopik preoperatif yang dijelaskan
sebelumnya, studi urodinamik dapat memberikan informasi mengenai kapasitas detrusor dan
kepatuhan sebelum operasi. Obstruksi outlet kandung kemih atau disfungsi neurogenik, jika ada,
perlu diobati sebelum operasi.

Gambar . Psoas Hitch terbuka


Psoas Hitch Laparoskopik
Ureteroneosistostomi dengan psoas hitch telah dilakukan laparoskopi dengan sukses
Aplikasi roboticassisted yang berhasil juga telah dilaporkan.

Boari Flap Terbuka


Bila segmen ureter yang sakit terlalu lama atau ketika mobilitas ureter terlalu terbatas
untuk melakukan ureteroureterostomi bebas ketegangan, flap Boari bisa menjadi alternatif yang
berguna. Flame Boari dapat dibangun untuk menjembatani defek ureter 10 sampai 15 cm, dan
flap kandung kemih spiral dapat mencapai pelvis ginjal dalam beberapa keadaan, terutama pada
sisi kanan . Di lipatan Boari, sayatan Pfannenstiel dapat digunakan pada saat operasi, meskipun
insisi garis tengah lebih disukai dan memungkinkan akses lebih mudah ke ureter bagian atas.
Kandung kemih dimobilisasi dari lampiran peritonealnya, dan ligamen umbilikalis terbagi.
Kontraindikasi kandung kemih kontralateral dibagi dan diligasi, memungkinkan mobilitas yang
lebih besar menuju ureter ipsilateral, dan pangkal kandung kemih ipsilateral termasuk arteri
vesikal superior dipertahankan. Otot yang terpengaruh dimobilisasi dengan seksama, dengan
hati-hati dirawat untuk menjaga suplai darahnya. Segmen yang sakit kemudian dipotong. Setelah
identifikasi arteri vesikal superior ipsilateral atau salah satu cabangnya, flap kandung kemih
posterolateral digariskan berdasarkan suplai vaskular ini. Flap terus miring di dinding kandung
kemih anterior, dengan dasar tutupnya paling tidak 4 cm dan ujung sayapnya paling tidak
memiliki lebar 3 cm. Panjang flap harus sama dengan perkiraan defek ureter ditambah
penambahan 3 sampai 4 cm jika anastomosis non-perintang direncanakan. Selanjutnya, rasio
panjang flap terhadap lebar dasar tidak boleh lebih besar dari 3: 1 untuk membantu
meminimalkan flap ischemia.
Setelah pembuatan flap kandung kemih, ujung distal lipatan dilipat ke tendon minor
psoas atau otot mayor psoas dengan beberapa jahitan yang mudah diserap. Flap kemudian di
tubularized anterior dan ditutup menggunakan jahitan diserap. Selanjutnya, adventitia ureter
dapat diamankan pada aspek distal flap, dan dasar lipatan dapat diamankan .Komplikasi yang
paling umum adalah pembentukan striktur yang jelas berulang, akibat iskemia atau ketegangan
yang berlebihan pada anastomosis. Pseudodivertikulum yang langka juga telah dilaporkan.

Boari Flap Laparoskopi


Mengikuti prinsip yang sama dalam operasi terbuka, flap kandung kemih tercipta dan diteruskan
ke ujung ureter di atas stent dengan bebas ketegangan dan dengan air. Waktu operatif berkisar
antara 120 sampai 330 menit, dan kehilangan darah berkisar antara 400 sampai 600 mL. Dua
pasien dipulangkan ke rumah dalam waktu 3 hari pasca operasi, sementara 1 pasien dirawat di
rumah sakit selama 13 hari untuk kolitis Clostridium difficile. Dengan tindak lanjut lebih dari 6
bulan, ada patensi diagnosis anastomosis secara radiografi. Dalam laporan ini, informasi tentang
panjang striktur distal ureter tidak tersedia. Namun, dalam pengalaman klinis salah satu penulis
(TH), kehilangan ureter 8 sampai 12 cm dapat dijembatani dengan nyaman dengan flap Boari
dalam pengaturan laparoskopi, seperti pada operasi terbuka.

Intubasi Ureterotomi
Ureterotomi intubasi Davis telah dijelaskan sebelumnya dalam bab ini. Karena pengembangan
alternatif pengobatan yang lebih efektif, prosedur ini terutama dideskripsikan untuk kepentingan
historis. Sebuah ureterotomi intubasi umumnya digunakan untuk striktur ureter terlalu lama
untuk ureteroureterostomi atau ureteroneocystostomy konvensional dan telah dilakukan untuk
mengobati striktur hingga 10 sampai 12 cm. Modifikasi inovatif untuk prosedur ini telah
memasukkan cangkok patch mukosa bukal pada sejumlah kecil pasien dengan hasil yang baik.
Transureteroureterostomi Terbuka
Aplikasi klinis awal TUU digambarkan Higgins pada tahun 1934. Dalam pengelolaan
striktur ureter, TUU dapat digunakan bila panjang ureter tidak mencukupi untuk anastomosis ke
kandung kemih. Satu-satunya kontraindikasi absolut adalah panjang ureter donor yang tidak
mencukupi untuk mencapai ureter penerima kontralateral dengan cara yang bebas dari
ketegangan. Namun, setiap proses penyakit yang dapat mempengaruhi kedua ureter merupakan
kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut meliputi adanya ureter penerima sakit atau ureter
donor yang tidak memadai. Kontraindikasi relatif meliputi riwayat nefrolitiasis, fibrosis
retroperitoneal, keganasan urothelial, pielonefritis kronis, dan radiasi abdominopelvic. Reflux ke
ureter penerima, jika ada, perlu diidentifikasi dan dikoreksi secara bersamaan Oleh karena itu,
sistogram kekosongan harus dilakukan sebelum operasi, di samping penelitian pencitraan dan
endoskopi lainnya yang telah dijelaskan sebelumnya untuk evaluasi menyeluruh dari kedua
ureter tersebut.
Dalam melakukan TUU, garis tengah, pendekatan transperitoneal digunakan untuk
mendapatkan akses ke kedua ureter. Setelah mobilisasi kolon medial, ureter yang terpengaruh
dimobilisasi, melestarikan adventitia dengan suplai darah ureter, dan terbagi hanya proksimal
pada tingkat penyumbatan. Kolon kontralateral dimobilisasi secara medial. Hanya porsi ureter
penerima yang dibutuhkan untuk anastomosis yang terpapar, yang umumnya 5 cm proksimal ke
tingkat pembagian ureter yang terkena. Terowongan di bawah mesenterium kolon sigmoid dibuat
secara proksimal ke arteri mesenterika inferior untuk menghindari penambatan ureter oleh bejana
ini, setelah itu ureter donor kemudian dibawa melalui terowongan ke sisi penerima. Mobilisasi
ureter penerima harus diminimalkan untuk membantu menjaga integritas suplai vaskularnya.
Ureterotomi anteromedial dibuat dalam ureter penerima, yang kemudian diteruskan ke ujung
ureter donor spatulated dengan cara bebas ketegangan dan kedap air dengan menggunakan
jahitan yang disela atau yang mudah diserap. Stent ureter ganda J biasanya dilewatkan dari
panggul ginjal donor, melalui anastomosis dan masuk ke kandung kemih. Stent ureter kedua juga
dapat ditempatkan sepanjang ureter penerima jika ureter ditemukan berdiameter cukup besar.

Transureteroureterostomi Laparoskopik
Laparoskopi TUU jarang dilakukan dan telah dilaporkan pada tiga pasien anak-anak baru-baru
ini.Prosedur laparoskopi transperitoneal dilengkapi dengan pasien dalam posisi terlentang,
Trendelenburg. Prinsip umum diseksi ureter donor dan penerima, donor ligasi ureter dan
transposisi di bawah mesenterium rektosigmoid, ureterotomi longitudinal pada aspek medial
ureter penerima, dan anastomosis endto-side secara bebas ketegangan dan air sama dengan yang
terjadi. dijelaskan untuk operasi terbuka.

Autotransplatasi
Umumnya, autotransplant dipertimbangkan saat ginjal kontralateral tidak ada atau
berfungsi buruk atau bila metode pengganti atau perbaikan ureter lainnya tidak layak dilakukan.
Ginjal dipanen dengan panjang pembuluh maksimal seperti pada nefrektomi donor hidup khas
untuk allotransplantasi, dan pembuluh darah anastomosis ke pembuluh iliaka untuk membangun
kembali perfusi ginjal. Segmen yang sehat dari ureter proksimal adalah anastomosed ke kandung
kemih. Sebagai alternatif, pelvis ginjal ipsilateral dapat di anastomosis langsung ke kandung
kemih.
Baru-baru ini, laparoskopi telah berhasil digabungkan dalam autotransplantasi untuk
kehilangan ureter parah. Penggunaan laparoskopi dalam autotransplantasi telah terbukti
mengurangi kebutuhan analgesik postoperatif dan pemulihan lebih cepat karena sayatan
abdomen atau sayap atas terbuka untuk panen ginjal dihindari. Nefrektomi Laparoskopi dalam
autotransplantasi paling sering dilakukan secara transperitoneal. Namun, pendekatan
retroperitoneal untuk tujuan tersebut telah berhasil diterapkan oleh Gill dan rekan.

You might also like