Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Diabetik ketoasidosis adalah kondisi medis darurat yang dapat
mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini bisa terus
meningkat, dan tingkat mortalitas 1-2 persen telah dibuktikan sejak tahun
1970an (.............., tahun). Diabetic ketoacidosis paling sering terjadi pada pasien
penderita diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin-dependent diabetes
mellitus), akan tetapi keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang
pada mulanya disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), terutama pasien
kulit hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga.
Penanganan pasien penderita Diabetic ketoacidosis adalah dengan
memperoleh riwayat menyeluruh dan tepat serta melaksanakan pemeriksaan
fisik sebagai upaya untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor faktor pemicu.
Pengobatan utama terhadap kondisi ini adalah rehidrasi awal (dengan
menggunakan isotonic saline) dengan pergantian potassium serta terapi insulin
dosis rendah. Penggunaan bikarbonate tidak direkomendasikan pada kebanyakan
pasien. Cerebral edema, sebagai salah satu dari komplikasi Diabetic
ketoacidosis yang paling langsung, lebih umum terjadi pada anak anak dan anak
remaja dibandingkan pada orang dewasa. Follow-up paisen secara kontinu
dengan menggunakan algoritma pengobatan dan flow sheets dapat membantu
meminimumkan akibat sebaliknya. Tindakan tindakan preventif adalah
pendidikan pasien serta instruksi kepada pasien untuk segera menghubungi
dokter sejak dini selama terjadinya penyakit. Mengingat pentingnya pengobatan
rasional dan tepat untuk menghindari kematian pada pasien KAD usia muda
(Syahputra, 2010)
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan oleh penurunan insulin efektif
di sirkulasi yang disertai peningkatan hormon regulator kontra seperti glukagon,
katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hal ini menyebabkan
peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal, serta gangguan penggunaan
glukosa perifer dengan akibati hiperglikemia dan hiperosmolalitas. Peningkatan
lipolisis, disertai produksi benda keton (beta-hidroksibutirat, asetoasetat),
menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis
menyebabkan diuresis osmotik, dan hilangnya elektrolit. Kriteria biokimia untuk
diagnosis KAD meliputi hiperglikemia (kadar glukosa >11 mmol/L (>200
mg/dL)) disertai pH vena <7,3 dan/atau bikarbonat <15 mmol/L. Terdapat juga
glukosuria, ketonuria dan ketonemia (1,2). (Aji, 2012)
Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80% pada penderita anak baru
dengan DM tipe-1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara
angkanya berkidar 15-67%, sedangkan di Indonesia dilaporkan 33-66%.2-4
Jumlah pasien diabetes mellitus di Indonesia sampai tahun 2012 berkisar antara
800 pasien. Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6-8 per
1000 penderita diabetes, dengan mortalitas <5% atau sekitar 2-5%. KAD juga
merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaja penyandang
diabetes tipe-1 yang diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita
DM di bawah usia 24 tahun. Prevalensi KAD di Amerika Serikat sebesar
13,4/1000 pasien DM per tahun untuk kelompok umur < 30 tahun. Ketoasidosis
diabetik dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien yang
dirawat per tahun di Amerika Serikat. (Aksara, 2010)
Insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat
prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia
umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2.
Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada
banyak senter, beberapa sumber lain menyebutkan 5 – 10%2, 2 – 10%5, atau 9 –
10%1. Sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut
angka kematian dapat mencapai 25 – 50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi
pada beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok berat, infark
miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang
tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien
KAD usia muda umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan
yang tepat dan rasional sesuai dengan patofisiologinya. Pada pasien kelompok
usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya
(Gotera & Widayasa, 2010)
Salah satu kendala dalam laporan mengenai insidensi, epidemiologi
dan angka kematian KAD adalah belum ditemukannya kesepakatan tentang
definisi KAD. Sindroma ini mengandung triad yang terdiri dari
hiperglikemia, ketosis dan asidemia. Konsensus diantara para ahli dibidang
ini mengenai kriteria diagnostik untuk KAD adalah pH arterial < 7,3,
kadar bikarbonat < 15 mEq/L, d an kadar glucosa darah > 250 m g/dL
disertai ketonemia dan ketonuria moderate (Kitabchi dkk, 2012).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka kelompok tertarik untuk
membahas Asuhan Keperawatan Pada Paisen Dengan Ketoasidosis Diabetik di
Ruang ICCU RSUD Pasar Rebo .Setelah melakukan praktek selama 1 minggu di
Ruang ICCU RSUD Pasar Rebo, kelompok menganalisa salah satu pasien
Ruang Iccu sebagai kasus seminar dan dapat didiskusikan dalam Stase
Keperawatan Kegawatdaruratan.
2. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Kelompok mampu melaporkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Ketoasidosis Diabetik di Ruang ICCU RSUD Pasar Rebo
2. Tujuan Khusus
a. Kelompok mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
Ketoasidosis di Ruang ICCU RSUD Pasar Rebo.
b. Kelompok mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.B
dengan Ketoasidosis di Ruang ICCU RSUD Pasar Rebo.
c. Kelompok mampu menyusun perencanaan keperawatan pada Ny.B
dengan Ketoasidosis di Ruang ICCU RSUD Pasar Rebo.
d. Kelompok mampu melakukan tindakan keperawatan pada Ny.B dengan
Ketoasidosis di Ruang ICCU RSUD Pasar Rebo.
e. Kelompok mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny.B dengan
Ketoasidosis di Ruang ICCU RSUD Pasar Rebo.
3. Manfaat
1. Bagi Penulis
a. Menerapkan asuhan keperawatan Kegawatdaruratan dengan
Kertoasidosis Diabetik
b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan asuhan
keperawatan Kegawatdaruratan
c. Meningkatkan keterampilan dalam pemberian asuhan keperawatan
Kegawatdaruratan
2. Bagi Institusi
a. Mengevaluasi sejauh mana mahasiswa dalam menguasai asuhan
keperawatan pada klien dengan Kertoasidosis Diabetik
b. Bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa
khususnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
Kegawatdaruratan
3. Bagi Lahan Praktek
Dengan adanya penulisan makalah ini, diharapkan dapat menambah
bacaan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya
pada pasien Kertoasidosis Diabetik
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik
yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan
gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi
berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD)
merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat
dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin (Santoso & Saewondo, 2016).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif (Gotera & Widayasa,
2010).
Ketoasidosis diabetik (KAD) didefinisikan sebagai kondisi yang
mengancam jiwa yang disebabkan penurunan kadar insulin efektif di dalam
tubuh, atau berkaitan dengan resistensi insulin, dan peningkatan produksi
hormon-hormon kontra regulator yakni glucagon, katekolamin, kortisol dan
growth hormone (Aksara, 2010).
2. Etiologi
Menurut Sikhan (2011), ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui
menderita DM untuk pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM
sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor
pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :
a. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
b. Keadaan sakit atau infeksi
c. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:
a. Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa
jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari
infeksi.
b. Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
c. Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
d. Kardiovaskuler: infark miokardium
e. Penyebab lain: hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteroid and adrenergik.
3. Faktor Pencetus Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada
keadaan yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara
lain :
a. Infeksi : meliputi 20 –55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan
oleh Infeksi. Infeksinya dapat berupa : Pneumonia, Infeksi traktus urinarius,
Abses, Sepsis, Lain-lain.
b. Penyakit vaskular akut: Penyakit serebrovaskuler, Infark miokard akut,
Emboli paru, Thrombosis V.Mesenterika
c. Trauma, luka bakar, hematom subdural.
d. Heat stroke
e. Kelainan gastrointestinal: Pankreatitis akut, Kholesistitis akut, Obstruksi
intestinal
f. Obat-obatan : Diuretika, Steroid, Lain-lain
Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang
bersangkutan menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak
adekuat. Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada pasien muda
dengan DM tipe 1, permasalahan psikologi yang diperumit dengan
gangguan makan berperan sebesar 20% dari seluruh faktor yang
mencetuskan ketoasidosis. Faktor yang bisa mendorong penghentian
suntikan insulin pada pasien muda meliputi ketakutan akan naiknya berat
badan pada keadaan kontrol metabolisme yang baik, ketakutan akan jatuh
dalam hypoglikemia, pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat
penyakit kronis (Gaglia, 2010).
b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan
cara:
1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosi
6. Aseton plasma: Positif secara mencolok
7. As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
8. Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat serum Fosfor turun
9. Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
10. Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
11. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
12. Ureum/creatinin: meningkat/normal
13. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
7. Diagnosis Ketoasidosis
Didasarkan atas adanya trias biokimia yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan
asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :
a. Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).
b. Asidosis, bila pH darah < 7,3.
c. Kadar bikarbonat < 15 mmol/L)
Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.
b. Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.
c. Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.
8. Komplikasi Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
a. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
b. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.
Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.
c. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres,
perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati
rasa).
d. Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung
koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian
mendadak.
e. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari
rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
f. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis
syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah tekanan darah.
9. Penatalaksanaan Medis Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
Tujuan penatalaksanaan :
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),
2. Menghentikan ketogenesis (insulin)
3. Koreksi gangguan elektrolit
4. Mencegah komplikasi
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus
Airway dan Breathing
Oksigenasi / ventilasi
Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan
kesadaran / koma (GCS <8) mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada
pasien tersebut sementara saluran napas dapat dipertahankan oleh penyisipan
Guedel's saluran napas. Pasang oksigen melalui masker Hudson atau non-
rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik dan
biarkan drainase jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah berulang.
Airway, pernafasan dan tingkat kesadaran harus dimonitor di semua
treatment DKA.
Circulation
Penggantian cairan. Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang
menderita dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik. Oleh sebab
itu, cairan pengganti harus dimulai segera. Cairan resusitasi bertujuan untuk
mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan counterregulatory hormon,
terutama dalam beberapa jam pertama, sehingga mengurangi resistensi
terhadap insulin. Terapi Insulin paling efektif jika didahului dengan cairan
awal dan penggantian elektrolit. Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan
total maka lebih dari 6 liter cairan mungkin harus diganti. Resusitasi cairan
segera bertujuan untuk mengembalikan volume intravaskular dan
memperbaiki perfusi ginjal dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa
digunakan jika pasien dalam syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%)
yang paling sesuai. Idealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti
dalam 8 jam pertama dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati
pemantauan status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil
setiap 15 menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan
diperlukan untuk menghindari overload cairan. (Elisabeth, 2008)
10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Riwayat Keperawatan
Usia, Jenis kelamin, Berat Badan, Tinggi Badan. Riwayat Penyakit
Keluarga, Riwayat KDA
2) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istirahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktifitas,
Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama, Takikardia
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang
menurun/tidak ada, Disritmia, Krekels, Distensi vena jugularis, Kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
c. Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang,
Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), Urin
berkabut, bau busuk (infeksi), Abdomen keras, adanya asites, Bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
e. Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet,
peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik
(Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi
abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau
buah (napas aseton)
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon
dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi
pernapasan meningkat
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya
kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang, Lambat, penggunaan obat sepertii steroid,
diuretik (thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan
kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik
sesuai pesanan
l. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengatuan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan nutrisi berhubungan
dengan faktor biologis
C. Intervensi
No. Diagnosa TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI
Dx HASIL
Keperawatan
Tujuan 4
Irama Pernafasan
Dikaji 2
Tujuan 4
Dispnea
Dikaji 1
Tujuan 4
Rasio BB
Dikaji 3
Tujuan 4
BAB III
KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Ny. B
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pekayon RT 03/08, Jakarta Timur
Tgl/ Jam masuk RS : 09-11-2018 / 09.00 WIB
Tgl/ Jam Pengkajian : 12-11-2018 / 09.00 WIB
Diagnosa medis : Penurunan Kesadaran, Ketoasidosis DM
Dokter penanggung jawab :
b. Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pekayon RT 03/08, Jakarta Timur
Hubungan dengan klien : Anak
2. Keluhan Utama
Pasien terlihat lemas dan tidak menjawab saat ditanyakan
3. Alasan Masuk Ruang Intensif
Pasien tidak sadarkan diri sebelum masuk RS, menurut keluarga pasien sudah
terlihat lemah sejak 4 hari sebelum masuk RS. Aktivitas saat di rumah hanya di
kasur saja dan memberat sejak kemarin. Sebelumnya pasien masih bisa aktivitas
tetapi dibantu, muntah (+).
4. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk ruang ICU pada pukul 22.45 WIB tgl 19-11-2018, pada saat di
IGD pasien tidak sadar, GCS 10 / E: 3, V: 2, M: 5, TD: 100/60 mmHg, RR:
28x/ menit, N: 133x/menit, S: 37OC. Diperoleh hasil laboratorium yaitu
Hemoglobin: 10,6 , Hematokrit 32, Leukosit 14.000, Trombosit: 256.000,
SGOT: 20, SGPT: 21, Ureum: 36, Creatinin: 0,71, GDS: 504 mg/dl, Keton:
(+) 1. Pada saat pengkajian tgl 12-11-2018 kesadaran pasien somnolen
dengan Gcs: 11 / E: 3, V: 3, M: 5. TD: 152/84 mmHg, HR: 138x/menit, RR:
26x/menit, terpasang NRM 10 ltr, CRT < 3detik, Saturasi oksigen: 92%.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat CVD + 4 tahun yang lalu, menurut keluarga stroke
karena sumbatan pembuluh darah. Pasien pernah memiliki riwayat jatuh + 4
bulan yang lalu. Tedapat fraktur pada radius ulna sinistra. Pasien memiliki
riwayat DM dan sejak 2 tahun yang lalu tidak minum obat.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga tidak ada yang memiliki penyakit yang sama derngan pasien.
5. Pengkajian Primer
6. Pengkajian sekunder
a. Pemeriksaan head to toe
b. Vital sign
Tekanan darah : 152/84 mmHg
Nadi : HR: 138x/menit
Pernapasan : RR:26x/mnt
Suhu : 35,8OC
d. Pemeriksaan penunjang
Gas darah+elektrolit
Na (natrium) 147 mmol/L
K (kalium) 2,8 mmol/L
Cl (klorida) 102 mmol/L
2. Rontgen Tidak ada data rontgen
3. USG Tidak ada data USG
4. CT Scan Tidak ada data CT scan
5. MRI Tidak ada data MRI
6. EKG Sinus takikardi
7. Terapi
Oral :
KSR 3x600 mg
Concord 1x25 mg
Simvastatin 1x20 mg
Parenteral:
Omeprazole 2x40mg
Citicoline 3x500 mg
N.ace 3x1 amp
Meropenem 3x2gr
Nacl 0,9% /8jam
Lantus 0-0-12 unit
B. Analisa Data
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi Keperawatan
nyaman
I Selasa/13- Memberikan oksigen DS: -
DO: RR/menit
11-2018 nasal kanul 5 liter
09.00
DS: -
Memposisikan pasien
I semi fowler DO: Pasien terlihat
nyaman
Memberikan obat
DS: -
meropenem 2gr DO: obat diberikan
secara injeksi IV line
dengan dosis 2gr
II
DS: -
Memberikan makan DO: Diit DM yang
melalui NGT diberikan: susu
diabetasol dengan dosis
III 100cc
DS: -
Menghitung balance DO:
cairan input : 521
Output: 590
Balance (-) 69/3jam
Diuresis:
1,7cc/kgBB/3jam
IV Melakukan mobilisasi DS: -
DO: - pasien diubah
pasien
posisinya
- pasien terlihat nyaman
I
Memberikan oksigen DS: -
DO: RR: 18x/menit
nasal kanul 3 liter
III
DS: -
Mengecek gula darah DO: 112 mg/dl
sewaktu
DS: -
III
Memberikan makan DO: Diit DM yang
melalui NGT diberikan: susu
diabetasol dengan dosis
II
100cc
DS: -
Memonitor tanda- DO: TD: 108/58mmHg
N: 73x/menit
tanda vital S: 36,5OC
RR: 18x/menit
III SO2: 100%
DS: -
DO:
input : 521
Output: 590
Balance (-) 69/3jam
Diuresis:
Menghitung balance
1,7cc/kgBB/3jam
cairan
F. Evaluasi
S: -
O:
TD: 102/72 mmHg
N: 98x/menit
36,3OC
SO2: 95%
EKG: sinus rythm
CRT <3detik
A: penurunan curah jantung belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan:
1. Memonitor tanda-tanda vital pasien
2. Jaga intake/output
3. Monitor hemodinamik pasien
2. Selasa/13-11- S: -
O:
2018
RR: 22x/menit
14.00
Saturasi oksigen 92%
I Pasien diposisikan semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi
Hasil AGD:
PH 7,427
PCO2 36,4 mmHg
PO2 98mmHg
HCO3 24,7 mmol/L
TCO2 23 mmol/L
BE +2,6 mmol/L
II Saturasi O2 95,0 %
Laktat 1,6 mg/dl
S: -
O:
IV
TD: 105/82 mmHg
HR: 72x/menit
SO2: 98%
S: 36OC
EKG sinus rythm
CRT <3detik
A: penurunan curah jantung teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan:
Monitor intake output
Monitor hemodinamik
S: -
O:
Tidak ada luka dekubitus
Mobilisasi dilakukan tiap 3 jam sekali
S: -
O:
TD: 110/83 mmHg
HR: 77x/menit
S: 36,1OC
SO2: 100%
Ekg sinus rythm
CRT <3detik
S: -
O:
Tidak ada luka tirah baring
Pasien dilakukan mobilisasi setiap 3 jam
A. Pengkajian
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif (Gotera & Widayasa, 2010)
Data fokus yang perlu dikaji pada klien dengan Ketoasidosis metabolik adalah
kelemahan, keletihan, berat badan menurun, tonus otot menurun, penurunan
kekuatan otot, rentang gerak, menurunnya kekuatan umum, kehilangan nafsu
makan, mual muntah, nafas berbau aseton, diare, kesulitan berjalan, kram otot,
kesemutan, letargi, disorientasi, koma, stupor, gangguan memori, GJK, disritmia,
adanya riwayat hipertensi, takikardia, pusing, sakit kepala, sesak, poliuria,
hiperglikemia, polipagia, polidipsia, kulit kering, gatal, dan turgor kulit jelek dan
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.
Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada
pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada AGD (Gaglia, 2010).
Sedangkan data yang ditemukan dalam kasus adalah gangguan kesadaran yaitu
pasien tidak sadar pada saat dibawa ke RS dengan muntah sebanyak 2x, dan pada
saat pengkajian kesadaran pasien somnolen (ini terjadi akibat ketoasidosis yang
parah yang menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan otak), peningkatan GDS,
ketidakmampuan dalam melaksanakan shalat 5 waktu hanya berdoa, TD: 152/84
mmHg, Nadi :138x/menit, Suhu : 35,8OC, akral dingin ,mukosa bibir kering/pucat ,
hasil EK tampak sinus takikardi pasien terlihat lemah, terdapat otot bantu napas
dengan RR: 26x/menit, hasil AGD PH 7,534 (09-11-1-2018).
Berdasarkan hal tersebut di atas ditemukan adanya kesenjangan. Data yang
ditemukan bertentangan dengan teori yaitu PH darah yang seharusnya pada teori
pH sering <7.3 gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari
pH 0,03 pada AGD sedangkan pada kasus PH 7,534 sehingga PH lebih tinggi, hal
tersebut dikarenakan pada saat pasien dibawa di IGD mengalami muntah yang berat
akibatnya saat pemeriksaan AGD PH menjadi naik. Hal tersebut diperkuat oleh
jurnal Kaigo (2016) "Acidosis-Induced Hypochloremic Alkalosis in Diabetic
Ketoacidosis Confirmed by The Modified Base Excess Method" yang menyatakan
bahwa percampuran antara alkalosis dan asidosis menjadi basa karena ditandai
dengan adanya muntah pada pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (2013), diagnosa keperawatan ada 3 diagnosa yaitu :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
faktor biologis
Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan dalam kasus ada 3 diagnosa
yaitu :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan sensori motorik
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
Terdapat kesenjangan pada diagnosa terori dan kasus, hal ini terjadi
karena pada teori tanda dan gejala yang muncul adalah Poliuri, polidipsi dan
penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang
KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering
disalah-artikan sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi
penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan menghilang dengan
sendirinya setelah asidosisnya teratasi. Sedangkan pada kasus untuk masalah
diagnosa pada kasus Ketoasidosis Diabetikum sudah mengalami komplikasi
GJK dan pasien memiliki riwayat penyakit CVD yang mengakibatkan diagnosa
baru muncul tidak sesuai dengan teori.
Hambatan?
C. Intervensi Keperawatan
Pada perencanan keperawatan dari ketiga diagnosa yang diangkat, kesenjangan yang
ada antara teori dengan perencanaan keperawatan yang disusun sebagai berikut :
Hambatan?
D. Implementasi Keperawtan
Hambatan?
E. Evaluasi
Hambatan?
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi dalam perencanaannya dibuat sesuai dengan pengetahuan
penulis yang mengacu pada Nanda NIC NOC dan kebiasaan rumah sakit
serta kebutuhan klien. Hal ini karena diagnosa ini tidak ditemukan dalam
tinjauan teoritis.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
Pada diagnosa tersebut intervensi yang dilakukan sesuai dengan NIC yaitu
Manajemen cairan dan Monitor hemodinamik serta melakukan tindakan
kilaborasi dengan dokter.
c. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan sensori motorik
Pada diagnosa ini intervensi yang akan dilakukan adalah manajemen
cairan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
Sedangkan untuk diagnosa hambatan mobilitias perawat memantu pasien
untuk perawatan tirah baring pada pasien untik meminimalkan terjadinya
komplikasi seperti dekubitus.
4. Implementasi Keperawtan
Pelaksanaan seluruh tindakan keperawatan yang dilakukan selalu
berorientasi pada rencana yang telah dibuat terlebih dahulu. Pelaksanaan
tindakan keperawatan yang terdapat dalam perencanaan keperawatan
semuanya dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini disebabkan karena klien dan
keluarga kooperatif terhadap setiap tindakan yang dilakukan dan partisipasi
aktif dari petugas ruangan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi meliputi hasil dan proses pada kasus ini menunjang adanya kemajuan
atau keberhasilan dari masalah yang dihadapi oleh pasien/keluarga.
Pada kasus yang ditangani dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan sebagai metode pemecahan masalah, pada evaluasi setelah
dirawat selama dua hari yaitu sejak tanggal 12 sampai dengan 14 November
2018 menunjukkan dari 4 diagnosa yang ditegakkan oleh penulis, dua diagnosa
keperawatan yang dapat teratasi/tidak terjadi yaitu kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan pengobatan serta resiko terjadi infeksi sekunder.
Diagnosa keperawatan belum dapat diatasi.
B. Saran
klien perlu menyadari keadaan dirinya, sehingga perlu melakukan kontrol diet,
darah dan diharapkan keluarga dapat bekerja sama dalam hal ini.
perawat dengan klien, perawat dan tim kesehatan lain dalam melaksanakan
asuhan keperawatan sebab dengan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik,
3. Untuk masa yang akan datang, penulis menyarankan jika memungkinkan bahwa
dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk penulisan karya tulis ini perlu
Roostati, R. L., & Rusli, J. (2016). Asidosis Laktat pada Ketoasidosis Diabetik Berat di
Instalasi Perawatan Intensif. ISSN , Vol. 43 No. 7.
Santoso, F., & Saewondo, P. (2016). Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Ketoasidosis
Diabetik Berulang : Laporan Kasus Berbasis Bukti. Jurnal Dokter Keluarga Indonesia ,
Volume, 2. No, 1.