Professional Documents
Culture Documents
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB yang dibimbing oleh
Kelompok 1 :
1. Afrizal Umardani
2. Silvi Ocsie Rosdyanti M.
PENDAHULUAN
………………………………………….. ………………………………..
A. Definisi
Sindroma gawat pernafasan pada dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS) merupakan bentuk edema paru yang dapat dengan cepat
menimbulkan gagal nafas akut. ARDS dapat terjadi sesudah cedera langsung atau tidak langsung pada paru-paru. Oleh karena itu penegakkan diagnosis ARDS
cukup sulit dan kematian dapat terjadi dalam tempo 48 jam sesudah awitan sindrom jika diagnosis tidak segera diketahui dan penanganan tidak segera di
lakukan (Kowalak,J. 2014).
Adult Respirator Distress Syndrome (ARDS ) merupakan keadaaan gagal napas mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak factor predisposisi seperti syok
karena perdarahan, sepsis, rudak paksa / trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau
metadon. (Arif Muttaqin, 2009).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di
dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga
hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang-9 tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar.
Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari
yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi dua yaitu paru-
paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru
kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-
belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf,
dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus11 alveolus. Tiap
duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus
oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini
vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya
(pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
E. Patofisiologi
Epitelium alveolus tersusun oleh 2 tipe sel pneumosit : type I (90 %) yang berbentuk flat, dan type II (10 %) yang berbentuk kubus. Sel tipe II berfungsi
untuk penghasil surfaktan dan transport ion, jika terjadi cedera akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi tipe I (Michael A. Matthay. 2011). Cedera ARDS
melibatkan epitelium alveoli dan kapiler paru. Rangkaian perubahan seluler dan biokimia di picu oleh agens penyebab tertentu (Kowalak,J. 2014).
Adanya cedera akan menyebabkan kerusakan sel tipe II yang menyebabkan gangguan transport cairan yang akan menyebabkan edema dan berkurangnya
produksi surfaktan (Michael A. Matthay. 2011). Pada cedera akut, terjadi pengelupasan epitelial bronkus maupun alveolus yang disertai dengan pembentukan
membrane hialin pada dasar membran yang terkelupas. Selain itu, cedera dapat menyebabkan kerusakan membrane kapiler alveolus ,permeabilitas vaskuler
meningkat karena cairan plasma masuk ke alveolus dan mengganggu fungsi surfaktan sehingga akan menyebabkan kegagalan pertukaran gas. Selain cairan yang
masuk neutrofil juga akan masuk ke alveolus. Di alveolus, ada makrofag yang akan mensekresi cytokines, yaitu interleukin-1, 6, 8, dan 10, (IL-1, 6,8, dan 10)
dan tumor necrosis factor (TNF), yang beraksi secara lokal memicu kemotaksis dan mengaktivasi neutrofil
Sel-sel neutrofil yang di aktifkan akan membebaskan beberapa mediator inflamasi dan faktor perusak trombosit (platelet aggravating factor) yang akan
menimbulkan kerusakan pada membrane kapiler alveoli dan meningkatkan permeabilitas kapiler (Kowalak,J. 2014). Neutrofil dapat melepaskan oksidan,
protease, dll yang menyebabkan reaksi inflamasi, menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin, fibrinogen, proteolisis protein plasma.
Gambar 1. cedera alveolus pada ARDS (Michael A. Matthay. 2011).
Gambar 2. Aktivasi Neutrofile (Michael A. Matthay. 2011).
F. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terdapat pada ARDS meliputi (Kowalak,J. 2014) :
1. Hipotensi
2. Penurunan keluaran urine
3. Asidosis metabolic
4. Asidosis respiratorik
5. MODS
6. Fibrilasi ventrikel
7. Ventrikuler Arest
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
Analisa Gas Darah: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hipersensitivitasi), hiperkapnia (pada emfisemia atau keadaan lanjut). Alkalosis respiratorik
pada awal proses, akan berganti menjadi asidodid respiratorik
Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan kerusakan endotel), peningkatan kadar amylase (pada pankreatitis).
Gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati, tanda koagulasi intravascular diseminata (sebagai bagian dari MODS/ multiple organ dysfunction syndrome)
Radiologi
Foto Toraks: pada awal proses, dapat ditemkan lapangan paru yang relative jernih, serial foto kemudian tampak bayangan radio-opak difus atau patchy
bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya lagi gambaran confluent, tidak terpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung
CT scan toraks: pola heterogen, predominasi infiltrate pada area dorsal paru (foto supine) (Amin, 2010) .
H. Penatalaksanaan
Mortalitas pada ARDS mencapai 50% dan tidak bergantung pada pengobatan. Oleh karena itu, perawat perlu mengetahui tindakan pencegahan terhadao
kemunculan ARDS. Hal-hal penting yang perlu diketahui dan dipahami dengan baik adalah faktor-faktor predisposisi seperti sepsis, pneumonia aspirasi, dan
detekti dini ARDS. Pengobatan dalam masa laten lebih besar kemungkinannya untuk berhasil daripada jika dilakukan ketika sudah timbul gejala ARDS.
Tujuan pengobatan adlaah sama walaupun etiologinya berbeda, yaitu mengembangkan alveoli secara optimal mempertahankan gas darah arteri dan
oksigenisasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam-basa, dan sirkulasi dalam tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli kapiler utuh kembali.
Pemberian cairan harus dilakukan secara saksama, terutama jika ARDS disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan
permeabilitas kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstisial dan memperberat edema paru. Cairan yang diberikan haurs cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang tidak cepat, ekstremitas hangat, dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau
memperberat edema paru. Jika perlu, dimonitor dengan kateter Swan Ganz dan teknik thermodelution untuk mengukur curah jantung.
Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan permeabilitas yang luas, albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.
Peranan kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar, pemberian metilprednisolon 30 mg/kgBB secara
intravena setiap 6 jam sekali lebih disukai, kortikosteroid terutama diberikan pada syok sepsis.
I. Pathway
Embolisme mikrovaskular
Agragasi selular mikrovaskun platelet Edema paru neurogenik
dan granulosit Trauma, hipoksia, dan intoksikasi obat
Kehilangan surfaktan Pelepasan dari fibrinopeptida dan asam amino. Vasokonstriksi sistematis Vasokonstriksi paru
Edema paru
Sumber Referensi :
Kowalak, Jennifer P. 2014. Professional Guide to Pathophysiology. ISBN 978-979-044-012-8.
Smeltzer,S. 2018. Handbook for Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan; Salemba Medika.
Michael A. Matthay. 2011. The Acute Respiratory Distress Syndrome: Pathogenesis and Treatment. (Online) (NIH Public Access, di akses pada tanggal 19 agustus
2018).
Muttaqin Arif.2014. asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernapasan. Salemba medika
National Institutes of Health, National Heart Lung and Blood Institute. 2002. Difinition. In: Global Initiative for Asthma. 2-7.
Nursing interventations classification (NIC). 2017. 6th edisi bahasa Indonesia.
HALAMAN 1
MODEL KONSEP ASKEP MENURUT NANDA NIC NOC
Sumber Pustaka : Gloria M. Bulechec, at all. 2017. Nursing Interventations Classification (NIC) 6th Edisi bahasa Indonesia.
HALAMAN 3
Sumber Pustaka : Nursing Interventations Classification (NIC) 6th Edisi bahasa Indonesia.
HALAMAN 4
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan
spiritual
Sumber Pustaka : Nursing Interventations Classification (NIC) 6th Edisi bahasa Indonesia.