You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB yang dibimbing oleh

Kelompok 1 :
1. Afrizal Umardani
2. Silvi Ocsie Rosdyanti M.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS
2018
HALAMAN 1 Mata Kuliah : Nama : Tingkat/Semester : PROGRAM PROFESI NERS
JUDUL Disetujui
LAPORAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ARDS
Clinical Instructure Clinical Teacher

PENDAHULUAN
………………………………………….. ………………………………..
A. Definisi
Sindroma gawat pernafasan pada dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS) merupakan bentuk edema paru yang dapat dengan cepat
menimbulkan gagal nafas akut. ARDS dapat terjadi sesudah cedera langsung atau tidak langsung pada paru-paru. Oleh karena itu penegakkan diagnosis ARDS
cukup sulit dan kematian dapat terjadi dalam tempo 48 jam sesudah awitan sindrom jika diagnosis tidak segera diketahui dan penanganan tidak segera di
lakukan (Kowalak,J. 2014).
Adult Respirator Distress Syndrome (ARDS ) merupakan keadaaan gagal napas mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak factor predisposisi seperti syok
karena perdarahan, sepsis, rudak paksa / trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau
metadon. (Arif Muttaqin, 2009).

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi fisiologi sistem pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di
dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga
hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang-9 tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar.
Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari
yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru dibagi dua yaitu paru-
paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru
kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-
belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf,
dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus11 alveolus. Tiap
duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus
oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini
vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya
(pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2. Proses terjadi pernapasan


Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-
paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2
dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi
kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa
dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan
(ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli.. Jadi
proses respirasi atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu seseorang
bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda
dan pada perempuan. Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik, maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua,
Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan
pada laki-laki.

3. Fisiologi sistem pernapasan


Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama
4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagidan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan
menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis.
a. Pernapasan paru
Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna,
oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam
kapiler pulmonar. Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner:
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat, yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat
dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah
(hemoglobin) yang banyak mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan
di paru-paru terjadi pernapasan eksterna.16
b. Pernapasan sel
Transpor gas paru-paru dan jaringan Selisih tekanan parsial antara O2 dan CO2 menekankan bahwa kunci dari pergerakan gas O2 mengalir dari
alveoli masuk ke dalam jaringan melalui darah, sedangkan CO2 mengalir dari jaringan ke alveoli melalui pembuluh darah.Akan tetapi jumlah kedua gas
yang ditranspor ke jaringan dan dari jaringan secara keseluruhan tidak cukup bila O2 tidak larut dalam darah dan bergabung dengan protein membawa O2
(hemoglobin). Transpor oksigen melalui beberapa tahap yaitu :
1) Tahap I : oksigen atmosfer masuk ke dalam paru-paru. Pada waktu kita menarik napas tekanan parsial oksigen dalam atmosfer 159 mmHg. Dalam
alveoli komposisi udara berbeda dengan komposisi udara atmosfer tekanan parsial O2 dalam alveoli 105 mmHg.
2) Tahap II : darah mengalir dari jantung, menuju ke paru-paru untuk mengambil oksigen yang berada dalam alveoli. Dalam darah ini terdapat oksigen
dengan tekanan parsial 40 mmHg.
3) Tahap III : oksigen yang telah berada dalam pembuluh darah diedarkan keseluruh tubuh. Ada dua mekanisme peredaran oksigen dalam darah yaitu
oksigen yang larut dalam plasma darah yang merupakan bagian terbesar dan sebagian kecil oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam darah. Derajat
kejenuhan hemoglobin dengan O2 bergantung pada tekanan parsial CO2 atau pH. Jumlah O2 yang diangkut ke jaringan bergantung pada jumlah
hemoglobin dalam darah.
4) Tahap IV : sebelum sampai pada sel yang membutuhkan, oksigen dibawa melalui cairan interstisial lebih dahulu. Tekanan parsial oksigen dalam cairan
interstisial 20 mmHg. Perbedaan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri (100 mmHg) dengan tekanan parsial oksigen dalam cairan interstisial
(20 mmHg) menyebabkan terjadinya difusi oksigen yang cepat dari pembuluh kapiler ke dalam cairan interstisial.
5) Tahap V : tekanan parsial oksigen dalam sel kira-kira antara 0- 20 mmHg. Oksigen dari cairan interstisial berdifusi masuk ke dalam sel. Dalam sel
oksigen ini digunakan untuk reaksi metabolisme yaitu reaksi oksidasi senyawa yang berasal dari makanan (karbohidrat, lemak, dan protein)
menghasilkan H2O, CO2 dan energi (Syaifuddin, 2006).
C. Etiologi
Penyebab ARDS sering di temukan meliputi (Kowalak,J. 2014) :
1. Cedera pada paru-paru akibat trauma (penyebab paling sering) seperti kontusio jalan napas
2. Faktor yang berhubungan dengan trauma seperti emboli paru, sepsis,syok, kontusio paru, dan transfuse multiple yang meningkatkan kemungkinan
mikroemboli.
3. Anafilaksis
4. Aspirasi isi lambung
5. Pneumonia difusi, khususnya pneumonia karena virus
6. Overdosis obat yang idiosinkratik terhadap ampisilin atau hidroklorotiazid
7. Inhalasi gas berbahaya, seperti nitousoksida, ammonia atau klorin
8. Keadaan nyaris tenggelam
9. Intoksikasi oksigen
10. Sepsis
11. Pencangkokan bypass arteri koronaria
12. Hemodialysis
13. Leukemia
14. Tuberculosis milier akut
15. Pankreatitis
16. Purpura trombositopenik trombotik
17. Uremia
18. Emboli udara dalam darah vena
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ARDS meliputi (Kowalak,J. 2014):
1. Pernafasan yang cepat serta dangkal dan dyspnea, yang terjadi beberapa jam hingga beberapa hari pasca cedera awal. Gejala ini timbul sebagai reaksi
terhadap penurunan kadar oksigen dalam darah.
2. Peningkatan frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada pusat pneumotaksik
3. Retraksi intercostal dan suprasternal akibat peningkatan upaya yang di perlukan untuk mengembangkan paru-paru yang kaku
4. Ronki basah dan kering yang terdengar dan terjadi kerena penumpukan cairan dalam paru
5. Gelisah, khawatir, dan kelambanan metal yang terjadi karena sel-sel otak mengalami hipoksia
6. Disfungsi motorik yang terjadi ketika hipoksia berlanjut
7. Takikardia yang menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih banyak lagi oksigen kepada sel dan organ vital
8. Asidosis respiratorik yang terjadi akibat karbon dioksida menumpuk di dalam darah dan kadar oksigen menurun
9. Asidosis metabolic yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi

E. Patofisiologi
Epitelium alveolus tersusun oleh 2 tipe sel pneumosit : type I (90 %) yang berbentuk flat, dan type II (10 %) yang berbentuk kubus. Sel tipe II berfungsi
untuk penghasil surfaktan dan transport ion, jika terjadi cedera akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi tipe I (Michael A. Matthay. 2011). Cedera ARDS
melibatkan epitelium alveoli dan kapiler paru. Rangkaian perubahan seluler dan biokimia di picu oleh agens penyebab tertentu (Kowalak,J. 2014).
Adanya cedera akan menyebabkan kerusakan sel tipe II yang menyebabkan gangguan transport cairan yang akan menyebabkan edema dan berkurangnya
produksi surfaktan (Michael A. Matthay. 2011). Pada cedera akut, terjadi pengelupasan epitelial bronkus maupun alveolus yang disertai dengan pembentukan
membrane hialin pada dasar membran yang terkelupas. Selain itu, cedera dapat menyebabkan kerusakan membrane kapiler alveolus ,permeabilitas vaskuler
meningkat karena cairan plasma masuk ke alveolus dan mengganggu fungsi surfaktan sehingga akan menyebabkan kegagalan pertukaran gas. Selain cairan yang
masuk neutrofil juga akan masuk ke alveolus. Di alveolus, ada makrofag yang akan mensekresi cytokines, yaitu interleukin-1, 6, 8, dan 10, (IL-1, 6,8, dan 10)
dan tumor necrosis factor (TNF), yang beraksi secara lokal memicu kemotaksis dan mengaktivasi neutrofil
Sel-sel neutrofil yang di aktifkan akan membebaskan beberapa mediator inflamasi dan faktor perusak trombosit (platelet aggravating factor) yang akan
menimbulkan kerusakan pada membrane kapiler alveoli dan meningkatkan permeabilitas kapiler (Kowalak,J. 2014). Neutrofil dapat melepaskan oksidan,
protease, dll yang menyebabkan reaksi inflamasi, menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin, fibrinogen, proteolisis protein plasma.
Gambar 1. cedera alveolus pada ARDS (Michael A. Matthay. 2011).
Gambar 2. Aktivasi Neutrofile (Michael A. Matthay. 2011).
F. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terdapat pada ARDS meliputi (Kowalak,J. 2014) :
1. Hipotensi
2. Penurunan keluaran urine
3. Asidosis metabolic
4. Asidosis respiratorik
5. MODS
6. Fibrilasi ventrikel
7. Ventrikuler Arest

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
 Analisa Gas Darah: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hipersensitivitasi), hiperkapnia (pada emfisemia atau keadaan lanjut). Alkalosis respiratorik
pada awal proses, akan berganti menjadi asidodid respiratorik
 Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan kerusakan endotel), peningkatan kadar amylase (pada pankreatitis).
 Gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati, tanda koagulasi intravascular diseminata (sebagai bagian dari MODS/ multiple organ dysfunction syndrome)
Radiologi
 Foto Toraks: pada awal proses, dapat ditemkan lapangan paru yang relative jernih, serial foto kemudian tampak bayangan radio-opak difus atau patchy
bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya lagi gambaran confluent, tidak terpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung
 CT scan toraks: pola heterogen, predominasi infiltrate pada area dorsal paru (foto supine) (Amin, 2010) .

H. Penatalaksanaan
Mortalitas pada ARDS mencapai 50% dan tidak bergantung pada pengobatan. Oleh karena itu, perawat perlu mengetahui tindakan pencegahan terhadao
kemunculan ARDS. Hal-hal penting yang perlu diketahui dan dipahami dengan baik adalah faktor-faktor predisposisi seperti sepsis, pneumonia aspirasi, dan
detekti dini ARDS. Pengobatan dalam masa laten lebih besar kemungkinannya untuk berhasil daripada jika dilakukan ketika sudah timbul gejala ARDS.
Tujuan pengobatan adlaah sama walaupun etiologinya berbeda, yaitu mengembangkan alveoli secara optimal mempertahankan gas darah arteri dan
oksigenisasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam-basa, dan sirkulasi dalam tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli kapiler utuh kembali.
Pemberian cairan harus dilakukan secara saksama, terutama jika ARDS disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan
permeabilitas kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstisial dan memperberat edema paru. Cairan yang diberikan haurs cukup untuk
mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang tidak cepat, ekstremitas hangat, dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau
memperberat edema paru. Jika perlu, dimonitor dengan kateter Swan Ganz dan teknik thermodelution untuk mengukur curah jantung.
Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan permeabilitas yang luas, albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.
Peranan kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar, pemberian metilprednisolon 30 mg/kgBB secara
intravena setiap 6 jam sekali lebih disukai, kortikosteroid terutama diberikan pada syok sepsis.
I. Pathway

Embolisme mikrovaskular
Agragasi selular mikrovaskun platelet Edema paru neurogenik
dan granulosit Trauma, hipoksia, dan intoksikasi obat

Injuri langsung paru Embolisme mikrovaskular Henti simpatetik hipotaiamus

Kehilangan surfaktan Pelepasan dari fibrinopeptida dan asam amino. Vasokonstriksi sistematis Vasokonstriksi paru

Perubahan volume darah


Atelektasis
Menuju sirkulasi paru

Kerusakan endotelial dam epitelium


Peningkatan tekanan hidrostatil kapiler

Peningkatan permeabilitas kapiler paru

Edema paru

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan


Ketidakseimbangan vertilasi-perfusi
Penggunaan obat bantu pernapasan

Peningkatan kerja pernapasan,


Respons sistemik dan psikologis
hipoksemia secara reversible

Intake nutrisi tidak


Kecemasan keluarga,
Gangguan pertuakaran gas adekuat, kelemahan,
Dan keletihan fisik ketidakefektifan koping
keluarga, dan
Perubahan pemenuhan nutrisi kurang ketidaktahuan akan
dari kebutuhan prognosis
Gangguan pemenuhan ADL
Kecemasan keluarga
koping tidak efektif
ketidaktahuan pemenuhan
informasi
J. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Penampilan dan manifestasi klinis ARDS merupakan gambaran fungsi pulmonal atau nonpulmonal yang menyebabkan sindrom. Tetapi, kebalikan dari
seriusnya kedaruratan medis ini, pemeriksaan fisik biasanya dapat tidak jelas. Pokok utama pengkajian adalah distres pernapasan, hipoksemia berat, dan difusi
bilateral infiltrasi alveolar pada Rontgen thoraks.
Tanda utama distres pernapasan dan hipoksemia barat berubah pada tingkat kesadaran, takikardi, dan takipnea. Frekuensi pernapasan sering kali
meningkat secara bermakna dengan ventilasi menjadi tinggi. Dispnea dengan sesak napas dan berhubungan dengan retraksi interkostal adalah umum dan
mungkin ditemukan sianosis. Hal ini harus diingat, karena sianosis merupakan tanda awal dan nyata dari hipoksemia.
Berdasarkan pada pemeriksaan auskultasi dada didapatkan bunyi napas. Ronkhi sekunder terhadap sekresi jalan napas besar, tidak terjadi.
Pemeriksaan auskultasi jantung biasanya menunjukkan bunti hantung normal tanpa gallop atau murmur, kecuali bla bla penyakit jantung atau mengalami
trauma.
2. Riwayat Saat Ini
Klien dengan serangan dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan,
gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas. Riwayat gangguan pernapasan yang pernah
dialami.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat dari keluarga dikaji seperti penyakit keturunan diabetes atau hipertensi
5. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
-
6. Pola Resepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
-
7. Pola Hubungan dan Peran
-
8. Pola Presepsi dan Konsep Diri
9. Pola Penanggulangan Stress
-
10. Pola Sensorik dan Kognitif
-
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan
mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif.

12. Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan,, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot
bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
b. B1 (Breathing)
sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekel halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
c. B2 (Blood)
pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut(shock), takikardi biasa terjadi,
bunyi jantung normal tanpa murmur ataugallop.
d. B3 (Brain)
kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
e. B4 (Bladder)
-
f. B5 (Bowel)
-
g. B6 (Bone)
kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.
13. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik ARDS dapat dibuat berdasarkan pada kriteria berikut:
1. Gagal napas akut
2. Infiltrat pulmoner “fluffy” bilaterak pada gambaran Rontgen thoraks.
3. Hipoksemia (PaO2 di bawah 50-60 mmHg) meski FcO2 50-60% (fraksi og\ksigen yang dihirup).
14. Pemeriksaan Kulit
-
15. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hipersensitivitasi), hiperkapnia (pada emfisemia atau keadaan lanjut). Alkalosis
respiratorik pada awal proses, akan berganti menjadi asidodid respiratorik
b. Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan kerusakan endotel), peningkatan kadar amylase (pada
pankreatitis).
c. Gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati, tanda koagulasi intravascular diseminata (sebagai bagian dari MODS/ multiple organ dysfunction syndrome)
.
16. Pemeriksaan Radiologi
 Foto Toraks: pada awal proses, dapat ditemkan lapangan paru yang relative jernih, serial foto kemudian tampak bayangan radio-opak difus atau patchy
bilateral dan diikuti pada foto serial berikutnya lagi gambaran confluent, tidak terpengaruh gravitasi, tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung
 CT scan toraks: pola heterogen, predominasi infiltrate pada area dorsal paru (foto supine) (Amin, 2010) .
17. Penatalaksanaan Medis
a. Mortalitas pada ARDS mencapai 50% dan tidak bergantung pada pengobatan. Oleh karena itu, perawat perlu mengetahui tindakan pencegahan
terhadao kemunculan ARDS. Hal-hal penting yang perlu diketahui dan dipahami dengan baik adalah faktor-faktor predisposisi seperti sepsis,
pneumonia aspirasi, dan detekti dini ARDS. Pengobatan dalam masa laten lebih besar kemungkinannya untuk berhasil daripada jika dilakukan ketika
sudah timbul gejala ARDS.
b. Tujuan pengobatan adlaah sama walaupun etiologinya berbeda, yaitu mengembangkan alveoli secara optimal mempertahankan gas darah arteri dan
oksigenisasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam-basa, dan sirkulasi dalam tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli kapiler utuh
kembali.
c. Pemberian cairan harus dilakukan secara saksama, terutama jika ARDS disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan
permeabilitas kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstisial dan memperberat edema paru. Cairan yang diberikan haurs cukup
untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang tidak cepat, ekstremitas hangat, dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan
edema atau memperberat edema paru. Jika perlu, dimonitor dengan kateter Swan Ganz dan teknik thermodelution untuk mengukur curah jantung.
d. Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan permeabilitas yang luas, albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.
Peranan kortikosteroid pada ARDS masih diperdebatkan. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar, pemberian metilprednisolon 30
mg/kgBB secara intravena setiap 6 jam sekali lebih disukai, kortikosteroid terutama diberikan pada syok sepsis.
18. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar
pada status cedera kapiler paru.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, akumulasi sekret jalan napas, dan menurunnya
kemampuan batuk efektif.
c. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan edema pulmonal, penurunan aliran balik vena, penurunan curah jantung atau terapi diuretik.
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
e. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan.

Sumber Referensi :
Kowalak, Jennifer P. 2014. Professional Guide to Pathophysiology. ISBN 978-979-044-012-8.
Smeltzer,S. 2018. Handbook for Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan; Salemba Medika.
Michael A. Matthay. 2011. The Acute Respiratory Distress Syndrome: Pathogenesis and Treatment. (Online) (NIH Public Access, di akses pada tanggal 19 agustus
2018).

Muttaqin Arif.2014. asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernapasan. Salemba medika
National Institutes of Health, National Heart Lung and Blood Institute. 2002. Difinition. In: Global Initiative for Asthma. 2-7.
Nursing interventations classification (NIC). 2017. 6th edisi bahasa Indonesia.
HALAMAN 1
MODEL KONSEP ASKEP MENURUT NANDA NIC NOC

PENGKAJIAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PERENCANAAN EVALUASI (KRITERIA


KEBERHASILAN)
Gangguan pertukaran gas yang Managemen jalan napas S: Mendemonstrasikan peningkatan
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin ventilasi dan oksigenasi yang
berhubungan dengan hipoksemia lift atau jaw thrust bila perlu adekuat
secara reversible/menetap, refraktori 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan Memelihara kebersihan paru
ventilasi paru dan bebas dari tanda tanda
dan kebocoran interstisial 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan distress pernafasan
alat jalan nafas buatan Mendemonstrasikan batuk
pulmonal/alveolar pada status cedera 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu efektif dan suara nafas yang
kapiler paru. 5. Keluarkan sekret dengan batuk atau bersih, tidak ada sianosis dan
suction dyspneu (mampu
6. Auskultasi suara nafas, catat adanya mengeluarkan sputum, mampu
suara tambahan bernafas dengan mudah, tidak
7. Berikan bronkodilator bial perlu ada pursed lips)
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan Tanda tanda vital dalam rentang
keseimbangan. normal
9. Monitor respirasi dan status O2
Manajemen Pernapasan O: tanda-tanda vital dalam rentang
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama normal
dan usaha respirasi Tidak ada sekret
2. Catat pergerakan dada,amati Tidak ada tanda-tanda
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, hipoksemia, hiperkapnea
retraksi otot supraclavicular dan
intercostal A: Masalah teratasi Sebagian
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, P: Lanjutkan Intervensi
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Monitor kelelahan otot diagfragma (
gerakan paradoksis )
6. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
7. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
8. Auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya
Sumber Pustaka :Muttaqin Arif. 2014., Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasasan, Jakarta:Salemba Medika.
HALAMAN 2
MODEL KONSEP ASKEP MENURUT Nursing Interventations Classification (NIC)
PENGKAJIAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PERENCANAAN EVALUASI (KRITERIA
KEBERHASILAN)
Ketidakefektifan bersihan jalan napas 1. Kaji warna, kekentalan, dan jumlah S: - Dapat mendemonstrasikan batuk
sputum efektif.
yang berhubungan dengan adanya 2. Atur posisi semifowler - Dapat menyatakan strategi
bronkhokonstriksi, akumulasi sekret 3. Ajarkan cara batuk efektif untuk menurunkan
4. Bantu klien latihan napas dalam kekentalan sekresi.
jalan napas, dan menurunnya 5. Pertahankan intake cairan sedikitnya - Tidak ada suara napas
2500 ml/hari kecuali tidak tambahan dan wheezing (-)
kemampuan batuk efektif. diindikasikan - Pernapasan klien normal
6. Lakukan fisioterapi dada dengan (16-20 x/menit) tanpa ada
teknik postural drainase, perkusi, dan penggunaan otot bantu napas
fibrasi dada
7. Kolaborasi pemberian obat O: - Tidak ada bunyi mengi/
Bronkodilator golongan B2 Wheezing.
 Nebulizer (via inhalasi) - Tanda tanda vital dalam
dengan golongan terbutaline rentang normal
0,25 mg, fenoterol HBr 0,1% - Dapat melakukan teknik
Solution, orciprenaline sulfur batuk efektif
0,75 mg
 Intravena dengan golongan
theophyline ethilenediamine A: Masalah teratasi sebagian
(Aminofilin) bolus IV 5-6 P: lanjutkan intervensi
mg/kgBB.
8. Agen mukolitik dan ekspektoran
9. Kortikosteroid

Sumber Pustaka : Gloria M. Bulechec, at all. 2017. Nursing Interventations Classification (NIC) 6th Edisi bahasa Indonesia.
HALAMAN 3

MODEL KONSEP ASKEP MENURUT Nursing Interventations Classification (NIC)

PENGKAJIAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PERENCANAAN EVALUASI (KRITERIA


KEBERHASILAN)
Gangguan pemenuhan kebutuhan Manejemen nutrisi S: - Adanya peningkatan berat
1. Kaji adanya alergi makanan - badan sesuai dengan tujuan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk - Berat badan ideal sesuai
yang berhubungan dengan penurunan menentukan jumlah kalori dan nutrisi dengan tinggi badan
yang dibutuhkan pasien. - Mampu mengidentifikasi
nafsu makan. 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi
intake Fe
- Tidk ada tanda tanda
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C malnutrisi
5. Berikan substansi gula - Menunjukkan peningkatan
6. Yakinkan diet yang dimakan fungsi pengecapan dari
mengandung tinggi serat untuk menelan
mencegah konstipasi - Tidak terjadi penurunan
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah berat badan yang berarti
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat O: Tidak terjadi penurunan berat
catatan makanan harian. badan yang bearti
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan Klien
kalori
tidak terjadi gangguan fungsi
10. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi menelan.
11. Kaji kemampuan pasien untuk tidak ada tanda malnutrisi
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Pemantauan nutrisi A: masalah teratasi sebagian
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan P: Lanjutkan intervensi
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet

Sumber Pustaka : Nursing Interventations Classification (NIC) 6th Edisi bahasa Indonesia.

HALAMAN 4

MODEL KONSEP ASKEP MENURUT Nursing Interventations Classification (NIC)


PENGKAJIAN DIAGNOSA KEPERAWATAN PERENCANAAN EVALUASI (KRITERIA
KEBERHASILAN)
Gangguan ADL yang berhubungan S: Klien terbebas dari bau
NIC :Energy Management
dengan kelemahan fisik umum dan badan
1. Observasi adanya pembatasan klien
keletihan. Klien Menyatakan
dalam melakukan aktivitas
kenyamanan terhadap
2. Dorong anak untuk mengungkapkan
kemampuan untuk
perasaan terhadap keterbatasan
melakukan ADLs
3. Kaji adanya factor yang
Klien dapat melakukan
menyebabkan kelelahan
ADLS dengan bantuan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi
tangadekuat O: ADL klien terpenuhi
5. Monitor pasien akan adanya
A: masalah teratasi sebagian
kelelahan fisik dan emosi secara
P: Lanjutkan intervensi
berlebihan
6. Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan
spiritual

Sumber Pustaka : Nursing Interventations Classification (NIC) 6th Edisi bahasa Indonesia.

You might also like