Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
Nim : G3A017218
Disahkan Pada:
Hari/Tanggal : Senin, 4 Juni 2018
Mahasiswa
Hasdiman Samania
NIM: G3A017218
Menyetujui:
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik
sirkulasi saraf otak. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila
pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap
perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan
di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan
pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut
hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan
menekan tulang tengkorak (Sudoyo Aru, 2009 dalam Huda dan Kusuma,
2016).
Menurut Muttaqin (2008), ada beberapa faktor risiko stroke
hemoragik, yaitu.
a. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yang menekan dinding arteri sampai pecah.
b. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
c. Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
d. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi).
e. Konsumsi alkohol.
f. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh
seperti payudara, kulit, dan tiroid.
g. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
h. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
i. Overdosis narkoba, seperti kokain.
2. Etiologi
Menurut Batticaca (2008), Stroke hemoragik umumnya disebabkan
oleh adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana
darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada
normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan
mengorok. Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
a. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak.
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
4. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak
semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau
robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya
perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau
hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi
pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia
A. Price dan Wilson, 2006)
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Batticaca (2008), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang
dapat dilakukan adalah :
a. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal, analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
c. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (
masalah sistem arteri karotis ) .
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
f. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
g. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
6. Pathway
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN (Hardisman, 2014)
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi,
tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat –
obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas,
rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi
dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan
stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi
bervariasi.
a) B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis,
peningkatan inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg.
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di
dahului dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.
2. DIAGNOSA
Diagnosa menurut nanda (2015) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
e. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi.
f. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
g. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
h. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
i. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
j. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
3. Intervensi
Intervensi menurut NIC dan NOC (2013) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam,
diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
Klien tidak gelisah
Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
GCS 456
Pupil isokor, reflek cahaya (+)
Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan
Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (
beri bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan
mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.
1. Identitas Klien
Nama : Tn. K
Umur : 78 tahun
3. Dasar Pemikiran
Stoke Hemoragik merupakan stroke yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah otak sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang
dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang mengakibatkan terganggunya
suplay darah dan oksigen ke otak. Dampak dari kondisi ini antara lain
terjadinya penurunan kesadaran yang dapat menurunkan kemampuan untuk
menelan akibatnya tidak ada nutrisi yang masuk ke dalam tubuh sehingga
menimbulkan gangguan nutrisi. Selain membutuhkan oksigen, tubuh juga
butuh nutrisi supaya fungsi sistem dalam tubuh dapat berjalan dengan normal
nutrisi juga digunakan sebagai bahan pembentuk energi agar dapat bekerja
secara maksimal dan optimal. Oleh karena itu demi memenuhi kebutuhan
nutrisi pada orang yang mengalami penurunan kesadaran maka harus
dipasangkan NGT.
4. Analisa Sentesa
Penurunan kesadaran
6. Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
kemampuan untuk menelan dan mencerna makanan, penurunan kesadaran.
7. Data Fokus
Tn. K 78 tahun dibawa ke IGD RSUD Tugurejo dengan diagnosa sementara
Susp Stroke Hemoragik, Penurunan kesehatan. Kesadaran Coma, GCS: 3, E1,
M1, V1, TD : 203/90 mmHg, N : 100 x/m, RR : 20 x/m, S : 37, SpO2 : 100%.
9. Tujuan Tindakan
a. Memasukkan makanan cair maupun obat-obatan cair atau padat yang
dicairkan
b. Mengeluarkan cairan/isi lambung dari gas yang ada dalam lambung
c. Mengirigasi karena perdarahan/keracunan dalam lambung
d. Mencegah/mengurangi nausea dan vomiting setelah pembedahan atau
trauma.
e. Mengambil spesimen dalam lambung untuk studi laboratorium
10. Bahaya Yang Mungkin Terjadi Akibat Tindakan Tersebut Dan Cara
Pencegahanya
a. Sumbatan selang NGT
Antisipasi : sering membersihkan selang NGT dengan menyemprotkan air
sedikitnya tiap 24 jam sekali. Bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti,
selang NGT harus dibersihkan dengan menyemportkan air ke selang NGT
tiap 30 menit.
b. Dislokasi dari selang NGT, misalnya seperti ketidaksempurnaan
melekatnya sonde dengan plester di sayap hidung.
Antisipasi : selang NGT harus diletakkan dengan sempurna dan diplester
dengan baik tanpa menimbulkan rasa sakit
c. Kedudukan selang NGT yang dimasukkan terlalu dalam sampai masuk ke
duodenum atau jejunum akan mengaki.
Antisipasi : pengukuran harus selalu dilakukan sebelum pemasangan
NGT.
11. EVALUASI
S : Klien tidak sadar
O : NGT terpasang masuk sampai ke lambung dengan pemeriksaan
auskultasi bunyi lambung menggunakan stetoskop, NGT masuk
tanpa hambatan
A : Masalah nutrisi teratasi dengan pemasangan NGT
P : Menjaga agar tidak terjadi sumbatan, dislokasi dan kedudukan
selang NGT pada lambung yang tidak sempurna.