You are on page 1of 33

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN STROKE HEMORAGIK

DENGAN PEMBERIAN TINDAKAN PEMASANGAN NGT

DI RUANG IGD RSUD TUGUREJO

OLEH :

Nama : Hasdiman Samania

Nim : G3A017218

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN AJARAN 2018-2019


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ANSIN STASE KGD
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TENTANG
KASUS STROKE HEMORAGIK
DENGAN PEMBERIAN TINDAKAN
PEMASANGAN NGT

Disahkan Pada:
Hari/Tanggal : Senin, 4 Juni 2018

Mahasiswa

Hasdiman Samania
NIM: G3A017218

Menyetujui:

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Hudiyanto, S.Kep Ns. Warsono, S.Kep.,KMB


LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik
sirkulasi saraf otak. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila
pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap
perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan
di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan
pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut
hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan
menekan tulang tengkorak (Sudoyo Aru, 2009 dalam Huda dan Kusuma,
2016).
Menurut Muttaqin (2008), ada beberapa faktor risiko stroke
hemoragik, yaitu.
a. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yang menekan dinding arteri sampai pecah.
b. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
c. Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
d. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi).
e. Konsumsi alkohol.
f. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh
seperti payudara, kulit, dan tiroid.
g. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
h. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
i. Overdosis narkoba, seperti kokain.
2. Etiologi
Menurut Batticaca (2008), Stroke hemoragik umumnya disebabkan
oleh adanya perdarahan intracranial dengan gejala peningkatan tekana
darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada
normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan
mengorok. Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
a. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak.
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

3. Tanda Dan Gejala


Menurut Setyopranoto (2011), gejala stroke hemoragik bervariasi
tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena.
Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama
aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-
lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik
bisa meliputi:
a. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
b. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
c. Kesulitan menelan.
d. Kesulitan menulis atau membaca.
e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
f. Kehilangan koordinasi.
g. Kehilangan keseimbangan.
h. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
i. Mual atau muntah.
j. Kejang.
k. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
l. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

4. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak
semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang
diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau
robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya
perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau
hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi
pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia
A. Price dan Wilson, 2006)

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Batticaca (2008), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang
dapat dilakukan adalah :
a. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal, analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
c. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (
masalah sistem arteri karotis ) .
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
f. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
g. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.
6. Pathway
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN (Hardisman, 2014)
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi,
tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat –
obat adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas,
rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi
dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan
stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi
bervariasi.
a) B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis,
peningkatan inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg.
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di
dahului dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

2. DIAGNOSA
Diagnosa menurut nanda (2015) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
e. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi.
f. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
g. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
h. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
i. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
j. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
3. Intervensi
Intervensi menurut NIC dan NOC (2013) adalah sebagai berikut :
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam,
diharapkan Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
 Klien tidak gelisah
 Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
 GCS 456
 Pupil isokor, reflek cahaya (+)
 Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, Pernafasan 16-20 kali permenit).
Intervensi :
 Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyembuhan
 Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
 Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap 2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
 Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (
beri bantal tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
 Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan
mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya.
 Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
Rasional : Memperbaiki sel yang masih viabel.

b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol


otot facial atau oral.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam
diharapkan kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
 Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis;
komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada
telinga yang baik).
 Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
 Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
 Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
 Mampu berbicara yang koheren.
 Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.
Intervensi :
 Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau
membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau
seluruh tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai
kesulitan memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-
kata dengan benar; atau mengalami kerusakan pada kedua
daerah tersebut.
 Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe
kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan
menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin
melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti
ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis
kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria
dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi
mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata
sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot
daerah oral.
 Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan
balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. Umpan balik
membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak
mengerti/berespon sesuai dan memberikan kesempatan untuk
mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam
ucapannya.
 Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti
“buka mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat
yang sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik (afasia sensorik).
 Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama
benda tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya
tetapi tidak dapat menyebutkannya.
 Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti
“Sh” atau “Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai
komponen motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir,
kontrol napas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan
mungkin juga tidak disertai afasia motorik.
 Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang
pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk
membaca kalimat yang pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan
kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga
merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
 Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan
ruangan pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel
khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut
bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera.
Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan
bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel
regular.
 Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di
papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan,
gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
 Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan
berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya.
 Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan
dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban
“ya/tidak,” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih
kompleks sesuai dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak
pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk
lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih
kompleks akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan
asosiasi ide/kata.
 Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat
hal-hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri,
sebab kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
 Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi
wicara.

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


neuromuscular.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan
mobilisasi klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
 Mempertahankan posisi optimal,
 mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian
tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
 mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya
aktivitas.
Intervensi :
 Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam
pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda
digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid.
 Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika
diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi
yang lebih jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar
menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus.
 Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali
jika pasien dapat mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas
terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
 Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan
sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan
jari-jari kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi
pencetus adanya perdarahan berulang.
 Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan
kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan
posisi kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat
mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain
pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke
salah satu sisi.
 Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi
pada tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
 Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari –
jari dan ibu jari saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi
jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi
normal (posisi anatomis).
 Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
 Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di
sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan
untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk
memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan
keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang
datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan
sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu
menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf,
meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
 Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk
menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas
pada ekstremitas yang terganggu.
 Kolaborasi
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn
resistif, dan ambualsi pasien.
- Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai
indikasi.
- Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi
seperti baklofen dan trolen(Doenges, 1999).

d. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
 Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
 Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
 Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan
refleks batuk.
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan di
berikan kepada klien
 Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
sesudah makan.
Rasional : untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
gravitasi.
 Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : membantu dalam melatih sensorik dan
meninggkatkan kontrol muskuler.
 Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang
tenang.
Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan
tanpa adanya distrakrasi / gangguan dari luar
 Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan
lunak ketika klien dapat menelan air.
Rasional : makan lunak/ cairan kental mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan terjadinya
aspirasi.
 Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak.
 Koloborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui
iv atau makanan melalui selang.
Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan apabila klien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

e. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese /


hemiplegi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
 Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
 Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
 Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri.
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
 Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan
beri bantuan dengan sikap sungguh.
Rasional : Meningkatkan harga diri dan semangat untuk
berusaha terus-menerus.
 Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan
klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat
dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk
mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
 Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian
serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
 Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan
alat penyokong khusus.

f. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada


saraf sensori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
 Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi
persepsi
 Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba
dan merasa.
 Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori
Intervensi :
 Tentukan kondisi patologis klien.
Rasional : Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan.
 Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan
kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan
kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,
meningkatkan resiko terjadinya trauma.
 Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan
klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien
menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
Rasional : Melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien
untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah
yang terpengaruh.
 Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan
yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk
melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang
normal.
Rasional : Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan
resiko terjadinya trauma.
 Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu
dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien
sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi
sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area
yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk
merawata sisi yang sakit.
Rasional : Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan
membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
 Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
Rasional : Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori
berlebih.
 Lakukan validasi terhadap persepsi klien.
Rasional : Membantu klien untuk mengidentifikasi
ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

g. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang


berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
 Klien tidak sesak nafas
 Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
 Tidak retraksi otot bantu pernafasan
 Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi :
 Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan
akibat ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam
mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
 Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari
saluran pernafasan.
 Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
 Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan
nafas
 Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
 Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan
paru-paru.

h. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring


lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
 Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
 Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
 Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
 Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin.
Rasional : Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
 Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
 Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-
daerah yang menonjol.
Rasional : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
 Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
 Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap
merubah posisi.
Rasional : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan
jaringan.
 Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,
panas terhadap kulit.
Rasional : Mempertahankan keutuhan kulit.

i. Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan


penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
Klien mampu mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria hasil :
 Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
 Tidak ada distensi bladder
Intervensi :
 Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih
sering.
Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan
dari distensi kandung kemih yang berlebih.
 Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari.
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu
mencegah enuresis.
 Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih
(rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver
regangan anal).
Rasional : Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung
kemih.
 Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih
pada jadwal yang telah direncanakan.
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih
sering berkemih.
 Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal
(sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional : Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal.

j. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,


intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
klien tidak mengalami kopnstipasi.
Kriteria hasil :
 Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa
menggunakan obat.
 Konsistensi feses lunak.
 Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
 Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi :
 Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab
konstipasi.
Rasional : Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab
obstipasi

 Auskultasi bising usus.


Rasional : Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
 Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung
serat.
Rasional : Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang
peristaltik dan eliminasi reguler.
 Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi.
Rasional : Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi
reguler.
 Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
Rasional : Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan
dan peristaltik.
 Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses
(laxatif, suppositoria, enema).
Rasional : Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan
air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Batticaca. (2008). Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta : Dian


Rakyat
2. Bulechek, dkk. 2013. Nurshing Interventions Classiication (NIC) edisi
keenam. Elviseir : Langford Lane
3. Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen
4. Huda, H & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan
penerapan diagnosa nanda, nic, noc dalam berbagai kasus jilid 2.
Mediaction Puslishing : Yogyakarta.
5. Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
6. Nanda. 2015. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Pathophysiology: Clinical concept of
disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC;
1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
8. Setyopranoto (2011). Ilmu bedah saraf IV. Gramedia Pustaka Utama :
Tangerang
LAPORAN ANALISIS SINTESA

Nama Mahasiswa : Hasdiman Samania Tanggal : 02 Juni 2018


Nim : G3A017218 Ruang : IGD RSUD Tugurejo

1. Identitas Klien
Nama : Tn. K
Umur : 78 tahun

2. Diagnosa Medis : Penurunan Kesadaran, Susp Stoke Hemoragik

3. Dasar Pemikiran
Stoke Hemoragik merupakan stroke yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah otak sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang
dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang mengakibatkan terganggunya
suplay darah dan oksigen ke otak. Dampak dari kondisi ini antara lain
terjadinya penurunan kesadaran yang dapat menurunkan kemampuan untuk
menelan akibatnya tidak ada nutrisi yang masuk ke dalam tubuh sehingga
menimbulkan gangguan nutrisi. Selain membutuhkan oksigen, tubuh juga
butuh nutrisi supaya fungsi sistem dalam tubuh dapat berjalan dengan normal
nutrisi juga digunakan sebagai bahan pembentuk energi agar dapat bekerja
secara maksimal dan optimal. Oleh karena itu demi memenuhi kebutuhan
nutrisi pada orang yang mengalami penurunan kesadaran maka harus
dipasangkan NGT.

4. Analisa Sentesa
Penurunan kesadaran

Penurunan kemampuan menelan

Tidak ada nutrisi yang masuk


Gangguan keseimbangan nutrisi

Pemasangan Naso Gastric Tube (NGT)

5. Tindakan dan Rasional


Tindakan : Pemasangan NGT
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien akibat penurun kesadaran

6. Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
kemampuan untuk menelan dan mencerna makanan, penurunan kesadaran.

7. Data Fokus
Tn. K 78 tahun dibawa ke IGD RSUD Tugurejo dengan diagnosa sementara
Susp Stroke Hemoragik, Penurunan kesehatan. Kesadaran Coma, GCS: 3, E1,
M1, V1, TD : 203/90 mmHg, N : 100 x/m, RR : 20 x/m, S : 37, SpO2 : 100%.

8. Prinsip-Prinsip Tindakan Keperawatan


a. Mengatur klien dalam posisi fowler/semifowler
Respon : memudahkan dalam memasukkan selang NGT
b. Periksa kepatenan nasal, bersihkan sekret dari hidung dengan kasa atau
lidi kapas
Rasional : memilih lubang hidung yang lebih bebas dari sumbatan atau
penghambat
c. Memasang handuk/tisu diatas dada klien
Rasional : agar terhindar dari muntahan yang keluar
d. Buka kemasan steril NGT dan taruh dalam bak instrumen steril.
Rasional : mempertahankan prinsip steril agar terhindar dari infeksi
e. Proteksi diri dengan masker dan handscon
Rasional : minimalkan resiko kontaminasi, dan masuknya kuman ke
dalam tubuh pasien
f. Mengukur panjang selang yang akan dimasukkan dengan cara
menempatkan ujung selang dari hidung klien ke ujung telinga atas lalu
dilanjutkan sampai processus xipodeus, dan berikan tanda.
Rasional : memastikan ukuran panjang selang NGT yang harus
dimasukkan.
g. Beri jelly pada selang NGT sepanjang 0-20 cm dari ujung selang tersebut.
Rasioanal : memudahkan dalam memasukkan selang agar tidak tertahan
h. Memasukkan selang perlahan sepanjang 5-10 cm atau sampai batas yang
ditandai.
Rasional : agar merasakan ada tahanan atau tidak, jika ada maka harus
dipindahkan ke lubang hidung yang lain.
i. Mengecek kepatenan dengan cara memasukkan udara dengan spuit
kedalam lambung sambil mendengar dengan stetoskop, jika terdengar
bunyi tarik balik udara yang dimasukkan menggunakan spuit.
Rasional : untuk memastikan selang masuk ke lambung atau paru-paru
j. Pasang spuit/corong pada pangkal pipa apabila sudah yakin selang masuk
lambung
Rasional : agar cairan dari dalam lambung tidak keluar dan bakteri tidak
masuk ke dalam lambung
k. Memfiksasi selang pada hidung dengan plester/hepavik
Rasional : agar selang NGT tidak mudah lepas
l. Membantu klien mengatur posisi yang nyaman
Rasional : agar klien merasa lebih nyaman

9. Tujuan Tindakan
a. Memasukkan makanan cair maupun obat-obatan cair atau padat yang
dicairkan
b. Mengeluarkan cairan/isi lambung dari gas yang ada dalam lambung
c. Mengirigasi karena perdarahan/keracunan dalam lambung
d. Mencegah/mengurangi nausea dan vomiting setelah pembedahan atau
trauma.
e. Mengambil spesimen dalam lambung untuk studi laboratorium

10. Bahaya Yang Mungkin Terjadi Akibat Tindakan Tersebut Dan Cara
Pencegahanya
a. Sumbatan selang NGT
Antisipasi : sering membersihkan selang NGT dengan menyemprotkan air
sedikitnya tiap 24 jam sekali. Bila aliran nutrisi enteral sementara terhenti,
selang NGT harus dibersihkan dengan menyemportkan air ke selang NGT
tiap 30 menit.
b. Dislokasi dari selang NGT, misalnya seperti ketidaksempurnaan
melekatnya sonde dengan plester di sayap hidung.
Antisipasi : selang NGT harus diletakkan dengan sempurna dan diplester
dengan baik tanpa menimbulkan rasa sakit
c. Kedudukan selang NGT yang dimasukkan terlalu dalam sampai masuk ke
duodenum atau jejunum akan mengaki.
Antisipasi : pengukuran harus selalu dilakukan sebelum pemasangan
NGT.

11. EVALUASI
S : Klien tidak sadar
O : NGT terpasang masuk sampai ke lambung dengan pemeriksaan
auskultasi bunyi lambung menggunakan stetoskop, NGT masuk
tanpa hambatan
A : Masalah nutrisi teratasi dengan pemasangan NGT
P : Menjaga agar tidak terjadi sumbatan, dislokasi dan kedudukan
selang NGT pada lambung yang tidak sempurna.

You might also like