Professional Documents
Culture Documents
TUGAS AKHIR
IL-4099
Disusun oleh :
Hendra Susanto
(15714003)
2018
Abstrak
Abstract
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang
berjudul “Evaluasi” tepat pada waktunya. Adapun penyusunan laporan Tugas
Akhir ini merupakan syarat kelulusan dalam menempuh tahap sarjana di Jurusan
Rekayasa Infrastruktur Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
Penyusunan laporan Tugas Akhir ini tentu saja tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Moh.Chaerul selaku Ketua Program Studi Rekayasa Infrastruktur
Lingkungan yang telah menyemangati kami angkatan 2014 agar lulus tepat
pada waktunya
2. Bapak Enri Damanhuri yang telah memberikan saran kepada penulis
terkait lokasi studi Tugas Akhir
3. Bapak Rofiq Iqbal yang telah sangat berusaha menghubungi penulis dalam
administrasi penyusunan Usulan Garis Besar Tugas Akhir.
4. Bapak Agus Jatnika Efendi selaku dosen pembimbing yang telah sangat
sabar membimbing penulis dan bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
5. Bapak I Made Wahyu Widyarsana selaku dosen wali penulis yang selalu
memberikan semangat, inspirasi, dan bersahabat kepada anak-anak
walinya supaya dapat menyelesaikan studi dengan baik.
6. Bapak Darmadi yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam
pengambilan sampel air limbah di IPAL Semanggi.
7. Ibu Ratih yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam
memberikan data primer kepada penulis dalam penyusunan laporan Tugas
Akhir ini.
8. Kak Dian selaku analis laboratorium air Jatinangor yang telah memberikan
bantuan kepada penulis dalam pengujian parameter sampel air limbah di
IPAL Semanggi.
9. Kak Budi selaku analis laboratorium air Ganesha yang telah memberikan
bantuan kepada penulis dalam pengujian parameter sampel air limbah di
IPAL Semanggi dan memberikan koreksi kepada penulis dalam
perhitungan data kualitas air limbah.
10. Kakak-kakak mahasiswa S2 dan S3 Teknik Lingkungan yang telah
memberikan petunjuk dan bantuan kepada penulis dalam pengujian
parameter sampel air limbah di IPAL Semanggi.
11. Bapak Maman selaku pegawai Tata Usaha RIL yang telah banyak
membantu penulis dalam pengumpulan administrasi Tugas Akhir ini.
12. Bapak Asep selaku penjaga perpustakaan RIL yang selalu ada sehingga
penulis dapat meminjam buku dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
13. Orang tua penulis yang selalu memenuhi kebutuhan pokok penulis sampai
sekarang, mendukung sepenuhnya kepada penulis dan menaruh
kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini
tepat pada waktunya.
14. Kedua kakak penulis yang telah memberikan uang saku serta mengancam
penulis agar dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini tepat pada
waktunya.
15. Saudara kembar, Hendri yang telah memberikan tumpangan tempat tinggal
kepada penulis selama penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
16. Nur Syabaniawati sebagai teman dekat penulis yang selalu menemani,
menyemangati serta memberikan banyak bantuan dan saran kepada
penulis dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
17. Teman-teman satu jurusan Rekayasa Infrastruktur Lingkungan angkatan
2014 yang telah menyemangati penulis supaya dapat menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya.
18.
Akhir kata, semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
Penulis
Daftar Isi
Daftar Lampiran
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I
PENDAHULUAN
Identifikasi
Masalah
Pengujian Pengumpulan
Studi Literatur
Kualitas Air Data
Pembahasan
Penyusunan
Laporan
Gambar 1. 1 Metodologi
(Sumber: Penulis, 2018)
1.6 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan tugas akhir, ruang
lingkup, sumber data yang digunakan dalam penelitian, metodologi penelitian,
dan sistematika pembahasan.
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENGEMBANGAN
Bab ini berisi kondisi geografis dan iklim, wilayah administratif, kependudukan,
kondisi geologi, kondisi sanitasi di Kota Solo.
BAB III DASAR PENGEMBANGAN
Bab ini berisi tentang rencana pelayanan, kualitas dan kuantitas air limbah yang
akan diolah, dan standar kualitas air limbah.
BAB IV ALTERNATIF SISTEM PENGOLAHAN
Bab ini berisi tentang alternatif sistem pengolahan yang dapat diterapkan, metode
pemilihan alternatif yang sesuai, dan justifikasi alternatif sistem pengolahan
terpilih.
BAB V DETAIL DIMENSI UNIT PENGOLAHAN
Bab ini berisi tentang perhitungan dimensi unit pengolahan dari alternatif yang
terpilih.
BAB VI SPESIFIKASI TEKNIS
Bab ini berisi tentang ketentuan pelaksanaan, spesifikasi teknis material,
pekerjaan sipil/konstruksi, dan pekerjaan mekanikal/elektrikal.
BAB VII OPERASI DAN PEMELIHARAAN
Bab ini berisi tentang tata cara pengoperasian dan pemeliharaan unit-unit
pengolahan terpilih.
BAB VIII RENCANA ANGGARAN BIAYA
Bab ini berisi perhitungan biaya yang digunakan untuk pembangunan unit
pengolahan terpilih.
BAB IX PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan
BAB II
Kecamatan Kelurahan RT RW KK
Laweyan 11 457 105 32.233
Serengan 7 312 72 17.787
Pasar Kliwon 9 422 100 27.230
Jebres 11 646 151 46.396
Banjarsari 13 877 176 56.381
Surakarta 51 2714 604 180.027
(Sumber: Bagian Pemerintahan Umum, 2016)
C. Kependudukan
Berdasarkan hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010, Penduduk Kota
Surakarta Tahun 2016 mencapai 514.171 jiwa dengan rasio jenis kelamin
sebesar 94,62 (Pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 95
penduduk laki-laki). Tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta pada tahun
2016 mencapai 11.675 jiwa/km2. Pada tahun 2016 tingkat kepadatan
penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Pasar Kliwon yang mencapai angka
15.882.
Tabel 2. 3 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota
Surakarta Tahun 2015 dan 2016
Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk
Kecamatan Penduduk Per Tahun
2015 2016 2015-2016
Laweyan 88.278 88.614 0,381
Serengan 44.781 44.950 0,377
Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk
Kecamatan Penduduk Per Tahun
2015 2016 2015-2016
Pasar Kliwon 76.184 76.474 0,381
Jebres 141.614 142.152 0,38
Banjarsari 161.369 161.981 0,379
Surakarta 512.226 541.171 0,380
(Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035)
Tabel 2. 4 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Surakarta, 2016
Kepadatan
Persentase
Kecamatan Penduduk per
Penduduk (%)
Km2
Laweyan 17,23 10.257,91
Serengan 8,74 14.073,26
Pasar Kliwon 14,87 15.881,79
Jebres 27,65 11.298,22
Banjarsari 31,5 10.936,53
Surakarta 100,00 11.674,93
(Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035)
D. Kondisi Geologi Kota Surakarta
Struktur batuan di Kota Surakarta secara umum sebagian besar
merupakan Alluvial, dengan uraian sebagai berikut :
a. Aluvial (Qa) merupakan tanah mineral yang baru berkembang,
berbentuk lempung, lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan berangkal.
Tanah ini terbentuk dari bahan endapan yang dibawa oleh aktivitas air
sungai. Bahan-bahan tererosi dari puncak bukit diangkut oleh air
melalui aliran.
b. Permukaan dan masuk ke parit-parit menuju sungai. Bahan-bahan yang
memiliki massa lebih besar diendapkan terlebih dahulu di suatu tempat
yang lebih dekat, sedangkan bahan-bahan yang memiliki masa yang
lebih ringan akan terbawa terus oleh aliran sungai hingga mencapai
daerah datar. Pada tempat dimana aliran air mulai kehilangan daya
angkutnya inilah bahan-bahan yang lebih halus diendapkan dan
membentuk dataran Aluvial. Batuan ini terhampar luas sepanjang
lembah bengawan Surakarta dan merupakan batuan dominan di Kota
Surakarta kecuali di bagian utara Kota (Kecamatan Jebres dan
Kecamatan Banjarsari dengan ketebalan berkisar dari beberapa senti
sampai beberapa meter.
c. Aluvium tua (Qt) berbentuk konglomerat, batu pasir, lanau dan
lempung. Pada batuan ini terdapat di bagian utara kota Surakarta
(sebagian Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari). Pada satuan
ini ditemukan struktur silang-siur, toreh dan isi dan pelapisan bersusun.
Secara setempat ditemukan fosil Bibos sp. Dan Cervus sp yang diduga
berumur Plistosen. Ketebalan batuan ini maksimum 8 meter
kedudukannya menindih tidak selaras batuan yang lebih tua dan
tertindih tak selaras oleh aluvium. Umumnya batuan ini berupa endapan
sungai.
d. Batuan Gunung merapi (Qvm) berbentuk breksi gunung api, lava dan
tuf. Batuan ini terdapat di bagian barat kota Surakarta. Batuan ini
umumnya bersusun andesit. Fosil tidak ditemukan. Kegiatannya diduga
sejak Plistosen akhir.
Berdasarkan Peta Geologi dari Geohidrologi Map Surakarta terlihat
bahwa batuan di Kota Surakarta terdiri dari :
a. Aluvium (AL)
Satuan batuan ini terdapat di Kota Surakarta bagian tengah hingga ke
selatan yaitu di sebelah timur Jalan Jenderal Ahmad Yani, ke utara
hingga Kali Pepe, ke timur hingga Stasiun Balapan dan sebagian
sampai Bengawan Surakarta. Batuan aluvium berada pada posisi
477144 – 484568 mU dan 9160481 – 9165815 mU. Luas satuan batuan
ini adalah 2.033,63 ha. Ketebalannya berkisar beberapa centimeter
hingga beberapa meter. Terdiri dari lempung, lumpur, lanau, pasir,
kerikil, kerakal dan berangkal.
b. Formasi Notopuro (NP)
Formasi Notopuro terdapat di bagian timur laut Kota Surakarta yaitu di
sebelah utara Stasiun Jebres, ke barat hingga Stasiun Balapan, ke utara
hingga Kantor Lurah Mojosongo dan ke timur hingga Bengawan
Surakarta. Formasi batuan ini berada pada posisi 478718 – 485318 mT
dan 9163239 – 9167290 mU. Luas satuan batuan ini adalah 1574 ha.
Batuan ini terdiri dari konglomerat, batupasir, lanau dan lempung.
Kedudukannya menindih tidak selaras dengan batuan yang lebih tua
dan terindih tak selaras dengan aluvium. Satuan ini merupakan endapan
undak sungai. Pada Formasi Notopuro ditemukan struktur silang-siur,
“toreh dan isi” dan perlapisan bersusun. Secara setempat ditemukan
fosil Bibos sp. dan Cervus Sp yang diduga berumur plistosen.
c. Formasi Kabuh (KB)
Formasi Kabuh terdapat di bagian utara Kota Surakarta, tepatnya di
utara Kantor Lurah Mojosongo hingga Kali Kebo. Formasi batuan ini
berada pada posisi 481136 – 484385 mT dan 9166244 – 9167790 mU.
Luas Satuan batuan ini adalah 240,43 ha. Batuan ini umumnya terdiri
dari breksi vulkanik, tuff sandstone dan konglomerat.
d. Batuan Vulkanik Muda (YV)
Satuan batuan ini terdapat di bagian barat dan utara Kota Surakarta. Di
bagian barat Kota Surakarta tepatnya di sebelah barat Jalan Jenderal
Ahmad Yani, sedangkan di bagian utara tepatnya di selatan dan barat
Kali Pepe serta di tepi Kali Pelemwulung. Batuan vulkanik muda
berada pada posisi 474406 – 479133 mT dan 9162923 – 9167446 mU.
Luas Satuan batuan ini adalah 778,84 ha. Batuan ini umumnya
merupakan endapan lahar dari Vulkan Merapi. Batuan umumnya terdiri
dari lava andesit, breksi, lahar, tufa hingga basalt. Fosil tidak
ditemukan. Aktivitas diduga dimulai sejak plistosen akhir.
Gambar 2. 1Wilayah Administrasi Kota Surakarta
Sumber: Pekerjaan Umum, 2016
E. Permasalahan Sanitasi di Kota Solo
1. Air Limbah
Tabel 2. 5 Area Beresiko Air Limbah Domestik
Kerten, Mangkubumen,
Kestalan, Ketelan, Gilingan,
Nusukan, Mojosongo,
Rendah Hijau Purwodiningratan,
Sudiroprajan, Kedunglumbu,
Baluwarti, Tipes, Sondakan dan
Pajang (14)
Sumber, Kadipiro, Jebres,
Sedang Kuning Jagalan, Sewu dan Pasarkliwon.
(6)
Pucangsawit, Gandekan,
Sangkrah, Semanggi,
Tinggi Merah
Joyosuran, Danukusuman,
Serengan dan Joyontakan(8)
(Sumber: Instrumen Profil Sanitasi Kota Surakarta 2013)
Adapun permasalahan sub sektor drainase adalah sebagai berikut:
1) Permasalahan umum
a) Tidak adanya masterplan drainase yang up to date untuk
menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan drainase
skala kota.
b) Tidak adanya ketegasan fungsi drainase. Masih bercampurnya
fungsi drainase sebagai saluran pembuangan air hujan dan
pengendali banjir dengan saluran buangan limbah merupakan
tugas pemisahan yang berat dan belum terselesaikan sampai saat
ini.
c) Penanganan sistem pengelolaan drainase belum terpadu, antara
pengendalian banjir, air limbah dan persampahan.
d) Pengaturan fungsi lahan basah belum terkoordinir.
e) Tidak maksimalnya fungsi sempadan sungai di sepanjang
bantaran yang seharusnya menjadi bagian dari pengendali
banjir. Kawasan sempadan seringkali berfungsi sebagai kawasan
hunian.
f) Pengendalian debit puncak belum maksimal
g) Pendangkalan di Sungai Bengawan Solo
h) Kelengkapan perangkat peraturan masih lemah
i) Dukungan pengalokasian anggaran daerah untuk pembangunan
drainase masih rendah.
2) Permasalahan drainase di Surakarta bagian selatan
a) Kawasan selatan yang berkontur datar menyebabkan muka tanah
hamper sejajar dengan muka air Sungai Bengawan Solo, bahkan
pada musim hujan.
b) Hampir semua kawasan merupakan lahan terbangun sehingga
memiliki kawasan resapan yang sangat kecil
c) Kesenjangan antara debit air hujan dengan kapasitas saluran
yang dipersulit dengan lahan untuk pengembangan yang sudah
tidak tersedia.
3) Permasalahan drainase di Surakarta bagian utara
a) Kawasan utara relatif luas dan berbukit sehingga debit dan
kecepatan aliran tinggi, hal ini menyulitkan proses penerimaan
debit air di outet Kali Anyar yang jumlah dan kapasitasnya
sangat terbatas
b) Perkembangan perumahan baru oleh developer tidak diikuti
dengan penataan drainase yang memadai
c) Saluran drainase yang ada di daerah bekas persawahan pada
awalnya diperuntukan untuk saluran irigasi. Perubahan fungsi
lahan dari sawah menjadi bukan sawah tidak diikuti perubahan
desain saluran
d) Perubahan bentuk kontur untuk kepentingan permukiman telah
merubah arah aliran yang berdampak pada kesenjangan rencana
penataan dengan kondisi eksisting.
e) Sebagian saluran masih berupa saluran alam, padahal telah
terjadi perubahan pola dan struktur lahan menjadi kawasan
hunian.
Gambar 2. 4 Peta Area Berisiko Drainase
Sumber: Strategi Sanitasi Kota, 2013
2.2 Kondisi Eksisting IPAL Semanggi
2.2.1 Gambaran Umum
A. PDAM Surakarta
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surakarta merupakan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak dalam bidang
penyediaan air minum dan bidang pengelolaan limbah cair domestik yang
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kebutuhan air minum
dan pengolahan limbah cair domestik atau rumah tangga di Kota Surakarta.
Secara geografis, PDAM Kota Surakarta terletak pada 1100 45’ 15’’BT –
1100 45’ 35’’BT dan 70 36’ 00’’LS - 70 56’’LS dengan batas administrasi
sebagai berikut :
a. Bagian Selatan : Perumahan Jalan Sawo
b. Bagian Utara : Jalan Laksamana Adi Sucipto
c. Bagian Timur : Restoran Pringsewu
d. Bagian Barat : DPRD Kota Surakarta
B. Bak Ekualisasi
Bak ekualisasi berguna untuk meratakan fluktuasi debit harian, terutama
pada jam-jam puncak untuk dapat dipompa secara kontinyu ke Bak Aerasi.
Keuntungan adanya bak ekualisasi antara lain:
a) Untuk menyediakan aliran limbah yang memenuhi pengolahan biologi,
karena beban yang meningkat secara mendadak dapat dihindari atau
dikurangi
b) Konsentrasi air terolah akan lebih baik dan menghindari terjadinya shock
loading
C. Bak Aerasi
Bak aerasi berfungsi untuk mengupayakan perpindahan gas dan
penambahan oksigen untuk pengolahan biologis dan oksidasi zat terlarut, dan
biofilter sebagai media pelekat untuk mengasimilasi material organik
tersebut. Pada bak aerasi udara dialirkan dengan tujuan untuk menyampurkan
dan menyirkulasikan seluruh isi bak. Selain itu, udara yang dialirkan juga
berfungsi sebagai suplai oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme.
Penyaluran udara yaitu blower aerator ditempatkan pada dasar bak. Adanya
perputaran rotor tersebut menyebabkan terjadinya pergerakan aliran sehingga
kontak dengan udara lebih cepat, menyebabkan pencampuran sempurna
antara air dan udara. Rotor mempunyai fungsi untuk menjaga kontinuitas dari
aliran sehingga isi saluran tetap dalam keadaan tersuspensi. Udara yang
dialirkan merupakan oksigen murni, hal ni dimaksudkan untuk
memaksimalkan proses yang akan terjadi.
Di dalam saluran aerasi berlangsung proses fisis maupun biologis, dimana
sebagian kecil bahan organik langsung mengalami oksidasi kimia, tetapi
bagian terbesar harus distabilkan oleh aktivitas mikroorganisme yang sudah
dibentuk dalam sistem.
Di dalam bak aerasi ada bola-bola biofilter yang ditempatkan pada bak
aerasi tapi dengan cara dikurung di kotak-kotak dari kawat. Ini dilakukan agar
bola-bola biofilter tetap pada posisinya masing-masing. Jika dilepaskan
begitu saja tidak dapat bekerja maksimal, karena bisa jadi bola tersebut
mengapung mengikuti arah air. Material organik dalam air limbah diharapkan
dapat melekat pada biofilter, sehingga terjadi pertumbuhan biologis yang
melekat (menempel) pada biofilter untuk mengasimilasi material organik
tersebut. Air dari bak aerasi akan dialirkan menuju bak sedimentasi secara
gravitasi dan lumpur yang mengendap di dasar bak akan dipompa menuju bak
pengering lumpur.
Sistem aerasi yang digunakan menggunakan submersible jetting sentrifuse
pump yang terangkai kompak sehingga tidak memerlukan tempat yang luas
dan mudah dibongkar pasang secara cepat. Keuntungan lainnya yaitu
timbulnya efek olahan yang meluas sehingga tidak memungkinkan partikel-
partikel mengendap di dalam bak aerasi. Shaft impeller air suction terbuat
dari stainless steel, double mechanical seal catu daya 380V, 50 Hz. Starting
DOL 1800 rpm, jenis impeller pompa sentrifugal, insulation class F. Untuk
mencegah overheating telah dilengkapi dengan built in, thermal protection,
permanently lubricated, efisiensi cukup tinggi dan mampu bekerja secara
kontinyu dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Gambar 2. 10 Bak Aerasi (kiri) dan Media Bioball (kanan)
(Sumber: Arifia, 2013)
D. Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi merupakan unit yang berfungsi untuk mengendapkan flok
yang terbentuk pada unit aerasi dengan gaya berat flok itu sendiri. Bak
sedimentasi terdiri dari saluran pembuang lumpur, ruang pengendali aliran
masuk dan pintu outfall. Lumpur dari saluran pembuang lumpur dipompa
menuju bak pengering lumpur. Adapun dimensi dari bak sedimentasi adalah
sebagai berikut:
Panjang = 12 meter
Lebar = 10 meter
Tinggi = 4,5 meter
Gambar 2. 11 Bak Sedimentasi (kiri) dan Pompa Sedimentasi (kanan)
(Sumber: Arifia, 2013)
Tabel 2. 12 Perbandingan Kualitas Efluen dengan Baku Mutu Peraturan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016
No Parameter Satuan Efluen Baku Mutu Keterangan
1 pH - 7,01 6-9 memenuhi
2 TSS mg/l 94 30 tidak memenuhi
3 BOD mg/l 30 100 memenuhi
4 COD mg/l 129 100 tidak memenuhi
5 Amoniak mg/l 21,07 10 tidak memenuhi
6 Total Jmlh/100 3,6 3000 memenuhi
Coliform ml
7 Minyak dan mg/l 0,045 5 memenuhi
lemak
(Sumber: Hasil Perhitungan, 2018)
Tabel 2. 13 Efisiensi Penyisihan Efluen Pada IPAL Semanggi Mengacu Pada PermenLH Nomor
68 Tahun 2016
No Parameter Efluen Baku Mutu Efisiensi (%)
1 pH 7,01 6-9 0
2 TSS 94 30 36,9
3 BOD 30 100 45
4 COD 129 100 1,53
5 Amoniak 21,07 10 5,39
6 Total Coliform 3,6 3000 51,3
7 Minyak dan 0,045 5 28,6
lemak
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Menurut dari literatur, penyisihan BOD menggunakan unit extended
aeration adalah 75% - 95% (Metcalf and Eddy,1991). Namun dari hasil
pengukuran menunjukkan bahwa efisiensi penyisihan BOD yang terjadi
adalah 45%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem yang digunakan belum
efektif sepenuhnya. Ini akan diketahui permasalahannya setelah dilakukan
evaluasi pada semua unit pengolahan pada IPAL.
Nilai COD yang tinggi akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut
dalam air menjadi menurun (mengganggu ekosistem akuatik) dan terjadinya
pencemaran pada air. Untuk nilai amonia yang tinggi dapat menyebabkan
rasa bau pada air limbah serta bersifat toksik bagi hewan akuatik. Nilai TSS
yang tinggi dapat menyebabkan kekeruhan air limbah menjadi tinggi serta
juga dapat menyebabkan menurunnya kandungan oksigen di dalam air
karena terdapatnya zat organik (volatil solid) di dalam TSS tersebut.
Karena itu kedepannya IPAL Semanggi perlu ditingkatkan kualitas
pengolahannya dengan berbagai bentuk rekayasa seperti optimasi unit
pengolahan (perluasan unit pengolahan, rehabilitasi unit pengolahan),
pembaruan atau penambahan unit pengolahan dan sebagainya sehingga
kualitas efluen air limbah dapat dibuang secara aman ke badan perairan
yaitu Sungai Bengawan Solo. Hal ini juga bertujuan untuk memudahkan
PDAM Solo dalam mengolah air dimana Sungai Bengawan Solo merupakan
sumber air minum.
2.3.4 Kinerja Pengolahan
Dari unit pengolahan eksisting pada IPAL Semanggi akan dilakukan
evaluasi kinerja pengolahan pada masing-masing unit pengolahan sehingga
akan diketahui permasalahan yang terjadi pada setiap unit. Evaluasi
dilakukan dengan membandingkan data pada kondisi eksisting dengan
kriteria desain yang berlaku.
a. Grit Chamber
Pada Grit Chamber dipasangkan bar screen secara manual untuk
memisahkan sampah-sampah agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan
selanjutnya. Selain itu juga untuk melindungi agar sampah-sampah tidak
merusak pompa pada Grit Chamber.
Tabel 2. 14 Efisiensi Penyisihan Pada Grit Chamber
Efisiensi
Parameter Inlet Outlet
Penyisihan (%)
TSS 149 142 5
BOD 55 52 5
Efisiensi
Parameter Inlet Outlet
Penyisihan (%)
COD 131 125 5
Amoniak 22,27 22,27 0
Total Coliform 0
Minyak dan lemak 0,063 0,063 0
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Tabel 2. 15 Efisiensi Penyisihan Pada Grit Chamber
Unit Efisiensi Penyisihan ( % )
Pengolahan BOD SS P NH3-N Organik-N
Bar screen 0–5 0 – 10 0 0 0
(Sumber : Metcalf & Eddy, 1991)
Pada dasarnya unit pengolahan primer seperti Grit Chamber hanya
menyisihkan benda-benda fisik dan tidak banyak menyisihkan bahan
polutan. Sehingga dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan pada unit ini
masih sangat rendah. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengingat kembali
fungsi utamanya adalah melindungi peralatan-peralatan instalasi dari
kerusakan akibat benda-benda atau materi-materi kasar yang masuk pada
IPAL serta mengurangi beban pengolahan pada tahap berikutnya. Benda-
benda yang disisihkan dapat berasal dari limbah organik (limbah dapur
rumah tangga) maupun limbah anorganik (kerikil, pasir, tanah, dan
sebagainya). Selanjutnya bila dibandingkan dengan kriteria desain
efisiensi penyisihan pada Grit Chamber hal tersebut telah memenuhi.
Debit air limbah yang masuk ke ke IPAL dapat dihitung dengan
menggunakan v-notch pada grit chamber melalui persamaan :
8 𝜃 5
𝑄= × √2𝑔 × tan × 𝐻 2
15 2
Dengan bentuk v-notch 90° dan tinggi air pada v-notch 0,6 m
sehingga debit yang masuk adalah
8 90° 5
𝑄= × √2𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2 × tan × 0,62 𝑚
15 2
𝑄 = 0,66 m3/s
b. Bak Ekualisasi
Berikut adalah kriteria desain dari Bak Ekualisasi :
Tabel 2. 16 Kriteria desain Bak Ekualisasi
Parameter Simbol Besaran Satuan
Sumber
Kedalaman Metcalf &
t 1,5 - 2 meter
minimum Eddy, 2014
Adapun kedalaman dari bak ekualisasi pada IPAL Semanggi adalah
2,8 meter. Ini masih memenuhi kriteria desain. Pada bak ekualisasi juga
tidak terjadi penyisihan material apapun baik benda-benda fisik maupun
bahan polutan lainnya. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengingat kembali
fungsi utama dari bak ekualisasi yaitu untuk menyeragamkan aliran agar
bahan polutan dalam air limbah menjadi stabil dan debitnya tidak
berfluktuasi sehingga memungkinkan untuk terhindar dari pengaruh
shock loading. Dengan demikian akan meningkatkan kinerja pengolahan
biologi yaitu pada unit tangki aerasi. Bak ekualisasi diperlukan pada unit
pengolahan di IPAL Semanggi karena kedepannya IPAL Semanggi akan
menambah kapasitas hingga 13.000 sambungan rumah. Artinya debit
yang akan diolah pada IPAL semakin besar dan untuk menghindari
terjadinya shock loading pada proses pengolahan maka perlu dilakukan
penyeragaman aliran secara kualitas dan kuantitas. Tidak hanya itu
namun juga perlu diperhatikan debit inflow dan infiltrasi, yaitu debit
yang berasal dari air hujan yang masuk ke dalam sistem penyaluran air
limbah menuju IPAL.
Tabel 2. 17 Efisiensi Penyisihan Pada Bak Ekualisasi
Efisiensi Penyisihan
Parameter Inlet Outlet
(%)
TSS 142 142 0
BOD 52 52 0
COD 125 125 0
Amoniak 22,27 22,27 0
Total Coliform 7,2 7,2 0
Minyak dan lemak 0,063 0,063 0
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Akan dihitung waktu detensi (td) dari bak ekualisasi dengan
persamaan
𝑉
𝑡𝑑 =
𝑄
Dengan volume ekualisasi = 17,5 m x 9 m x 2,8 m = 441 m3 dan
debit eksisting pada bak ekualisasi 0,0433 m3/detik sehingga diperoleh:
441 𝑚3 1 𝑗𝑎𝑚
𝑡𝑑 = 3
𝑥
0,0433 𝑚 /𝑠 3600 𝑠
𝑡𝑑 = 2,8 𝑗𝑎𝑚
Waktu tinggal di dalam bak ekualisasi (HRT) menurut JWWA
dalam Said, 2006 adalah 2 - 8 jam, sehingga ini masih memenuhi kriteria
desain.
Untuk debit rencana 0,06 m3/detik maka waktu detensinya adalah
441 𝑚3 1 𝑗𝑎𝑚
𝑡𝑑 = 3
𝑥
0,06 𝑚 /𝑠 3600 𝑠
𝑡𝑑 = 2,04 𝑗𝑎𝑚
Ini juga memenuhi kriteria desain
c. Extended Aeration
Berikut adalah kriteria desain dari Extended Aeration:
𝛽. 𝐶𝑠(𝑇, 𝐴) − 𝐶𝑙
𝑁 = 𝑁𝑜 × [(1,024)𝑇−20 ] × [ ]
𝐶𝑠(20,0)
Dengan :
Sehingga diperoleh:
(1𝑥 8,623) − 2
𝑁 = 2,7 × [(1,024)25−20 ] × [ ]
9,09
𝑁 = 2,21 𝑘𝑔 𝑂2 /𝑘𝑤ℎ
Dibutuhkan 1,2 lb O2/lb (1,2 kg O2/kg BOD) untuk penyisihan BOD dan
4,6 lb O2/lb (4,6 kg O2/kg BOD) untuk penyisihan ammonia
mg
𝐴𝑂𝑅 = 0.823 mgd x 52 x 8,34 lb/gallon x 1,2 lb 𝑂2 /lb =
l
mg
𝐴𝑂𝑅 = 0.823 mgd x 22,27 x 8,34 lb/gallon x 4,6 lb 𝑂2 /lb =
l
21,39 𝑘𝑔 𝑂2 /𝑗𝑎𝑚
𝑆𝑂𝑅 = = 47,53 kg 𝑂2 /jam
0,45
𝑆𝑂𝑅
P=
𝑁
47,53 𝑘𝑔 𝑂2 /𝑗𝑎𝑚
P= 2,21 𝑘𝑔 𝑂2 /𝑘𝑤ℎ
P = 21,51 kw
= 5,8
≈ 6 aerator
Dapat dilihat bahwa kebutuhan aerator yang diperlukan adalah 6
aerator, sementara pada kondisi eksisting jumlah aerator adalah 8 aerator.
Sementara dengan debit rencana yaitu 0,06 m3/detik dengan data yang
sama diperoleh tenaga aerator yang diperlukan adalah 29,54 kW serta
jumlah aerator yang dibutuhkan yaitu 8 aerator. Dari hasil perhitungan
menunjukkan bawah jumlah aerator yang dibutuhkan sudah tepat. Namun
permasalahan yang terjadi yaitu efisiensi penyisihan masih belum optimal
(COD, TSS, dan ammonia tidak memenuhi baku mutu efluen air limbah)
serta masih tercium bau pada tangki aerasi. Karena itu sebaiknya tipe
aerator diganti untuk mencapai hasil pengolahan yang optimal.
d. Bak Sedimentasi
Berikut adalah kriteria desain dari bak sedimentasi:
Tabel 2. 22 Kriteria desain Bak Sedimentasi
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Panjang P meter Metcalf &
15 - 90
Eddy, 2014
Kedalaman Metcalf &
T 3 – 4,9 meter
Eddy, 2014
Lebar Metcalf &
L 3 - 24 meter
Eddy, 2014
Unit ini merupakan unit baru dan masih dalam tahap uji coba. Untuk
parameter lebar belt sudah memenuhi kriteria desain jika dilihat pada
Tabel 2.32 dan Tabel 2.33. Efisiensi pengolahan pada unit ini juga
sangat rendah. Sama seperti sludge drying bed fungsi utama dari unit ini
adalah untuk mengurangi kadar air dalam lumpur, sehingga tidak
menyisihkan bahan polutan dalam lumpur.
2.3.5 Permasalahan Pada Unit Pengolahan dan Solusi
Dari pembahasan pada subbab 2.3.4 dapat diketahui permasalahan
pada setiap unit pengolahan. Adapun penjabaran dari permasalahan
setiap unit eksisting pada IPAL Semanggi dengan debit eksisting yaitu
43,3 liter/detik antara lain sebagai berikut :
a. Grit Chamber
a.
b. Bak Ekualisasi
a.
c. Bak Aerasi
a. Kebutuhan aerator sudah tepat namun pada bak ini masih tercium
bau serta lumpur jenuh naik ke permukaan bak aerasi.
b. Konsentrasi oksigen terlarut sangat kecil, yaitu dibawah 2 mg/l
(1,5 mg/l pada kondisi eksisting). Ini dapat terjadi karena
kekurangan aerator.
c. F/M sangat tinggi sehingga partikel tersuspensi sulit mengendap
sehingga ikut terbawa ke efluen. Hal ini menyebabkan efisiensi
penyisihan menjadi rendah.
d. Waktu detensi sangat singkat dan tidak memenuhi kriteria desain.
e. Efisiensi penyisihan COD dan serta ammonia masih sangat
rendah
d. Bak Sedimentasi
a. Panjang bak sedimentasi tidak memenuhi kriteria desain
b. Waktu detensi menjadi lama dan tidak memenuhi kriteria desain.
Ketika mencapai debit rencana yaitu 0,06 m3/detik ternyata
memenuhi kriteria desain.
c. Efisiensi penyisihan TSS belum memenuhi baku mutu efluen air
limbah.
e. Sludge Drying Bed
a. Dimensi bak tidak memenuhi kriteria desain
b. Waktu pengeringan lumpur berlangsung sangat singkat sehingga
kadar air dalam lumpur masih tinggi
f. Solid Separation Chamber
a. Belum beroperasional sehingga belum dapat disimpulkan.
Kriteria desain media SSC telah memenuhi kriteria desain
g. Belt Filter Press
a. Belum beroperasional sehingga belum dapat disimpulkan.
Kriteria desain lebar belt telah memenuhi kriteria desain
Dari permasalahan yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa
solusi yang diajukan supaya dapat meningkatkan kinerja pengolahan
pada masing-masing unit pengolahan antara lain sebagai berikut:
a. Grit Chamber
a.
b. Bak Ekualisasi
b.
c. Bak Aerasi
a. Penggantian jenis aerator.
b. Mengontrol MLSS pada bak aerasi, antara 3000 mg/l hingga 6000
mg/l.
c. Volume bak diperluas untuk mencapai waktu detensi antara 18
jam hingga 36 jam.
d. Bak Sedimentasi
a. Ketika mencapai debit rencana yaitu 0,06 m3/detik waktu detensi
memenuhi kriteria desain. Oleh karena itu panjang bak
sedimentasi tidak perlu diperluas walaupun pada kenyataannya
tidak memenuhi kriteria desain. Volume bak sedimentasi juga
tidak perlu dimodifikasi karena menyangkut dengan biaya.
e. Sludge Drying Bed
a. Dimensi bak diperluas panjang dan lebarnya dengan masing-
masing penambahan panjang dan lebar bak hingga 1 meter.
b. Waktu pengeringan lumpur diperlama hingga 10 hari maksimal
15 hari.
BAB III
DASAR PENGEMBANGAN
3.1 Umum
Kota Solo merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan
diperkirakan jumlah penduduk akan terus meningkat secara pesat. Hal ini
mengingat Solo merupakan kawasan permukiman bagi para pelaku ekonomi
khususnya di bidang pariwisata dan perdagangan. Dampak yang akan terjadi
yaitu permintaan masyarakat akan pemenuhan sanitasi dan air bersih akan
meningkat pula. Khususnya di bidang limbah cair, pengelolaan air limbah
menjadi sangat penting karena isu nasional pencemaran badan perairan akibat
tidak terolahnya air limbah dengan baik sebelum dibuang ke badan air.
Karena itu dibutuhkan suatu sistem pengelolaan air limbah yang dapat
menjamin kualitas air limbah yang aman untuk dibuang ke lingkungan
sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran maupun penyakit-penyakit
bawaan air bagi masyarakat di kemudian hari. Terlepas dari aspek tersebut,
hal ini juga untuk menjamin ketercapaian akses sanitasi dan air bersih secara
global di tahun 2030 sebagai bentuk pemenuhan target pembangunan
berkelanjutan untuk menjamin masa depan dunia dan umat manusia yang
lebih baik. Untuk penanganan air limbah perkotaan, sistem pengelolaan air
limbah meliputi sistem pengelolaan terpusat, setempat, dan komunal berbasis
masyarakat.
Sistem pengelolaan air limbah terpusat (offsite) terbagi dalam tiga
wilayah pelayanan meliputi wilayah pelayanan kota bagian utara, bagian
tengah, dan bagian selatan. Untuk bagian utara akan dilayani oleh IPAL
Mojosongo yang mencakup 3 Kelurahan dan Perumnas Mojosongo, bagian
tengah akan dilayani oleh IPAL Pucang Sawit yang mencakup 3 Kelurahan,
dan bagian selatan akan dilayani oleh IPAL Semanggi yang mencakup 28
Kelurahan. IPAL Mojosongo dengan kapasitas 50 liter/detik mampu melayani
10.000 sambungan rumah, IPAL Pucang Sawit dengan kapasitas 40 liter/detik
mampu melayani 6.000 sambungan rumah, dan IPAL Semanggi dengan
kapasitas 60 liter/detik mampu melayani 13.000 sambungan rumah.
Sistem pengelolaan air limbah setempat (onsite) dilakukan dengan cara
pelayanan penyedotan lumpur tinja pada unit pengolahan setempat di rumah
warga (tangki septik dan/atau IPAL Komunal) dan kemudian diolah di IPLT
Putri Cempo. IPLT Putri Cempo memiliki kapasitas pengolahan sebesar 45
m3/hari. Daerah pelayanan IPLT Putri Cempo yaitu daerah-daerah yang tidak
terlayani oleh sistem pengelolaan air limbah terpusat. Untuk sistem
pengelolaan air limbah komunal berbasis masyarakat dilakukan di luar sistem
perpipaan, misalnya IPAL Komunal. Kemudian hasil lumpur atau endapan
dari air limbah yang terkumpul pada IPAL Komunal nantinya juga akan
disedot dan diolah di IPLT Putri Cempo.
Sampai saat ini, IPAL Semanggi baru dapat melayani 9.347 sambungan
rumah atau 72% dari target pelayanannya. Ke depannya jumlah pelayanan
IPAL Semanggi akan terus bertambah hingga memenuhi target rencana
pelayanan air limbah yaitu 13.000 sambungan rumah air limbah. Adapun
sumber air limbah yang akan tertampung di IPAL Semanggi merupakan
limbah cair domestik yang berasal dari rumah tangga, perkantoran, dan
perdagangan.
3.2 Daerah Pelayanan
Dengan kapasitas IPAL Semanggi terbangun yaitu 60 liter/detik akan
melayani 28 kelurahan dalam 4 kecamatan dengan total sambungan rumah air
limbah yang dilayani yaitu 13.000 sambungan rumah air limbah. Hal ini juga
berdasarkan pertimbangan dari masterplan IPAL Semanggi untuk mengolah
air limbah masyarakat Kota Surakarta pada wilayah bagian selatan dengan
kapasitas pengolahan yang dapat melayani 13.000 sambungan rumah.
Daerah pelayanan IPAL Semanggi masih sama sesuai dengan
pembagian wilayah sistem pengelolaan terpusat, yaitu wilayah di bagian
selatan Kota Solo. Adapun wilayah yang akan dilayani meliputi Kecamatan
Serengan (6 dari 7 kelurahan yang dilayani), Kecamatan Pasar Kliwon (8 dari
9 kelurahan yang dilayani), Kecamatan Laweyan (8 dari 11 kelurahan yang
dilayani), dan Kecamatan Banjarsari (6 dari 13 kelurahan yang dilayani)
sehingga totalnya berjumlah 28 kelurahan. Adapun nama-nama kelurahan
yang dilayani dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3. 1 Wilayah Pelayanan IPAL Semanggi
Kec.Pasar
Kec.Serengan Kec.Laweyan Kec.Banjarsari
Kliwon
Kel.Danukusu Kel.Joyosuran Kel.Pajang Kel.Mangkubumen
man
Kel.Serengan Kel.Semanggi. Kel.Laweyan Kel.Timuran
Kel.Tipes Kel.Pasar Kel.Bumi Kel.Ketelan
Kliwon
Kel.Kratonan Kel.Baluwarti Kel.Panularan Kel.Keprabon
Kel.Jayengan Kel.Gajahan Kel.Sriwedari Kel.Punggawan
Kel.Kauman Kel.Penumping Kel.Manahan
Kel.Kampung Kel.Purwosari
Baru
Kel.Kedung Kel.Sondakan
Lumbu
(Sumber: Hasil Pemetaan, 2018)
3.3 Dasar Pengembangan Sistem Pengolahan
3.3.1 Kuantitas Air Limbah
Kuantitas air limbah yang dihasilkan dari domestik tergantung kepada
pemakaian air bersih setiap orang dalam satu hari. Pemakaian air bersih
setiap daerah berbeda-beda karena bergantung kepada aktivitas yang
dilakukan dan pola hidup masyarakat. Di kota Solo kebutuhan air bersih
rata-rata adalah 100 liter/orang/hari. Faktor timbulan air limbah adalah 80%
dari pemakaian air bersih. Dari literatur disebutkan bahwa air minum yang
menjadi air limbah berkisar antara 79 % - 81% (Enri Damanhuri, 1996),
65% - 85% (Metcalf and Eddy, 1991), atau 50% - 80% (MODUTO, 1998).
Sehingga faktor timbulan air limbah ini dapat diterima. IPAL Semanggi
dibangun untuk mengolah air limbah dengan kapasitas pengolahan 60 liter
per detik. Ini telah memenuhi target pelayanannya yaitu 13.000 sambungan
rumah, dengan catatan debit air limbah yang dihasilkan adalah 80 liter per
orang per hari (kebutuhan air bersih rata-rata orang Surakarta adalah 100
liter/orang/hari dan faktor timbulan air limbah 80%) serta 1 SR terdiri dari 5
orang sehingga total debit yang dihasilkan adalah (80 liter/orang/hari x
13.000 SR x 5 orang) / 86.400 hari/detik = 60 liter/detik. Sehingga kuantitas
air limbah yang dihasilkan oleh daerah pelayanan sesuai dengan kapasitas
pengolahan IPAL yang terbangun.
3.3.2 Kualitas Air Limbah
Badan air penerima untuk air limbah yang telah diolah oleh IPAL
Semanggi yaitu Sungai Premulung, yang akhirnya akan bermuara ke Sungai
Bengawan Solo. Hal ini disebabkan karena lokasi sungai tersebut yang
dekat dengan IPAL Semanggi.
3.3.4 Standar Kualitas
Standar kualitas air limbah adalah persyaratan kualitas air yang
diterapkan oleh suatu negara atau daerah untuk keperluan perlindungan dan
pemanfaatan air pada negara atau daerah yang bersangkutan. Di dalam
pengelolaan kualitas air dikenal dua macam standar kualitas air, yaitu :
1. Stream standard merupakan baku mutu air, yaitu batas kadar yang
diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air,
namun air tetap dapat berfungsi sesuai peruntukannya (Sumber : Kep-
02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan). Oleh karena itu, stream standard adalah karakteristik
kualitas air yang disyaratkan bagi sumber air yang disusun dengan
mempertimbangkan pemanfaatan sumber air tersebut, kemampuannya
mengencerkan dan membersihkan diri terhadap pencemar. Maka
dalam hal ini, kualitas efluen ditentukan berdasarkan standar kualitas
yang dapat diterima oleh badan air setelah pencampuran. Kesulitan
dalam memprediksi fluktuasi debit dan kualitas badan air penerima
menjadikannya sulit untuk diterapkan.
2. Effluent standard merupakan baku mutu limbah cair, yaitu batas kadar
yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari
sumber pencemaran ke dalam sumber air, sehingga tidak
mengakibatkan dilampauinya baku mutu air (Sumber : Kep-
02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan). Maka dalam hal ini, kualitas efluen ditentukan tanpa
memperhitungkan kemampuan badan air penerima. Effluent standard
lebih baik untuk diterapkan karena lebih ketat sehingga dapat
menghindari pencemaran, kecuali bila debit badan air penerima sangat
kecil. Untuk air limbah domestik dan industri memiliki effluen standar
yang berbeda. Effluen Standar yang diterapkan kepada setiap industri
pun berbeda tergantung pada jenis industrinya. Penentuan Effluen
Standar ditetapkan oleh lembaga–lembaga yang berwenang seperti
Bapedal dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Stream standard baik untuk diterapkan pada sumber air dimana
pembangunan industri masih jarang. Akan tetapi dari segi pengelolaan
sumber air Stream standard juga menimbulkan kesulitan untuk kota besar
yang memiliki banyak sektor industri. Setiap industri akan menghasilkan
kualitas efluen air limbah yang berbeda-beda tergantung dari jenis dan
bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Semakin banyak
industri yang membuang efluen air limbah ke badan air penerima maka
dapat memberatkan kemampuan badan air penerima untuk membersihkan
diri (self purification) dari bahan pencemar. Selain itu debit badan air
penerima harus cukup besar untuk mengencerkan air limbah yang
diterimanya. Apabila debit air limbah lebih besar dibandingkan dengan
debit badan air penerima, maka Stream standard tidak dapat diterapkan.
Kota Solo merupakan Kota besar yang memiliki kepadatan penduduk
yang cukup tinggi serta sampai saat ini sangat berkembang pada sektor
industri seperti industri batik, tekstil, mebel kayu, rotan, dan sebagainya.
Karena itu sebaiknya standar kualitas air limbah yang digunakan adalah
effluent standard. Ini berdasarkan pertimbangan kondisi badan air penerima
Kota Solo yaitu Sungai Bengawan Solo yang telah tercemar logam berat
dari industri tekstil dan batik. Oleh karena itu diharapkan kontrol dari efluen
air limbah semakin diperketat sehingga efluen yang akan diterima oleh
badan air penerima tidak memberatkan kemampuan badan air penerima
untuk membersihkan diri (self purification).
Effluent standard yang digunakan oleh IPAL Semanggi mengacu pada
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun
2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Namun karena sekarang sudah
diterbitkan peraturan terbaru mengenai baku mutu air limbah domestik oleh
pemerintah pusat maka digunakanlah peraturan terbaru. Peraturan terbaru
yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Tabel 3. 2 Baku Mutu Efluen Air Limbah Domestik PermenLH Nomor 68 Tahun 2016
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
(mg/L)
1 pH - 6-9
2 BOD mg/l 30
3 COD mg/l 100
4 TSS mg/l 30
5 Minyak dan Lemak mg/l 5
6 Amoniak mg/l 10
7 Total Coliform jumlah/100 ml 3000
8 Debit L/orang/hari 100
(Sumber: Lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik)
Tabel 3. 3 Baku Mutu Efluen Air Limbah Domestik Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2012
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
(mg/L)
1 BOD mg/l 100
2 TSS mg/l 100
3 Minyak dan Lemak mg/l 10
4 pH - 6-9
(Sumber: Lampiran VIII Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012
Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun
2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah)
Dari Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 diatas, dapat dilihat bahwa peraturan
terbaru lebih ketat dalam mengatur kualitas efluen yang diperbolehkan
untuk dibuang ke lingkungan dan parameter-parameter yang diatur juga
lebih banyak. Ini tentunya berhubungan dengan isu lingkungan yaitu agar
meringankan beban badan air dalam mengolah air limbah yang tertampung
di dalamnya. Karena itu standar kualitas yang akan digunakan adalah
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun
2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
3.3.5 Efisiensi Pengolahan yang harus dicapai
Dengan adanya standar kualitas, maka pengolahan air limbah memiliki
target untuk memenuhi angka dari parameter yang telah ditetapkan. Dengan
mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik maka efisiensi
yang harus dicapai untuk memenuhi baku mutu tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.4 berikut :
Tabel 3. 5 Efisiensi Pengolahan yang Harus Dicapai Untuk Memenuhi Baku Mutu Efluen
Air Limbah
No Parameter Efisiensi (%)
1 pH -
2 BOD -
3 COD 22,5
4 TSS 68
5 Minyak dan Lemak -
6 Amoniak 52,5
7 Total Coliform -
(Sumber: Hasil Perhitungan, 2018)
3.3.6 Pengembangan Sistem Pengolahan
Dari permasalahan pada unit pengolahan serta solusi yang telah
disebutkan pada subbab 2.3.5, maka perlu dilakukan pengembangan pada
sistem pengolahan IPAL Semanggi eksisting untuk mencapai standar
kualitas yang berlaku. Pengembangan sistem pengolahan air limbah pada
IPAL Semanggi dilakukan melalui modifikasi pada sistem pengolahan
utama, yaitu extended aeration. Pada sistem ini akan dilakukan penggantian
pada aerator yang digunakan pada tangki aerasi karena efisiensi pengolahan
yang terjadi tidak optimal (tidak menyisihkan COD, ammonia, serta TSS
yang memenuhi baku mutu efluen air limbah). Karena itu perlu
mempertimbangkan tipe serta jenis aerator yang akan digunakan hingga
penyisihan air limbah yang terjadi dapat memenuhi baku mutu efluen air
limbah.
Terdapat berbagai macam jenis aerator yang dapat digunakan sesuai
dengan kebutuhan. Pertimbangan utama dari pemilihan aerator berdasarkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan minimal 65,29 kg O2/jam. Adapun
kriteria dalam pemilihan aerator meliputi biaya investasi, kapasitas,
efisiensi, daya tahan, kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan, dan
ketersediaan suku cadang. Beberapa tipe aerator yang dapat digunakan
antara lain:
1. Aerator terdifusi (Diffused Air Systems)
Air limbah dimasukkan udara dalam bentuk gelembung-gelembung
yang kemudian akan mengambang pada permukaan air limbah. Tipe
aerator ini digunakan dalam transfer oksigen pada sistem pengolahan
biologi serta stripping pada kandungan organik yang mudah
menguap (volatile organics). Efisiensi transfer oksigen pada diffuser
ini bergantung pada:
a. tipe, ukuran dan bentuk diffuser
b. kecepatan aliran udara
c. kedalaman peletakkan diffuser
d. bentuk geometri tangki termasuk header dan lokasi diffuser
e. karakteristik air limbah
Bentuk gelembung bervariasi dari kasar hingga halus tergantung
jenis aeratornya. Contoh Diffused Air Systems antara lain:
a. Porous Diffusers
b. Nonporous Diffusers
c. Jet Aeration
Ini merupakan alternatif pertama yang dipilih sebagai tipe aerator
yang akan digunakan.
2. Aerator mekanik (Mechanical Systems)
Pada tipe aerator ini transfer oksigen dilakukan dengan cara
menghasilkan permukaan air-udara dari atmosfer. Tipe aerator ini
dibedakan berdasarkan sumbu arah putar aerator yaitu vertical axis
dan horizontal axis yang kemudian dibagi lagi menjadi surface dan
submersible berdasarkan peletakan aeratornya. Efisiensi aerator ini
dinilai berdasarkan seberapa besar transfer oksigen yang dapat
dilakukan (kg O2/kw.h atau lb O2/hp.h). Ini merupakan alternatif
kedua yang dipilih sebagai tipe aerator yang akan digunakan.
Dari dua alternatif tipe aerator yang diajukan akan dipilih satu alternatif
terbaik. Penentuan alternatif terpilih dilakukan melalui suatu metode
pembobotan dengan mempertimbangkan berbagai aspek untuk
menghasilkan suatu keputusan yang objektif. Terdapat berbagai macam
metode pembobotan yang dapat digunakan, tergantung kepada kelebihan
dan kekurangan yang dimilikinya. Metode pembobotan yang digunakan
adalah SAW atau Simple Additive Weight atau sering juga dikenal istilah
metode penjumlahan terbobot.
Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari
rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967)
(MacCrimmon, 1968). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi
matriks keputusan (X) ke dalam suatu skala yang dapat diperbandingkan
dengan semua rating alternatif yang ada. Metode ini merupakan metode
yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam menghadapi
situasi Multiple Attribute Decision Making (MADM) yang merupakan suatu
metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah
alternatif dengan kriteria tertentu. Kelebihan dari metode ini pada
kemampuannya untuk melakukan penilaian secara lebih tepat karena
didasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan,
selain itu SAW juga dapat menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah
alternatif yang ada karena adanya proses perangkingan setelah menentukan
bobot untuk setiap atribut (Kusumadewi, Harjoko, dan Wardoyo. 2006).
Adapun aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam penentuan
alternatif terpilih antara lain efisiensi transfer oksigen, biaya operasi dan
pemeliharaan, fleksibilitas, biaya investasi, dan kebutuhan energi.
Efisiensi transfer oksigen: Seberapa efektif oksigen yang dapat ditransfer ke
dalam air limbah
Biaya OM : Total biaya yang diperlukan untuk mengoperasi dan
memelihara teknologi pengolahan
Fleksibilitas : Kemudahan dalam pembangunan, operasi dan pemeliharaan,
dan kemungkinan untuk replikasi pada teknologi pengolahan
Biaya investasi: Total biaya yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas
teknologi pengolahan
Kebutuhan energi : total kebutuhan listrik/oksigen yang diperlukan untuk
mengoperasikan fasilitas teknologi pengolahan.
Adapun persentase dari masing-masing aspek dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 3. 6 Pembobotan Kriteria Pemilihan Alternatif Aerator Pada Tangki Aerasi
K OM F C E Nilai Total %
K K K K C K 3 0.27 27.5
OM K OM OM C E 1 9.09 9
F K F F C E 1 9.09 9
C C C C C E 3 0.27 27
E K E E E E 3 0.27 27.5
Total 11 1 100
(Sumber: Hasil Pembobotan, 2018)
Keterangan:
K = Efisiensi transfer oksigen
OM = Biaya operasi dan pemeliharaan
F = Fleksibilitas
C = Biaya investasi
E = Kebutuhan energi
Dari hasil persentase aspek diatas, dapat dilihat bahwa aspek utama
dalam pemilihan alternatif terpilih adalah kebutuhan energi dan efisiensi
transfer oksigen kemudian diikuti dengan biaya investasi. Dari berbagai
alternatif yang ada kemudian diberi skala 1 hingga 2 dengan keterangan 1 =
baik, dan 2 = sangat baik. Hasil pembobotan dapat diihat pada Tabel 3.7.
Dari hasil pembobotan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa alternatif
terpilih adalah alternatif 2 yaitu aerator dengan tipe mechanical karena
memiliki bobot nilai yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif
lainnya.
Tabel 3. 7 Pembobotan Pemilihan Alternatif Aerator Pada Tangki Aerasi
Skoring Normalisasi Hasil
Parameter Pembobotan
Alt.1 Alt.2 Alt.1 Alt.2 Alt.1 Alt.2
Efisiensi
transfer 27.5 2 1 1 0.5 27.5 13.75
oksigen
Biaya
operasi dan 9 1 2 0.5 1 4.5 9
pemeliharaan
Fleksibilitas 9 1 2 1 0.5 9 4.5
Biaya
27 1 2 0.5 1 13.5 27
investasi
Kebutuhan
27.5 1 2 0.5 1 13.75 27.5
energi
c. Data Perencanaan
d. Perhitungan
b. Kriteria Desain
c. Data Perencanaan
d. Perhitungan
c. Data Perencanaan
d. Perhitungan
c. Data Perencanaan
d. Perhitungan
c. Data Perencanaan
d. Perhitungan
BAB VI
SPESIFIKASI TEKNIS
BAB VII
2. Bak Ekualisasi
3. Tangki Aerasi
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Cek dan catat jika
Bak aerasi Dinding ada keretakan, Setiap hari
kebocoran
Mengambil semua
material/sampah
Material yang yang mengapung
Pembersihan Setiap hari
mengapung dan
membuangnya di
suatu tempat
Pengambilan
lumpur yang
sudah
Pengambilan Sesuai
Lumpur terakumulasi
lumpur kebutuhan
menggunakan
tangki penyedot
lumpur
Cek dan catat Sesuai
Level air Level air di kolam
level air di kolam kebutuhan
Mengambil
Efluen weir sampah agar tidak Setiap hari
ikut terbuang
Menyikat atau
menyemprot
dengan air untuk
Dinding Sesuai
menghilangkan
tangki kebutuhan
sarang laba-laba
yang menempel di
dinding
Cek dan catat
Warna air di kolam
Kondisi tangki warna air di kolam Setiap hari
dan efluen
dan efluen
Cek dan catat bau
Bau yang berasal dari Setiap hari
kolam
Surface Cek dan catat
Motor Setiap hari
Aerator kondisi motor
Suara Catat high current Setiap hari
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
bising/getaran/panas atau voltage yang
tidak normal
Cek dan catat
Pencatatan
running ampere,
ampere/voltage & Setiap hari
voltage, dan
running hour
running hours
Cek dan catat
kondisi
Reducer Gear Box 3 bulan
operasional motor
reducer gear box
Cek kualitas dan 3 bulan
Gear Box Oil
kuantitas oli
Jika oli terlihat 3 bulan
berwarna hitam,
lakukan
penggantian
4. Bak Sedimentasi
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Cek dan catat jika
Sesuai
Dinding Struktur ada
kebutuhan
keretakan/patahan
Mengambil
material/sampah
Sampah yang
Pembersihan yang mengapung Setiap hari
mengapung
dan dibuang di
suatu tempat
Menyikat dinding Setiap hari
Overflow Weir
overflow
Pengambilan Setiap hari
lumpur yang
sudah
Lumpur yang
Lumpur terakumulasi
mengendap
menggunakan
tangki penyedot
lumpur
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Cek dan catat jika
Sesuai
Dinding Struktur ada
kebutuhan
keretakan/patahan
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Membersihkan
rumput dan
Pembersihan Sampah dan rumput sampah yang Setiap hari
mengotori bak dan
sekitarnya
Pengambilan Sesuai
lumpur yang kebutuhan
sudah
Lumpur yang
Lumpur terakumulasi
mengendap
menggunakan
pacul untuk
kompos
Mesin Diesel
1 Ganti oli v
2 Ganti filter oli v
3 Ganti air filter v
4 Ganti filter v
solar
5 Periksa screen v
solar
6 Periksa air aki v
7 Periksa v
injektor
8 Periksa valve/ v
top service
9 General v
overhaul
Generator
1 Pemeriksaan v
tahanan
isolasi
2 Pemeriksaan v
debu-debu
3 Pemeriksaan v
Interval Kerja (jam)
No Uraian
150 450 1200 3600 10000
kopel/bearing
4 Pemeriksaan v
kondisi
bearing
a. Mesin diesel
Lakukan bleeding pada saluran bahan bakar (BBM) melalui fasilitas
bleeding yang ada sehingga apabila terdapat angin (udara) di dalam
saluran bahan bakar dapat keluar semua
Drainage pada filter BBM dan gelas duga dll. Agar dikerjakan
sehingga apabila terdapat air yang terjebak dapat dikeluarkan semua
Periksa filter BBM dari kemungkinan tersumbat
Periksa persediaan BBM
b. Generator
Pemeriksaan semua sekering, main breaker, dll
Kemudian apabila masih terjadi gangguan pada genset tersebut
agar dipanggilkan teknisi/mekanik
c. Panel/pompa
Pada umumnya semua panel pompa telah dilengkapi pengaman-pengaman standar
dan untuk itu apabila terjadi gangguan operasi agar diperiksa:
TOR (Thermal Level Relay)
WLC (Water Level Control)
TDS (Time Delay Switch)
Overheating Protection Switch pada pompa
Moisturation Protection pada pompa
d. Pompa Submersible
1. Pencegahan
a) Pengecekan
Pompa ini memang dirancang untuk digunakan pada kondisi air
kotor yang mengandung partikel berukuran kecil. Untuk itu yang
perlu adalah kondisi air jangan sampai ada sampah-sampah yang
berukuran besar juga benda-benda yang lentur/panjang (karet, tali
plastik). Perhatikan juga arus listrik yang terpakai pada ampere
meter di panel kontrol.
b) Pembersihan
Bersihkan pompa bagian dalam dan luar jika pompa tersebut
diangkat keluar dari bak. Hal ini dilakukan agar pompa (terutama
pada sela-selanya) tidak rusak, karena kotoran yang melekat bila
kering akan mengeras dan dapat menyebabkan kerusakan sealpada
saat pompa digunakan.
2. Pemeliharaan
a. Posisi pompa
1) Cek perlu dilakukan waterpass posisi pompa supaya lurus
impeller dengan motor
2) Cek penyesuaian kopel pompa terhadap kelurusan as motor ke
impeller
3) Cek kondisi impeller, motor, dan as
4) Cek casing popa dan motor apakah perlu perbaikan
b. Lacer
1) Cek kondisi lacer apakah masih baik, kalau kondisi masih baik
perlu pelumasan dan bila sudah goyang atau bunyi bila diputar
perlu penggantian baru dengan jenis dan bentuk sesuai kondisi
yang direkomendasi oleh pabrikan
2) Cek kondisi cill lacer. Bila sudah aus perlu penggantian supaya
air tidak masuk ke sistem listrik motor
c. Motor pompa
1) Cek ampere pompa apakah sudah sesuai dengan namplet yang
tertera
2) Cek cill motor untuk dilakukan penggantian
3) Cek konek power kabel dan terminal kabel apakah perlu
penggantian
4) Cek power kabel atau di merger
5) Cek putaran atau rpm pompa
6) Cek mor dan baut penutup motor
d. Impeller
1) Cek kondisi impeller apakah diperlukan perbaikan dan
balancing ulang
2) Cek dudukan impeller apakah mengalami perubahan
3) Cek cill impeller apakah sudah aus dan perlu penggantian
4) Cek mor dan baut pengunci
3. Permasalahan
a. Penyebab pompa tidak mau dijalankan
1) Tegangan yang ada terhadap motor ada gangguan
2) Sambungan listrik ada gangguan
3) Sensor temperatur bekerja karena motor panas
4) Impeller pompa tersumbat kotoran
b. Penyebab air tidak keluar
1) Arah putar salah
2) Total head berlebihan
3) Impeller lepas atau aus
4. Perbaikan pompa
Perbaikan pompa terdiri dari pengangkatan pompa dan overhead untuk
melakukan penggantian komponen yang rusak. Alat pengangkat/takel
sangatlah diperlukan untuk mengangkat pompa dari bak. Prosedurnya
sebagai berikut:
a) Putuskan aliran listrik dan lepaskan kabel power ke motor. Hal ini
harus dilakukan oleh teknisi listrik yang terlatih
b) Angkat pompa ke permukaan dengan menggunakan alat
pengangkat/katrol
c) Bersihkan pompa tersebut dari kotoran-kotoran yang menempel
dengan cara disiram air bertekanan dan dikeringkan
d) Pindahkan pompa tersebut ke ruang bengkel dan tempatkan pada
ruang yang bersih
e) Letakkan pompa mendatar dan buka oli plug No.35 untuk
mengeluarkan oli yang ada pada pompa
f) Buka baut-baut yang mengikat suction cover No.28, setelah baut-
baut terbuka lepaskan bagian suction tersebut dan bersihkan
g) Lepaskan mur pengikat (Hex Nut) No. 54-2 dan lepaskan impeller
no.21 dengan menggunakan alat penarik (trecker) dan bersihkan
kotoran yang masih melekat
h) Buka baut-baut pengikat rumah pompa (pump casing) No.20
kemudian keluarkan mechanical seal No. 25 dan cek apakah
kondisi mechanical seal tersebut masih baik (dapat dilihat pada
kondisi permukaan cincin-cincin silikon-karbon, ada cacat atau
masih halus)
i) Buka baut pengikat penutup motor no.50 dan lepaskan pula stuffing
box pada No.6 untuk melepaskan kabel motor
j) Lepas baut pengikat penutup motor No.50 dan lepaskan motor
No.55 dari pompa dengan cara memukul shart rotor dari posisi
bawah (gunakan pemukul dari plastik atau pemukul besi tapi harus
dilapisi kayu pada saat memukul agar shart tidak rusak).
k) Lepaskan bearing (upper ball bearing No.52 dan thrust bearing
No.59)
Bersihkan semua bagian dengan baik, menggunakan kain yang
dibasahi minyak dan pasang kembali pompa tersebut dengan prosedur
seperti di atas tapi kebalikannya.
e. Perawatan genset
1) Perawatan sistem listrik
a) Periksa tahanan di lokasi gulungan motor dari generator tahanan
isolasi minimal 10 m ohm, bila tahanan isolasi lebih kecil dari
ketentuan tersebut, lakukan perkaitan dahulu, generator tidak boleh
dijalankan
b) Periksa tahanan lokasi pada tegangan rendah, tahanan isolasi antara
fasa dengan fasa dan tahanan lokasi antara fasa dengan badan,
untuk tegangan rendah tahanan isolasi 10 m ohm dan untuk
tegangan tinggi tahanan isolasi 100 m ohm
c) Periksa penyambungan kabel-kabel penghubung ke terminal, bila
ada yang kendor kencangkan kembali
d) Periksa carbon brush, bila hampir habis ganti dengan yang baru.
Jangan menunggu sampai habis sama sekali karena akan
menyebabkan slip pada cincin
e) Periksa generator listrik setiap hari, terutama dari debu dan cairan-
cairannya
2) Motor starter
a) Periksa dan rawatlah sikat-sikat dan kuotatornya
b) Bongkar coupling, pinion, dan tambahkan pelat penyetel apabila
pelat coupling aus karena pion tidak akan berhubungan sempurna
dengan roda gigi gelang pada roda gaya
3) Baterai
a) Lakukan pemeriksaan berkala setiap 60 jam dan periksalah
keadaan baterai usahakan permukaan air baterai kira-kira 10 mm
dari atas pelat baja
b) Isilah baterai dengan air asam (sulfat) baterai yang mempunyai
berat jenis 1280 pada temperatur 20°C
c) Usahakan agar baterai selalu dalam keadaan kering dan bersih
d) Periksa kebersihan sambungan terminalnya kotor atau terkena
korosi kemudian tutuplah dengan lapisan gemuk setelah terminal
dipasang kembali
e) Usahakan agar bagian atas baterai bebas dari logam
4) Perawatan sistem pelumas
a) Bak minyak pelumas
b) Saringan minyak pelumas
c) Tekanan minyak pelumas
5) Perawatan sistem bahan bakar
a) Saringan bahan bakar
b) Saringan pipa hisap pompa bahan bakar
c) Pembuangan udara
d) Pemeriksaan dan penyetelan penyemprot bahan bakar
6) Perawatan sistem udara
a) Saringan udara dengan minyak
b) Saringan udara dengan kertas
c) Menyetel celah bebas katup
d) Mengukur tekanan kompresi di dalam silinder
7) Perawatan sistem pendingin
a) Radiator
b) Tegangan tali kipas angin
c) Termosat
PENUTUP