You are on page 1of 137

DRAFT

TUGAS AKHIR
IL-4099

Evaluasi dan Optimalisasi Sistem Pengolahan Air Limbah


Domestik IPAL Semanggi, Kota Surakarta

Disusun oleh :
Hendra Susanto
(15714003)

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2018
Abstrak
Abstract
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir yang
berjudul “Evaluasi” tepat pada waktunya. Adapun penyusunan laporan Tugas
Akhir ini merupakan syarat kelulusan dalam menempuh tahap sarjana di Jurusan
Rekayasa Infrastruktur Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
Penyusunan laporan Tugas Akhir ini tentu saja tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Moh.Chaerul selaku Ketua Program Studi Rekayasa Infrastruktur
Lingkungan yang telah menyemangati kami angkatan 2014 agar lulus tepat
pada waktunya
2. Bapak Enri Damanhuri yang telah memberikan saran kepada penulis
terkait lokasi studi Tugas Akhir
3. Bapak Rofiq Iqbal yang telah sangat berusaha menghubungi penulis dalam
administrasi penyusunan Usulan Garis Besar Tugas Akhir.
4. Bapak Agus Jatnika Efendi selaku dosen pembimbing yang telah sangat
sabar membimbing penulis dan bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
5. Bapak I Made Wahyu Widyarsana selaku dosen wali penulis yang selalu
memberikan semangat, inspirasi, dan bersahabat kepada anak-anak
walinya supaya dapat menyelesaikan studi dengan baik.
6. Bapak Darmadi yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam
pengambilan sampel air limbah di IPAL Semanggi.
7. Ibu Ratih yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam
memberikan data primer kepada penulis dalam penyusunan laporan Tugas
Akhir ini.
8. Kak Dian selaku analis laboratorium air Jatinangor yang telah memberikan
bantuan kepada penulis dalam pengujian parameter sampel air limbah di
IPAL Semanggi.
9. Kak Budi selaku analis laboratorium air Ganesha yang telah memberikan
bantuan kepada penulis dalam pengujian parameter sampel air limbah di
IPAL Semanggi dan memberikan koreksi kepada penulis dalam
perhitungan data kualitas air limbah.
10. Kakak-kakak mahasiswa S2 dan S3 Teknik Lingkungan yang telah
memberikan petunjuk dan bantuan kepada penulis dalam pengujian
parameter sampel air limbah di IPAL Semanggi.
11. Bapak Maman selaku pegawai Tata Usaha RIL yang telah banyak
membantu penulis dalam pengumpulan administrasi Tugas Akhir ini.
12. Bapak Asep selaku penjaga perpustakaan RIL yang selalu ada sehingga
penulis dapat meminjam buku dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
13. Orang tua penulis yang selalu memenuhi kebutuhan pokok penulis sampai
sekarang, mendukung sepenuhnya kepada penulis dan menaruh
kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini
tepat pada waktunya.
14. Kedua kakak penulis yang telah memberikan uang saku serta mengancam
penulis agar dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini tepat pada
waktunya.
15. Saudara kembar, Hendri yang telah memberikan tumpangan tempat tinggal
kepada penulis selama penyusunan laporan Tugas Akhir ini.
16. Nur Syabaniawati sebagai teman dekat penulis yang selalu menemani,
menyemangati serta memberikan banyak bantuan dan saran kepada
penulis dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
17. Teman-teman satu jurusan Rekayasa Infrastruktur Lingkungan angkatan
2014 yang telah menyemangati penulis supaya dapat menyelesaikan
laporan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya.
18.

Akhir kata, semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

Bandung, September 2018

Penulis
Daftar Isi
Daftar Lampiran
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Surakarta atau lebih dikenal sebagai Kota Solo memiliki sumber
air yang terkenal yaitu Sungai Bengawan Solo. Aktivitas manusia serta
kebiasaan manusia yang membuang limbah ke sungai membuat air di sungai
ini menjadi tercemar yang kemudian berakibat menurunnya kualitas
kesehatan manusia maupun makhluk hidup lain di sekitar sungai. Oleh karena
itu air menjadi tanggung jawab masyarakat serta pemerintah daerah setempat
untuk menjaga kelestariannya agar dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup
terutama pada manusia. Apalagi Sungai Bengawan Solo dijadikan sebagai
sumber air minum oleh PDAM Surakarta. Dengan adanya pengolahan air
limbah sebelum dibuang ke sungai maka akan memudahkan PDAM untuk
mengolah air dari sungai ini sehingga aman untuk dikonsumsi masyakarat
Kota Surakarta sebagai air minum nantinya.
Permasalahan air limbah di Kota Surakarta merupakan masalah yang
serius. Dari laporan Strategi Sanitasi Kota Tahun 2013 menyatakan bahwa
berbagai masalah diantaranya adalah rendahnya pemasangan sambungan
rumah air limbah, pencemaran sumber air, IPLT yang tidak berfungsi,
penanganan limbah industri yang belum dikelola dengan baik, monitoring
kualitas pengolahan pada sarana komunal terbangun belum maksimal,
minimnya APBD dalam bidang pengelolaan air limbah, dan penegakan
hukum dalam bidang lingkungan masih rendah.
Kota Surakarta memiliki tiga IPAL terpusat yaitu IPAL Mojosongo,
IPAL Semanggi, dan IPAL Pucungsawit. Ketiga IPAL ini melayani wilayah
yang berbeda-beda. IPAL Mojosongo melayani wilayah utara, IPAL
Semanggi melayani wilayah selatan, dan IPAL Pucungsawit melayani
wilayah tengah. Kapasitas ketiga IPAL juga berbeda tergantung jumlah
pelayanan sambungan rumah yang dapat dilayani. Kota Surakarta juga
memiliki IPLT Putri Cempo untuk mengolah limbah dari unit pengolahan
setempat yaitu tangki septik dan IPAL komunal masyarakat yang tidak
dilayani oleh IPAL terpusat.
IPAL Semanggi merupakan IPAL dengan kapasitas paling besar
dibandingkan dengan kedua IPAL lainnya, yaitu memiliki kapasitas 60
liter/detik. Dalam pengoperasian IPAL Semanggi memiliki berbagai masalah.
Permasalahan yang terjadi pada IPAL ini sangat beragam antara lain adanya
bau pada Bak Ekualisasi, lumpur jenuh yang naik ke permukaan pada Tangki
Aerasi, pompa mengalami gangguan, parameter COD yang belum memenuhi
baku mutu efluen dan unit pengolahan yang tidak memenuhi krteria desain.
Masalah-masalah yang telah disebutkan tersebut dapat mempengaruhi
efisiensi pengolahan air limbah. Apabila efisiensi rendah, maka kualitas
efluen yang dibuang ke badan air dapat mencemari badan air tersebut.
Ditambah rencana kedepannya, Kota Surakarta akan mengelola air limbah
melalui sistem terpusat yang melayani penduduk sebesar 30% dan sistem
setempat yang melayani penduduk sebesar 70%.
Dari latar belakang tersebut membuat penulis merasa perlu adanya
perencanaan suatu peningkatan atau optimalisasi unit pengolahan eksisting di
IPAL Semanggi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini juga sesuai
dengan yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta
Tahun 2011-2031 pasal 30 ayat 5 poin b yang menyatakan bahwa perlu
dilakukannya optimalisasi pada IPAL Semanggi.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari tugas akhir ini yaitu untuk melakukan optimalisasi pada
unit-unit pengolahan eksisting di IPAL Semanggi sehingga efluen dari air
limbah memenuhi baku mutu efluen. Adapun tujuan dari tugas akhir ini
adalah :
1. Mengetahui sistem unit-unit pengolahan yang digunakan pada IPAL
Semanggi.
2. Melakukan evaluasi pada kualitas dan kuantitas efluen IPAL Semanggi.
3. Melakukan perencanaan sistem peningkatan efisiensi pada instalasi
unit-unit pengolahan air limbah pada IPAL Semanggi.
1.3 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam tugas akhir ini adalah :
a. Studi gambaran umum daerah perencanaan, meliputi : kondisi geografis
dan wilayah administratif, topografi, iklim dan curah hujan,
kependudukan, kepariwisataan, sosial ekonomi masyarakat, fasilitas
kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas peribadatan, dan tata guna lahan.
b. Penetapan lokasi perencanaan IPAL Semanggi.
c. Analisis kualitas dan kuantitas unit-unit pengolahan air limbah yang
masuk ke IPAL
d. Menentukan kriteria desain unit pengolahan, alternatif sistem
pengolahan, dan menentukan sistem alternatif yang terpilih
e. Menentukan dimensi unit pengolahan yang terpilih dan spesifikasi teknis.
f. Pembuatan gambar-gambar detail unit-unit pengolahan air limbah,
siteplan, dan profil hidrolis.
g. Perhitungan biaya-biaya IPAL mulai dari biaya investasi, operasional,
dan pemeliharaan.
1.4 Sumber Data
Data-data yang diperlukan dalam menyusun tugas akhir ini meliputi
data primer dan data sekunder. Data primer meliputi Gambar DED IPAL
Semanggi, Layout Wilayah IPAL Semanggi, Data Kualitas Air Limbah IPAL
Semanggi, Data Penduduk Dan Daerah Yang Dilayani IPAL Semanggi, dan
Standar Operasional Dan Prosedural Pengolahan Pada IPAL Semanggi. Data
sekunder meliputi kondisi geografis dan iklim, wilayah administratif,
kependudukan, kondisi sanitasi, topografi, dan geologi Kota Solo.
1.5 Metodologi
Adapun tahapan dalam penyusunan tugas akhir ini antara lain sebagai berikut:
1. Identifikasi Masalah
Mengenali permasalahan-permasalahan yang terjadi di Kota Solo dalam
aspek sanitasi lingkungan sehingga akan diperoleh kondisi eksising untuk
kebutuhan pengembangan pelayanan IPAL.
2. Pengujian Kualitas Air Limbah
Pengambilan sampel air limbah pada masing-masing unit pengolahan di
IPAL Semanggi dan dilakukan pengujian kualitas air limbah di
laboratorium. Pengujian kualitas air limbah bertujuan untuk mengetahui
efisiensi dari masing-masing unit pengolahan di IPAL Semanggi. Ini akan
menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan alternatif terbaik sistem
pengolahan air limbah untuk kebutuhan pengembangan pelayanan IPAL
selama 20 tahun ke depan. Diharapkan dengan bertambahnya jumlah
pelayanan IPAL maka efluen dari hasil pengolahan air limbah akan tetap
memenuhi baku mutu limbah cair.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data bertujuan untuk menunjang kelengkapan dalam
penyusunan laporan tugas akhir. Data yang dikumpulkan berupa data
primer dan data sekunder. Data-data yang dibutuhkan dalam
pengembangan IPAL Semanggi dapat diperoleh di PDAM Solo berupa
laporan tahunan PDAM Solo dan SOP Pengolahan IPAL Semanggi
maupun referensi-referensi lain seperti data statistik Kota Solo, laporan
kondisi eksisting IPAL Semanggi, SSK Kota Solo, dan sebagainya.
4. Studi Literatur
Mencari dan mempelajari teori-teori pendukung dalam perencanaan
pengembangan IPAL. Sumber-sumber yang dapat digunakan dapat berasal
dari buku textbook, jurnal, makalah, internet, dan sumber lainnya yang
terpercaya.
5. Analisis Data dan Perencanaan
Data-data yang telah dikumpulkan akan diolah, dievaluasi, dan
dimasukkan ke dalam perencanaan pengembangan IPAL. Adapun output
dari tahap ini yaitu rencana pengembangan, kriteria desain dan alternatif
terpilih sistem pengolahan air limbah.
6. Pembahasan
Dari hasil analisis data dan perencanaan kemudian dapat dihitung dimensi
dari sistem unit pengolahan terpilih. Selanjutnya dapat dibuat detail
gambar atau DED, standar operasional dan prosedural pengolahan IPAL,
spesifikasi teknis, serta perhitungan rencana anggaran biaya
pengembangan.
7. Penyusunan laporan
Data-data yang telah diolah dan dibahas akan tersusun dengan baik ke
dalam bentuk laporan. Meliputi pendahuluan, kondisi eksisting, analisis
data, perhitungan, dan rencana biaya.

Identifikasi
Masalah

Pengujian Pengumpulan
Studi Literatur
Kualitas Air Data

Analisis Data dan


Perencanaan

Pembahasan

Penyusunan
Laporan

Gambar 1. 1 Metodologi
(Sumber: Penulis, 2018)
1.6 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan tugas akhir, ruang
lingkup, sumber data yang digunakan dalam penelitian, metodologi penelitian,
dan sistematika pembahasan.
BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENGEMBANGAN
Bab ini berisi kondisi geografis dan iklim, wilayah administratif, kependudukan,
kondisi geologi, kondisi sanitasi di Kota Solo.
BAB III DASAR PENGEMBANGAN
Bab ini berisi tentang rencana pelayanan, kualitas dan kuantitas air limbah yang
akan diolah, dan standar kualitas air limbah.
BAB IV ALTERNATIF SISTEM PENGOLAHAN
Bab ini berisi tentang alternatif sistem pengolahan yang dapat diterapkan, metode
pemilihan alternatif yang sesuai, dan justifikasi alternatif sistem pengolahan
terpilih.
BAB V DETAIL DIMENSI UNIT PENGOLAHAN
Bab ini berisi tentang perhitungan dimensi unit pengolahan dari alternatif yang
terpilih.
BAB VI SPESIFIKASI TEKNIS
Bab ini berisi tentang ketentuan pelaksanaan, spesifikasi teknis material,
pekerjaan sipil/konstruksi, dan pekerjaan mekanikal/elektrikal.
BAB VII OPERASI DAN PEMELIHARAAN
Bab ini berisi tentang tata cara pengoperasian dan pemeliharaan unit-unit
pengolahan terpilih.
BAB VIII RENCANA ANGGARAN BIAYA
Bab ini berisi perhitungan biaya yang digunakan untuk pembangunan unit
pengolahan terpilih.
BAB IX PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan
BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGEMBANGAN


2.1 Kota Surakarta
A. Kondisi Geografis dan Iklim
Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang
menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Kota
Surakarta terletak antara 110° 45’ 15”dan 110°45’ 35” Bujur Timur dan
antara 7°36’ dan 7°56’ Lintang Selatan. Wilayah Kota Surakarta atau lebih
dikenal dengan “Kota Solo” merupakan dataran rendah dengan ketinggian ±
92 meter dari permukaan laut. Batas Wilayah Kota Solo adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44,04 km² yang terbagi dalam 5
kecamatan, yaitu : Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar kliwon, Jebres dan
Banjarsari. Sebagian besar lahan dipakai sebagai tempat pemukiman sebesar
65%, Sedangkan untuk kegiatan ekonomi juga memakan tempat yang cukup
besar juga yaitu berkisar antara 16% dari luas lahan yang ada. Suhu Udara
rata-rata di Kota Surakarta pada tahun 2016 berkisar antara 21,8°C sampai
dengan 33,1°C. Sedangkan kelembaban udara berkisar antara 77 persen
sampai dengan 95 persen. Hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Februari
dengan jumlah hari hujan sebanyak 23 hari.
Tabel 2. 1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Surakarta, 2016

Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)


Laweyan 8,64 19,62
Serengan 3,19 7,25
Pasar Kliwon 4,82 10,93
Jebres 12,58 28,57
Banjarsari 14,81 33,63
Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)
Surakarta 44,04 100
(Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika, 2016)
B. Wilayah Administratif
Wilayah Kota Surakarta terbagi dalam 5 Kecamatan, 51 Kelurahan.
Jumlah RW tercatat sebanyak 604 dan jumlah RT sebanyak 2.714. Dengan
jumlah KK sebesar 180.027 KK, maka rata-rata jumlah KK setiap RT
berkisar 66 KK.
Tabel 2. 2 Jumlah Kecamatan, Desa.Kelurahan, RT, RW, dan KK Menurut Kecamatan di
Kota Surakarta, 2016

Kecamatan Kelurahan RT RW KK
Laweyan 11 457 105 32.233
Serengan 7 312 72 17.787
Pasar Kliwon 9 422 100 27.230
Jebres 11 646 151 46.396
Banjarsari 13 877 176 56.381
Surakarta 51 2714 604 180.027
(Sumber: Bagian Pemerintahan Umum, 2016)
C. Kependudukan
Berdasarkan hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010, Penduduk Kota
Surakarta Tahun 2016 mencapai 514.171 jiwa dengan rasio jenis kelamin
sebesar 94,62 (Pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 95
penduduk laki-laki). Tingkat kepadatan penduduk kota Surakarta pada tahun
2016 mencapai 11.675 jiwa/km2. Pada tahun 2016 tingkat kepadatan
penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Pasar Kliwon yang mencapai angka
15.882.
Tabel 2. 3 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota
Surakarta Tahun 2015 dan 2016

Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk
Kecamatan Penduduk Per Tahun
2015 2016 2015-2016
Laweyan 88.278 88.614 0,381
Serengan 44.781 44.950 0,377
Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk
Kecamatan Penduduk Per Tahun
2015 2016 2015-2016
Pasar Kliwon 76.184 76.474 0,381
Jebres 141.614 142.152 0,38
Banjarsari 161.369 161.981 0,379
Surakarta 512.226 541.171 0,380
(Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035)

Tabel 2. 4 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Surakarta, 2016

Kepadatan
Persentase
Kecamatan Penduduk per
Penduduk (%)
Km2
Laweyan 17,23 10.257,91
Serengan 8,74 14.073,26
Pasar Kliwon 14,87 15.881,79
Jebres 27,65 11.298,22
Banjarsari 31,5 10.936,53
Surakarta 100,00 11.674,93
(Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035)
D. Kondisi Geologi Kota Surakarta
Struktur batuan di Kota Surakarta secara umum sebagian besar
merupakan Alluvial, dengan uraian sebagai berikut :
a. Aluvial (Qa) merupakan tanah mineral yang baru berkembang,
berbentuk lempung, lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan berangkal.
Tanah ini terbentuk dari bahan endapan yang dibawa oleh aktivitas air
sungai. Bahan-bahan tererosi dari puncak bukit diangkut oleh air
melalui aliran.
b. Permukaan dan masuk ke parit-parit menuju sungai. Bahan-bahan yang
memiliki massa lebih besar diendapkan terlebih dahulu di suatu tempat
yang lebih dekat, sedangkan bahan-bahan yang memiliki masa yang
lebih ringan akan terbawa terus oleh aliran sungai hingga mencapai
daerah datar. Pada tempat dimana aliran air mulai kehilangan daya
angkutnya inilah bahan-bahan yang lebih halus diendapkan dan
membentuk dataran Aluvial. Batuan ini terhampar luas sepanjang
lembah bengawan Surakarta dan merupakan batuan dominan di Kota
Surakarta kecuali di bagian utara Kota (Kecamatan Jebres dan
Kecamatan Banjarsari dengan ketebalan berkisar dari beberapa senti
sampai beberapa meter.
c. Aluvium tua (Qt) berbentuk konglomerat, batu pasir, lanau dan
lempung. Pada batuan ini terdapat di bagian utara kota Surakarta
(sebagian Kecamatan Jebres dan Kecamatan Banjarsari). Pada satuan
ini ditemukan struktur silang-siur, toreh dan isi dan pelapisan bersusun.
Secara setempat ditemukan fosil Bibos sp. Dan Cervus sp yang diduga
berumur Plistosen. Ketebalan batuan ini maksimum 8 meter
kedudukannya menindih tidak selaras batuan yang lebih tua dan
tertindih tak selaras oleh aluvium. Umumnya batuan ini berupa endapan
sungai.
d. Batuan Gunung merapi (Qvm) berbentuk breksi gunung api, lava dan
tuf. Batuan ini terdapat di bagian barat kota Surakarta. Batuan ini
umumnya bersusun andesit. Fosil tidak ditemukan. Kegiatannya diduga
sejak Plistosen akhir.
Berdasarkan Peta Geologi dari Geohidrologi Map Surakarta terlihat
bahwa batuan di Kota Surakarta terdiri dari :
a. Aluvium (AL)
Satuan batuan ini terdapat di Kota Surakarta bagian tengah hingga ke
selatan yaitu di sebelah timur Jalan Jenderal Ahmad Yani, ke utara
hingga Kali Pepe, ke timur hingga Stasiun Balapan dan sebagian
sampai Bengawan Surakarta. Batuan aluvium berada pada posisi
477144 – 484568 mU dan 9160481 – 9165815 mU. Luas satuan batuan
ini adalah 2.033,63 ha. Ketebalannya berkisar beberapa centimeter
hingga beberapa meter. Terdiri dari lempung, lumpur, lanau, pasir,
kerikil, kerakal dan berangkal.
b. Formasi Notopuro (NP)
Formasi Notopuro terdapat di bagian timur laut Kota Surakarta yaitu di
sebelah utara Stasiun Jebres, ke barat hingga Stasiun Balapan, ke utara
hingga Kantor Lurah Mojosongo dan ke timur hingga Bengawan
Surakarta. Formasi batuan ini berada pada posisi 478718 – 485318 mT
dan 9163239 – 9167290 mU. Luas satuan batuan ini adalah 1574 ha.
Batuan ini terdiri dari konglomerat, batupasir, lanau dan lempung.
Kedudukannya menindih tidak selaras dengan batuan yang lebih tua
dan terindih tak selaras dengan aluvium. Satuan ini merupakan endapan
undak sungai. Pada Formasi Notopuro ditemukan struktur silang-siur,
“toreh dan isi” dan perlapisan bersusun. Secara setempat ditemukan
fosil Bibos sp. dan Cervus Sp yang diduga berumur plistosen.
c. Formasi Kabuh (KB)
Formasi Kabuh terdapat di bagian utara Kota Surakarta, tepatnya di
utara Kantor Lurah Mojosongo hingga Kali Kebo. Formasi batuan ini
berada pada posisi 481136 – 484385 mT dan 9166244 – 9167790 mU.
Luas Satuan batuan ini adalah 240,43 ha. Batuan ini umumnya terdiri
dari breksi vulkanik, tuff sandstone dan konglomerat.
d. Batuan Vulkanik Muda (YV)
Satuan batuan ini terdapat di bagian barat dan utara Kota Surakarta. Di
bagian barat Kota Surakarta tepatnya di sebelah barat Jalan Jenderal
Ahmad Yani, sedangkan di bagian utara tepatnya di selatan dan barat
Kali Pepe serta di tepi Kali Pelemwulung. Batuan vulkanik muda
berada pada posisi 474406 – 479133 mT dan 9162923 – 9167446 mU.
Luas Satuan batuan ini adalah 778,84 ha. Batuan ini umumnya
merupakan endapan lahar dari Vulkan Merapi. Batuan umumnya terdiri
dari lava andesit, breksi, lahar, tufa hingga basalt. Fosil tidak
ditemukan. Aktivitas diduga dimulai sejak plistosen akhir.
Gambar 2. 1Wilayah Administrasi Kota Surakarta
Sumber: Pekerjaan Umum, 2016
E. Permasalahan Sanitasi di Kota Solo
1. Air Limbah
Tabel 2. 5 Area Beresiko Air Limbah Domestik

Tingkatan Area Indikator


Kelurahan
Berisiko Warna
Banyuanyar, Manahan, Timuran,
Sangat Rendah Biru Penumping, Sriwedari, Kemlayan
dan Jayengan (7)
Sumber, Jajar, Kerten,
Mangkubumen, Punggawan,
Kestalan, Ketelan, Keprabon,
Kampung Baru, Kepatihan Kulon,
Rendah Hijau Tegalharjo, Kepatihan Wetan,
Purwodiningratan, Sudiroprajan,
Kedunglumbu, Pasarkliwon,
Gajahan, Kratonan, Panularan,
Bumi dan Joyontakan (21)
Karangasem, Sondakan,
Purwosari, Laweyan, Tipes,
Serengan, Joyosuran, Baluwarti,
Sedang Kuning Kauman, Sewu, Jagalan,
Pucangsawit, Mojosongo,
Nusukan, Gilingan, dan Setabelan
(16)
Pajang, Danukusuman, Semanggi,
Tinggi Merah Sangkrah, Gandekan, Jebres dan
Kadipiro (7)
(Sumber: Instrumen Profil Sanitasi Kota Surakarta 2013)
Gambar 2. 2 Peta Risiko Air Limbah Domestik di Kota Solo

(Sumber: Strategi Sanitasi Kota, 2013)


Adapun permasalahan sub sektor air limbah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1) Rendahnya pemasangan Sambungan Rumah Air Limbah
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menyambungkan pipa
buangan limbah domestik melalui sambungan rumah PDAM menjadi
isu utama . Saat ini hanya 12,45 % warga yang memakai sistem off
site (perpipaan) di Kota Surakarta. Jumlah pelanggan adalah 12.650
SR. (Sumber: PDAM, 2012). Dari total jumlah pelanggan tersebut,
sebanyak 99 % masuk dalam kategori I dimana nominal penagihan
masih sangat rendah, sehingga sub bidang air limbah belum mampu
menutup biaya operasional layanan limbah. Walaupun kapasitas
layanan dari 3 (tiga) IPAL skala kota yang berada di Mojosongo,
Pucangsawit (belum beroperasi) dan Semanggi cukup besar, namun
masih belum bisa meningkatkan pendapatan sub bidang air limbah.
Pilihan yang dilakukan adalah menutupi kekurangan biaya operasi
dan pemeliharaan dengan subsidi PDAM sub bidang air bersih
2) Pencemaran sumber air/ badan air
Perilaku atau pengetahuan warga untuk tidak membuang limbah
domestik ke sembarang tempat masih rendah. Hasil kajian Studi
EHRA 2012, sebanyak 45,8 % responden dari keseluruhan klaster
menyatakan sumber air di lingkungan mereka tercemar akibat proses
buangan limbah domestik yang. tidak memenuhi prosedur kesehatan
lingkungan. Perhitungan pencemaran ini hanya berasal dari survei
limbah domestik, belum dari hasil survei limbah industri. Menurut
pantauan Badan Lingkungan Hidup Kota Surakarta, limbah domestik
merupakan kontributor utama pencemaran badan air yaitu sebesar
80%, sisanya merupakan sumbangan dari kegiatan industri niaga.
Sebanyak 6 sungai yang dipantau BLH Kota Surakarta berstatus
‘tercemar’. 6 sungai (kali) tersebut adalah Kali Gajah Putih, Kali
Pepe, Kali Jenes, Kali Brojo dan Sungai Bhayangkara Pencemaran
sumber air/ badan air juga diperburuk dengan pencemaran dari limbah
tinja dimana sebanyak 100% responden survey EHRA menyatakan
bahwa limbah tinja dari rumah tangga mereka mencemari tanah dan
sumber air di lingkungan mereka. Pencemaran bakteri E. Coli ini
merupakan penyebab endemi diare yang membahayakan kesehatan
dan bisa berakhir pada kematian.
3) IPLT yang tidak berfungsi
Tidak berfungsinya IPLT Putri Cempo. IPLT Putri Cempo merupakan
infrastruktur milik PDAM yang berfungsi untuk mengolah buangan
limbah tinja di wilayah Kota Surakarta. IPLT tersebut juga berfungsi
sebagai pusat pembuangan air limbah dari layanan sanitasi individu
bagi warga yang belum terjangkau akses IPAL Komunal. Akses jalan
menuju IPLT tidak bisa ditempuh karena terhalang timbunan sampah
TPA dari kurun waktu 2007 – 2013. Dengan tidak beroperasinya
IPLT serta truk tinja swasta yang membuang limbah tinja ke badan air
memperburuk kondisi pencemaran air dan tanah di wilayah kota
Surakarta.
4) Penanganan limbah industri belum terkelola
Limbah cair dari sektor indutri dan niaga banyak yang langsung
dibuang ke badan air tanpa melalui proses pengolahan yang sesuai
prosedur. Beberapa industri yang berpotensi menghasilkan limbah
adalah industri tahu di Kel. Mojosongo, industri batik di Kecamatan
Laweyan & Kec. Pasar Kliwon, industri kok bulu tangkis di Kec.
Pasar Kliwon, dan industri pemotongan hewan di beberapa titik Kota
Surakarta.
5) Belum maksimalnya monitoring sarana komunal terbangun
Belum adanya monitoring sarana sanitasi komunal yang telah
terbangun di wilayah Kota Surakarta. Sebanyak 38 IPAL komunal
dan MCK komunal di Kota Surakarta belum teridentifikasi kualitas
limbahnya. Menurut AKSANSI Kota Surakarta selama kurun waktu
2007 sampai sekarang, belum pernah ada monitoring kualitas air
buangan di sarana komunal terbangun, dan belum pernah ada
penyedotan berkala di semua sarana terbangun. Hal ini disebabkan
belum adanya kebijakan yang secara legal formal menyentuh
permasalahan ini.
6) Minimnya pendanaan APBD untuk alokasi penanganan limbah di
Kota Surakarta menyebabkan pencapaian SR belum maksimal, Target
MDG’s 2015, 22.000 SR atau 22 % sulit tercapai.
7) Minimnya penegakan hukum bidang lingkungan hidup
Pelanggaran dalam hal pelanggaran lingkungan hidup, khususnya
prosedur penanangan air limbah masih kurang, sehingga masyarakat
dan sektor swasta terkesan tidak mengindahkan larangan dan
peraturan yang telah ditetapkan.
2.Persampahan
Tabel 2. 6 Area Beresiko Persampahan
Tingkatan Area Indikator Kelurahan
Berisiko Warna
Jajar, Kerten, Purwosari,
Mangkubumen, Timuran,
Kampung Baru, Tegalharjo,
Sangat Rendah Biru
Kedunglumbu, Gajahan,
Jayengan, Kemlayan, Panularan,
Sriwedari dan Penumping (14)
Karangasem, Sumber, Manahan,
Nusukan, Gilingan, Punggawan,
Ketelan, Kestalan, Setabelan,
Keprabon, Kepatihan Kulon,
Kepatihan Wetan,
Rendah Hijau
Purwodoningratan, Jagalan,
Sudiroprajan, Sewu, Pasarkliwon,
Kauman, Kratonan, Joyontakan,
Bumi, Laweyan dan Sondakan
(23)
Banyuanyar, Kadipiro,
Sedang Kuning
Mojosongo, Gandekan,
Tingkatan Area Indikator Kelurahan
Berisiko Warna
Baluwarti, Joyosuran,
Danukusuman, Serengan, Tipes
dan Pajang. (10)
Jebres, Pucangsawit, Sangkrah
Tinggi Merah
dan Semanggi. (4)
(Sumber: Instrumen Profil Sanitasi Kota Surakarta 2013)
Adapun permasalahan sub sektor persampahan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1) Permasalahan sub sektor persampahan yang dikelola DKP Kota
Surakarta
a) Masalah utama adalah usia TPA yang melebihi kapasitas
daya tampung serta kurangnya lahan untuk pengoperasian
pengelolaan sampah. Dari 17 Hektar lahan yang sudah
overused, hanya tersisa 4 Hektar lahan yang bisa
dipergunakan sebagai TPA dan tentu saja luasan ini
menjadikan masalah tersendiri bagi pemerintah kota maupun
investor, karena tidak mungkin bisa menampung 256 ton
sampah dari warga Kota Surakarta setiap harinya di luasan
lahan yang kecil.
b) Keterbatasan armada angkut sampah dan alat berat. Banyak
alat berat dan armada yang rusak sehingga hanya beberapa
saja yang bisa dipergunakan
c) Jalan akses terputus. Ketinggian tumpukan sampah mencapai
12 m, sehingga seringkali sampah longsor dan menutup akses
lebih jauh ke TPA. Banyak truk yang kemudian hanya
membuang sampah di bahu jalan sebelum masuk ke TPA.
d) Sampah tidak terpilah. Budaya warga yang enggan
memisahkan sampah sejak di tingkatan rumah tangga
menyebabkan bercampurnya sampah organik dan anorganik
di TPA sehingga menyulitkan proses pengolahan dan
pemusnahan. Peran masyarakat dalam usaha 3R (Reduce,
Reuse, Recycle) sangat minim.
e) teknologi TPA yang menggunakan sistem open dumping
semakin memperberat pemulihan lahan. Metode open
dumping berarti samakin sedikit lahan di sekitar TPA yang
kualitas baik dan memenuhi standar kesehatan lingkungan.
f) rasio SDM pengangkut sampah yang sedikit dengan beban
angkut sampah yang terlalu besar tidak seimbang
g) Keberadaan 1400 sapi yang memang sengaja digembalakan
di TPA Putri Cempo semakin memperpanjang daftar masalah
kesehatan di Kota Surakarta. Hal ini disebabkan potensi sapi
yang memakan bahan bahan berbahaya yang meracuni
tubuh/daging sapi dan besar kemungkinan daging sapi
tersebut dikonsumsi warga Kota Surakarta.
h) Tidak adanya peran swasta untuk pengelolaan persampahan
di Kota Surakarta.
i) TPS-TPS yang tersebar di wilayah Kota Surakarta tidak
berfungsi dengan baik sehingga sekarang banyak yang
ditutup, digantikan dengan TPS mobile. TPS yang ditutup
menimbulkan masalah tersendiri karena masyarakat masih
saja membuang sampah di sana, tidak mengindahkan jam-
jam operasional TPS mobile sehingga sampah bertebaran di
bahu jalan, memunculkan masalah estetika, kesehatan dan
sosial.
2) Permasalahan sub sektor persampahan yang dikelola DPP Kota
Surakarta
a) Akses jalan menuju TPA Putri Cempo bermasalah
b) Antrian pembuangan sampah di TPA Putri Cempo sangat
panjang
c) Kurangnya anggaran pemeliharaan dan pengadaan sarana
prasarana pengangkutan sampah
d) Kurangnya kesejahteraan tenaga pengangkut sampah
Gambar 2. 3 Peta Area Berisiko Persampahan
Sumber: Strategi Sanitasi Kota, 2013
3. Drainase
Tabel 2. 7 Area Beresiko Drainase
Tingkatan Area Indikator
Kelurahan
Berisiko Warna
Karangasem, Jajar,
Banyuanyar, Manahan,
Purwosari, Punggawan,
Timuran, Keprabon, Setabelan,
Kepatihan Kulon, Kepatihan
Wetan, Tegalharjo, Kampung
Sangat Rendah Biru
Baru, Kauman, Gajahan,
Kratonan, Jayengan, Kemlayan,
Sriwedari, Panularan,
Penumping, Bumi dan Laweyan
(23)

Kerten, Mangkubumen,
Kestalan, Ketelan, Gilingan,
Nusukan, Mojosongo,
Rendah Hijau Purwodiningratan,
Sudiroprajan, Kedunglumbu,
Baluwarti, Tipes, Sondakan dan
Pajang (14)
Sumber, Kadipiro, Jebres,
Sedang Kuning Jagalan, Sewu dan Pasarkliwon.
(6)
Pucangsawit, Gandekan,
Sangkrah, Semanggi,
Tinggi Merah
Joyosuran, Danukusuman,
Serengan dan Joyontakan(8)
(Sumber: Instrumen Profil Sanitasi Kota Surakarta 2013)
Adapun permasalahan sub sektor drainase adalah sebagai berikut:
1) Permasalahan umum
a) Tidak adanya masterplan drainase yang up to date untuk
menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan drainase
skala kota.
b) Tidak adanya ketegasan fungsi drainase. Masih bercampurnya
fungsi drainase sebagai saluran pembuangan air hujan dan
pengendali banjir dengan saluran buangan limbah merupakan
tugas pemisahan yang berat dan belum terselesaikan sampai saat
ini.
c) Penanganan sistem pengelolaan drainase belum terpadu, antara
pengendalian banjir, air limbah dan persampahan.
d) Pengaturan fungsi lahan basah belum terkoordinir.
e) Tidak maksimalnya fungsi sempadan sungai di sepanjang
bantaran yang seharusnya menjadi bagian dari pengendali
banjir. Kawasan sempadan seringkali berfungsi sebagai kawasan
hunian.
f) Pengendalian debit puncak belum maksimal
g) Pendangkalan di Sungai Bengawan Solo
h) Kelengkapan perangkat peraturan masih lemah
i) Dukungan pengalokasian anggaran daerah untuk pembangunan
drainase masih rendah.
2) Permasalahan drainase di Surakarta bagian selatan
a) Kawasan selatan yang berkontur datar menyebabkan muka tanah
hamper sejajar dengan muka air Sungai Bengawan Solo, bahkan
pada musim hujan.
b) Hampir semua kawasan merupakan lahan terbangun sehingga
memiliki kawasan resapan yang sangat kecil
c) Kesenjangan antara debit air hujan dengan kapasitas saluran
yang dipersulit dengan lahan untuk pengembangan yang sudah
tidak tersedia.
3) Permasalahan drainase di Surakarta bagian utara
a) Kawasan utara relatif luas dan berbukit sehingga debit dan
kecepatan aliran tinggi, hal ini menyulitkan proses penerimaan
debit air di outet Kali Anyar yang jumlah dan kapasitasnya
sangat terbatas
b) Perkembangan perumahan baru oleh developer tidak diikuti
dengan penataan drainase yang memadai
c) Saluran drainase yang ada di daerah bekas persawahan pada
awalnya diperuntukan untuk saluran irigasi. Perubahan fungsi
lahan dari sawah menjadi bukan sawah tidak diikuti perubahan
desain saluran
d) Perubahan bentuk kontur untuk kepentingan permukiman telah
merubah arah aliran yang berdampak pada kesenjangan rencana
penataan dengan kondisi eksisting.
e) Sebagian saluran masih berupa saluran alam, padahal telah
terjadi perubahan pola dan struktur lahan menjadi kawasan
hunian.
Gambar 2. 4 Peta Area Berisiko Drainase
Sumber: Strategi Sanitasi Kota, 2013
2.2 Kondisi Eksisting IPAL Semanggi
2.2.1 Gambaran Umum
A. PDAM Surakarta
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surakarta merupakan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak dalam bidang
penyediaan air minum dan bidang pengelolaan limbah cair domestik yang
dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kebutuhan air minum
dan pengolahan limbah cair domestik atau rumah tangga di Kota Surakarta.
Secara geografis, PDAM Kota Surakarta terletak pada 1100 45’ 15’’BT –
1100 45’ 35’’BT dan 70 36’ 00’’LS - 70 56’’LS dengan batas administrasi
sebagai berikut :
a. Bagian Selatan : Perumahan Jalan Sawo
b. Bagian Utara : Jalan Laksamana Adi Sucipto
c. Bagian Timur : Restoran Pringsewu
d. Bagian Barat : DPRD Kota Surakarta

Gambar 2. 5 Peta PDAM Kota Surakarta


Sumber : google earth
Cakupan PDAM dalam melayani pengolahan limbah cair masyarakat
Kota Surakarta dibagi menjadi tiga bagian, yaitu wilayah utara, wilayah
tengah, dan wilayah selatan. Pembagian ini berdasarkan atas topografi dan
elevasi tanah masing-masing wilayah. PDAM Kota Surakarta berada pada
daerah barat dan dekat dengan bandara Kota Surakarta, lapangan udara Adi
Sumarmo. Letak kantor PDAM Kota Surakarta berada pada dataran yang
rendah dengan kemiringan lahan 0% sehingga dipilih sebagai tempat
instansi tersebut berdiri.
PDAM Kota Surakarta juga menangani pembuangan air limbah.
Pembuangan Air Limbah pada PDAM Kota Surakarta juga mengalami
perkembangan, yang dimulai saat dibangunnya Sistem Pembuangan Air
Limbah domestik Kota Surakarta pada tahun 1940 oleh Kolonial Belanda.
Yang melayani kawasan Pusat Kota (Sistem Mangkunegaraan dan Sistem
Kasunanan). Pada tahun 1983 dibangun sistem pembuangan air limbah
domestik terpusat di kawasan Utara (Mojosongo) oleh Perum Perumnas.
Hingga tahun 1988, sistem air limbah domestik terpusat di Kota Surakarta
yang dikelola di Sub Seksi Asenering Dinas Pekerjaan Umum Kota
Surakarta. Berdasarkan PERDA No. 3 Tahun 1999 tentang pengelolaan
Limbah Cair, maka sistem Sanitasi Kota Surakarta dikelola oleh PDAM
Kota Surakarta yang sebelumnya dikelola oleh Sub. Seksi Asenering Dinas
Pekerjaan Umum Kota Surakarta.Sejak itulah PDAM Kota Surakarta terus
menerus berusaha mengembangkan diri agar dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Pada tahun 1993, pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja
(IPLT) Putri Cempo dilaksanakan untuk melayani masyarakat dalam
mengolah lumpur tinja. Pada tahun 1997, IPAL Mojosongo terbentuk pada
awalnya hanya untuk melayani daerah perumnas Mojosongo, namun seiring
berjalannya waktu, digunakan untuk melayani bagian utara Kota Surakarta.
Pada tahun 1999 mulai dibangun IPAL Semanggi untuk melayani daerah
selatan Kota Surakarta, dan pada tahun 2012 baru dibentuk IPAL Pucang
Sawit yang melayani daerah tengah Kota Surakarta.
PDAM membentuk bagian divisi limbah cair dengan pembagian tiga
wilayah besar pada Kota Surakarta yaitu wilayah utara, wilayah tengah, dan
wilayah selatan. Untuk masyarakat yang tinggal di wilayah utara, dilayani
oleh sistem penyaluran air limbah dari IPAL Mojosongo yang mencakup
daerah Kelurahan Mojosongo, Perumnas Mojosongo, Kelurahan Nusukan,
Kelurahan Jayengan, dan Kelurahan Serengan. Untuk wilayah tengah,
dilayani oleh IPAL Pucang Sawit yang mencakup daerah tengah pada Kota
Surakarta, dan wilayah selatan yang dilayani oleh IPAL Semanggi yang
mencakup daerah Kelurahan bagian selatan Kota Surakarta.
Adapun payung hukum yang digunakan oleh PDAM Kota Surakarta
dalam mengelola air limbah antara lain:
 Surat Perintah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta
Nomor : 800 / 646 Tanggal : 10 Juni 1998.
 Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor : 3
Tahun 1999 Tanggal : 27 Mei 1999 tentang Pengelolaan Limbah Cair.
 Keputusan Walikota Surakarta Nomor : 15 Tahun 2002 Tanggal : 29
November 2002 Tentang : Penetapan Tarif Pengelolaan Limbah dan
Golongan Pelanggan.
 Keputusan Walikota Surakarta Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan
Atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Penetapan Tarif Pengelolaan Limbah dan Golongan Pelanggan.
 Peraturan Walikota Surakarta Nomor : 8 Tahun 2016 Tanggal 2 Mei
2016 Tentang : Pengelolaan Lumpur Tinja
 Peraturan Walikota Surakarta Nomor : 5 Tahun 2018 Tanggal 5
Februari 2018 Tentang : Penetapan Tarif Layanan Lumpur Tinja
Terjadwal dan Golongan Pelanggan Perusahaan Umum Daerah Air
Minum Kota Surakarta
 Peraturan Walikota Surakarta Nomor : 6 Tahun 2018 Tanggal 5
Februari 2018 Tentang : Penetapan Tarif Sistem Pengelolaan Air
Limbah Domestik Terpusat dan Golongan Pelanggan Perusahaan
Umum Daerah Air Minum Kota Surakarta
B. IPAL Semanggi
IPAL Semanggi terletak di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar
Kliwon, Kota Surakarta. IPAL Semanggi ini berdekatan dengan Pasar
Klithikan Notoharjo dan juga Rusun Semanggi. IPAL Semanggi melayani
pengolahan air limbah untuk wilayah selatan Kota Surakarta. Limbah yang
tertampung di IPAL Semanggi merupakan limbah domestik yaitu air
buangan rumah tangga, perkantoran, dan perdagangan. Adapun perbatasan
dari IPAL Semanggi antara lain:
Batas Timur : Kabupaten Sukoharjo
Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo
Batas Barat : Kelurahan Joyosuran dan Pasar Kliwon.
Batas Utara : Kelurahan Sangkrah
Kelurahan-kelurahan yang dilayani oleh IPAL Semanggi ada 28
kelurahan dan terbagi menjadi 3 sistem, yaitu:
a) Sistem Mangkunegaran, terdiri dari Kelurahan Mangkubumen,
Timuran, Ketelan, Punggawan, Kestalan, Keprabon, Setabelan, dan
Kampung Baru.
b) Sistem Kasunanan, terdiri dari Kelurahan Pajang, Purwosari,
Penumping, Bumi, Panularan, Jayengan, Tipes, Sondakan, Panularan,
Sriwedari, Gajahan, Baluwarti, Danukusuman, Serengan, Kratonan,
dan Kauman.
c) Tambahan baru, terdiri dari Kelurahan Joyosuran, Pasar Kliwon,
Kedung Lumbu, Joyotakan, dan Semanggi.
IPAL Semanggi merupakan IPAL terbesar di Kota Surakarta yang
mulai dibangun tahun 1999 dengan kapasitas 30 liter per detik. Unit
pengolahan saat pertama kali dibangun terdiri atas Screen, Grit Chamber,
Bak Ekualisasi, Bak Sedimentasi-Aerasi, dan Bak Pengering Lumpur. Pada
tahun 2006 kapasitas IPAL Semanggi ditingkatkan menjadi 60 liter per
detik dengan penambahan unit pengolahan berupa Bak Aerasi. Hingga saat
ini, jumlah sambungan rumah yang dilayani oleh IPAL Semanggi adalah
9.347 SR.
Berikut adalah wilayah pelayanan air limbah oleh IPAL Semanggi :
Tabel 2. 8 Wilayah Pelayanan Selatan IPAL Semanggi
Jumlah Sambungan
No Nama Kelurahan
(SR)
1 Mangkubumen 441
2 Punggawan 36
3 Ketelan 86
Jumlah Sambungan
No Nama Kelurahan
(SR)
4 Keprabon 63
5 Timuran 34
6 Kampung Baru 71
7 Manahan 16
8 Pajang 491
9 Sondakan 781
10 Laweyan 28
11 Bumi 273
12 Tipes 889
13 Kemlayan 34
14 Kratonan 310
15 Serengan 1042
16 Danukusuman 676
17 Joyosuran 738
18 Penumping 141
19 Sriwedari 135
20 Jayengan 175
21 Panularan 818
22 Kauman 109
23 Kedung Lumbu 144
24 Pasar Kliwon 60
25 Baluwarti 125
26 Semanggi 1526
27 Purwosari 53
28 Gajahan 42
Total 9347
(Sumber: PDAM Kota Solo, 2018)
Gambar 2. 6 Peta Pelayanan Sistem Perpipaan Air Limbah di Kota Surakarta
(Sumber: PDAM Surakarta, 2018)
2.2.2 Sistem Pengolahan Air Limbah
Unit pengolahan air limbah di IPAL Semanggi terdiri dari Grit
Chamber, ekualisasi, aerasi, sedimentasi, dan pengering lumpur. Bak
sedimentasi sebelumnya merupakan perubahan fungsi dari bak aerasi-
sedimentasi yang terbangun yang saat ini menjadi sepenuhnya sebagai bak
sedimentasi. Sistem aerasi tetap menggunakan submersibel aerator
sebagaimana kondisi sistem yang terbangun saat ini.
Sistem pengolahan air limbah pada IPAL Semanggi dimulai dari
penyaluran air limbah pada pipa-pipa sambungan rumah penduduk,
perkantoran, maupun perdagangan yang sudah terhubung dengan sistem
pengolahan limbah di IPAL Semanggi. Air limbah disaring terlebih dahulu
melalui Screening yang terletak di bawah jalan raya. Fungsi dari Screening
adalah untuk menyaring limbah padat yang masih tercampur dengan air
limbah, seperti misalnya bungkus shampo, sabun, deterjen, dan sebagainya.
Setelah melalui Screening air limbah masuk ke dalam Grit Chamber.
Fungsi dari Grit Chamber adalah untuk mengendapkan partikel partikel
yang berat seperti pasir dan tanah. Grit Chamber di IPAL Semanggi ini
dibuat secara tertutup karena beberapa alasan. Pertama untuk menghindari
bau menyengat yang dapat dicium oleh warga karena berdekatan dengan
permukiman warga. Kedua karena banyak anak kecil yang sering bermain di
areal IPAL sehingga bak dibuat tertutup untuk menghindari resiko
kecelakaan yang tidak diharapkan.
Grit Chamber kemudian dialirkan menuju Bak Ekualisasi secara
gravitasi. Bak Ekualisasi berfungsi untuk menyeimbangkan jumlah aliran air
yang masuk agar tidak terjadi shock loading karena fluktuasi air limbah.
Fluktuasi air limbah terjadi karena pola pemakaian air yang berbeda-beda
sehingga debit air buangan hasil pemakaian juga berbeda-beda.
Dari bak Ekualisasi dipompakan menuju Tangki Aerasi. Di dalam
Tangki Aerasi terdapat aerator yang berfungsi untuk memberikan pasokan
oksigen bagi mikroorganisme aerob untuk menguraikan bahan-bahan
pencemar. Karena itu di dalam tangki ini berlangsung proses pengolahan
secara aerobik. Diharapkan bahan-bahan pencemar dapat terendapkan oleh
proses aerasi tersebut.
Selanjutnya dari Tangki Aerasi dialirkan menuju Bak Sedimentasi
secara gravitasi. Bak Sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel
tersuspensi atau Suspended Solid (SS) yang terbentuk dari proses aerasi
pada tangki aerasi sebelumnya. Adanya aliran lumpur balik atau return
sludge dari Bak Sedimentasi menuju Tangki Aerasi untuk menjaga
kestabilan konsentrasi MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid)
yang ditetapkan. Air limbah yang berasal dari bak sedimentasi kemudian
dialirkan kembali menuju badan penerima air, yaitu Sungai Premulung dan
pada akhirnya akan bermuara ke Sungai Bengawan Solo.
Partikel tersuspensi yang mengendap lama kelamaan akan membentuk
lumpur. Lumpur dari hasil pengendapan Tangki Aerasi, Bak Sedimentasi,
dan Grit Chamber akan diolah pada Sludge Drying Bed (SDB). Lumpur
dikeringkan dengan menggunakan cahaya matahari dan selanjutnya dibuang
ke landfill atau dijadikan sebagai pupuk. Namun pupuk ini hanya dapat
digunakan untuk jenis tanaman keras seperti Pohon Jati saja. Diagram alir
sistem pengolahan air limbah pada IPAL Semanggi dapat dilihat pada
Gambar 2.7. Adapun unit-unit pengolahan pada IPAL Semanggi antara
lain:
A. Grit Chamber
Grit Chamber adalah unit yang berfungsi untuk menangkap pasir endapan
dari interseptor, pasir yang kasar akan mengendap terdahulu dan pasir halus
akan mengendap di ujung Grit Chamber. Air yang masuk dari jaringan air
limbah domestik mengalir secara gravitasi menuju ke unit Grit Chamber. Grit
Chamber terdiri dari:
a) Bar Screen yang berfungsi untuk menyaring sampah yang mengapung.
Supaya aliran tidak menghambat, maka pembersihan secara rutin harus
dilakukan secara manual untuk mengapil sampah yang menyangkut pada
saringan dengan garu bambu.
b) Pompa lumpur yang berfungsi untuk menguras lumpur yang terendapkan
c) Pintu air, berfungsi sebagai gerbang masuk aliran air
Gambar 2. 7 Diagram Alir Sistem Pengolahan Air Limbah IPAL Semanggi

(Sumber: PDAM Surakarta, 2017)


d) V-notch untuk mengatur limpasan air menuju bak ekualisasi
Untuk memindahkan kotoran-kotoran lumpur dan pasir yang mengendap
pada Grit Chamber maka digunakan pompa submersible centrifugal yang
mampu memompa air kotor dengan kandungan lumpur / pasir. Kerikil yang
cukup besar. Untuk itu dipilh pompa yang mempunyai keistimewaan yaitu
impeller tahan terhadap abrasi. Kemudian untuk menjaga agar tidak terjadi
penyumbatan di dalam impeller maka pompa dilengkapi agitator yang tahan
terhadap abrasi. Pompa terpasang permanen pada ruang pengumpul lumpur
sehingga mudah dibongkar pasang dari bagian atas (tidak terendam). Catu
daya yang diperlukan listrik 3 phase 220/380V 50 Hz. Insulation class F,
sistem start DOL/Delta, speed 3000 rpm.

Gambar 2. 8 Grit Chamber (kiri) dan Bar Screen (kanan)


(Sumber: Arifia, 2013)
Adapun dimensi dari Grit Chamber adalah sebagai berikut:
Dimensi Bak
Panjang = 24 meter
Lebar = 0,6 meter
Tinggi = 2 meter
V-Notch
Tinggi = 80 cm
Panjang = 180 cm
Tinggi dimensi pengukur = 120 cm (dari dasar bak Grit Chamber)
Penahan lumpur V-Notch = 10 cm
Lebar lubang untuk V-Notch = 2 meter
Tinggi lubang untuk V-Notch = 2 meter
Panjang = 106 cm
Adapun spesifikasi dari pompa Grit Chamber adalah sebagai berikut:
Debit (Q) = 14,3 liter/detik
Total Head (H) = 3,55 meter
Voltage = 380 V. AC
Jumlah Pompa = 4 buah

B. Bak Ekualisasi
Bak ekualisasi berguna untuk meratakan fluktuasi debit harian, terutama
pada jam-jam puncak untuk dapat dipompa secara kontinyu ke Bak Aerasi.
Keuntungan adanya bak ekualisasi antara lain:
a) Untuk menyediakan aliran limbah yang memenuhi pengolahan biologi,
karena beban yang meningkat secara mendadak dapat dihindari atau
dikurangi
b) Konsentrasi air terolah akan lebih baik dan menghindari terjadinya shock
loading

Gambar 2. 9 Bak Ekualisasi (kiri) dan Pompa Ekualisasi (kanan)


(Sumber: Arifia, 2013)
Adapun dimensi dari bak ekualisasi adalah sebagai berikut:
Panjang = 17,5 meter
Lebar = 9 meter
Tinggi air maksimum = 2,8 meter
Adapun spesifikasi dari pompa ekualisasi adalah sebagai berikut:
Pompa Lama
Merk = Grundfos
Jenis = Submersible Sewage Pump
Jumlah Pompa = 4 buah
Debit (Q) = 20 liter/detik
Total Head =
Speed = 1450 rpm
Power = 5,5 Kw
Voltage = 380 V.AC 50 Hz 3 phase
Arus = 12,5 A
Pompa Baru
Merk = Grundfos
Tipe =aSENV.80.80.94.2.H.191.S.511Q-
SUPERVORTEX
Jumlah Pompa = 2 buah
Debit (Q) = 20 liter/detik
Total Head = 14 meter
Power = 10 Kw
Voltage = 380 V.AC 50 Hz 3 phase
Adapun spesifikasi dari pompa transfer adalah sebagai berikut:
Jenis = Submersible Sewage Pump
Jumlah Pompa = 2 buah
Debit (Q) = 3 liter/detik
Total Head = 10 meter
Speed = 2934 rpm
Power = 9,4 Kw
Voltage = 380 V.AC 50 Hz 3 phase

C. Bak Aerasi
Bak aerasi berfungsi untuk mengupayakan perpindahan gas dan
penambahan oksigen untuk pengolahan biologis dan oksidasi zat terlarut, dan
biofilter sebagai media pelekat untuk mengasimilasi material organik
tersebut. Pada bak aerasi udara dialirkan dengan tujuan untuk menyampurkan
dan menyirkulasikan seluruh isi bak. Selain itu, udara yang dialirkan juga
berfungsi sebagai suplai oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme.
Penyaluran udara yaitu blower aerator ditempatkan pada dasar bak. Adanya
perputaran rotor tersebut menyebabkan terjadinya pergerakan aliran sehingga
kontak dengan udara lebih cepat, menyebabkan pencampuran sempurna
antara air dan udara. Rotor mempunyai fungsi untuk menjaga kontinuitas dari
aliran sehingga isi saluran tetap dalam keadaan tersuspensi. Udara yang
dialirkan merupakan oksigen murni, hal ni dimaksudkan untuk
memaksimalkan proses yang akan terjadi.
Di dalam saluran aerasi berlangsung proses fisis maupun biologis, dimana
sebagian kecil bahan organik langsung mengalami oksidasi kimia, tetapi
bagian terbesar harus distabilkan oleh aktivitas mikroorganisme yang sudah
dibentuk dalam sistem.
Di dalam bak aerasi ada bola-bola biofilter yang ditempatkan pada bak
aerasi tapi dengan cara dikurung di kotak-kotak dari kawat. Ini dilakukan agar
bola-bola biofilter tetap pada posisinya masing-masing. Jika dilepaskan
begitu saja tidak dapat bekerja maksimal, karena bisa jadi bola tersebut
mengapung mengikuti arah air. Material organik dalam air limbah diharapkan
dapat melekat pada biofilter, sehingga terjadi pertumbuhan biologis yang
melekat (menempel) pada biofilter untuk mengasimilasi material organik
tersebut. Air dari bak aerasi akan dialirkan menuju bak sedimentasi secara
gravitasi dan lumpur yang mengendap di dasar bak akan dipompa menuju bak
pengering lumpur.
Sistem aerasi yang digunakan menggunakan submersible jetting sentrifuse
pump yang terangkai kompak sehingga tidak memerlukan tempat yang luas
dan mudah dibongkar pasang secara cepat. Keuntungan lainnya yaitu
timbulnya efek olahan yang meluas sehingga tidak memungkinkan partikel-
partikel mengendap di dalam bak aerasi. Shaft impeller air suction terbuat
dari stainless steel, double mechanical seal catu daya 380V, 50 Hz. Starting
DOL 1800 rpm, jenis impeller pompa sentrifugal, insulation class F. Untuk
mencegah overheating telah dilengkapi dengan built in, thermal protection,
permanently lubricated, efisiensi cukup tinggi dan mampu bekerja secara
kontinyu dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Gambar 2. 10 Bak Aerasi (kiri) dan Media Bioball (kanan)
(Sumber: Arifia, 2013)

Adapun dimensi dari bak aerasi adalah sebagai berikut:


Panjang = 20, 25 meter
Lebar = 18 meter
Tinggi = 4,25 meter
Adapun spesifikasi dari pompa aerasi adalah sebagai berikut:
Merk = KJI
Tipe = 50 KRO 3.7 T
Voltage = 380V.AC 50
Power = 3,7 Kw
Debit (Q) = 4,7 Kg O2/jam
Head (H) =3m
Jumlah Pompa = 8 buah

D. Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi merupakan unit yang berfungsi untuk mengendapkan flok
yang terbentuk pada unit aerasi dengan gaya berat flok itu sendiri. Bak
sedimentasi terdiri dari saluran pembuang lumpur, ruang pengendali aliran
masuk dan pintu outfall. Lumpur dari saluran pembuang lumpur dipompa
menuju bak pengering lumpur. Adapun dimensi dari bak sedimentasi adalah
sebagai berikut:
Panjang = 12 meter
Lebar = 10 meter
Tinggi = 4,5 meter
Gambar 2. 11 Bak Sedimentasi (kiri) dan Pompa Sedimentasi (kanan)
(Sumber: Arifia, 2013)

E. Bak Pengering Lumpur


Bak pengering lumpur merupakan bak yang terdiri dari lapisan berporos
yang menerima lumpur stabil dari underflow unit pengolah air limbah untuk
mengurangi kadar air dalam lumpur dengan cara evaporasi. Bak ini
menampung lumpur encer dari unit Grit Chamber, unit aerasi, dan unit
sedimentasi dimana lumpur akan mengendap dan air lumpur akan meresap ke
dalam filter kerikil-kerikil yang akan mengalir menuju unit Grit Chamber.
Lumpur yang sudah mengendap dapat dijadikan sebagai kompos.

Gambar 2. 12 Bak Pengering Lumpur


(Sumber: Arifia, 2013)

Adapun dimensi dari bak pengering lumpur adalah sebagai berikut:


Panjang = 5 meter
Lebar = 4 meter
Tinggi = 1,5 meter
Jumlah bak = 4 buah
Adapun spesifikasi dari pompa lumpur adalah sebagai berikut:
Merk = Grundfos
Jenis = Submersible Sewage Pump
Jumlah Pompa = 2 buah
Debit (Q) = 3 liter/detik
Total Head = 10 meter
Speed = 2900 rpm
Power = 1,1 Kw
Voltage = 400V.AC 50 Hz 3 phase
Arus = 6,3 A

F. Solid Separation Chamber (SSC)

Gambar 2. 13 Solid Separation Chamber


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
SSC atau Solid Separation Chamber merupakan unit pengolahan yang
baru dibangun. Fungsinya yaitu untuk memisahkan fraksi padatan TSS dari
fraksi cairan dalam lumpur tinja secara fisik. Adapun dimensi dari Solid
Separation Chamber adalah sebagai berikut:
Jumlah bak = 1 buah
Ketebalan media pasir dan kerikil = 0,5 meter
Freeboard = 0,5 meter
Kedalaman total = 2,05 meter
Panjang = 7 meter
Lebar = 2,5 meter
G. Belt Filter Press
Belt Filter Press merupakan unit pengolahan yang baru dibangun dan
masih dalam tahap uji coba. Tahap pengolahan Belt Filter Press dengan
tekanan dan kinerja yang tinggi:
a) Sludge Mixing
b) Rotary/Gravity Thickening
c) Compression (Low Pressure)
d) Squeeze Dewatering (High Pressure)

Gambar 2. 14 Belt Filter Press


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Adapun dimensi dari Belt Filter Press adalah sebagai berikut:


Model = NBD-M75
Kapasitas = 3-5 m3/jam Slurry
Lebar Belt =750 mm
Berat Mesin =960 kg
Drive Motor = ½ hp
Conditioning Motor = ¼ hp
Motor =IP55, F Class
Frame Material =SUS 304
Water Collect Basin =SUS 304
Material Of Filter Cloth = Polyester
Injectuon Package
a) Polimer Pump Pulsafeeder 100 liter/jam, 0,75 kW
b) Polimer Tank PP/PE, 300 liter
c) Agitator SUS 304, 0,375 Kw
Compressor = Puma, 0,75 kW
Washing Pump = 10 m3/Jam, 0,75 kW
2.2.3 Fasilitas Penunjang
A. Listrik
Sumber daya listrik untuk menunjang operasional IPAL Semanggi
berupa PLN dan Genset dengan perincian sebagai berikut:
1. PLN
Untuk menunjang kebutuhan listrik maka disediakan tenaga listrik
dari PLN sebagai sumber utama listrik sebesar 53 KVA, voltage
220/380V 3 phase 50 Hz dengan golongan tarif I-2. Pemakaian tenaga
listrik setiap bulannya 600-1200 kWh per bulan, dapat dibaca
langsung pada meter PLN. Untuk keamanan sistem instalasi telah
dipasang main breaker yang dapat digunakan untuk memutus
hubungan listrik di seluruh instalasi IPAL. Panel meter PLN dipasang
di luar gedung IPAL dan diamankan dengan box panel.
2. Genset
Dalam keadaan darurat (PLN mati) maka dapat digunakan sumber
listrik dari genset dengan kapasitas 50 KVA voltage 220/380V 3
phase 50 Hz 1500 rpm. Untuk menghidupkan genset dilakukan secara
manual dan untuk mengontrol kerjanya dapat dilihat melalui panel
(switch board) yang tersedia. Apabila terjadi gangguan listrik di luar
(external) maka secara darurat dapat dimatikan listriknya dari panel
tersebut. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan apabila
terjadi short circuit maka genset ini telah dilengkapi dengan
pengaman overloading. Genset diletakkan dalam suatu ruangan yang
ventilasinya cukup memadai. Sistem pendinginan mesin
menggunakan air / radiator dimana udara pendingin langsung dibuang
keluar dan terpisah dari ruang genset.
3. Change Over Switch (COS) Panel
Untuk memindahkan sumber daya listrik dari PLN maupun genset
maka telah dilengkapi dengan panel Change Over Switch yang
dioperasikan secara manual (tidak otomatis) melalui switch over
dengan konfigurasi posisi GEN-OFF-PLN. Output listrik hanya
dikontrol dengan voltmeter yang dilengkapi selector switch dengan
konfigurasi RN-SN-TN, RS-ST-RT serta lampu-lampu indikator input
output. Dalam panel COS tidak dilengkapi sistem pengaman
overloading.
B. Panel
1. Panel Pompa Transfer
Terdapat dua panel pompa yaitu pompa transfer 1 dan pompa
transfer 2 yang dapat digunakan untuk menjalankan 6 unit pompa
transfer yang terpasang dalam bak ekualisasi. Pada panel pompa
transfer 1 untuk mengendalikan 4 pompa transfer lama, sedangkan
panel pompa transfer 2 untuk mengendalikan operasional 2 unit
pompa transfer yang baru dengan kapasitas 20 liter/detik. 2 unit
pompa transfer yang dimaksud digunakan sebagai pengganti dua unit
pompa lama yang telah rusak. Dengan demikian, starter pompa lama
yang berada di panel pompa transfer 1 tidak berfungsi. Starting sistem
dengan star/delta dan dilengkapi dengan pengaman Water Level
Control dan Overloading. Sumber daya listrik yang diperlukan
220/380 V 50 Hz sedangkan indikator yang terpasang adalah
Amperemeter, Voltmeter, Selector Switch, serta lampu-lampu
indikator, pump on, fault, dan level air. Pada panel pompa transfer
yang lama masih terdapat unit-unit panel yang masih berfungsi yaitu
untuk pompa transfer lama dan aerator yang pada prinsipnya
menggunakan sistem DOL dan instrumen pengaman standar.
2. Panel Pompa Lumpur
Panel pompa lumpur digunakan untuk menjalankan pompa lumpur
yang terpasang di dalam bak pompa lumpur. Di dalam panel tersebut
starting sistem yang digunakan adalah Direct On Line (DOL) yang
dilengkapi dengan pengaman Water Level Control dan Overloading.
Sumber daya listrik yang diperlukan 220/380 V 50 Hz sedangkan
indikator yang terpasang adalah Amperemeter, Voltmeter + Selector
Switch, serta lampu-lampu indikator, pump on, fault, dan level air.
3. Panel Transfer Pompa Lumpur
Transfer pompa berfungsi sebagai alat untuk memindahkan air
yang mengandung lumpur tinja dari Bak Ekualisasi ke Bak Aerasi.
Kemudian untuk kepentingan tersebut telah dipilih jenis Pompa
Submersible Super Vortex Pump yang mempunyai keistimewaan
dapat memompa air dengan kandungan lumpur dari jenis yang agak
pekat termasuk kerikil-kerikil yang diameternya agak besar. Pompa
Vortex tersebut masih termasuk golongan sentrifugal sehingga apabila
terjadi penyumbatan-penyumbatan secara hidrolis masih aman. Jenis
pengaman pompa yang ada antara lain mechanical seal, moisture
sensor, enclosure class (IEC 34-5/-IP68). Catu daya listrik 3 phase
380V 50 Hz star metode star/delta, Rated Speed 2934 rpm untuk
pompa transfer dan 1448 rpm untuk pompa lumpur dengan sistem
start DOL/delta. Insulation class (IEC 85) F.
C. Deep Well Pump
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih guna menunjang operasional
pengolahan (IPAL) maka telah disediakan fasilitas sumur dalam beserta
pompa Deep Well. Pompa Deep Well dimaksudkan hanya untuk
memompa air bersih dari dalam sumur dan diharapkan cukup untuk
memenuhi kepentingan operasional. Sistem starting menggunakan DOL.
D. Ruang Laboratorium
Ruangan ini merupakan tempat untuk menguji kualitas pengolahan air
limbah pada IPAL Semanggi. Pengujian kualitas influen dan efluen air
limbah dilakukan setiap satu bulan sekali. Adapun parameter-parameter
yang diuji antara lain Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical
Oxygen Demand (COD), Dissolved Oxygen (DO), Total Suspended Solid
(TSS), pH, dan daya hantar listrik (DHL). Peralatan-peralatan pengujian
yang dimiliki oleh laboratorium ini sudah cukup memadai dan lengkap
seperti BOD meter, COD meter, DO meter, spektrofotometri, pH meter,
oven, konduktivitimeter, dan sebagainya.
E.Ruang Kantor, Panel dan Genset
Pada ruangan ini merupakan kantor dan juga merupakan tempat untuk
menyimpan genset serta panel untuk melindungi panel dan genset dari
perubahan cuaca (hujan, panas terik matahari) ataupun faktor penyebab
lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan fisik pada unit-unit tersebut.
2.3 Evaluasi Sistem Pengolahan Air Limbah
2.3.1 Kualitas dan Kuantitas Influen Air Limbah
IPAL Semanggi dibangun tahun 1999 dengan kapasitas pengolahan 30
liter/detik. Kemudian pada tahun 2006 ditingkatkan kapasitasnya menjadi
60 liter/detik. Sampai saat ini, IPAL Semanggi telah melayani 9.347
sambungan rumah. Kebutuhan air bersih rata-rata Kota Solo adalah 100
liter/orang/hari. Faktor timbulan air limbah adalah 80% dari pemakaian air
bersih, sehingga dihasilkan debit air limbah sebesar 80 liter/orang/hari. Satu
sambungan rumah melayani 1 KK yang berjumlah 5 orang sehingga satu
sambungan rumah menghasilkan debit air limbah sebesar 400
liter/orang/hari. Total debit air limbah yang dilayani oleh IPAL Semanggi
saat ini adalah 9.347 x 400 liter/orang/hari / 86.400 detik = 43,3 liter/detik.
Artinya kapasitas pengolahan IPAL Semanggi saat ini mencapai 72% dari
kapasitas yang direncanakan.
Air limbah domestik pada umumnya memiliki kualitas air yang
tipikal, tergantung dari aktivitas masyarakat. Air limbah domestik biasanya
memiliki kualitas air limbah dengan parameter BOD berkisar 100-300 mg/l,
COD berkisar 160-500 mg/l, dan SS berkisar 100-500 mg/l. Pada IPAL
Semanggi kualitas air limbah yang masuk dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 2. 9 Karakteristik Tipikal Air Limbah
Parameter Limbah Cair Domestik
BOD 100 - 300 mg/l
COD 160 - 500 mg/l
SS 100 - 500 mg/l
Nitrogen Total 5- 86 mg/l
Parameter Limbah Cair Domestik
Fosfat Total 2 – 10 mg/l
Minyak dan Lemak 0 – 40 mg/l
(Sumber: Wisjnuprapto, 2007)

Tabel 2. 10 Karakteristik Influen Pada IPAL Semanggi


Parameter Satuan Besaran
Debit Influen liter/detik 43,2
pH - 7,01
BOD mg/l 55
COD mg/l 131
TSS mg/l 149
Amonia mg/l 22,27
Minyak dan Lemak mg/l 0,063
Total Colifom Jumlah/100 ml 7,4
Nitrat mg/l 2,29
Nitrit mg/l 0,35
Total Fosfat mg/l 1,69
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Rentang pH yang sesuai untuk keberlangsungan kehidupan biologi
dalam air limbah yaitu antara 6 – 9 (J. Hammer, 2004). Berdasarkan
pengukuran pH yang dilakukan di lapangan pada inlet, nilai pH adalah 7,01.
Nilai ini menunjukkan bahwa air limbah berada dalam kondisi netral dan
mendukung untuk pengolahan berikutnya. Air limbah dengan nilai pH yang
ekstrim akan sulit untuk dilakukan pengolahan secara biologis. Kondisi
terlalu asam atau terlalu basa akan menganggu kinerja proses pada IPAL
yang menggunakan mikroorganisme dalam mengolah air limbahnya.
Untuk nilai BOD dan COD yang masuk tergolong sangat kecil jika
dibandingkan dengan karakteristik tipikal air limbah. Hal ini dapat
disebabkan karena limbah rumah tangga menghasilkan kandungan organik
yang kecil. Kandungan organik seperti BOD dan COD dijadikan sebagai
parameter untuk menentukan kuat atau lemahnya air limbah (Mara, 2003).
Rasio BOD/COD digunakan untuk menentukan tingkat biodegradibilitas
material air limbah. Jika rasio BOD/COD pada air limbah ≥ 0,5 air limbah
lebih mudah diolah secara biologis. Jika rasio dibawah 0,3 limbah dapat
mengandung komponen yang bersifat toksik (Metcalf and Eddy, 2004).
Pada hasil pengukuran menunjukkan bahwa rasio BOD/COD adalah 0,37.
Hal ini dapat dikatakan pula karena rasio BOD/COD lebih dari 0,3 maka air
limbah lebih mudah diolah secara biologis.
Sementara untuk nilai TSS sesuai dengan rentang pada karakteristik
air limbah tipikal dan tergolong rendah. Jika konsentrasi TSS dalam air
limbah tinggi, maka dapat berpengaruh terhadap resirkulasi lumpur dan
proses aerasi (Linvil, 1980). Konsentrasi TSS yang tinggi berasal dari
aktivitas seperti mandi, bersih-bersih rumah, dan mencuci. Untuk parameter
minyak dan lemak sesuai dengan rentang dan bahkan sangat kecil sekali.
Hal ini dapat disebabkan karena aktivitas dapur atau pemakaian minyak dan
lemak dalam rumah tangga sangat sedikit.
Nitrogen dalam air dapat berasal dari berbagai bentuk seperti amonia,
ammonium, nitrit, dan nitrat. Untuk parameter amoniak tergolong tinggi.
Hal ini dapat disebabkan karena sumber amoniak berasal dari tinja (urin dan
feses) dari kamar mandi. Nitrit dalam air limbah jarang melewati nilai 1
mg/l karena relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Nitrat
pada air limbah memiliki rentang nilai 0 – 20 mg/l pada efluen.
Untuk parameter total fosfat lebih kecil dibandingkan dengan
karakteristik tipikal air limbah. Fosfat dalam air limbah biasanya ditemukan
dalam aktivitas mencuci yaitu berasal dari deterjen atau sabun. Fosfat dalam
jumlah kecil menandakan bahwa aktivitas mencuci dalam rumah tangga
sangat sedikit atau dalam jumlah yang tidak signifikan. Namun fosfat dalam
bentuk inorganik dapat berasal dari buangan manusia sebagai hasil dari
penguraian metabolis protein dan asam nukleat dan eliminasi dari fosfat
bebas dalam urin (Sawyer, 2003). Sawyer juga mengatakan bahwa
organisme dalam proses biologis pengolahan air limbah membutuhkan
fosfat untuk reproduksi dan sintesis material sel yang baru.
2.3.2 Konfigurasi Unit Pengolahan
Dasar pertimbangan desain sistem pengolahan di IPAL Semanggi
antara lain:
a) Karakteristik air limbah Kota Surakarta: BOD, COD, TSS dan baku
mutu air limbah
b) Kapasitas pengolahan
c) spesifikasi dan jumlah peralatan mekanikal seperti submersibel aerator
dan pompa transfer yang ada saat ini dan diharapkan untuk dapat
digunakan dalam peningkatan kapasitas IPAL Semanggi. Kesesuaian
sistem pengolahan biologis terhadap karakteristik dan kapasitas
pengolahan yaitu extended aeration system dengan parameter teknis.
Unit pengolahan air limbah di IPAL Semanggi terdiri dari Grit
Chamber, ekualisasi, aerasi, sedimentasi, dan pengering lumpur. Pada saat
ini ditambahkan unit Solid Separation Chamber dan Belt Filter Press,
menggantikan kerja dari unit pengering lumpur (Sludge Drying Bed) dalam
mengolah lumpur yang terbentuk dari hasil pengolahan.
Secara umum pengolahan air melibatkan beberapa proses seperti
proses fisik, biologi, dan kimia. Proses fisik yaitu untuk mengendapkan
partikel tersuspensi, proses biologi untuk menghilangkan senyawa polutan
terlarut, dan proses kimia untuk pemisahan senyawa koloid. Proses
pengolahan yang terjadi pada IPAL Semanggi melibatkan 2 proses yaitu
proses fisik dan biologi, sementara proses kimia tidak dilakukan.
Pada umumnya proses pengolahan fisik penting dilakukan untuk
menghindari kemungkinan kerusakan pada peralatan instalasi akibat benda-
benda kasar dalam air limbah masuk ke unit pengolahan. Proses
pengolahan fisik pada IPAL Semanggi terjadi pada unit Grit Chamber dan
bar screen yang dipasangkan sebelum unit Grit Chamber. Bar screen
berfungsi untuk memisahkan sampah-sampah atau padatan besar yang ikut
terbawa ke dalam aliran air limbah, yang berasal dari limbah dapur dan
limbah sejenis limbah rumah tangga lainnya (perkantoran, perdagangan).
Grit Chamber berfungsi untuk mengendapkan pasir dan kerikil dimana
benda-benda tersebut dapat melewati bar screen karena diameternya lebih
kecil dari diameter bar screen. Benda-benda tersebut juga berasal dari
aktivitas domestik (rumah tangga, perkantoran, perdagangan).
Bak Ekualisasi berfungsi untuk menstabilkan kualitas dan kuantitas air
limbah. Dari segi kualitas yaitu untuk menyeragamkan aliran agar bahan
polutan dalam air limbah menjadi stabil. Dari segi kuantitas yaitu
menyeragamkan aliran agar air limbah yang masuk tidak berfluktuasi.
Dengan adanya bak ekualisasi akan meningkatkan kinerja pengolahan
biologi karena kedua fungsi tersebut memungkinkan untuk terhindar dari
pengaruh shock loading. Pada bak ekualisasi terjadi aerasi untuk
menghindari terjadinya bau.
Pengolahan biologi pada IPAL Semanggi menggunakan sistem
pengolahan tersuspensi (suspended growth). Dibandingkan dengan sistem
pengolahan terlekat (attached growth), sistem ini dapat mengatasi masalah
bau yang terjadi pada proses pengolahan dan kebutuhan lahan yang lebih
kecil. Sistem pengolahan tersuspensi yang digunakan pada IPAL Semanggi
adalah sistem extended aeration. Sistem pengolahan ini merupakan
modifikasi dari sistem lumpur aktif. Sistem lumpur aktif merupakan sistem
pengolahan air limbah secara biologis yang paling lama dan paling banyak
digunakan di dunia. Pada proses ini mikroorganisme/biomassa pengolahan
air limbah ditumbuhkan dalam bak aerasi bercampur dengan air limbah dan
udara. Pada kondisi ini, mikroorganisme akan mengoksidasi sebagian dari
bahan limbah organik ini menjadi CO2 dan air membentuk mikroorganisme
baru.
Sistem extended aeration merupakan sistem pengolahan biologis yang
digunakan untuk mengolah limbah domestik karena fungsi dan
kemudahannya. Sistem pengolahan ini menyediakan oksigen yang cukup
dan kondisi lingkungan yang memadai yang memperbolehkan bakteri untuk
mengonsumsi materi organik sehingga dapat hidup dan berkembang biak
pada sistem pengolahan. Dengan demikian, bakteri aerob dan mikroba
menguraikan air limbah ke dalam bentuk yang stabil yaitu bebas dari bau
dan masalah lainnya. Kelebihan menggunakan sistem ini yaitu tidak
diperlukan tangki pengendap primer, waktu aerasi lebih lama sehingga
proses pengolahan lebih baik, pemeliharaan pada peralatan mekanik mudah
dilakukan, dan tahan terhadap shock loading. Efisiensi pengolahan dari
sistem extended aeration yaitu penyisihan BOD sebesar 75% - 95%
(Metcalf and Eddy,1991).
Bak sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel tersuspensi
dari hasil pengolahan biologi yaitu tangki aerasi. Pada dasarnya pengolahan
biologi akan menghasilkan residu berupa partikel tersuspensi. Proses aerasi
yang terjadi pada unit sebelumnya menyebabkan bahan polutan pada air
limbah membentuk partikel tersuspensi. Pada unit sedimentasi, terjadi
pemisahan antara solid dan liquid dimana solid yaitu partikel tersuspensi
akan mengendap di dasar unit karena beratnya sementara liquid yaitu air
olahan akan dibuang menuju badan air terdekat. Air olahan tersebut
memiliki kualitas yang baik karena bahan polutan tersebut telah dipisahkan.
Lumpur yang terbentuk dari grit chamber dan hasil pengolahan
biologi akan diolah menggunakan sludge drying bed atau bak pengering
lumpur. Tujuannya adalah untuk mengeringkan lumpur yang memiliki
kandungan air yang tinggi (terbentuk pada dasar unit pengolahan) dan
dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya. Lumpur yang telah kering
kemudian dapat dimanfaatkan misalnya sebagai pupuk. Sludge Drying Bed
merupakan teknologi pengolahan lumpur yang murah karena hanya
menggunakan bak pengering yang dilengkapi dengan media pasir dan
kerikil dan memanfaatkan panas matahari untuk mengeringkannya. Hingga
saat ini, sludge drying bed mulai digantikan dengan unit pengolahan lumpur
yang baru yaitu Solid Separation Chamber dan Belt Filter Press. Solid
Separation Chamber berfungsi untuk memisahkan air dan lumpur. Lumpur
selanjutnya akan diolah pada unit Belt Filter Press, sementara air tersebut
akan disalurkan kembali ke unit Grit Chamber. Kelebihan dari Belt Filter
Press adalah lumpur akan lebih cepat kering dibandingkan sludge drying
bed karena lumpur ditekan diatas belt sehingga memaksa air keluar dari
lumpur. Unit sludge drying bed masih tetap akan digunakan ketika unit Belt
Filter Press sedang tidak beroperasi karena dalam pemeliharaan.
2.3.3 Kualitas Efluen Air Limbah
Sesuai dengan namanya, tujuan dari adanya IPAL yaitu untuk
mengolah air limbah dari hasil aktivitas buangan manusia (ekskresi)
maupun aktivitas keseharian manusia (mandi, mencuci, dan sebagainya)
agar mencapai baku mutu limbah cair. Baku mutu limbah cair adalah batas
atau kadar zat, energi, unsur pencemar atau komponen lainnya yang
diperbolehkan untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada
sumber air sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air.
Dengan demikian, dapat terjaga kualitas air yang diinginkan sesuai dengan
peruntukannya (air minum, rekreasi, pembudidayaan ikan, peternakan,
mengairi tanaman, dan sebagainya).
Peraturan baku mutu limbah cair yang digunakan mengacu pada
peraturan baku mutu terbaru yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016. Dilakukan perbandingan pada data
primer dan data sekunder, dimana data primer merupakan hasil dari
pengukuran oleh peneliti di laboratorium, sementara data sekunder
merupakan hasil dari pengukuran oleh PDAM di laboratorium. Tingkat
kepercayaan data sekunder lebih tinggi sehingga digunakanlah data
sekunder sebagai pembanding dan apabila pada data sekunder tidak lengkap
maka digunakanlah data primer.
Dari Tabel 2.11 dan Tabel 2.12 dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan hasil pengukuran yang signifikan pada parameter TSS dimana
hasil pengukuran oleh penulis menunjukkan angka 94 mg/l sementara hasil
pengukuran oleh PDAM menunjukkan angka 1 mg/l. dan disimpulkan
bahwa parameter TSS memenuhi baku mutu efluen. Untuk parameter pH
terdapat perbedaan
Untuk parameter COD tidak berbeda jauh sehingga dapat disimpulkan
bahwa parameter COD belum memenuhi baku mutu efluen. Untuk
parameter BOD hasilnya tidak terlalu berbeda jauh dan memenuhi baku
mutu efluen. Pada parameter ammonia, total coliform, serta minyak dan
lemak tidak dilakukan pengujian oleh PDAM sehingga data yang akan
digunakan sebagai pembanding dari hasil pengujian peneliti. Dapat
disimpulkan juga bahwa ammonia tidak memenuhi baku mutu efluen,
sedangkan total coliform serta minyak dan lemak memenuhi baku mutu
efluen.
Tabel 2. 11 Hasil Pengujian Kualitas Air Limbah Pada Unit Pengolahan IPAL Semanggi
No Parameter Satuan Efluen Baku Mutu Keterangan
No Parameter Satuan Efluen Baku Mutu Keterangan
1 pH - 7,3 6-9 memenuhi
2 TSS mg/l 1 30 memenuhi
3 BOD mg/l 20 100 memenuhi
4 COD mg/l 125 100 tidak memenuhi
5 Ammonia mg/l - 10 -
6 Total Jmlh/100 - 3000 -
Coliform ml
7 Minyak dan mg/l - 5 -
lemak
(Sumber: PDAM Surakarta, 2018)

Tabel 2. 12 Perbandingan Kualitas Efluen dengan Baku Mutu Peraturan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016
No Parameter Satuan Efluen Baku Mutu Keterangan
1 pH - 7,01 6-9 memenuhi
2 TSS mg/l 94 30 tidak memenuhi
3 BOD mg/l 30 100 memenuhi
4 COD mg/l 129 100 tidak memenuhi
5 Amoniak mg/l 21,07 10 tidak memenuhi
6 Total Jmlh/100 3,6 3000 memenuhi
Coliform ml
7 Minyak dan mg/l 0,045 5 memenuhi
lemak
(Sumber: Hasil Perhitungan, 2018)

Tabel 2. 13 Efisiensi Penyisihan Efluen Pada IPAL Semanggi Mengacu Pada PermenLH Nomor
68 Tahun 2016
No Parameter Efluen Baku Mutu Efisiensi (%)
1 pH 7,01 6-9 0
2 TSS 94 30 36,9
3 BOD 30 100 45
4 COD 129 100 1,53
5 Amoniak 21,07 10 5,39
6 Total Coliform 3,6 3000 51,3
7 Minyak dan 0,045 5 28,6
lemak
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Menurut dari literatur, penyisihan BOD menggunakan unit extended
aeration adalah 75% - 95% (Metcalf and Eddy,1991). Namun dari hasil
pengukuran menunjukkan bahwa efisiensi penyisihan BOD yang terjadi
adalah 45%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem yang digunakan belum
efektif sepenuhnya. Ini akan diketahui permasalahannya setelah dilakukan
evaluasi pada semua unit pengolahan pada IPAL.
Nilai COD yang tinggi akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut
dalam air menjadi menurun (mengganggu ekosistem akuatik) dan terjadinya
pencemaran pada air. Untuk nilai amonia yang tinggi dapat menyebabkan
rasa bau pada air limbah serta bersifat toksik bagi hewan akuatik. Nilai TSS
yang tinggi dapat menyebabkan kekeruhan air limbah menjadi tinggi serta
juga dapat menyebabkan menurunnya kandungan oksigen di dalam air
karena terdapatnya zat organik (volatil solid) di dalam TSS tersebut.
Karena itu kedepannya IPAL Semanggi perlu ditingkatkan kualitas
pengolahannya dengan berbagai bentuk rekayasa seperti optimasi unit
pengolahan (perluasan unit pengolahan, rehabilitasi unit pengolahan),
pembaruan atau penambahan unit pengolahan dan sebagainya sehingga
kualitas efluen air limbah dapat dibuang secara aman ke badan perairan
yaitu Sungai Bengawan Solo. Hal ini juga bertujuan untuk memudahkan
PDAM Solo dalam mengolah air dimana Sungai Bengawan Solo merupakan
sumber air minum.
2.3.4 Kinerja Pengolahan
Dari unit pengolahan eksisting pada IPAL Semanggi akan dilakukan
evaluasi kinerja pengolahan pada masing-masing unit pengolahan sehingga
akan diketahui permasalahan yang terjadi pada setiap unit. Evaluasi
dilakukan dengan membandingkan data pada kondisi eksisting dengan
kriteria desain yang berlaku.
a. Grit Chamber
Pada Grit Chamber dipasangkan bar screen secara manual untuk
memisahkan sampah-sampah agar tidak masuk ke dalam unit pengolahan
selanjutnya. Selain itu juga untuk melindungi agar sampah-sampah tidak
merusak pompa pada Grit Chamber.
Tabel 2. 14 Efisiensi Penyisihan Pada Grit Chamber
Efisiensi
Parameter Inlet Outlet
Penyisihan (%)
TSS 149 142 5
BOD 55 52 5
Efisiensi
Parameter Inlet Outlet
Penyisihan (%)
COD 131 125 5
Amoniak 22,27 22,27 0
Total Coliform 0
Minyak dan lemak 0,063 0,063 0
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Tabel 2. 15 Efisiensi Penyisihan Pada Grit Chamber
Unit Efisiensi Penyisihan ( % )
Pengolahan BOD SS P NH3-N Organik-N
Bar screen 0–5 0 – 10 0 0 0
(Sumber : Metcalf & Eddy, 1991)
Pada dasarnya unit pengolahan primer seperti Grit Chamber hanya
menyisihkan benda-benda fisik dan tidak banyak menyisihkan bahan
polutan. Sehingga dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan pada unit ini
masih sangat rendah. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengingat kembali
fungsi utamanya adalah melindungi peralatan-peralatan instalasi dari
kerusakan akibat benda-benda atau materi-materi kasar yang masuk pada
IPAL serta mengurangi beban pengolahan pada tahap berikutnya. Benda-
benda yang disisihkan dapat berasal dari limbah organik (limbah dapur
rumah tangga) maupun limbah anorganik (kerikil, pasir, tanah, dan
sebagainya). Selanjutnya bila dibandingkan dengan kriteria desain
efisiensi penyisihan pada Grit Chamber hal tersebut telah memenuhi.
Debit air limbah yang masuk ke ke IPAL dapat dihitung dengan
menggunakan v-notch pada grit chamber melalui persamaan :
8 𝜃 5
𝑄= × √2𝑔 × tan × 𝐻 2
15 2

Dengan bentuk v-notch 90° dan tinggi air pada v-notch 0,6 m
sehingga debit yang masuk adalah
8 90° 5
𝑄= × √2𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2 × tan × 0,62 𝑚
15 2

𝑄 = 0,66 m3/s

b. Bak Ekualisasi
Berikut adalah kriteria desain dari Bak Ekualisasi :
Tabel 2. 16 Kriteria desain Bak Ekualisasi
Parameter Simbol Besaran Satuan
Sumber
Kedalaman Metcalf &
t 1,5 - 2 meter
minimum Eddy, 2014
Adapun kedalaman dari bak ekualisasi pada IPAL Semanggi adalah
2,8 meter. Ini masih memenuhi kriteria desain. Pada bak ekualisasi juga
tidak terjadi penyisihan material apapun baik benda-benda fisik maupun
bahan polutan lainnya. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengingat kembali
fungsi utama dari bak ekualisasi yaitu untuk menyeragamkan aliran agar
bahan polutan dalam air limbah menjadi stabil dan debitnya tidak
berfluktuasi sehingga memungkinkan untuk terhindar dari pengaruh
shock loading. Dengan demikian akan meningkatkan kinerja pengolahan
biologi yaitu pada unit tangki aerasi. Bak ekualisasi diperlukan pada unit
pengolahan di IPAL Semanggi karena kedepannya IPAL Semanggi akan
menambah kapasitas hingga 13.000 sambungan rumah. Artinya debit
yang akan diolah pada IPAL semakin besar dan untuk menghindari
terjadinya shock loading pada proses pengolahan maka perlu dilakukan
penyeragaman aliran secara kualitas dan kuantitas. Tidak hanya itu
namun juga perlu diperhatikan debit inflow dan infiltrasi, yaitu debit
yang berasal dari air hujan yang masuk ke dalam sistem penyaluran air
limbah menuju IPAL.
Tabel 2. 17 Efisiensi Penyisihan Pada Bak Ekualisasi
Efisiensi Penyisihan
Parameter Inlet Outlet
(%)
TSS 142 142 0
BOD 52 52 0
COD 125 125 0
Amoniak 22,27 22,27 0
Total Coliform 7,2 7,2 0
Minyak dan lemak 0,063 0,063 0
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Akan dihitung waktu detensi (td) dari bak ekualisasi dengan
persamaan
𝑉
𝑡𝑑 =
𝑄
Dengan volume ekualisasi = 17,5 m x 9 m x 2,8 m = 441 m3 dan
debit eksisting pada bak ekualisasi 0,0433 m3/detik sehingga diperoleh:
441 𝑚3 1 𝑗𝑎𝑚
𝑡𝑑 = 3
𝑥
0,0433 𝑚 /𝑠 3600 𝑠
𝑡𝑑 = 2,8 𝑗𝑎𝑚
Waktu tinggal di dalam bak ekualisasi (HRT) menurut JWWA
dalam Said, 2006 adalah 2 - 8 jam, sehingga ini masih memenuhi kriteria
desain.
Untuk debit rencana 0,06 m3/detik maka waktu detensinya adalah
441 𝑚3 1 𝑗𝑎𝑚
𝑡𝑑 = 3
𝑥
0,06 𝑚 /𝑠 3600 𝑠
𝑡𝑑 = 2,04 𝑗𝑎𝑚
Ini juga memenuhi kriteria desain
c. Extended Aeration
Berikut adalah kriteria desain dari Extended Aeration:

Tabel 2. 18 Kriteria desain Extended Aeration


Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Kedalaman T 3–5 meter Qasim, 1985
Lebar L 3- 11 meter Qasim, 1985
Rasio
L:T 1:1 s/d 2,2:1 - Qasim, 1985
lebar:dalam

Tabel 2. 19 Perbandingan kondisi eksisting dengan kriteria desain


Parameter Simbol Kriteria Eksisting Satuan Keterangan
Desain
Kedalaman T 3–5 4,25 meter memenuhi
Lebar L 3- 11 18 meter overdesign
Rasio 1:1 s/d
L:T 4,2:1 - -
lebar:dalam 2,2:1

Tabel 2. 20 Efisiensi Penyisihan Pada Extended Aeration


Efisiensi
Parameter Inlet Outlet
Penyisihan (%)
TSS 142 181 -
BOD 52 89 -
Efisiensi
Parameter Inlet Outlet
Penyisihan (%)
COD 125 126 -
Amoniak 22,27 19,26 13,5
Total Coliform 7,4 3,6 51,3
Minyak dan lemak 0,063 0,039 38,1
Nitrit 0,35 0,16 54,3
Nitrat 2,29 0,87 71,5
Fosfat 1,69 1,5 11,2
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Unit aerasi berfungsi untuk mengalirkan udara ke air limbah agar
terjadi pencampuran antara mikrorganisme dengan bahan makanan yaitu
kandungan organik yang terdapat di dalam air limbah (Metcalf and Eddy,
2004). Proses pencampuran dengan bantuan udara ini kemudian akan
membentuk flok yang dikenal sebagai lumpur aktif yang kemudian akan
menstabilkan organik yang ada.
Dapat dilihat pada Tabel 2.19 dan Tabel 2.20 jika dibandingkan
dengan kriteria desain, maka untuk parameter kedalaman tangki aerasi
sudah memenuhi kriteria desain. Sementara untuk lebar tangki aerasi
mengalami overdesign. Pada tangki aerasi ini diberi manhole supaya
tidak membahayakan bagi anak-anak yang suka bermain di IPAL. Pada
outlet dipasangkan bar screen untuk memastikan tidak adanya benda-
benda yang akan terbawa ke unit selanjutnya, yaitu unit sedimentasi.
Untuk parameter BOD, COD, serta TSS mengalami kenaikan dari
inlet menuju outlet. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh bulking
yang terjadi. Bulking merupakan kondisi dimana kelimpahan organisme
filamen pada campuran air limbah pada proses lumpur aktif. Pada kondisi
tersebut partikel tersuspensi sulit mengendap sehingga ikut terbawa ke
efluen. Hal ini menyebabkan efisiensi penyisihan menjadi rendah.
Bulking dapat terjadi karena rasio F/M yang rendah, kurangnya
konsentrasi DO, serta bersifat toksik dalam air limbah.
Konsentrasi oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) di dalam
tangki aerasi harus dipertahankan antara 2- 3,5 mg/l (Gerardi, 2002). Jika
konsentrasi DO lebih rendah, maka bakteri pengurai di dalam tangki
aerasi akan kekurangan suplai oksigen untuk menguraikan air limbah.
Pada kenyataannya konsentrasi DO pada tangki aerasi tidak mencapai 2
mg/l (sekitar 1,5 - 1,58 mg/l). Kondisi seperti ini akan menganggu proses
penguraian air limbah yang umumnya membutuhkan suplai oksigen yang
cukup. DO yang rendah juga dapat menyebabkan kondisi anaerob pada
tangki aerasi.
Umumnya nitrogen dalam air hadir dalam bentuk nitrogen organik
dan amonia. Seiring bertambahnya waktu, nitrogen organik berangsur-
angsur berubah menjadi amonia nitrogen dan selanjutnya apabla kondisi
aerobik hadir, oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat juga akan terjadi
(Mara, 2003). Untuk parameter amonia, nitrit dan nitrat turun dengan
persentase masing-masing 13,5%; 54,3%; dan 71,5%.
Efisiensi penyisihan minyak dan lemak adalah 38,1%. Minyak dan
lemak yang berasal dari inlet juga sangat kecil sehingga outlet dari tangki
aerasi ini juga akan kecil pula. Tangki aerasi juga dapat menyisihkan
kandungan nitrit, nitrat, dan fosfat dengan efisiensi penyisihan 54,3%;
71,5%, dan 11,2%. Fosfat pada inlet juga sangat kecil sehingga outlet
dari tangki aerasi ini juga akan kecil pula.
Dapat dilihat pada Tabel 2.21 bahwa nilai amonia masih sangat
tinggi sehingga berpengaruh dalam menimbulkan bau pada tangki aerasi.
Ini menandakan bahwa kebutuhan aerator masih kurang sehingga pada
pengolahan ini yang seharusnya terjadi proses aerob menjadi proses
anaerob (berbau) karena kandungan oksigen terlarut (DO) juga masih
sangat rendah. Ataupun bisa terjadi karena waktu detensi yang relatif
singkat.
Selanjutnya akan dihitung F/M dengan menggunakan persamaan :
𝑄𝑆𝑜
𝐹/𝑀 =
𝑉𝑋
Dimana Q = 0,0433 m3/detik, So = 52 mg/l, V= 1549 m3, dan X=
142 mg/l sehingga:
𝑚3 mg
𝐹 0,0433 𝑥 52
= 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 l 𝑥 86400 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑀 mg ℎ𝑎𝑟𝑖
1549 𝑚3 𝑥 142
l
𝐹
= 0,88
𝑀
Kriteria desain F/M untuk extended aeration adalah 0,05 - 0,15.
Dapat dikatakan bahwa F/M sangat tinggi sehingga menyebabkan
pengendapan partikel tersuspensi menjadi lambat serta flok yang
terbentuk juga tidak baik. Ini disebabkan karena MLSS yang terbentuk
rendah yaitu 142 mg/l, padahal kriteria desain MLSS yaitu 3000-6000
mg/l. Dengan debit rencana yaitu 0,06 m3/detik maka F/M juga akan
semakin tinggi pula.
Selanjutnya akan dihitung volumetric organic loading atau Vl
dengan menggunakan persamaan :
𝑄𝑆𝑜
𝑉𝑙 =
𝑉
𝑚3 g
0,0433 𝑥 52 3
𝑉𝑙 =
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 𝑚 𝑥 86400 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
1549 𝑚3 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐵𝑂𝐷
𝑉𝑙 = 126 𝑔𝑟𝑎𝑚 3 . ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑚
𝐵𝑂𝐷
𝑉𝑙 = 0,126 𝑘𝑔 3 . ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑚
Kriteria desain Vl untuk extended aeration adalah 0,16 – 0,4 kg
BOD/ m3.hari dan ini memenuhi kriteria desain. Dengan debit rencana
yaitu 0,06 m3/detik maka Vl yang diperoleh adalah 0,174 kg BOD/
m3.hari dan ini masih memenuhi kriteria desain.
Akan dihitung waktu tinggal atau td dengan persamaan :
𝑉
𝑡𝑑 =
𝑄
Volume pada bak aerasi = 1549 m3 dan debit yang diolah adalah
0,0433 m3/detik = 155 m3/jam sehingga
1549 𝑚3
𝑡𝑑 =
155 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚
𝑡𝑑 = 10 𝑗𝑎𝑚
Kriteria desain td untuk extended aeration adalah 18 - 36 jam. Ini
tidak memenuhi kriteria desain. Dengan debit rencana yaitu 0,06 m3/detik
akan menyebabkan waktu detensi lebih singkat lagi (7 jam), karena
semakin besar debit dengan volume yang tetap maka waktu detensi akan
semakin singkat pula.
Tabel 2. 21 Kriteria Desain Extended Aeration
Unit Waktu F/M MLSS Volumemetric
Pengolahan detensi, (mg/l) Organic
jam loading, kg
BOD/m3.hari
Extended 18-36 0,05- 3000- 0,16-0,4
Aeration 0,15 6000
(Sumber: Metcalf and Eddy, 1991)

Akan dihitung kebutuhan aerator yang diperlukan dengan


menggunakan persamaan berikut:

𝛽. 𝐶𝑠(𝑇, 𝐴) − 𝐶𝑙
𝑁 = 𝑁𝑜 × [(1,024)𝑇−20 ] × [ ]
𝐶𝑠(20,0)

Dengan :

No =kg O2/kw.jam yang ditransfer pada kondisi lapangan = 2,2

T= suhu air pada tangki aerasi, °C

𝛽 = faktor koreksi tegangan permukaan salinitas, 1

Cs = konsentrasi oksigen terlarut pada suhu dan ketinggian tertentu =


8,623

𝐶l = oksigen terlarut pada tangki aerasi, mg/l

Sehingga diperoleh:

(1𝑥 8,623) − 2
𝑁 = 2,7 × [(1,024)25−20 ] × [ ]
9,09

𝑁 = 2,21 𝑘𝑔 𝑂2 /𝑘𝑤ℎ

Kebutuhan O2 yang diperlukan akan dihitung dengan menggunakan


perbandingan dari AOR dan SOR. Diketahui data sebagai berikut :
Q= 0,0433 liter/detik = 0.823 mgd

Densitas air limbah = 8,34 lb/gallon

BOD influen tangki aerasi = 52 mg/l

Ammonia influen tangki aerasi = 22,27 mg/l

Dibutuhkan 1,2 lb O2/lb (1,2 kg O2/kg BOD) untuk penyisihan BOD dan
4,6 lb O2/lb (4,6 kg O2/kg BOD) untuk penyisihan ammonia

Asumsi AOR/SOR adalah 0,45 (berdasarkan koreksi dari efisiensi di


lapangan) sehingga diperoleh

mg
𝐴𝑂𝑅 = 0.823 mgd x 52 x 8,34 lb/gallon x 1,2 lb 𝑂2 /lb =
l

17,85 lb 𝑂2 /jam = 8,1 kg 𝑂2 /jam untuk menyisihkan BOD

mg
𝐴𝑂𝑅 = 0.823 mgd x 22,27 x 8,34 lb/gallon x 4,6 lb 𝑂2 /lb =
l

29,3 lb 𝑂2 /jam = 13,29 kg 𝑂2 /jam untuk menyisihkan amonia

Sehingga total AOR adalah 8,1 kg O2/jam + 13,29 kg O2/jam = 21,39 kg


O2/jam

Standar kebutuhan oksigen yang diperlukan atau SOR dengan


AOR/SOR 0,45 adalah :

21,39 𝑘𝑔 𝑂2 /𝑗𝑎𝑚
𝑆𝑂𝑅 = = 47,53 kg 𝑂2 /jam
0,45

Tenaga aerator yang diperlukan, P

𝑆𝑂𝑅
P=
𝑁

47,53 𝑘𝑔 𝑂2 /𝑗𝑎𝑚
P= 2,21 𝑘𝑔 𝑂2 /𝑘𝑤ℎ

P = 21,51 kw

Dengan kapasitas power aerator eksisting 3,7 kw, maka jumlah


aerator yang diperlukan adalah
21,51 kw
= 3,7 kw

= 5,8

≈ 6 aerator
Dapat dilihat bahwa kebutuhan aerator yang diperlukan adalah 6
aerator, sementara pada kondisi eksisting jumlah aerator adalah 8 aerator.
Sementara dengan debit rencana yaitu 0,06 m3/detik dengan data yang
sama diperoleh tenaga aerator yang diperlukan adalah 29,54 kW serta
jumlah aerator yang dibutuhkan yaitu 8 aerator. Dari hasil perhitungan
menunjukkan bawah jumlah aerator yang dibutuhkan sudah tepat. Namun
permasalahan yang terjadi yaitu efisiensi penyisihan masih belum optimal
(COD, TSS, dan ammonia tidak memenuhi baku mutu efluen air limbah)
serta masih tercium bau pada tangki aerasi. Karena itu sebaiknya tipe
aerator diganti untuk mencapai hasil pengolahan yang optimal.
d. Bak Sedimentasi
Berikut adalah kriteria desain dari bak sedimentasi:
Tabel 2. 22 Kriteria desain Bak Sedimentasi
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Panjang P meter Metcalf &
15 - 90
Eddy, 2014
Kedalaman Metcalf &
T 3 – 4,9 meter
Eddy, 2014
Lebar Metcalf &
L 3 - 24 meter
Eddy, 2014

Tabel 2. 23 Perbandingan kondisi eksisting dengan kriteria desain


Parameter Simbol Kriteria Eksisting Satuan Keterangan
Desain
tidak
Panjang P 15 - 90 12 meter
memenuhi
Kedalaman T 3 – 4,9 4,5 meter memenuhi
Lebar L 3 - 24 10 meter memenuhi
Pada unit sedimentasi, partikel tersuspensi yang terbentuk pada unit
sebelumnya melewati unit ini dan terjadi pengendapan. Hal ini terjadi
karena kecepatan aliran pada unit ini dibuat tenang atau laminer sehingga
memberikan kesempatan kepada partikel tersuspensi untuk mengendap.
Tipe pengendapan yang terjadi pada unit ini merupakan tipe
pengendapan I atau diskrit, yaitu pengendapan yang terjadi tanpa adanya
interaksi dengan partikel lain dan tanpa mengalami perubahan bentuk.
Efisiensi pengolahan BOD dan TSS pada unit ini bergantung kepada
waktu detensi.
Dapat dilihat pada Tabel 2.25 dan Tabel 2.26 jika dibandingkan
dengan kriteria desain, maka untuk parameter lebar dan tinggi bak
sedimentasi sudah memenuhi kriteria desain. Sementara untuk panjang
bak sedimentasi tidak memenuhi kriteria desain.
Tabel 2. 24 Efisiensi Penyisihan Bak Sedimentasi
Efisiensi
Parameter Inlet Outlet
Penyisihan (%)
TSS 181 94 48,06
BOD 89 30 66,29
COD 125 129 -
Amoniak 19,26 21,07 -
Total Coliform 3,6 3,6 0
Minyak dan lemak 0.039 0,045 -
Nitrit 0,16 1,23 -
Nitrat 0,87 0,87 -
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Pada unit ini terjadi penyisihan BOD dan TSS sebesar 66,29% dan
48,06%. Hasil efluen BOD memenuhi baku mutu sementara untuk TSS
belum memenuhi baku mutu. Sementara untuk parameter COD dan
amonia malah mengalami kenaikan dari inlet menuju outlet dan tidak
memenuhi baku mutu. Hal ini akan menyebabkan efluen dari air limbah
masih menimbulkan bau karena nilai amonia yang tinggi dan kandungan
organik masih sangat tinggi karena COD yang tinggi. Rendahnya
efisiensi yang terjadi dapat disebabkan karena pengaruh bulking. Pada
kondisi tersebut partikel tersuspensi sulit mengendap sehingga ikut
terbawa ke efluen. Hal ini dapat terjadi karena rasio F/M yang rendah,
kurangnya konsentrasi DO, serta bersifat toksik dalam air limbah.
Untuk parameter nitrat stabil dari inlet menuju outlet sementara
untuk nitrit mengalami kenaikan dari inlet menuju outlet. Pada parameter
minyak dan lemak juga mengalami kenaikan namun sedikit dari inlet
menuju outlet. Untuk parameter minyak dan lemak memenuhi baku mutu
efluen.
Akan dihitung waktu tinggal atau td dengan persamaan
𝑉
𝑡𝑑 =
𝑄
Volume pada bak sedimentasi = 540 m3 dan debit yang diolah adalah
0,0433 m3/detik = 155 m3/jam sehingga
540 𝑚3
𝑡𝑑 =
155 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚
𝑡𝑑 = 3,5 𝑗𝑎𝑚
Kriteria desain td untuk bak sedimentasi adalah 1,5 – 2,5 jam dan
ini tidak memenuhi kriteria desain. Sementara dengan debit rencana yaitu
0,06 m3/detik waktu detensi memenuhi kriteria desain yaitu 2,5 jam.

e. Sludge Drying Bed


Berikut adalah kriteria desain dari Sludge Drying Bed :
Tabel 2. 25 Kriteria desain Sludge Drying Bed
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Panjang bed P 6 – 30 meter Qasim, 1985
Lebar bed L 5-8 meter Qasim, 1985
Waktu
t 10 - 15 hari Qasim, 1985
pengeringan

Tabel 2. 26 Perbandingan kondisi eksisting dengan kriteria desain


Parameter Simbol Kriteria Eksisting Satuan Keterangan
Desain
tidak
Panjang bed P 6 – 30 5 meter
memenuhi
tidak
Lebar bed L 5-8 4 meter
memenuhi
Waktu tidak
t 10 - 15 5 hari
pengeringan memenuhi
Dapat dilihat pada Tabel 2.26 dan Tabel 2.27 jika dibandingkan
dengan kriteria desain, maka untuk semua parameter tidak memenuhi
kriteria desain. Pada saat ini, unit ini sedang tidak beroperasi dan mulai
tergantikan dengan unit-unit yang baru terbangun yaitu Solid Separation
Chamber dan Belt Filter Press. Rencana untuk kedepannya, Sludge
Drying Bed akan dioperasikan apabila unit Belt Filter Press sedang tidak
beroperasi atau sedang dalam masa pemeliharaan.
Tabel 2. 27 Efisiensi Penyisihan Pada Sludge Drying Bed
Efisiensi
Parameter Inlet Outlet
Penyisihan (%)
TSS 2000 2000 0
BOD 105 105 0
COD 162 162 0
Amoniak 24,08 24,08 0
Total Coliform 0
Minyak dan lemak 0,071 0,071 0
Nitrit 0,65 0,65 0
Nitrat 0,31 0,31 0
(Sumber: Hasil Pengukuran, 2018)
Dapat dilihat pada Tabel 2.28 bahwa efisiensi pengolahan pada unit
ini juga sangat rendah. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengingat kembali
fungsi utama dari unit ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam
lumpur, sehingga tidak menyisihkan bahan polutan dalam lumpur.
Unit pengering lumpur atau Sludge Drying Bed memiliki 4
kompartemen. Beberapa kompartemen akan diisi dengan lumpur dan
sisanya akan dikuras dan dibersihkan. Tebal lumpur yang dihasilkan
adalah 35 cm serta volume lumpur yang dihasilkan adalah 5 m3/hari
dengan pengisian pada kompartemen sebagai berikut:
Tabel 2. 28Jumlah Lumpur yang Dihasilkan Pada Sludge Drying Bed

Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6


Komp.1 5 m3 2 m3 2 m3
Komp.2 3 m3 4 m3
Komp.3 1 m3 5 m3 1 m3
Komp.4 4 m3 3 m3
(Sumber: PDAM Surakarta, 2018)

f. Solid Separation Chamber


Berikut adalah kriteria desain dari Solid Separation Chamber :
Tabel 2. 29 Kriteria desain Solid Separation Chamber
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Waktu
Permen PU,
pengeringan t 5 – 12 Hari
2017
cake
Waktu
Permen PU,
pengambilan T 1 Hari
2017
cake matang
Permen PU,
Ketebalan cake hc 10 – 30 cm
2017
Tebal lapisan Permen PU,
hk 20 - 30 cm
kerikil 2017
Tebal lapisan Permen PU,
hp 20 - 30 cm
pasir 2017
Permen PU,
Kadar air P 20 %
2017
Permen PU,
Kadar solid Pi 80 %
2017

Tabel 2. 30 Perbandingan kondisi eksisting dengan kriteria desain


Parameter Simbol Kriteria Eksisting Satuan Keterangan
Desain
Tebal lapisan
hk 20 - 30 20 - 30 cm memenuhi
kerikil
Tebal lapisan
hp 20 - 30 20 - 30 cm memenuhi
pasir
Unit ini merupakan unit baru dan masih dalam tahap uji coba.
Namun untuk parameter ketebalan kerikil dan pasir telah memenuhi
kriteria teknis (tebal pasir+kerikil= 50 cm) jika dilihat pada Tabel 2.30
dan Tabel 2.31. Efisiensi pengolahan pada unit ini juga sangat rendah.
Hal ini bisa dijelaskan dengan mengingat kembali fungsi utama dari unit
ini adalah untuk memisahkan padatan dan air dalam lumpur, sehingga
tidak menyisihkan bahan polutan dalam lumpur.

g. Belt Filter Press


Berikut adalah kriteria desain dari Belt Filter Press :
Tabel 2. 31 Kriteria desain Belt Filter Press
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Metcalf &
Lebar Belt 0.5 - 3.5 m
Eddy, 1991
Sludge Metcalf &
90 - 680 kg/m/jam
Loading Eddy, 1991
Hydraulic 1,6 – 6,3 l/m/detik Metcalf &
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Loading Eddy, 1991

Tabel 2. 32 Perbandingan kondisi eksisting dengan kriteria desain

Parameter Simbol Kriteria Eksisting Satuan Keterangan


Desain
Lebar Belt 0.5 - 3.5 0,75 m memenuhi

Unit ini merupakan unit baru dan masih dalam tahap uji coba. Untuk
parameter lebar belt sudah memenuhi kriteria desain jika dilihat pada
Tabel 2.32 dan Tabel 2.33. Efisiensi pengolahan pada unit ini juga
sangat rendah. Sama seperti sludge drying bed fungsi utama dari unit ini
adalah untuk mengurangi kadar air dalam lumpur, sehingga tidak
menyisihkan bahan polutan dalam lumpur.
2.3.5 Permasalahan Pada Unit Pengolahan dan Solusi
Dari pembahasan pada subbab 2.3.4 dapat diketahui permasalahan
pada setiap unit pengolahan. Adapun penjabaran dari permasalahan
setiap unit eksisting pada IPAL Semanggi dengan debit eksisting yaitu
43,3 liter/detik antara lain sebagai berikut :
a. Grit Chamber
a.
b. Bak Ekualisasi
a.
c. Bak Aerasi
a. Kebutuhan aerator sudah tepat namun pada bak ini masih tercium
bau serta lumpur jenuh naik ke permukaan bak aerasi.
b. Konsentrasi oksigen terlarut sangat kecil, yaitu dibawah 2 mg/l
(1,5 mg/l pada kondisi eksisting). Ini dapat terjadi karena
kekurangan aerator.
c. F/M sangat tinggi sehingga partikel tersuspensi sulit mengendap
sehingga ikut terbawa ke efluen. Hal ini menyebabkan efisiensi
penyisihan menjadi rendah.
d. Waktu detensi sangat singkat dan tidak memenuhi kriteria desain.
e. Efisiensi penyisihan COD dan serta ammonia masih sangat
rendah
d. Bak Sedimentasi
a. Panjang bak sedimentasi tidak memenuhi kriteria desain
b. Waktu detensi menjadi lama dan tidak memenuhi kriteria desain.
Ketika mencapai debit rencana yaitu 0,06 m3/detik ternyata
memenuhi kriteria desain.
c. Efisiensi penyisihan TSS belum memenuhi baku mutu efluen air
limbah.
e. Sludge Drying Bed
a. Dimensi bak tidak memenuhi kriteria desain
b. Waktu pengeringan lumpur berlangsung sangat singkat sehingga
kadar air dalam lumpur masih tinggi
f. Solid Separation Chamber
a. Belum beroperasional sehingga belum dapat disimpulkan.
Kriteria desain media SSC telah memenuhi kriteria desain
g. Belt Filter Press
a. Belum beroperasional sehingga belum dapat disimpulkan.
Kriteria desain lebar belt telah memenuhi kriteria desain
Dari permasalahan yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa
solusi yang diajukan supaya dapat meningkatkan kinerja pengolahan
pada masing-masing unit pengolahan antara lain sebagai berikut:
a. Grit Chamber
a.
b. Bak Ekualisasi
b.
c. Bak Aerasi
a. Penggantian jenis aerator.
b. Mengontrol MLSS pada bak aerasi, antara 3000 mg/l hingga 6000
mg/l.
c. Volume bak diperluas untuk mencapai waktu detensi antara 18
jam hingga 36 jam.
d. Bak Sedimentasi
a. Ketika mencapai debit rencana yaitu 0,06 m3/detik waktu detensi
memenuhi kriteria desain. Oleh karena itu panjang bak
sedimentasi tidak perlu diperluas walaupun pada kenyataannya
tidak memenuhi kriteria desain. Volume bak sedimentasi juga
tidak perlu dimodifikasi karena menyangkut dengan biaya.
e. Sludge Drying Bed
a. Dimensi bak diperluas panjang dan lebarnya dengan masing-
masing penambahan panjang dan lebar bak hingga 1 meter.
b. Waktu pengeringan lumpur diperlama hingga 10 hari maksimal
15 hari.
BAB III
DASAR PENGEMBANGAN
3.1 Umum
Kota Solo merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan
diperkirakan jumlah penduduk akan terus meningkat secara pesat. Hal ini
mengingat Solo merupakan kawasan permukiman bagi para pelaku ekonomi
khususnya di bidang pariwisata dan perdagangan. Dampak yang akan terjadi
yaitu permintaan masyarakat akan pemenuhan sanitasi dan air bersih akan
meningkat pula. Khususnya di bidang limbah cair, pengelolaan air limbah
menjadi sangat penting karena isu nasional pencemaran badan perairan akibat
tidak terolahnya air limbah dengan baik sebelum dibuang ke badan air.
Karena itu dibutuhkan suatu sistem pengelolaan air limbah yang dapat
menjamin kualitas air limbah yang aman untuk dibuang ke lingkungan
sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran maupun penyakit-penyakit
bawaan air bagi masyarakat di kemudian hari. Terlepas dari aspek tersebut,
hal ini juga untuk menjamin ketercapaian akses sanitasi dan air bersih secara
global di tahun 2030 sebagai bentuk pemenuhan target pembangunan
berkelanjutan untuk menjamin masa depan dunia dan umat manusia yang
lebih baik. Untuk penanganan air limbah perkotaan, sistem pengelolaan air
limbah meliputi sistem pengelolaan terpusat, setempat, dan komunal berbasis
masyarakat.
Sistem pengelolaan air limbah terpusat (offsite) terbagi dalam tiga
wilayah pelayanan meliputi wilayah pelayanan kota bagian utara, bagian
tengah, dan bagian selatan. Untuk bagian utara akan dilayani oleh IPAL
Mojosongo yang mencakup 3 Kelurahan dan Perumnas Mojosongo, bagian
tengah akan dilayani oleh IPAL Pucang Sawit yang mencakup 3 Kelurahan,
dan bagian selatan akan dilayani oleh IPAL Semanggi yang mencakup 28
Kelurahan. IPAL Mojosongo dengan kapasitas 50 liter/detik mampu melayani
10.000 sambungan rumah, IPAL Pucang Sawit dengan kapasitas 40 liter/detik
mampu melayani 6.000 sambungan rumah, dan IPAL Semanggi dengan
kapasitas 60 liter/detik mampu melayani 13.000 sambungan rumah.
Sistem pengelolaan air limbah setempat (onsite) dilakukan dengan cara
pelayanan penyedotan lumpur tinja pada unit pengolahan setempat di rumah
warga (tangki septik dan/atau IPAL Komunal) dan kemudian diolah di IPLT
Putri Cempo. IPLT Putri Cempo memiliki kapasitas pengolahan sebesar 45
m3/hari. Daerah pelayanan IPLT Putri Cempo yaitu daerah-daerah yang tidak
terlayani oleh sistem pengelolaan air limbah terpusat. Untuk sistem
pengelolaan air limbah komunal berbasis masyarakat dilakukan di luar sistem
perpipaan, misalnya IPAL Komunal. Kemudian hasil lumpur atau endapan
dari air limbah yang terkumpul pada IPAL Komunal nantinya juga akan
disedot dan diolah di IPLT Putri Cempo.
Sampai saat ini, IPAL Semanggi baru dapat melayani 9.347 sambungan
rumah atau 72% dari target pelayanannya. Ke depannya jumlah pelayanan
IPAL Semanggi akan terus bertambah hingga memenuhi target rencana
pelayanan air limbah yaitu 13.000 sambungan rumah air limbah. Adapun
sumber air limbah yang akan tertampung di IPAL Semanggi merupakan
limbah cair domestik yang berasal dari rumah tangga, perkantoran, dan
perdagangan.
3.2 Daerah Pelayanan
Dengan kapasitas IPAL Semanggi terbangun yaitu 60 liter/detik akan
melayani 28 kelurahan dalam 4 kecamatan dengan total sambungan rumah air
limbah yang dilayani yaitu 13.000 sambungan rumah air limbah. Hal ini juga
berdasarkan pertimbangan dari masterplan IPAL Semanggi untuk mengolah
air limbah masyarakat Kota Surakarta pada wilayah bagian selatan dengan
kapasitas pengolahan yang dapat melayani 13.000 sambungan rumah.
Daerah pelayanan IPAL Semanggi masih sama sesuai dengan
pembagian wilayah sistem pengelolaan terpusat, yaitu wilayah di bagian
selatan Kota Solo. Adapun wilayah yang akan dilayani meliputi Kecamatan
Serengan (6 dari 7 kelurahan yang dilayani), Kecamatan Pasar Kliwon (8 dari
9 kelurahan yang dilayani), Kecamatan Laweyan (8 dari 11 kelurahan yang
dilayani), dan Kecamatan Banjarsari (6 dari 13 kelurahan yang dilayani)
sehingga totalnya berjumlah 28 kelurahan. Adapun nama-nama kelurahan
yang dilayani dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3. 1 Wilayah Pelayanan IPAL Semanggi

Kec.Pasar
Kec.Serengan Kec.Laweyan Kec.Banjarsari
Kliwon
Kel.Danukusu Kel.Joyosuran Kel.Pajang Kel.Mangkubumen
man
Kel.Serengan Kel.Semanggi. Kel.Laweyan Kel.Timuran
Kel.Tipes Kel.Pasar Kel.Bumi Kel.Ketelan
Kliwon
Kel.Kratonan Kel.Baluwarti Kel.Panularan Kel.Keprabon
Kel.Jayengan Kel.Gajahan Kel.Sriwedari Kel.Punggawan
Kel.Kauman Kel.Penumping Kel.Manahan
Kel.Kampung Kel.Purwosari
Baru
Kel.Kedung Kel.Sondakan
Lumbu
(Sumber: Hasil Pemetaan, 2018)
3.3 Dasar Pengembangan Sistem Pengolahan
3.3.1 Kuantitas Air Limbah
Kuantitas air limbah yang dihasilkan dari domestik tergantung kepada
pemakaian air bersih setiap orang dalam satu hari. Pemakaian air bersih
setiap daerah berbeda-beda karena bergantung kepada aktivitas yang
dilakukan dan pola hidup masyarakat. Di kota Solo kebutuhan air bersih
rata-rata adalah 100 liter/orang/hari. Faktor timbulan air limbah adalah 80%
dari pemakaian air bersih. Dari literatur disebutkan bahwa air minum yang
menjadi air limbah berkisar antara 79 % - 81% (Enri Damanhuri, 1996),
65% - 85% (Metcalf and Eddy, 1991), atau 50% - 80% (MODUTO, 1998).
Sehingga faktor timbulan air limbah ini dapat diterima. IPAL Semanggi
dibangun untuk mengolah air limbah dengan kapasitas pengolahan 60 liter
per detik. Ini telah memenuhi target pelayanannya yaitu 13.000 sambungan
rumah, dengan catatan debit air limbah yang dihasilkan adalah 80 liter per
orang per hari (kebutuhan air bersih rata-rata orang Surakarta adalah 100
liter/orang/hari dan faktor timbulan air limbah 80%) serta 1 SR terdiri dari 5
orang sehingga total debit yang dihasilkan adalah (80 liter/orang/hari x
13.000 SR x 5 orang) / 86.400 hari/detik = 60 liter/detik. Sehingga kuantitas
air limbah yang dihasilkan oleh daerah pelayanan sesuai dengan kapasitas
pengolahan IPAL yang terbangun.
3.3.2 Kualitas Air Limbah
Badan air penerima untuk air limbah yang telah diolah oleh IPAL
Semanggi yaitu Sungai Premulung, yang akhirnya akan bermuara ke Sungai
Bengawan Solo. Hal ini disebabkan karena lokasi sungai tersebut yang
dekat dengan IPAL Semanggi.
3.3.4 Standar Kualitas
Standar kualitas air limbah adalah persyaratan kualitas air yang
diterapkan oleh suatu negara atau daerah untuk keperluan perlindungan dan
pemanfaatan air pada negara atau daerah yang bersangkutan. Di dalam
pengelolaan kualitas air dikenal dua macam standar kualitas air, yaitu :
1. Stream standard merupakan baku mutu air, yaitu batas kadar yang
diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air,
namun air tetap dapat berfungsi sesuai peruntukannya (Sumber : Kep-
02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan). Oleh karena itu, stream standard adalah karakteristik
kualitas air yang disyaratkan bagi sumber air yang disusun dengan
mempertimbangkan pemanfaatan sumber air tersebut, kemampuannya
mengencerkan dan membersihkan diri terhadap pencemar. Maka
dalam hal ini, kualitas efluen ditentukan berdasarkan standar kualitas
yang dapat diterima oleh badan air setelah pencampuran. Kesulitan
dalam memprediksi fluktuasi debit dan kualitas badan air penerima
menjadikannya sulit untuk diterapkan.
2. Effluent standard merupakan baku mutu limbah cair, yaitu batas kadar
yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari
sumber pencemaran ke dalam sumber air, sehingga tidak
mengakibatkan dilampauinya baku mutu air (Sumber : Kep-
02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan). Maka dalam hal ini, kualitas efluen ditentukan tanpa
memperhitungkan kemampuan badan air penerima. Effluent standard
lebih baik untuk diterapkan karena lebih ketat sehingga dapat
menghindari pencemaran, kecuali bila debit badan air penerima sangat
kecil. Untuk air limbah domestik dan industri memiliki effluen standar
yang berbeda. Effluen Standar yang diterapkan kepada setiap industri
pun berbeda tergantung pada jenis industrinya. Penentuan Effluen
Standar ditetapkan oleh lembaga–lembaga yang berwenang seperti
Bapedal dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Stream standard baik untuk diterapkan pada sumber air dimana
pembangunan industri masih jarang. Akan tetapi dari segi pengelolaan
sumber air Stream standard juga menimbulkan kesulitan untuk kota besar
yang memiliki banyak sektor industri. Setiap industri akan menghasilkan
kualitas efluen air limbah yang berbeda-beda tergantung dari jenis dan
bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Semakin banyak
industri yang membuang efluen air limbah ke badan air penerima maka
dapat memberatkan kemampuan badan air penerima untuk membersihkan
diri (self purification) dari bahan pencemar. Selain itu debit badan air
penerima harus cukup besar untuk mengencerkan air limbah yang
diterimanya. Apabila debit air limbah lebih besar dibandingkan dengan
debit badan air penerima, maka Stream standard tidak dapat diterapkan.
Kota Solo merupakan Kota besar yang memiliki kepadatan penduduk
yang cukup tinggi serta sampai saat ini sangat berkembang pada sektor
industri seperti industri batik, tekstil, mebel kayu, rotan, dan sebagainya.
Karena itu sebaiknya standar kualitas air limbah yang digunakan adalah
effluent standard. Ini berdasarkan pertimbangan kondisi badan air penerima
Kota Solo yaitu Sungai Bengawan Solo yang telah tercemar logam berat
dari industri tekstil dan batik. Oleh karena itu diharapkan kontrol dari efluen
air limbah semakin diperketat sehingga efluen yang akan diterima oleh
badan air penerima tidak memberatkan kemampuan badan air penerima
untuk membersihkan diri (self purification).
Effluent standard yang digunakan oleh IPAL Semanggi mengacu pada
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun
2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Namun karena sekarang sudah
diterbitkan peraturan terbaru mengenai baku mutu air limbah domestik oleh
pemerintah pusat maka digunakanlah peraturan terbaru. Peraturan terbaru
yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Tabel 3. 2 Baku Mutu Efluen Air Limbah Domestik PermenLH Nomor 68 Tahun 2016
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
(mg/L)
1 pH - 6-9
2 BOD mg/l 30
3 COD mg/l 100
4 TSS mg/l 30
5 Minyak dan Lemak mg/l 5
6 Amoniak mg/l 10
7 Total Coliform jumlah/100 ml 3000
8 Debit L/orang/hari 100
(Sumber: Lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik)

Tabel 3. 3 Baku Mutu Efluen Air Limbah Domestik Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2012
Kadar Maksimum
No Parameter Satuan
(mg/L)
1 BOD mg/l 100
2 TSS mg/l 100
3 Minyak dan Lemak mg/l 10
4 pH - 6-9
(Sumber: Lampiran VIII Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012
Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun
2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah)
Dari Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 diatas, dapat dilihat bahwa peraturan
terbaru lebih ketat dalam mengatur kualitas efluen yang diperbolehkan
untuk dibuang ke lingkungan dan parameter-parameter yang diatur juga
lebih banyak. Ini tentunya berhubungan dengan isu lingkungan yaitu agar
meringankan beban badan air dalam mengolah air limbah yang tertampung
di dalamnya. Karena itu standar kualitas yang akan digunakan adalah
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun
2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
3.3.5 Efisiensi Pengolahan yang harus dicapai
Dengan adanya standar kualitas, maka pengolahan air limbah memiliki
target untuk memenuhi angka dari parameter yang telah ditetapkan. Dengan
mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik maka efisiensi
yang harus dicapai untuk memenuhi baku mutu tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.4 berikut :
Tabel 3. 5 Efisiensi Pengolahan yang Harus Dicapai Untuk Memenuhi Baku Mutu Efluen
Air Limbah
No Parameter Efisiensi (%)
1 pH -
2 BOD -
3 COD 22,5
4 TSS 68
5 Minyak dan Lemak -
6 Amoniak 52,5
7 Total Coliform -
(Sumber: Hasil Perhitungan, 2018)
3.3.6 Pengembangan Sistem Pengolahan
Dari permasalahan pada unit pengolahan serta solusi yang telah
disebutkan pada subbab 2.3.5, maka perlu dilakukan pengembangan pada
sistem pengolahan IPAL Semanggi eksisting untuk mencapai standar
kualitas yang berlaku. Pengembangan sistem pengolahan air limbah pada
IPAL Semanggi dilakukan melalui modifikasi pada sistem pengolahan
utama, yaitu extended aeration. Pada sistem ini akan dilakukan penggantian
pada aerator yang digunakan pada tangki aerasi karena efisiensi pengolahan
yang terjadi tidak optimal (tidak menyisihkan COD, ammonia, serta TSS
yang memenuhi baku mutu efluen air limbah). Karena itu perlu
mempertimbangkan tipe serta jenis aerator yang akan digunakan hingga
penyisihan air limbah yang terjadi dapat memenuhi baku mutu efluen air
limbah.
Terdapat berbagai macam jenis aerator yang dapat digunakan sesuai
dengan kebutuhan. Pertimbangan utama dari pemilihan aerator berdasarkan
kebutuhan oksigen yang diperlukan minimal 65,29 kg O2/jam. Adapun
kriteria dalam pemilihan aerator meliputi biaya investasi, kapasitas,
efisiensi, daya tahan, kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan, dan
ketersediaan suku cadang. Beberapa tipe aerator yang dapat digunakan
antara lain:
1. Aerator terdifusi (Diffused Air Systems)
Air limbah dimasukkan udara dalam bentuk gelembung-gelembung
yang kemudian akan mengambang pada permukaan air limbah. Tipe
aerator ini digunakan dalam transfer oksigen pada sistem pengolahan
biologi serta stripping pada kandungan organik yang mudah
menguap (volatile organics). Efisiensi transfer oksigen pada diffuser
ini bergantung pada:
a. tipe, ukuran dan bentuk diffuser
b. kecepatan aliran udara
c. kedalaman peletakkan diffuser
d. bentuk geometri tangki termasuk header dan lokasi diffuser
e. karakteristik air limbah
Bentuk gelembung bervariasi dari kasar hingga halus tergantung
jenis aeratornya. Contoh Diffused Air Systems antara lain:
a. Porous Diffusers
b. Nonporous Diffusers
c. Jet Aeration
Ini merupakan alternatif pertama yang dipilih sebagai tipe aerator
yang akan digunakan.
2. Aerator mekanik (Mechanical Systems)
Pada tipe aerator ini transfer oksigen dilakukan dengan cara
menghasilkan permukaan air-udara dari atmosfer. Tipe aerator ini
dibedakan berdasarkan sumbu arah putar aerator yaitu vertical axis
dan horizontal axis yang kemudian dibagi lagi menjadi surface dan
submersible berdasarkan peletakan aeratornya. Efisiensi aerator ini
dinilai berdasarkan seberapa besar transfer oksigen yang dapat
dilakukan (kg O2/kw.h atau lb O2/hp.h). Ini merupakan alternatif
kedua yang dipilih sebagai tipe aerator yang akan digunakan.
Dari dua alternatif tipe aerator yang diajukan akan dipilih satu alternatif
terbaik. Penentuan alternatif terpilih dilakukan melalui suatu metode
pembobotan dengan mempertimbangkan berbagai aspek untuk
menghasilkan suatu keputusan yang objektif. Terdapat berbagai macam
metode pembobotan yang dapat digunakan, tergantung kepada kelebihan
dan kekurangan yang dimilikinya. Metode pembobotan yang digunakan
adalah SAW atau Simple Additive Weight atau sering juga dikenal istilah
metode penjumlahan terbobot.
Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari
rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967)
(MacCrimmon, 1968). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi
matriks keputusan (X) ke dalam suatu skala yang dapat diperbandingkan
dengan semua rating alternatif yang ada. Metode ini merupakan metode
yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam menghadapi
situasi Multiple Attribute Decision Making (MADM) yang merupakan suatu
metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah
alternatif dengan kriteria tertentu. Kelebihan dari metode ini pada
kemampuannya untuk melakukan penilaian secara lebih tepat karena
didasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan,
selain itu SAW juga dapat menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah
alternatif yang ada karena adanya proses perangkingan setelah menentukan
bobot untuk setiap atribut (Kusumadewi, Harjoko, dan Wardoyo. 2006).
Adapun aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam penentuan
alternatif terpilih antara lain efisiensi transfer oksigen, biaya operasi dan
pemeliharaan, fleksibilitas, biaya investasi, dan kebutuhan energi.
Efisiensi transfer oksigen: Seberapa efektif oksigen yang dapat ditransfer ke
dalam air limbah
Biaya OM : Total biaya yang diperlukan untuk mengoperasi dan
memelihara teknologi pengolahan
Fleksibilitas : Kemudahan dalam pembangunan, operasi dan pemeliharaan,
dan kemungkinan untuk replikasi pada teknologi pengolahan
Biaya investasi: Total biaya yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas
teknologi pengolahan
Kebutuhan energi : total kebutuhan listrik/oksigen yang diperlukan untuk
mengoperasikan fasilitas teknologi pengolahan.
Adapun persentase dari masing-masing aspek dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 3. 6 Pembobotan Kriteria Pemilihan Alternatif Aerator Pada Tangki Aerasi
K OM F C E Nilai Total %
K K K K C K 3 0.27 27.5
OM K OM OM C E 1 9.09 9
F K F F C E 1 9.09 9
C C C C C E 3 0.27 27
E K E E E E 3 0.27 27.5
Total 11 1 100
(Sumber: Hasil Pembobotan, 2018)
Keterangan:
K = Efisiensi transfer oksigen
OM = Biaya operasi dan pemeliharaan
F = Fleksibilitas
C = Biaya investasi
E = Kebutuhan energi
Dari hasil persentase aspek diatas, dapat dilihat bahwa aspek utama
dalam pemilihan alternatif terpilih adalah kebutuhan energi dan efisiensi
transfer oksigen kemudian diikuti dengan biaya investasi. Dari berbagai
alternatif yang ada kemudian diberi skala 1 hingga 2 dengan keterangan 1 =
baik, dan 2 = sangat baik. Hasil pembobotan dapat diihat pada Tabel 3.7.
Dari hasil pembobotan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa alternatif
terpilih adalah alternatif 2 yaitu aerator dengan tipe mechanical karena
memiliki bobot nilai yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif
lainnya.
Tabel 3. 7 Pembobotan Pemilihan Alternatif Aerator Pada Tangki Aerasi
Skoring Normalisasi Hasil
Parameter Pembobotan
Alt.1 Alt.2 Alt.1 Alt.2 Alt.1 Alt.2
Efisiensi
transfer 27.5 2 1 1 0.5 27.5 13.75
oksigen
Biaya
operasi dan 9 1 2 0.5 1 4.5 9
pemeliharaan
Fleksibilitas 9 1 2 1 0.5 9 4.5
Biaya
27 1 2 0.5 1 13.5 27
investasi
Kebutuhan
27.5 1 2 0.5 1 13.75 27.5
energi

Total Skoring 68.25 81.75


(Sumber: Hasil Pembobotan, 2018)
Tipe mechanical aerator yang dipilih yaitu jenis submersible. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan dari berbagai faktor yaitu:
1. Kondisi eksisting pada tangki aerasi yang diberi manhole. Sehingga
tidak ada ruang bebas jika aerator diletakkan pada permukaan tangki
aerasi.
2. Mencegah pompa dari kerusakan fisik yang dapat berasal dari berbagai
faktor misalnya cuaca yang buruk, korslet, dan lain-lain.
3. Kedalaman tangki aerasi lebih dari 3 meter (4,25 meter pada kondisi
eksisting). Karena itu sebaiknya digunakan pompa jenis submersible
supaya proses aerasi yang terjadi dapat merata hingga ke dasar tangki
aerasi. Selain itu pada tangki aerasi eksisting terdapat ruang untuk
menempatkan aerator sehingga pemilihan ini menjadi tepat guna.
BAB IV
ALTERNATIF SISTEM PENGOLAHAN
4.1 Umum
Pada dasarnya pengolahan air limbah ditujukan untuk mereduksi atau
mengurangi konsentrasi zat-zat pencemar yang terdapat dalam air limbah. Hal
ini bertujuan agar air limbah tersebut nantinya dapat memenuhi standar
kualitas yang disyaratkan sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap
badan air penerima sebagai pembuangan akhir, ataupun untuk dimanfaatkan
kembali sebagai sumber air minum ataupun untuk kepentingan lainnya.
Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka diperlukan adanya sistem
pengolahan air limbah yang terpadu. Dalam menentukan sistem pengolahan
yang paling ekonomis dan efisien berdasarkan karakteristik air buangan, baik
kualitas maupun kuantitasnya maka perlu ditentukan terlebih dahulu beberapa
alternatif yang diperkirakan dapat memenuhi tujuan pengolahan yang
ditetapkan.
Terdapat berbagai macam teknologi yang dapat digunakan dalam
mengolah air limbah domestik. Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi
dan pengkajian secara lengkap terhadap alternatif-alternatif teknologi yang
dapat diterapkan dalam sistem pengolahan air limbah domestik.
Pengembangan sistem teknologi tersebut harus mengacu pada dasar-dasar
desain yang sudah ditetapkan dan prinsip proses pengolahan untuk mencapai
hasil yang maksimal.
Dari beberapa alternatif yang diajukan tersebut, kemudian dipilih
salah satu alternatif terbaik sebagai alternatif terpilih yang nantinya akan
diterapkan pada daerah perencanaan. Dalam mengajukan alternatif
pengolahan air limbah domestik perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara
lain :
a. Karakteristik air limbah
Karakteristik air limbah terutama yang berhubungan dengan kualitas
atau konsentrasi parameter-parameter yang akan diolah seperti yang akan
mempengaruhi beban pengolahan air limbah. Dengan demikian diharapkan
alternatif yang terpilih adalah alternatif terbaik sehingga kualitas efluen
yang disyaratkan akan dapat terpenuhi.
b. Efisiensi pengolahan
Efisiensi pengolahan ditujukan agar pengolahan air limbah
menghasilkan efluen yang dapat memenuhi persyaratan atau standar yang
telah ditentukan untuk dapat dibuang ke lingkungan ataupun untuk
dimanfaatkan kembali. Dengan demikian jenis pengolahan yang akan
dibangun harus dapat menjamin bahwa kualitas efluen dapat diterima oleh
badan air sesuai dengan standar yang ditetapkan. Efisiensi pengolahan dari
beberapa unit yang tersedia biasanya telah diketahui melalui literatur yang
didapat dari berbagai percobaan dan data-data dari unit pengolahan yang
telah ada sebelumnya.
c. Aspek teknis
Aspek teknis menyangkut segi konstruksi, operasional, dan
pemeliharaan. Segi konstruksi yaitu tentang teknis pelaksanaan,
ketersediaan tenaga ahli dan kemudahan pengadaan material dalam
pembuatan atau pembangunan instalasi pengolahan air limbah yang
tentunya diutamakan untuk menggunakan sumber daya setempat.
Sedangkan dari segi operasional dan pemeliharaan adalah menyangkut
ketersediaan tenaga ahli, peralatan, dan ketersediaan atau kemudahan
pengadaan material seperti bahan kimia untuk menunjang pengoperasian
dan pemeliharaan instalasi sehingga mencapai efektivitas yang diharapkan.
d. Aspek ekonomis
Aspek ekonomi menyangkut masalah pembiayaan untuk pembuatan
atau pembangunan instalasi serta untuk pengoperasian dan pemeliharaan
instalasi bangunan pengolahan air limbah yang dikaitkan dengan
kemampuan pendanaan.
e. Aspek lingkungan
Aspek ini menyangkut masalah gangguan terhadap masyarakat atau
penduduk di sekitar instalasi pengolahan air limbah serta masalah
gangguan terhadap keseimbangan ekologis tempat pelimpahannya dan
masalah kesehatan lingkungan.
f. Luas lahan yang tersedia dan kesesuaian dengan kondisi fisik lahan
Jika lahan yang tersedia tidak begitu memadai maka sistem pengolahan
air limbah yang akan digunakan adalah instalasi yang hemat lahan.
Kesesuaian dengan kondisi fisik lahan adalah keterkaitan sistem
pengolahan air limbah yang digunakan dengan keadaan topografi kota,
drainase kota, pola perumahan dan sebagainya.
g. Kemudahan pelaksanaan
Aspek ini menyangkut tentang kemudahan dalam pelaksanaan
pemasangan pipa, kemudahan dalam penyambungan instalasi, serta
kesederhanaan dalam pengoperasian dari sistem pengolahan air limbah.
4.2 Prinsip Pengolahan Air Limbah
Prinsip pengolahan air limbah adalah melakukan penyisihan terhadap
materi polutan secara fisika, kimia, dan biologi. Urutan proses pengolahan itu
sendiri sebenarnya sangat bergantung pada karakteristik influen, dengan
mempertimbangkan kemudahan suatu materi polutan dipisahkan dan sangat
berkaitan dengan rangkaian proses selanjutnya. Pengolahan secara fisika
adalah dengan cara memanfaatkan fenomena fisik, seperti screening, mixing,
flokulasi, sedimentasi, flotasi, filtrasi, dan gas transfer. Proses kimia terjadi
karena penyisihan atau konversi dari kontaminan dengan cara penambahan
zat kimia. Pengolahan dimana penyisihan kontaminan dilakukan oleh suatu
aktivitas biologi disebut proses biologi.
4.3 Inventarisasi Unit Pengolahan
Secara garis besar pengolahan air limbah terdiri dari beberapa tahapan yaitu :
1. Pengolahan tingkat pertama (Primary Treatment), yaitu pengolahan secara
fisik bertujuan untuk memisahkan benda–benda kasar dan partikel-partikel
tersuspensi secara gravitasi.
2. Pengolahan tingkat kedua (Secondary Treatment), yaitu pengolahan secara
biologis dan kimiawi bertujuan untuk memisahkan substansi organik
terlarut di dalam air limbah.
3. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment), yaitu pengolahan lumpur yang
muncul dari unit–unit pengolahan sebelumnya, dengan mengurangi kadar
air yang terkandung didalamnya, menjadikan lumpur lebih padat dan
memudahkan penanganan selanjutnya.
4.3.1 Pengolahan Tingkat Pertama (Primary Treatment)
Tujuan dari Primary Treatment ini adalah (Metcalf & Eddy, 1991):
1. Melindungi peralatan-peralatan instalasi dari kerusakan akibat benda-
benda atau materi-materi kasar yang masuk pada IPAL.
2. Mengurangi beban pengolahan pada tahap berikutnya.
A. Unit Screening
Unit screening bertujuan untuk menyisihkan dengan cara menyaring
benda-benda/material kasar seperti plastik, kain, dan lain-lain yang
masuk di dalam sistem penyaluran menuju instalasi. Jika tidak disisihkan,
material ini memiliki potensi untuk merusak sistem pompa, mengganggu
kerja alat ukur, valve, nozzle, saluran pipa, dan peralatan-peralatan
lainnya yang akan menyebabkan masalah pada pengoperasian dan
perawatan sistem (Qasim, 1985). Pada unit ini dapat diterapkan dengan
menggunakan peralatan secara manual maupun mekanis. Unit-unit yang
dapat digunakan dalam penyisihan materi tersebut adalah :
a. Coarse Screen
Biasanya diletakkan diawal instalasi, untuk melindungi peralatan-
peralatan selanjutnya dari gangguan benda-benda berukuran besar.
b. Fine Screen
Unit fine screen ini mempunyai bukaan antar bar yang lebih sempit
dibandingkan dengan coarse screen. Unit ini biasanya dibuat secara
mekanikal. Unit ini mempunyai fungsi yang sama dengan coarse screen,
hanya saja mempunyai tingkat penyisihan yang lebih baik.
B. Grit Chamber
Grit Chamber merupakan unit yang biasa digunakan dalam
pengolahan limbah domestik. Unit ini memiliki tujuan sebagai unit untuk
menyisihkan butiran-butiran pasir yang ada di dalam air limbah.
Sehingga dapat melindung pompa dari kerusakan, mencegah terjadinya
efek clogging di dalam pipa, mencegah efek cementing pada dasar unit
digester dan bak sedimentasi I, serta mengurangi akumulasi materi inert
di bak aerasi dan digester sehingga mengurangi volume tangki (Qasim,
1985). Butir-butir pasir dalam air limbah dengan spesific gravity 1,5 –
2,7 yang masuk ke dalam instalasi dapat diendapkan secara gravitasi.
Pasir yang dimaksudkan adalah termasuk benda/material lainnya yang
tidak membusuk dan lebih berat daripada materi organik. Jenis unit Grit
Chamber yang dapat digunakan adalah :
a. Velocity-controlled grit chamber
Unit ini berupa bak panjang dan sempit dengan sistem pengontrolan
kecepatan air limbah yang masuk. Kecepatan air limbah yang masuk unit
ini dipertahankan pada kondisi yang memungkinkan terjadinya
pengendapan butiran pasir, dan melewatkan materi lain selain pasir.
b. Aerated grit chamber
Dalam unit ini, air limbah akan mengalami aliran spiral yang
disebabkan oleh udara kompresi yang dilepaskan melalui difuser. Udara
yang dipompakan ke dekat dasar bak dirancang pada kondisi masih
memungkinkan butiran pasir mengendap, sedangkan partikel organik
lainnya akan terbawa bersama air limbah untuk memasuki unit
pengolahan selanjutnya. Keuntungan Aerated Grit Chamber
dibandingkan dengan velocity-controlled grit chamber ialah dapat
sekaligus digunakan untuk penambahan zat kimia, pengadukan, dan
flokulasi bila diperlukan sebelum masuk ke pengolahan selanjutnya.
Selain itu, Aerated Grit Chamber juga dapat mengurangi bau dan
cenderung lebih efisiensi dalam menyisihkan BOD5 dengan headloss
yang lebih kecil serta penyisihan lemak/minyak dapat dibuat jika unit ini
ditambah peralatan skimming, dan pemberian udara ke dalam bak dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan (Qasim,1985).
C. Comminutor
Comminutor digunakan untuk memotong-motong benda-benda kasar
yang berada dalam aliran air limbah sehingga memiliki ukuran yang
relatif seragam dan kecil. Hal ini akan meringankan beban kerja unit-unit
selanjutnya terutama pada saat proses pengendapan yaitu pada unit
sedimentasi pertama. Comminutor diletakkan setelah grit chamber
dengan maksud untuk mencegah pisau-pisau pemotong yang terdapat
pada comminutor tidak cepat tumpul akibat adanya pasir dalam aliran air
limbah.
D. Bak Sedimentasi I
Bak sedimentasi I dirancang sedemikian rupa sehingga suspended
solid dapat mengendap secara gravitasi, sedangkan materi-materi lain
yang lebih ringan akan masuk ke unit selanjutnya. Pengendapan pada
unit ini mengikuti tipe I/ pengendapan diskrit dimana partikel suspended
solid yang mengendap tidak mengalami perubahan ukuran maupun
massa. Efisiensi bak pengendap ini secara umum bergantung pada waktu
detensi, kedalaman bak, luas permukaan, kecepatan pengendapan
partikel, ukuran partikel, densitas partikel, suhu, dan juga cara
pengoperasiannya. Unit bak Bak sedimentasi I dapat dibuat dalam bentuk
lingkaran persegi panjang, ataupun segi empat. Secara umum bak harus
dibuat sedemikian rupa sehingga aliran singkat tidak terjadi, sehingga
perlu peletakan inlet dan outlet yang tepat.
4.3.2 Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)
Setelah melalui unit-unit pengolahan tingkat pertama, air limbah
selanjutnya menuju unit pengolahan tingkat kedua. Di dalam pengolahan
tingkat kedua akan dilakukan pengolahan secara biologi yaitu
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang berada dalam air limbah
untuk mereduksi materi-materi organik terlarut menjadi material tersuspensi
sehingga dapat dipisahkan melalui proses pengendapan. Proses ini sangat
membutuhkan kondisi yang spesifik seperti suhu, pH, oksigen, pengadukan,
nutrien, dan lain-lain.
Tujuan dari unit pengolahan tingkat kedua yaitu untuk
menghilangkan polutan senyawa organik yang terlarut dan tersuspensi. Ada
banyak teknologi pengolahan secara biologi yang dapat diterapkan yang
memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Ada beberapa macam
teknologi pengolahan tingkat kedua antara lain:
Extended Aeration
Extended Aeration merupakan salah satu modifikasi dari proses
lumpur aktif yang menyajikan pengolahan biologis untuk penyisihan limbah
organik yang dapat terurai pada kondisi aerobik. Udara dapat disuplai dari
aerasi terdifusi atau secara mekanik untuk menyuplai oksigen yang
diperlukan untuk mempertahankan proses biologi secara aerobik.
Pengadukan harus dilakukan melalui aerasi atau secara mekanik untuk
mempertahankan mikroorganisme agar berkontak dengan organik terlarut.
Tambahan lain pH harus dikontrol untuk mengoptimalkan proses biologi
dan nutrien penting harus ada untuk memudahkan pertumbuhan biologis dan
lanjutan dari degradasi secara biologi.
Air limbah yang masuk akan disaring untuk menyisihkan padatan
tersuspensi/terapung sebelum memasuki tangki aerasi yang diberi oksigen
dan pengadukan. Padatan akan mengendap pada dasar bak sedimentasi
dimana mikroorganisme juga berada pada dasar bak dan sebagian akan
dipompa kembali ke unit pengolahan awal. Materi yang dikembalikan
merupakan lumpur balik atau return sludge. Materi yang tidak dikembalikan
atau waste sludge akan dibuang. Air limbah yang berada pada bak
sedimentasi akan mengalir melewati ambang dan selanjutnya dibuang ke
lingkungan (bila perlu dilakukan disinfeksi terlebih dahulu sebelum
dibuang).
Extended Aeration cocok digunakan pada komunitas kecil dimana
debit air limbah yang akan diolah kecil serta tidak menghasilkan lumpur
yang banyak. Komponen yang penting dalam pengolahan ini terdiri dari
bagian berikut: pompa transfer untuk memindahkan air limbah antara bak
ekualisasi dan zona aerasi; bar screen dan/atau penggiling untuk mengurangi
ukuran padatan besar dan sistem aerasi terdiri dari blower dan difuser untuk
ekualisasi, aerasi dan zona pengendap lumpur; pompa untuk
mengembalikan lumpur; skimmer dan ambang efluen untuk pengendap; dan
sinar UV, cairan HCl atau tablet modules pada zona disinfeksi. Blowers dan
panel kontrol memiliki tombol, lampu, dan starter motor terpasang pada atas
atau samping sistem pengolahan (Sloan,1999).
Kelebihan dari Extended Aeration antara lain:
1. Mudah dioperasikan dan dipasang
2. Lebih baik dalam menangani beban organik dan fluktuasi debit
3. Bebas dari bau
4. Menghasilkan lumpur yang sedikit karena umur lumpur yang panjang
Kelemahan dari Extended Aeration antara lain:
1. Tidak menghasilkan denitirifikasi atau penyisihan fosfor tanpa
penambahan unit pengolahan
2. Fleksibiltas terbatas untuk menyesuaikan terhadap perubahan
persyaratan efluen akibat dari perubahan pengaturan perundangan
3. Aerasi yang lebih lama membutuhkan energi yang lebih
4.3.3 Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur merupakan padatan yang terakumulasi dan terkonsentrasi
yang dihasilkan dari proses dalam unit instalasi pengolahan air dan belum
mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Proses pengolahan lumpur
meliputi proses pengentalan (thickening), stabilisasi (stabilization atau
digestion), pengeringan (dewatering), dan pembuangan (disposal). Setiap
jenis pengolahan lumpur memiliki beberapa alternatif metode pengolahan
seperti berikut:
1. Thickening. Lumpur yang terkumpul dari proses pada bak sedimentasi I
dan unit pengolahan biologis dilakukan pengentalan terlebih dahulu
sebelum diolah ke pengolahan selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk
mereduksi volume lumpur, dan meringankan beban pada proses pengolahan
lumpur selanjutnya yang akan berkaitan dengan volume dan kapasitas
tangki, jumlah zat kimia yang dibutuhkan, jumlah panas pada digester, dan
lain-lain. Lumpur yang dihasilkan akan memiliki konsentrasi 0,25-12%
berat solid, tergantung pada cara operasi dan proses yang digunakan. Ada
beberapa jenis dalam proses ini yang dapat diterapkan, yakni :
a. Gravity Thickening
b. Dissolved Air Flotation (DAF)
c. Centrifugation
2. Digestion. Tujuan stabilisasi lumpur ialah untuk mereduksi pathogen,
mengurangi bau, dan mencegah pembusukan. Upaya ini dilakukan dengan
cara reduksi biologi terhadap materi volatil, oksidasi kimia, pembubuhan zat
kimia yang memberikan kondisi tak layak bagi kehidupan mikroorganisme,
dan lain-lain. Ada beberapa jenis dalam proses ini yang dapat diterapkan,
yakni :
a. Aerobic Digestion
b. Anaerobic Disestion
c. Proses lain, seperti Chemical Oxidation, Lime Stabilization, dan Heat
Treatment
3. Dewatering. Tujuan dari dewatering yaitu untuk mengurangi kadar air
dalam lumpur atau menghasilkan kadar solid sebesar 20-30%. Ada beberapa
jenis dalam proses ini yang dapat diterapkan, yakni :
a. Sludge Drying Beds (SDB)
b. Centrifugal Dewatering
c. Vacuum Filter
d. Belt Filter Press

4.4 Alternatif Sistem Pengolahan


Dari hasil inventarisasi unit-unit pengolahan yang telah disebutkan
diatas dan mempertimbangkan dari hasil kualitas pengolahan air limbah IPAL
Semanggi, maka dipilih unit-unit sebagai berikut:
A. Pengolahan Tingkat Pertama (Primary Treatment)
Pada umumnya pengolahan tingkat pertama berfungsi untuk
menghindari kerusakan peralatan-peralatan instalasi pada unit setelahnya
akibat benda-benda atau materi-materi kasar yang masuk pada IPAL dan
mengurangi beban pengolahan pada tahap berikutnya. Unit-unit yang
akan digunakan sama seperti pada kondisi eksisting sebelumnya yaitu
Grit Chamber.
B. Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)

C. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)


4.5 Analisis Pemilihan Alternatif
Dari berbagai alternatif yang diajukan akan dipilih satu alternatif
terbaik. Penentuan alternatif terpilih dilakukan melalui suatu metode
pembobotan dengan mempertimbangkan berbagai aspek untuk
menghasilkan suatu keputusan yang objektif. Terdapat berbagai macam
metode pembobotan yang dapat digunakan, tergantung kepada kelebihan
dan kekurangan yang dimilikinya. Metode pembobotan yang digunakan
adalah SAW atau Simple Additive Weight atau sering juga dikenal istilah
metode penjumlahan terbobot.
Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot
dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967)
(MacCrimmon, 1968). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi
matriks keputusan (X) ke dalam suatu skala yang dapat diperbandingkan
dengan semua rating alternatif yang ada. Metode ini merupakan metode
yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam menghadapi
situasi Multiple Attribute Decision Making (MADM) yang merupakan suatu
metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah
alternatif dengan kriteria tertentu. Kelebihan dari metode ini pada
kemampuannya untuk melakukan penilaian secara lebih tepat karena
didasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah ditentukan,
selain itu SAW juga dapat menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah
alternatif yang ada karena adanya proses perangkingan setelah menentukan
bobot untuk setiap atribut (Kusumadewi, Harjoko, dan Wardoyo. 2006).
BAB V

DIMENSI UNIT PENGOLAHAN


5.1 Umum
Pada pengembangan ini, sistem pengolahan yang digunakan pada IPAL
Semanggi adalah sistem lumpur aktif dengan extended aeration. Adapun unit-
unit yang akan digunakan pada sistem ini adalah:
a. Pengolahan Tingkat Pertama : Grit Chamber Dan Bak Ekualisasi
b. Pengolahan Tingkat Kedua : Tangki Aerasi Dan Bak
Sedimentasi
c. Pengolahan Lumpur : Solid Separation Chamber, Belt
Filter Press, dan Sludge Drying Bed.
Skema pengolahan air limbah pada IPAL Semanggi dapat diilustrasikan
seperti pada gambar di bawah ini:

Perhitungan kesetimbangan massa perlu dilakukan untuk mengetahui


karakteristik influen reaktor biologi (tangki aerasi) akibat adanya aliran balik ke
dalam sistem. Aliran balik ini menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik
hidrolis, kandungan organik, dan beban pengolahan dari unit – unit selanjutnya.
Adapun perhitungan kesetimbangan massa pada sistem pengolahan air limbah
IPAL Semanggi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
5.2 Pengolahan Tingkat Pertama
5.2.1 Grit Chamber
a. Pengertian
Grit Chamber berfungsi untuk memisahkan pasir dan kerikil atau
partikel kasar lainnya yang mempunyai kecepatan mengendap lebih besar
dari zat organik yang terkandung di dalam air buangan. Tujuan dari
penyisihan ini adalah untuk mencegah kerusakan pada peralatan mekanis,
penyumbatan pipa, pengendapan pada saluran, dan mengurangi akumulasi
inert material pada unit pengolahan selanjutnya (Juliawan, 2004). Pada
pengoperasian unit ini, pengaturan kecepatan aliran (kecepatan horizontal)
sangat penting. Apabila kecepatan horizontal terlalu besar maka sebagian
pasir akan terbawa oleh aliran masuk ke unit berikutnya. Sedangkan bila
kecepatan horizontal terlalu kecil maka bahan-bahan organik akan turut
terendapkan sehingga dapat mengakibatkan pembusukan. Oleh karena itu,
kecepatan aliran pada Grit Chamber didesain agar konstan mendekati 0,3
m/detik (Parker, 1978). Kecepatan ini cukup untuk membiarkan partikel
grit mengendap sementara itu partikel organik akan turut terbawa aliran
melewati bak. Pengatur kecepatan yang digunakan pada perencanaan ini
adalah proporsional weir yang dipasang pada akhir grit chamber.
b. Kriteria Desain

Parameter Simbol Satuan Besaran Sumber


Waktu detensi td detik 45 – 90 Metcalf
&Eddy,2014
Kecepatan horizontal vh m/det 0,25 – 0,4 Metcalf &Eddy,
2014
Kecepatan mengendap Ft/mnt Metcalf &Eddy,
 Diameter 0,2 mm 3,2 – 4,2 2014
 Diameter 0,15 mm 2–3
Specific gravity grit gs 1,5 – 2,7 Qasim, 1985
Specific gravity material 1,02 Qasim,1985
organik
Over flow rate debit maks OR m3/m2/det 0,021198 - Tom D Reynold,
0,02353 1982
Jumlah grit yang m3/106/m3 5 – 200 Qasim,1985
disisihkan
Head loss melalui grit hL % 30 – 40 Qasim,1985
Jumlah bak minimal unit 2 Kawamura,2000

c. Data Perencanaan
d. Perhitungan

5.2.2 Bak Ekualisasi


a. Pengertian
Bak ekualisasi berfungsi untuk menyeragamkan debit aliran buangan
yang berfluktuasi pada kondisi puncak dan minimum. Pertimbangan
menggunakan bak ekualisasi dalam sistem ini adalah untuk meningkatkan
kinerja pengolahan biologi karena akan mengurangi efek shock loading serta
akan menstabilkan pH. Sistem bak ekualisasi yang akan digunakan adalah In-
Line Equalization. Pemompaan pada bak ekualisasi berfungsi untuk
menaikkan air limbah dari ketinggian yang lebih rendah menuju
ketinggian yang tinggi dimana air limbah dapat mengalir secara gravitasi
dalam proses pengolahan selanjutnya dari ketinggian tersebut. Upaya ini
dinilai akan mengurangi biaya operasi karena sistem pengaliran
selanjutnya tidak membutuhkan pemompaan.
b. Kriteria Desain
c. Data Perencanaan
d. Perhitungan

5.3 Pengolahan Tingkat Kedua

5.3 Tangki Aerasi


a. Pengertian
Sistem extended aeration merupakan modifikasi dari sistem lumpur
aktif. Lumpur aktif tipe ini memiliki ciri khas waktu tinggal yang relatif
lama dan rasio makanan berbanding mikroorganisme rendah untuk
menjaga kultur berada di fase endogenous (Peavy, Rowe, Tchobanoglous,
1985). Sistem pengolahan ini menyediakan oksigen yang cukup dan
kondisi lingkungan yang memadai yang memperbolehkan bakteri untuk
mengonsumsi materi organik sehingga dapat hidup dan berkembang biak
pada sistem pengolahan. Dengan demikian, bakteri aerob dan mikroba
menguraikan air limbah ke dalam bentuk yang stabil yaitu bebas dari bau
dan masalah lainnya. Kelebihan menggunakan sistem ini yaitu tidak
diperlukan tangki pengendap primer, waktu aerasi lebih lama sehingga
proses pengolahan lebih baik, pemeliharaan pada peralatan mekanik
mudah dilakukan, dan tahan terhadap shock loading. Efisiensi pengolahan
dari sistem extended aeration yaitu penyisihan BOD sebesar 75% - 95%
(Metcalf and Eddy,1991).
Pada sistem pengolahan ini udara dapat disuplai dari aerasi terdifusi
atau secara mekanik untuk menyuplai oksigen yang diperlukan untuk
mempertahankan proses biologi secara aerobik. Pengadukan harus
dilakukan melalui aerasi atau secara mekanik untuk mempertahankan
mikroorganisme agar berkontak dengan organik terlarut. Tambahan lain
pH harus dikontrol untuk mengoptimalkan proses biologi dan nutrien
penting harus ada untuk memudahkan pertumbuhan biologis dan lanjutan
dari degradasi secara biologi.
Air limbah yang masuk akan disaring untuk menyisihkan padatan
tersuspensi/terapung sebelum memasuki tangki aerasi yang diberi oksigen
dan pengadukan. Padatan akan mengendap pada dasar bak sedimentasi
dimana mikroorganisme juga berada pada dasar bak dan sebagian akan
dipompa kembali ke unit pengolahan awal. Materi yang dikembalikan
merupakan lumpur balik atau return sludge. Materi yang tidak
dikembalikan atau waste sludge akan dibuang. Air limbah yang berada
pada bak sedimentasi akan mengalir melewati ambang dan selanjutnya
dibuang ke lingkungan (bila perlu dilakukan disinfeksi terlebih dahulu
sebelum dibuang).
Extended Aeration cocok digunakan pada komunitas kecil dimana
debit air limbah yang akan diolah kecil serta tidak menghasilkan lumpur
yang banyak. Komponen yang penting dalam pengolahan ini terdiri dari
bagian berikut: pompa transfer untuk memindahkan air limbah antara bak
ekualisasi dan zona aerasi; bar screen dan/atau penggiling untuk
mengurangi ukuran padatan besar dan sistem aerasi terdiri dari blower dan
difuser untuk ekualisasi, aerasi dan zona pengendap lumpur; pompa untuk
mengembalikan lumpur; skimmer dan ambang efluen untuk pengendap;
dan sinar UV, cairan HCl atau tablet modules pada zona disinfeksi.
Blowers dan panel kontrol memiliki tombol, lampu, dan starter motor
terpasang pada atas atau samping sistem pengolahan (Sloan,1999).
b. Kriteria Desain
c. Data Perencanaan
d. Perhitungan

5.4 Bak Sedimentasi


a. Pengertian
Bak pengendap kedua atau bak sedimentasi mempunyai fungsi yang
penting dalam meningkatkan pengolahan air buangan yaitu berfungsi
untuk memisahkan mixed liquor suspended solid dari effluen bak
sedimentasi dan untuk mengentalkan lumpur yang diresirkulasi. Lumpur
yang mengendap pada dasar bak sedimentasi sebagian dipompakan ke
tangki aerasi yang kemudian akan diaerasi kembali.

b. Kriteria Desain
c. Data Perencanaan
d. Perhitungan

5.4 Pengolahan Lumpur


5.5 Solid Separation Chamber (SSC)
a. Pengertian
Fungsi dari unit ini adalah untuk memisahkan padatan dan air pada
lumpur dengan memanfaatkan sifat fisik dari air limbah itu sendiri.
Lumpur yang dihamparkan secara merata diatas media SSC akan
mengalami pemisahan antara padatan di bagian bawah dan cairan di
bagian atas. Cairan yang dipisahkan dapat disalurkan kembali dalam
sistem pengolahan air limbah untuk diolah kembali. Sementara padatan
yang mengalami penirisan akan dikeringkan lebih lanjut pada unit
pengering misalnya Belt Filter Press atau Sludge Drying Bed sesuai
dengan kebutuhan.
b. Kriteria Desain

Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber


Waktu
Permen PU,
pengeringan t 5 – 12 Hari
2017
cake
Waktu
Permen PU,
pengambilan T 1 Hari
2017
cake matang
Permen PU,
Ketebalan cake hc 10 – 30 cm
2017
Tebal lapisan Permen PU,
hk 20 - 30 cm
kerikil 2017
Tebal lapisan Permen PU,
hp 20 - 30 cm
pasir 2017
Permen PU,
Kadar air P 20 %
2017
Permen PU,
Kadar solid Pi 80 %
2017

c. Data Perencanaan
d. Perhitungan

5.6 Belt Filter Press


a. Pengertian
Belt Filter Press memiliki fungsi sebagai alat pengolahan lumpur
dimana penekanan lumpurnya dilakukan oleh sepasang lembar plastik
elastis berpori (filter belt), sehingga air dapat dipaksa keluar dari dalam
lumpur. Belt Filter Press merupakan unit pengolahan lumpur yang
berperan dalam proses dewatering atau pengeringan lumpur. Kelebihan
dari penggunaan Belt Filter Press yakni efluen lumpur memiliki
kandungan solid lebih tinggi (lebih kering), energi yang diperlukan lebih
kecil, dan operasi yang kontinu. Proses dewatering menggunakan Belt
Filter Press terdiri dari tiga tahap dasar operasional yaitu pengkondisian
secara kimia, pengeringan kandungan air berlebih, dan penekanan lumpur.
b. Kriteria Desain

Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber


Metcalf &
Lebar Belt 0.5 - 3.5 m
Eddy, 1991
Sludge Metcalf &
90 - 680 kg/m/jam
Loading Eddy, 1991
Hydraulic Metcalf &
1,6 – 6,3 l/m/detik
Loading Eddy, 1991

c. Data Perencanaan
d. Perhitungan

5.7 Sludge Drying Bed


a. Pengertian
Sludge Drying Bed berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang telah
stabil. Lumpur yang telah dikeringkan pada Sludge Drying Bed diharapkan
sudah memiliki kandungan padatan yang tinggi (20–40% padatan).
Keuntungan dengan menggunakan Sludge Drying Bed adalah biaya
investasi yang kecil, tidak memerlukan perhatian khusus dalam
pengoperasiannya dan konsentrasi solild yang tinggi pada lumpurnya.
Pada pengoperasiannya lumpur diletakkan di atas bed dengan ketebalan
lapisan lumpur 20–30 cm lalu dibiarkan mengering. Sebagian air yang
terkandung di dalam lumpur akan mengalir melalui pori – pori bed dan
sebagian lagi akan menguap. Untuk menampung air yang mengalir ke
bawah ini dibuat suatu sistem drainase lateral dengan menggunakan pipa
berpori (berlubang). Lumpur yang telah mengering pada bagian atas bed
disisihkan dan dapat dibuang ke landfill ataupun dapat juga digunakan
sebagai soil conditioner.
b. Kriteria Desain
Parameter Simbol Besaran Satuan Sumber
Panjang bed P 6 – 30 meter Qasim, 1985
Lebar bed L 5-8 meter Qasim, 1985
Waktu
t 10 - 15 hari Qasim, 1985
pengeringan
Kelembaban
- 60-70 % Qasim, 1985
lumpur efluen
Kandungan
solid lumpur - 30-40 % Qasim, 1985
efluen
Solid capture - 90-100 % Qasim, 1985
Koefisien Metcalf &
c <4
keseragaman Eddy, 1991
Ketebalan bed Metcalf &
d 200-450 mm
Eddy, 1991

c. Data Perencanaan
d. Perhitungan
BAB VI

SPESIFIKASI TEKNIS
BAB VII

OPERASI DAN PEMELIHARAAN


7.1 Operasi Unit Pengolahan
Pengoperasian IPAL domestik dimulai dari start up sampai dengan
kondisi siap untuk dioperasikan. Peralatan pendukung telah siap untuk
berjalan dengan baik dan normal. Operasi normal diartikan apabila aliran
dalam instalasi sudah berlangsung secara kontinu dan teratur. Agar operasi
IPAL berjalan seperti yang diharapkan, diperlukan kontrol terhadap
komponen sistem baik bangunan fisik dan peralatan maupun proses
pengolahannya. Kontrol proses pengolahan sangat penting dilakukan dan
harus rutin mengingat sistem pengolahan yang dilakukan umumnya adalah
biologis (sangat tergantung pada baik tidaknya perkembangan
mikroorganisme yang ada). Pertumbuhan dan hidup mikroorganisme sangat
tergantung pada kondisi lingkungan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran
pengolahan yang diinginkan kedua kontrol sistem tersebut harus dilakukan
dengan rinci dan teliti. Dengan adanya kontrol yang teratur akan mengetahui
karakter dari sistem terutama sistem pengolahannya dengan mudah, sehingga
nantinya akan menjadi mudah pula untuk melakukan evaluasi terhadap
kinerja IPAL.
7.1.1 Unit Pengolahan
1. Grit Chamber
Yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Kecepatan aliran harus konstan, sehingga dibutuhkan suatu alat
pengukur pengontrol aliran
b) Lumpur diskrit terendapkan dalam grit chamber harus secara rutin
dilakukan pengurasan dengan pompa
c) Sampah harus rutin dibersihkan secara manual
d) V notch ditempatkan pada ujung Grit Chamber, pembacaan dilakukan
dari peil scaal yang ada dan dikonversikan ke debit menurut tabel
yang telah disediakan
Untuk menjalankan pompa Grit Chamber, maka sebelum menekan
tombol ON agar diperhatikan apakah disekitar pompa ada benda-benda
yang dapat mengganggu operasi misalnya tali, potongan-potongan kayu,
sampah, dan lain-lain. Serta apabila pompa tertutup total oleh lumpur dan
pasir hendaknya dibersihkan terlebih dahulu. Kejadian saat tombol ditekan
maka arus listrik akan melonjak sampai 5x lipat arus normal (untuk DOL)
dan kemudian kembali pada posisi normal. Apabila posisi amperemeter
berada pada posisi di atas normal terus, maka agar dimatikan dan dicari
gangguannya sesuai petunjuk untuk mengatasi gangguan. Apabila masih
terjadi gangguan maka perlu dipanggilkan teknisi/mekanik.
Untuk memperoleh hasil yang efektif dan efisien dalam menjalankan
pemompaan maka perlu diadakan pengamatan jumlah endapan
lumpur/pasir yang terjadi di dalam Grit Chamber. Dari hasil pengamatan
tersebut dapa ditentukan interval waktu pemompaan dan lamanya
pemompaan yang harus dilakukan sehingga dapat dibuat jadwal
pemompaan yang efektif dan efisien serta tidak membahayakan peralayan
serta dapat diprogram secara otomatis maupun manual. Tidak
diperkenankan pompa bekerja dalam keadaan pasir menutupi impeller
(terkubur) sehingga terjadi kemacetan.
2. Bak Ekualisasi
Yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Pastikan pompa bekerja secara kontinu
b) Perhatikan warna atau bau yang ada di bak ekualisasi, apabila terlihat
masuknya limbah industri melalui manhole
Untuk menghidupkan pompa transfer tinggal menekan tombol on/off
pada panel pompa. Namun juga harus diperhatikan kotoran yang dapat
mengganggu operasi pompa. Apabila telah bebas dari kotoran-kotoran di
sekelilingnya maka pompa dapat dijalankan dengan menekan tombol on.
Perlu diperhatikan pada amperemeter akan terjadi lonjakan arus listrik
sebesar arus normal dan kemudian turun setelah beberapa detik (pada
posisi start Y) dan kemudain terjadi lonjakan lagi yang lebih kecil dari 3x
arus normal dan kemudian turun lagi pada arus normal (posisi start
DELTA). Untuk selanjutnya apabila tidak terjadi gejolak yang kedua maka
pompa bekerja pada posisi start (Y) dan untuk keamanan pompa harus
dimatikan dan perlu memanggil teknisi/mekanik.
Untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien perlu diamati debit
air yang masuk ke IPAL melalui alat ukur yang terpasang di Grit
Chamber. Dari hasil pengamatan tersebut maka dalam interval satu hari
dapat dibuat program pemompaan yang sesuai dengan debit air yang
masuk dan dapat diatur prioritas pompa yang akan bekerja sehingga dapat
dibuat otomatis maupun manual.
3. Bak Aerasi
Yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Bola biofilter diusahakan tetap di dalam kerangkeng
b) Pastikan suplai oksigen kontinyu
c) Atur debit pada gate valve di outlet untuk menghindari shock loading.
d) Pengoperasian dimulai dengan memasukkan bakteri dan air dan
didiamkan kurang lebih 2 hari dengan pengoperasian aerator secara
kontinyu (beroperasi 24 jam). Cek inlet dan outlet, setelah dipastikan
dalam kondisi baik, baru dilakukan pengalira air limbah ke dalam bak
aeras untuk selanjutnya diolah.
e) Pengecekan terhadap pipa inlet dan outlet harus dilakukan setiap 2
kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. Tujuannya yaitu untuk
memastikan tidak ada sampah yang tersumbat yang akan mengganggu
aliran air limbah
f) Pada aerator menggunakan pelumas oli dan harus diganti setiap 3
bulan sekali.
Untuk persiapan menghidupkan aerator maka tidak perlu pemeriksaan
lingkungannya dari kotoran-kotoran yang mengganggu karena aerator
sangat terlindung dari pengaruh luar. Kemudian untuk menghidupkannya
cukup dengan menekan tombol on/off pada panel aerator. Panel aerator
termasuk jenis DOL sehingga hanya terjadi lonjakan arus listrik sekali saja
(5x arus normal) dan kemudian normal. Apabila pada posisi ini ternyata
arus listrik yang bekerja melebihi normal maka agar segera dimatikan dan
panggil teknisi/mekanik.
Untuk mendapatkan aerasi yang efektif dan efisien dan memenuhi
syarat maka untuk menghidupkan aerator harus disesuaikan dan
terintegrasi dengan bekerjanya pompa transfer. Cara ini dapat ditempuh
dengan uji coba terus menerus sehingga dapat ditentukan konfigurasi
antara aerator dan pompa transfer sehingga dapat dibuat program otomatis
maupun manual.
4. Bak Sedimentasi
Yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Pemisahan antara efluen olahan air limbah dengan lumpur aktif
mikroorganisme dilakukan dengan sedimentasi
b) Lumpur sedimentasi yang berisi mikroorganisme aktif dan materi
organik sebagian akan dibuang dan sebagian lagi akan kembali
digunakan pada siklus recycle dalam proses pengolahan
c) Lumpur yang terendapkan harus secara rutin dipompakan menuju bak
pengering lumpur
d) Apabila volume efektif tidak seperti semula dan kadar lumpur dari
katup penguras sudah mulai pekat maka dilakukan pencucian pada bak
yaitu membuka klep penguras, buang semua lumpur dan cuci pada
seluruh permukaan dinding.
5. Belt Filter Press
Yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Buka panel kontrol dan hidupkan semua NFB dalam kotak kontrol,
kemudian tutup panel kontrol. Setting tombol power pada posisi “on”,
indikator putih akan menyala. Pada saat ini tabel mesin siap
dioperasikan
b) Untuk mengoperasikan mesin, kompresor udara harus pada posisi on
dan tunggu untuk mencapai tekanan pengaturan (secara normal 5-6
kg/cm2). Untuk kebutuhan keselamatan, Belt Press didesain untuk
menghentikan semua konsekuensi dari pengoperasian jika kompresor
tidak dapat dinyalakan secara normal atau mencapai tekanan
pengaturan.
1) Cek pressure gauge sudah benar
2) Hidupkan secara manual pengontrol arah untuk menegangkan filter
cloth (kain filter)
3) Setelah lengkap prosedur di atas, Belt Press siap untuk doperasikan.
Secara dasar secara manual atau otomatis.
7.1.2 Peralatan Pendukung
1. Pompa
a. Persiapan
1) Cek kondisi pipa dan katup-katupnya
2) Cek sambungan kabel-kabel pompa
3) Cek posisi pompa
4) Cek kondisi air apakah ada sampah (plastik dan lain-lain)
b. Pengoperasian
Pompa dapat dioperasikan secara manual atau otomatis, pemilihan
dilakukan dengan cara mengoperasikan sakelar pilih pada kontrol panel
1. Operasi Manual
a) Operasikan sakelar pilih (selector switch manual–O-auto) pada
posisi manual
b) Cek kondisi tegangan yang ada dengan mengoperasikan selector
tegangan R-S-T
c) Tekan push button start (warna hijau), hal ini dilakukan jika
tegangan dalam kondisi normal 380 V
d) Perhatikan “Ampere Meter” pada kontrol panel, maksimal arus
yang terdeteksi tidak boleh melebihi arus maksimal yang tertera
pada name plate motor
e) Tekan push button off (warna merah) jika ingin mematikan
pompa
2. Operasi Otomatis
a) Operasikan sakelar pilih pada posisi auto, maka pompa tersebut
akan bekerja secara otomatis berdasarkan perintah dari sensor
water level yang dipasang secara berurutan di dalam bak. Urutan
kerja ini berdasarkan elevasi / ketinggian air
b) Untuk mematikan pompa, operasikan sakelar pilih ke posisi “O”
3. Pengecekan Akhir
Pengecekan akhir dilakukan hanya pada saat pengoperasikan awal
atau setelah perawatan besar, yaitu dengan melihat kembali kondisi
pompa yang ada, apakah terjadi perubahan posisi, pengaturan katup-
katup, sambungan kabel.
2. Genset
a. Lakukan pemeriksaan sekali lagi sebelum genset dioperasikan dan
catat status jam operasi
b. Cek air dalam radiator, oli mesin dan jumlah bahan bakar dalam
tangki harian
c. Kencangkan semua sekrup dan baut
d. Oli dalam governor dalam saringan udara harus cukup sesuai dengan
ketentuan untuk mesin yang menggunakan oli dalam governor dan
saringan udara
e. Buka keran pada tangki harian bahan bakar yang menuju mesin
f. Buka keran solar pada inlet mesin
g. Periksa mesin dan sekitarnya apakah ada sesuatu yang mengganggu
jika mesin dihidupkan
h. Periksa apakah baterai kondisinya baik
i. Cek sakelar output generator apakah sudah dalam posisi off (sakelar
harus dalam kondisi off saat genset mati)
j. Tekan sakelar sebelahnya pada posisi start lalu tekan tombol start.
Jika mesin telah hidup, lepaskan tombol start sementara sakelar tetap
saja pada posisinya sampai tekanan oli normal menujuk angka 50 psi
kemudian lepas sakelar start.
k. Saat awal, mesin jalan dengan putaran idle (rendah) untuk
memanaskan mesin. Sementara itu periksa sekitar mesin apakah
terdapat mur atau baut yang kendor atau kebocoran pada air dan oli
l. Perhatikan suara mesin apakah ada suara yang aneh (tidak normal).
Jika ada segera matikan dan periksa penyebabnya, kemudian ulangi
lagi prosedur diatas. Bila telah selesai pemeriksaan dan tidak
terdapat keganjilan, maka tekan sakelar ke arah RUN (normal)
m. Naikkan sakelar output genset ke arah on, maka arus dari genset
dapat digunakan
n. Sebelum arus didistribusikan ke panel-panel maka periksa dulu:
a. Voltmeter apakah sudah menunjuk 220/380 Volt pada masing-
masing phase
b. Frekuensi meter apakah sudah menunjuk 50 Hz
c. Tekanan oli 50 psi (normal)
o. Catat jam kerja, volt ampere/kW, frekuensi, tekanan oli, dan
temperatur pendingin.
p. V- belt apakah tegangannya cukup
3. Umum
a. PLN dan Genset
Untuk menghidupkan sumber tenaga listrik baik dari PLN maupun
Genset dari keadaan mati sebaiknya semua peralatan listrik dimatikan
terlebih dahulu. Kecuali penerangan listrik boleh dihidupkan pada
malam hari untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
Khusus untuk menghidupkan genset perlu dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan jumlah bahan bakar minyak (BBM) yang ada
2) Pemeriksaan oli yang ada
3) Pemeriksaan air pendingin
4) Pemeriksaan lingkungan, bersihkan benda yang dapat mengganggu
jalannya mesin dan kemudian dapat dijalankan
Apabila mesin dijalankan sampai kurang lebih tujuh kali tidak
dapat bekerja, cek semua petunjuk troubleshooting dan apabila telah
dicek dan tidak dapat bekerja maka perlu dipanggil teknisi mekanik.
Apabila mesin dapat bekerja maka perhatikan alat-alat indikator
listrik/mesin menunjukkan indikasi/angka yang normal sesuai petunjuk
pabrik. Apabila indikator telah memenuhi syarat maka tenaga listrik
boleh di switch on masuk ke jaringan listrik.
b. Pompa-pompa
Untuk menjalankan pompa pada umumnya tidak ada kesulitan
karena hanya menekan secara manual pada tombol ON/OFF pada
masing-masing panel pompa tersebut atau dialihkan melalui switch
secara otomatis. Secara umum, pompa-pompa yang terpasang
semuanya merupakan jenis sentrifugal. Sehingga apabila pada saat
dihidupkan sebaiknya semua katup-katup yang ada di depan pompa
ditutup rapat dan kemudian setelah stabil dibuka pelan-pelan sampai
normal. Tujuan katup ditutup rapat adalah untuk memperkecil konsumsi
tenaga listrik yang diperlukan pada saat start. Pada kenyataan di
lapangan, ini tidak dilakukan karena alasan pompa-pompa yang
dianggap terlalu kecil serta tenaga listrik yang tersedia cukup besar.
c. Panel
Untuk menghidupkan panel, genset atau listrik harus sudah hidup
terlebih dahulu. Untuk itu genset harus sudah hidup ± 5 menit atau
sudah stabil, baru panel dapat dihidupkan. Cara menghidupkan panel
adalah sebagai berikut:
1) Sebelumnya periksa dan pastikan bahwa kedudukan sakelar
seluruhnya pada posisi off, sambungkan kabel dalam kondisi baik
dan pembumian baik
2) Naikkan MCB power input pada panel ke posisi atas ON
3) Selanjutnya masukkan power ke masing-masing panel yang akan
dihidupkan dengan mengangkat sakelar MCB ke atas
4) Untuk menghidupkan alat-alat yang akan digunakan tinggal
menekan tombol push button warna hijau pada masing-masing alat
yang akan digunakan. Lampu indikator kuning akan menyala bila
alat sudah bekerja dengan normal
5) Untuk mematikan peralatan yang digunakan, tinggal menekan
tombol merah maka panel akan mati.
1.2 Pemeliharaan
1.2.1 Unit Pengolahan
1. Grit Chamber

Benda Uraian Lingkup Kegiatan Waktu


Benda Uraian Lingkup Kegiatan Waktu
Kumpulkan
sampah-sampah
yang
tersaring/tersangkut
Screen Bar screen dan masukkan ke Setiap hari
dalam kantong
plastik dan
tampung disuatu
tempat
Tutup sementara
pintu air untuk
Sampah yang
mengurangi atau
mengendap
menampung 3 bulan
(kerikil, pasir,
sampah yang
batu, dll)
mengendap di
sumur pengumpul
Cek dan catat jika
ada keretakan,
Bangunan kebocoran atau Sesuai
bagian atas endapan yang kebutuhan
tertinggal di bagian
atas
Cek kondisi operasi
pintu air, dilihat
dari kelancaran
Pintu air Manual dalam membuka 6 bulan
dan menutup
pemberian oli pada
gear pintu air
Pengambilan
Material yang sampah/material
Receiving tank Setiap hari
mengapung yang mengapung di
permukaan
Cek dan catat
kondisi tangga di
sekitar Grit
Sesuai
Tangga Chamber. Bila
kebutuhan
perlu pegangan
tangga dilakukan
pengecatan
Cek kondisi pipa
overflow.catat jika Sesuai
Pipa overflow
ada kerusakan atau kebutuhan
sumbatan
Mengambil
Bak Grit Material yang
sampah/material 1 bulan
Chamber mengapung
yang mengapung,
Benda Uraian Lingkup Kegiatan Waktu
dimasukkan ke
dalam plastik dan
dibuang di suatu
tempat
Pembersihan
Pompa sumbatan dalam 1 bulan
pompa
Pembersihan water
Float Switches Pembersihan level control/ float 1 bulan
switch
Cek kondisi kabel
pada posisi yang
Sesuai
Kabel benar, sebagai
kebutuhan
akibat adanya arus
air
Dipasang pipa PVC
Pipa PVC untuk untuk melindungi
Sesuai
melindungi kabel float dari
kebutuhan
kabel kondisi kabel
membelit
Cek kondisi float
Fungsional dan kabel saat Setiap hari
beroperasi
Cek level float
switches, apakah Sesuai
Level
sudah terpasang kebutuhan
dengan benar
Cek perpindahan
operasi pompa,
Operating apakah sudah
Setiap hari
Sequences sesuai dengan
pengaturan
autsequence-nya
Cek status operasi
Sesuai
Alarm Float alarm float
kebutuhan
switches
Pengurasan dapat
dilakukan dengan
Endapan Pengurasan pompa hisap Sesuai
lumpur lumpur portabel dan kebutuhan
pengurasan dengan
manual
Over Head Cek kondisi gear
Gear 1 bulan
Crane over head crane
Pemberian grease 3 bulan
Cek dan catat jika Sesuai
Ground level Kondisi struktur
ada kebutuhan
Benda Uraian Lingkup Kegiatan Waktu
retakan/patahan
pada atap dan
dinding
Bersihkan dinding
dari sarang laba-
Setiap hari
laba, debu dan
sampah

2. Bak Ekualisasi

Benda Uraian Lingkup Kegiatan Waktu


Cek dan catat jika
Dinding Sesuai
Struktur ada
manhole kebutuhan
keretakan/patahan
Mengambil
material/sampah
Sampah yang
Pembersihan yang mengapung, Setiap hari
mengapung
dan dibuang di
suatu tempat
Cek pompa dan
Pompa trip, bersihkan
high current, sumbatan jika
Pompa Sesuai
low flow, atau terjadi high
submersible kebutuhan
suara yang aneh current, low flow,
dan getaran atau getaran dan
suara bising
Cek dan catat
Jumlah pompa
jumlah pompa yang Setiap hari
yang beroperasi
beroperasi
Cek kondisi guide
Pump guide rail 1 minggu
rail
Bersihkan dan
ambil material
1 minggu
yang berada di
permukaan air
Bersihkan sampah,
Drain 1 minggu
pasir
Cek kondisi check
Valve Check Valve valve. Cek dengan Setiap hari
pompa (satu-satu)
Catat jika check
valve tidak Setiap hari
beroperasi
Pemberian oli 3 bulan
Cek kondisi gate
Gate Valve Setiap hari
valve beroperasi
Benda Uraian Lingkup Kegiatan Waktu
semua
Catat jika gate
valve tidak Setiap hari
beroperasi
Pemberian oli 3 bulan

3. Tangki Aerasi

Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Cek dan catat jika
Bak aerasi Dinding ada keretakan, Setiap hari
kebocoran
Mengambil semua
material/sampah
Material yang yang mengapung
Pembersihan Setiap hari
mengapung dan
membuangnya di
suatu tempat
Pengambilan
lumpur yang
sudah
Pengambilan Sesuai
Lumpur terakumulasi
lumpur kebutuhan
menggunakan
tangki penyedot
lumpur
Cek dan catat Sesuai
Level air Level air di kolam
level air di kolam kebutuhan
Mengambil
Efluen weir sampah agar tidak Setiap hari
ikut terbuang
Menyikat atau
menyemprot
dengan air untuk
Dinding Sesuai
menghilangkan
tangki kebutuhan
sarang laba-laba
yang menempel di
dinding
Cek dan catat
Warna air di kolam
Kondisi tangki warna air di kolam Setiap hari
dan efluen
dan efluen
Cek dan catat bau
Bau yang berasal dari Setiap hari
kolam
Surface Cek dan catat
Motor Setiap hari
Aerator kondisi motor
Suara Catat high current Setiap hari
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
bising/getaran/panas atau voltage yang
tidak normal
Cek dan catat
Pencatatan
running ampere,
ampere/voltage & Setiap hari
voltage, dan
running hour
running hours
Cek dan catat
kondisi
Reducer Gear Box 3 bulan
operasional motor
reducer gear box
Cek kualitas dan 3 bulan
Gear Box Oil
kuantitas oli
Jika oli terlihat 3 bulan
berwarna hitam,
lakukan
penggantian

4. Bak Sedimentasi

Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Cek dan catat jika
Sesuai
Dinding Struktur ada
kebutuhan
keretakan/patahan
Mengambil
material/sampah
Sampah yang
Pembersihan yang mengapung Setiap hari
mengapung
dan dibuang di
suatu tempat
Menyikat dinding Setiap hari
Overflow Weir
overflow
Pengambilan Setiap hari
lumpur yang
sudah
Lumpur yang
Lumpur terakumulasi
mengendap
menggunakan
tangki penyedot
lumpur

5. Bak pengering lumpur (Sludge Drying Bed)

Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Cek dan catat jika
Sesuai
Dinding Struktur ada
kebutuhan
keretakan/patahan
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Membersihkan
rumput dan
Pembersihan Sampah dan rumput sampah yang Setiap hari
mengotori bak dan
sekitarnya
Pengambilan Sesuai
lumpur yang kebutuhan
sudah
Lumpur yang
Lumpur terakumulasi
mengendap
menggunakan
pacul untuk
kompos

6. Belt Filter Press

Benda Pemeliharaan dan pembenaran


 Pastikan motor cukup didinginkan dengan
ventilasi yang baik dari kipas samping
 Cek level oil melalui kaca penglihatan. Isi
Drive Motor (motor
ulang oli baru jika level oil rendah
penggerak)
 Unit ini harus dimasukkan ke servis secara
bertahap, jngan langsung menerapkan beban
maksimal
 Bersihkan lumpur pada penggeruk
Sludge Scraper
setelah belt press berhenti. Silahkan
(penggeruk lumpur)
ganti scraper baru bila sudah rusak
Filter Cloths Tension  Silahkan tegangan kain filter dengan
Adjuster (penyesuaian penggontrol arah manual atau silinder
tegangan kain filter) udara
 Singkirkan pipa dan nozzle untuk
Washing Pipes And
pembersihan. Pipa membersihkan diri,
Nozzles (pencucian pipa
putar roda untuk membersihkan
dan nozzle)
nozzle
 Jaga pelumasan dalam level aman
Air Control Unit (unit
untuk melindung silinder udara, valve
kontrol udara)
makanik, dan limit switch
 Gunakan semprot tekanan tinggi untuk
mencuci kain filter ketika sistem
pencucian tidak dapat
Filter Cloths Obstructed
membersihkannya secara
(gangguan/penyumbatan
jelas/menyeluruh
kain filter)
 Ganti kain filter baru ketika semprot
tekanan tinggi tidak dapat
membersihkannya
7.2.2 Mekanikal dan Elektrikal
Untuk pemeliharaan mekanikal dan elektrikal diambil interval kegiatan per-
150 jam kerja khusus untuk barang-barang bergerak/aktif dan interval 4 bulan
untuk barang-barang tidak bergerak/pasif. Untuk itu perlu dibuat tabel
kegiatan dengan target operasi 10.000 jam untuk barang bergerak dan 5 tahun
untuk barang tidak bergerak.
Barang-barang bergerak :
Interval Kerja (jam)
No Uraian
150 450 1200 3600 10000

Mesin Diesel
1 Ganti oli v
2 Ganti filter oli v
3 Ganti air filter v
4 Ganti filter v
solar
5 Periksa screen v
solar
6 Periksa air aki v
7 Periksa v
injektor
8 Periksa valve/ v
top service
9 General v
overhaul
Generator
1 Pemeriksaan v
tahanan
isolasi
2 Pemeriksaan v
debu-debu
3 Pemeriksaan v
Interval Kerja (jam)
No Uraian
150 450 1200 3600 10000

kopel/bearing
4 Pemeriksaan v
kondisi
bearing

Barang-barang tidak bergerak :


No Uraian 4 bulan 8 bulan 12 bulan
1 Pompa transfer v
2 Pompa lumpur v
3 Aerator v
4 Pompa kuras v
5 Deep well pump v
6 Panel-panel v

Kegiatan pemeliharaan untuk pompa berat meliputi:


1. Pemeliharaan badan pompa
2. Pemeliharaan impeller pompa
3. Pemeriksaan bearing
4. Pengukuran tahanan isolasi kabel dan motor

Kegiatan pemeliharaan untuk panel meliputi:

1. Pemeriksaan dan kencangkan baut kabel


2. Pemeriksaan kontaktor-kontaktor utama
3. Bersihkan panel dari kotoran

Untuk mengatasi gangguan-gangguan pada peralatan mekanik/elektrik dapat


ditempuh dengan langkah sebagai berikut:

a. Mesin diesel
 Lakukan bleeding pada saluran bahan bakar (BBM) melalui fasilitas
bleeding yang ada sehingga apabila terdapat angin (udara) di dalam
saluran bahan bakar dapat keluar semua
 Drainage pada filter BBM dan gelas duga dll. Agar dikerjakan
sehingga apabila terdapat air yang terjebak dapat dikeluarkan semua
 Periksa filter BBM dari kemungkinan tersumbat
 Periksa persediaan BBM
b. Generator
 Pemeriksaan semua sekering, main breaker, dll
 Kemudian apabila masih terjadi gangguan pada genset tersebut
agar dipanggilkan teknisi/mekanik
c. Panel/pompa
Pada umumnya semua panel pompa telah dilengkapi pengaman-pengaman standar
dan untuk itu apabila terjadi gangguan operasi agar diperiksa:
 TOR (Thermal Level Relay)
 WLC (Water Level Control)
 TDS (Time Delay Switch)
 Overheating Protection Switch pada pompa
 Moisturation Protection pada pompa
d. Pompa Submersible
1. Pencegahan
a) Pengecekan
Pompa ini memang dirancang untuk digunakan pada kondisi air
kotor yang mengandung partikel berukuran kecil. Untuk itu yang
perlu adalah kondisi air jangan sampai ada sampah-sampah yang
berukuran besar juga benda-benda yang lentur/panjang (karet, tali
plastik). Perhatikan juga arus listrik yang terpakai pada ampere
meter di panel kontrol.
b) Pembersihan
Bersihkan pompa bagian dalam dan luar jika pompa tersebut
diangkat keluar dari bak. Hal ini dilakukan agar pompa (terutama
pada sela-selanya) tidak rusak, karena kotoran yang melekat bila
kering akan mengeras dan dapat menyebabkan kerusakan sealpada
saat pompa digunakan.
2. Pemeliharaan
a. Posisi pompa
1) Cek perlu dilakukan waterpass posisi pompa supaya lurus
impeller dengan motor
2) Cek penyesuaian kopel pompa terhadap kelurusan as motor ke
impeller
3) Cek kondisi impeller, motor, dan as
4) Cek casing popa dan motor apakah perlu perbaikan
b. Lacer
1) Cek kondisi lacer apakah masih baik, kalau kondisi masih baik
perlu pelumasan dan bila sudah goyang atau bunyi bila diputar
perlu penggantian baru dengan jenis dan bentuk sesuai kondisi
yang direkomendasi oleh pabrikan
2) Cek kondisi cill lacer. Bila sudah aus perlu penggantian supaya
air tidak masuk ke sistem listrik motor
c. Motor pompa
1) Cek ampere pompa apakah sudah sesuai dengan namplet yang
tertera
2) Cek cill motor untuk dilakukan penggantian
3) Cek konek power kabel dan terminal kabel apakah perlu
penggantian
4) Cek power kabel atau di merger
5) Cek putaran atau rpm pompa
6) Cek mor dan baut penutup motor
d. Impeller
1) Cek kondisi impeller apakah diperlukan perbaikan dan
balancing ulang
2) Cek dudukan impeller apakah mengalami perubahan
3) Cek cill impeller apakah sudah aus dan perlu penggantian
4) Cek mor dan baut pengunci
3. Permasalahan
a. Penyebab pompa tidak mau dijalankan
1) Tegangan yang ada terhadap motor ada gangguan
2) Sambungan listrik ada gangguan
3) Sensor temperatur bekerja karena motor panas
4) Impeller pompa tersumbat kotoran
b. Penyebab air tidak keluar
1) Arah putar salah
2) Total head berlebihan
3) Impeller lepas atau aus
4. Perbaikan pompa
Perbaikan pompa terdiri dari pengangkatan pompa dan overhead untuk
melakukan penggantian komponen yang rusak. Alat pengangkat/takel
sangatlah diperlukan untuk mengangkat pompa dari bak. Prosedurnya
sebagai berikut:
a) Putuskan aliran listrik dan lepaskan kabel power ke motor. Hal ini
harus dilakukan oleh teknisi listrik yang terlatih
b) Angkat pompa ke permukaan dengan menggunakan alat
pengangkat/katrol
c) Bersihkan pompa tersebut dari kotoran-kotoran yang menempel
dengan cara disiram air bertekanan dan dikeringkan
d) Pindahkan pompa tersebut ke ruang bengkel dan tempatkan pada
ruang yang bersih
e) Letakkan pompa mendatar dan buka oli plug No.35 untuk
mengeluarkan oli yang ada pada pompa
f) Buka baut-baut yang mengikat suction cover No.28, setelah baut-
baut terbuka lepaskan bagian suction tersebut dan bersihkan
g) Lepaskan mur pengikat (Hex Nut) No. 54-2 dan lepaskan impeller
no.21 dengan menggunakan alat penarik (trecker) dan bersihkan
kotoran yang masih melekat
h) Buka baut-baut pengikat rumah pompa (pump casing) No.20
kemudian keluarkan mechanical seal No. 25 dan cek apakah
kondisi mechanical seal tersebut masih baik (dapat dilihat pada
kondisi permukaan cincin-cincin silikon-karbon, ada cacat atau
masih halus)
i) Buka baut pengikat penutup motor no.50 dan lepaskan pula stuffing
box pada No.6 untuk melepaskan kabel motor
j) Lepas baut pengikat penutup motor No.50 dan lepaskan motor
No.55 dari pompa dengan cara memukul shart rotor dari posisi
bawah (gunakan pemukul dari plastik atau pemukul besi tapi harus
dilapisi kayu pada saat memukul agar shart tidak rusak).
k) Lepaskan bearing (upper ball bearing No.52 dan thrust bearing
No.59)
Bersihkan semua bagian dengan baik, menggunakan kain yang
dibasahi minyak dan pasang kembali pompa tersebut dengan prosedur
seperti di atas tapi kebalikannya.
e. Perawatan genset
1) Perawatan sistem listrik
a) Periksa tahanan di lokasi gulungan motor dari generator tahanan
isolasi minimal 10 m ohm, bila tahanan isolasi lebih kecil dari
ketentuan tersebut, lakukan perkaitan dahulu, generator tidak boleh
dijalankan
b) Periksa tahanan lokasi pada tegangan rendah, tahanan isolasi antara
fasa dengan fasa dan tahanan lokasi antara fasa dengan badan,
untuk tegangan rendah tahanan isolasi 10 m ohm dan untuk
tegangan tinggi tahanan isolasi 100 m ohm
c) Periksa penyambungan kabel-kabel penghubung ke terminal, bila
ada yang kendor kencangkan kembali
d) Periksa carbon brush, bila hampir habis ganti dengan yang baru.
Jangan menunggu sampai habis sama sekali karena akan
menyebabkan slip pada cincin
e) Periksa generator listrik setiap hari, terutama dari debu dan cairan-
cairannya
2) Motor starter
a) Periksa dan rawatlah sikat-sikat dan kuotatornya
b) Bongkar coupling, pinion, dan tambahkan pelat penyetel apabila
pelat coupling aus karena pion tidak akan berhubungan sempurna
dengan roda gigi gelang pada roda gaya
3) Baterai
a) Lakukan pemeriksaan berkala setiap 60 jam dan periksalah
keadaan baterai usahakan permukaan air baterai kira-kira 10 mm
dari atas pelat baja
b) Isilah baterai dengan air asam (sulfat) baterai yang mempunyai
berat jenis 1280 pada temperatur 20°C
c) Usahakan agar baterai selalu dalam keadaan kering dan bersih
d) Periksa kebersihan sambungan terminalnya kotor atau terkena
korosi kemudian tutuplah dengan lapisan gemuk setelah terminal
dipasang kembali
e) Usahakan agar bagian atas baterai bebas dari logam
4) Perawatan sistem pelumas
a) Bak minyak pelumas
b) Saringan minyak pelumas
c) Tekanan minyak pelumas
5) Perawatan sistem bahan bakar
a) Saringan bahan bakar
b) Saringan pipa hisap pompa bahan bakar
c) Pembuangan udara
d) Pemeriksaan dan penyetelan penyemprot bahan bakar
6) Perawatan sistem udara
a) Saringan udara dengan minyak
b) Saringan udara dengan kertas
c) Menyetel celah bebas katup
d) Mengukur tekanan kompresi di dalam silinder
7) Perawatan sistem pendingin
a) Radiator
b) Tegangan tali kipas angin
c) Termosat

7.2.3 Bangunan Pelengkap


Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Bersihkan dari
1 minggu
rumput liar
Menyapu dan
membersihkan Setiap hari
sampah
Pemotongan 1 minggu
rumput di dalam
kawasan IPAL,
kumpulkan dalam
Rumput di dalam
Landscape kantong plastik
kawasan IPAL
untuk dibuang.
Tinggi rumput
yang telah
dipotong ≤ 2 cm
Rumput yang Pemotongan 1 minggu
berada 1 m di luar rumput sejauh 1 m
pagar IPAL (kecuali di luar pagar batas
area yang tidak bisa IPAL,
dijangkau) dikumpulkan
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
dalam kantong
plastik untuk
dibuang
Membersihkan Setiap hari
kawasan IPAL
Sampah dan daun dari sampah,
daun, pohon
kering/mati
Tutup genangan Sesuai
air (kubangan) kebutuhan
dengan pasir,
Genangan air untuk
menghindari
tempat sarang
penyakit
Memangkas 1 bulan
cabang/dahan
Memangkas pohon pohon yang
di kawasan IPAL membahayakan
dan mengganggu
mobilitas
Memangkas 1 bulan
Memangkas pohon cabang/dahan
di luar kawasan pohon yang
IPAL melanggar batas
wilayah IPAL
Cek jika lampu Setiap hari
beroperasi/nyala.
Lampu jalan Operating status
Catat jika lampu
tidak berfungsi
Cek kondisi tiang Setiap hari
dan rumah lampu
Catat dan atur Sesuai
waktu untuk kebutuhan
Pengatur waktu
waktu operasi
lampu
Menyapu, Setiap hari
Pemeliharaan mengepel dan
Pembersihan umum
gedung pembersihan rutin
lainnya
Cek kondisi Setiap hari
pengaliran air
Air
(PDAM atau
sumur bor)
Cek lampu yang Setiap hari
Penerangan
menyala dan tidak
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
Cek kondisi 1 bulan
Struktur struktrur
bangunan
Pintu dan jendela Cek kondisi teralis 1 bulan
Pemberian oli 1 bulan
pada engsel
Cek kondisi 1 bulan
padlock (kunci)
Cek kondisi Setiap hari
Ruang kontrol Panel kontrol tombol elektrik,
pemancar, dll
Cek kondisi pintu Setiap hari
dan kunci panel
Penggantian Sesuai
komponen (jika kebutuhan
diperlukan)
Cek kondisi Setiap hari
Tombol
lampu dan
penerangan/lampu
saklarnya
Catat jika ada Sesuai
lampu padam dan kebutuhan
segera lakukan
penggantian
Cek dan catat 1 minggu
kondisi pintu,
Pintu/kusen/kunci
kusen, atau tempat
kunci
Pemberian oli 1 bulan
pada engsel,
tempat kunci, atau
bagian lain yang
memungkinkan
Pembersihan dan 1 bulan
pemberian minyak
Jendela
pada engsel
jendela
Cek kondisi Setiap hari
jendela
Catat jika alas Sesuai
Rubber mat (alas karet tidak kebutuhan
karet) tersedia di depan
kontrol panel
Cek kondisi kabel Setiap hari
Tiang lampu
pada tiang lampu
Cek kondisi 1 bulan
Exhaust Fan
ventilasi pada saat
Lingkup
Benda Uraian Waktu
Kegiatan
beroperasi
Catat jika da Sesuai
kerusakan pada kebutuhan
Exhaust Fan
Cek kondisi Setiap hari
Logbook. Catat
Logbook jika sudah habis
atau tidak bisa
dipakai lagi
Cek apakah Alat 1 bulan
pemadam api
masih bisa
Alat pemadam api
dipakai. Catat
tangga
kadarluarsanya
Bersihkan dan Setiap hari
toilet Wastafel
gosok wastafel
Bersihkan dan Setiap hari
sikat kloset.
Kloset
Pastikan dudukan
toilet bersih
Bersihkan dan Setiap hari
Dinding dan lantai gosok lantai dan
dinding
Bersihkan dinding Setiap hari
dari sarang laba-
laba
Cek kondisi floor Setiap hari
drain

7.3 Permasalahan dan Rekomendasi


No Unit/Komponen Permasalahan Rekomendasi/
SPAL Rencana Tindak
Lanjut
1 Unit IPAL  Bar screen sudah  Saringan bar
berkarat dan tdaik screen perlu
bisa dioperasikan diganti dengan
secara optimal saringan
 Saringan bar stainless steel
screen sering  Penggantian
tersumbat sampah teknik manual
sehingga alat dengan elektrik
pengukur debit  Perlu
tidak sesuai ditambahkan
dengan rumus
No Unit/Komponen Permasalahan Rekomendasi/
SPAL Rencana Tindak
Lanjut
 Pengoperasian tegangan listrik
saringan bar agar tegangan
screen masih pompa bisa
menggunakan stabil
teknik manual
2 Elektrikal dan  Kurangnya  Sekeliling IPAL
Mekanikal penerangan pada diberi
lubang v-notch penerangan
 1 unit pompa yang cukup
rusak dan  Motor pompa
kerusakan motor- diganti, perbaiki
motor pompa,
 Tegangan listrik perbaikan
tidak stabil tegangan agar
 Pengoperasian stabil
pompa maksimal  Penggantian
dioperasikan 2-3 motor listrik,
pompa dan aerator perbaikan
 Pengoperasian tegangan listrik,
pompa-pompa penggantian
yang baru jika air sesuai dengan
limbah sedikit tipe dan kondisi
tidak dapat setempat
dioperasikan/overl  Penataan dan
oad pembenahan
 Pengambilan kabel dan
sampah masih komponen panel
menggunakan  Pembersihan
teknik manual ruang genset
 Pengurasan  Outlet/ujung
lumpur pada grit pipa diletakkan
chamber harus pada posisi
sering-sering minimal
dilakukan ketinggian 2/3H
pengadukan (ketebalan air)
lumpurdengan  Dipasang
mixer supaya penghambat
lumpur tidak lumpur sebelum
menjadi padat masuk ke dalam
 Komponen bak ekualisasi
penyangga, rel dan pengurasan
pengangkat dilakukan
pompa rusak secara rutin.
karatan
No Unit/Komponen Permasalahan Rekomendasi/
SPAL Rencana Tindak
Lanjut
3 Umum  Banyak anak-anak  Dipasang papan
/warga yang peringatan
main-main, keluar bahaya di
masuk IPAL sekitar IPAL
 Operator Semanggi
merangkar  Penambahan
tugasnya personil untuk
 Peralatan tenaga
keselamatan kebersihan,
kurang operator, waker
mencukupi dan petugas
 Tidak adanya keamanan.
sumur pantau Disediakan
 Kurang kerjasama tempat tinggal
dari pihak swasta untuk waker
 Peralatan
keselamatan,
sarana dan
prasarana
pendukung
segera
dilengkapi
 Pembuatan
sumur pantau
disekitar IPAL
 Pengadaan suku
cadang
 Kerjasama
dengan instansi
lain
 Peninggian
pagar minimal
tinggi 2 meter
 Penambahan
karet isolator
(rubber mat) di
lantai setiap
ruang
panel/elektrikal
 Pemasangan
rambu-rambu
bahaya di
sekitar IPAL
BAB VIII

RENCANA ANGGARAN BIAYA


BAB IX

PENUTUP

You might also like