You are on page 1of 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

MATA STRABISMUS

Untuk memenuhi
Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Oleh:

Doni Nurdiansyah
AOA0170847
Kelas Kasuari

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Mata Strabismus”.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Mata Strabismus” ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 28 November 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Strabismus merupakan efek penglihatan kedua mata tidak tertuju
pada satu obyek, yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus satu
obyek, pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir kearah
dalam, luar, atas, atau bawah. Seseorang dengan mata juling tidak dapat
melihat suatu obyek dengan kedua mata secara serentak.
Dalam beberapa kasus, otot mata sering menjadi salah satu
penyebab strabismus/juling. Untuk menggerakkan bola mata digunakan
enam macam otot mata. Bila otot itu tidak bekerja normal, maka kedua mata
itu tidak berfungsi secara seimbang. Sehingga jika diantara otot atau saraf
yang tidak normal, keadaan itu bisa menyebabkan seorang menjadi juling.
Pada kondisi penglihatan binokular normal, bayangan suatu benda
jatuh secara bersamaan di fovea masing-masing mata (fiksasi bifovea) dan
meridian vertikal kedua retina tegak lurus. Salah satu mata dapat tidak
sejajar dengan mata yang lain, sehingga pada satu waktu hanya satu mata
yang melihat benda bersangkutan. Setiap penyimpangan dari penjajaran
okular yang sempurna itu disebut “strabismus”. Ketidaksesuaian penjajaran
tersebut dapat terjadi dalam segala arah-ke dalam, ke luar, ke atas, dan ke
bawah. Besar penyimpangan adalah besar sudut mata yang menyimpang
dari penjajaran. Strabismus yang terjadi pada kondisi penglihatan binokular
disebut strabismus manifes, heterotropia, atau tropia. Suatu deviasi yang
hanya muncul setelah penglihatan binokular terganggu (mis. dengan
penutupan salah satu mata) disebut strabismus laten, heterotrofia, atau foria.
Kelainan ini akan menyebabkan gangguan pada penglihatan
binokuler normal sehingga pasien tidak bisa melihat secara stereoskopik. Ini
akan menyebabkan keterbatasan pasien dalam bidang bidang pekerjaan
tertentu yang memerlukan presisi yang tinggi, seperti pilot pesawat terbang,
bidang pertanahan, mesin yang berputar cepat, olah raga dengan objek yang
berputar cepat dan lain-lain.
Disamping itu juga bisa mengakibatkan gangguan kepribadian
dimana anak tersebut akan merasa rendah diri dan menarik diri dari
pergaulan karena cacat tersebut. Kedua akibat yang merugikan ini sering
tidak disadari oleh penderita maupun keluarganya.
Di Indonesia kelainan ini sering diabaikan dan tidak dibawa berobat
karena menganggap kelainan ini sudah merupakan takdir dan tidak bisa
diperbaiki/diobati, sehingga strabismus ini sering juga dijumpai pada orang
dewasa yang kadang-kadang dengan deviasi yang cukup besar. Dinegara
maju kelainan ini sudah jarang dijumapai pada orang dewasa karena
umumnya sudah dideteksi dan ditanggulangi pada usia anak-anak.
Strabismus dijumpai pada sekitar 4% anak. Terapi harus dmulai
sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan untuk mempertahankan
ketajaman penglihatan dan fungsi penglihatan binokular sebaik mungkin.
Strabismus tidak dapat “menghilang” sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari strabismus?
2. Apa saja etiologi dari strabismus?
3. Apa saja manifestasi klinik dari strabismus?
4. Bagaimana pathway dari strabismus?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari strabismus?
6. Apa saja penatalaksanaan pada strabismus?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada strabismus?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari strabismus.
2. Untuk mengetahui etiologi dari strabismus.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari strabismus.
4. Untuk mengetahui pathway dari strabismus.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnosis dari strabismus.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada strabismus.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada strabismus.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Strabismus atau mata juling adalah suatu kondisi dimana kedua mata
tampak tidak searah atau memandang pada dua titik yang berbeda.
(Tamsuri, 2010)
Dalam keadaan normal, kedua mata kita bekerja sama dalam
memandang suatu obyek. Otak akan memadukan kedua gambar yang dilihat
oleh kedua mata tersebut menjadi satu gambaran tiga dimensi yang
memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth perception). Ada
beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung dengan meminta
pasien memandang lurus ke depan. Ketika satu mata memandang lurus ke
depan maka mata sebelahnya dapat saja memandang ke dalam (esotropia),
ke luar (exotropia), ke bawah (hipotropia) atau ke atas (hipertropia). (Ilyas
Sidarta, 2004)

2.2 Etiologi
1. Faktor Keturunan (Indriana, 2004)
“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya
sudah jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi
berhasil baik, maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan
berhasil baik pula.
2. Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler
a. Over development
b. Under development
c. Kelainan letak insertio otot
3. Gangguan pada saraf kranial III, IV Troklearis, atau VI (abdunces)
4. Kelainan dari tulang-tulang orbital
a. Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan
orbital abnormal, sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
b. Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
c. Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
d. Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
e. Kelainan Sensoris
2.3 Manifestasi Klinis
Sebuah tanda nyata adanya strabismus adalah sebelah mata tidak
lurus atau tidak terlihat memandang ke arah yang sama seperti mata
sebelahnya. Kadang-kadang anak-anak akan menutup sebelah matanya saat
terkena sinar matahari yang terang atau memiringkan kepala mereka agar
dapat menggunakan kedua matanya sekaligus.

Anak-anak yang menderita strabismus sejak lahir atau segera


sesudahnya, tidak banyak mengeluhkan adanya pandangan ganda. Tetapi
anak-anak yang mengeluhkan adanya pandangan ganda harus diperiksa
dokter spesialis mata anak dengan seksama. Semua anak seharusnya
diperiksa oleh dokter spesialis mata anak sejak dini terutama bila dalam
keluarganya ada yang menderita strabismus atau ambliopia.

Tanda utama adalah mata tidak lurus artinya bila satu mata terfokus
pada satu obyek, mata yang lain tertuju pada obyek lain. Juga bila anak
melirik, bergiliran bola matanya tidak sampai ke ujung, bias itu terjadi
karena terjadinya hambatan pada pergerakan bola mata sehingga mata tidak
bisa bergerak kesegala arah dengan leluasa. (Brunner,2001)

2.4 Pathway
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya juling dapat dilakukan
dengan: (Vaughan,2000)

1. Pengkajian ketajaman penglihatan


Pengkajian ini dapat dilaksanakan dalam tahap-tahap
ketergantungan pada respon klien dari masing-masing tahap dan alasan
dilaksanakan pengkajian.
a. Tahap I: Lakukan pengkajian sekilas dengan meminta klien
membaca surat kabar / majalah. Pastikan pencahayaannya cukup,
pasien berkacamata seharusnya memakai kacamatanya selama tahap
pengkajian ini. Perhatikan jarak klien memegang lembarang yang
dibaca dari matanya. Pastikan klien mengerti bahasa dan tidak buta
huruf. Mintalah klien membaca dengan kertas untuk memastikan
bahwa klien tidak buta huruf, bila klien mengalami kesulitan
lanjutkan pengujian tahap 2.
b. Tahap II: Gunakan lembar pemeriksaan smaller pastikan lembaran
pemeriksaan benar-benar diterangi, klien berdiri 20 kaki (6,1 m)
jauhnya dari snallen atau duduk di kursi pengkajian yang telah
terpasang berseberangan dengan layer dimulai dari baris pertama
dengan kedua mata terbuka dan kemudian dengan satu mata ditutup
bila klien tidak bisa membaca, gunakan kartu “E” dan tentukan arah
tangan “E” pada anak-anak kecil. Gunakan lembaran dengan
gambaran obyek yang dikenal. Catat nilai ketajaman pengliatan
untuk masing-masing mata dan kedua mta dalam dua nilai.
c. Tahap III: Uji masing-masing klien dengan kartu indeks dengan
menutupi satu mata, minta klien dengan gangguan penglihatan parah
untuk menghitung jari-jari yang diacungkan kurang lebih 1 kaki (30
cm) dari wajah klien, bila klien gagal dalam kedua tes tersebut sinari
mata klien dengan senter kecil dan kemudian padamkan cahayanya
tanyakan apakah klien melihat cahaya
2. Pengkajian lapang penglihatan
Saat seseorang menatap lurus kedepan seluruh obyek dalam lapang
penglihatan perifer secara normal dapat dilihat.
a. Buat klien duduk / berdiri 2 kaki 60 cm jauhnya berhadapan dengan
anda sejajar ketinggian mata.
b. Minta klien untuk menutupi / melapisi dengan perlahan satu mata
menggunakan kartu indeks dan menatap mata anda berlawanan arah
(ex. Mata kiri pasien, mata kanan perawat).
c. Gerakan jari dengan jarak sebanding panjang lengan diluar lapang
penglihatan, minta klien untuk mengatakan bila meliht jari anda.
d. Perlahan tarik jari anda mendekat jari selalu dijaga tetap ditenga
antara anda dan klien.
e. Ulangi prosedur pada sisi yang lain, atas dan bawah selalu harus
membandingan titik dimana anda melihat jari tersebut memasuki
lapang penglihatan anda dan titik dimana klien dapat melihatnya.
f. Ulangi prosedur dengan keempat arah pada mata lainnya.
3. Refleks kornea /sinar yang diarahkan pada pupil, refleksnya pada kornea
dapat sama / tidak sama. Bia letaknya tidak sama dan pantuan sinar pada
mata bila letaknya tidak sama dan pantulan sinar pada mata yang juling
terletak:
a. Di tepi pupil berarti juling 150
b. Di daerah limbus berarti juling 450
c. Bila letak sebelah dalam pada mata yang juling berarti mata juling
keluar/ekstropia sedang bila pantulan sinar pada mata karena
terletak disebelah luar mata yang juling berarti mata juling
kedalam/ekstropia.
4. Pemeriksaan mata tutup buka (cover un cover) / tutup mata bergantian
(alternate cover) berguna untuk melihat adanya foria pada mata.
5. Pemeriksaan dengan filter merah
Bila pada mata yang berfiskasi diletakkan filter merah dan kedua
mata disuruh berfiksasi pada satu sumber cahaya kecil, maka 2
kemungkinan yang dapat terjadi.
a. Penderita melihat 2 sinar, yaitu satu merah yang dilihat mata yang
berfiksasi dan satu lagi putih yaitu dengan mata tanpa filter. Pada
mata esotropia/juling ke dalam kedua bayangan ini tidak bersilangan
atau diplopia homonium. Pada mata extropia atau juling keluar.
Kedua bayangan akan bersilang atau diplopia heteronimus.
b. Kedua mata melihat satu sinar yang berwarna kemerah-merahan
yang merupakan warna penggabungan penglihatan merah dan putih.
Keadaan ini normal, pada keadaan kedua mata normal, keadaan ini
dapat juga terjadi pada mata juling. Hal ini terjadi akibat pada mata
yang lurus bayangan terletak pada macula sedang pada mata yang
juling sudah terdapat korespondensi retina abnormal yang harmonis.
(Dr. Sidarta Ilyas, hal 201 – 202).

2.6 Penatalaksanaan
1. Non Operatif
Penutupan mata yang sehat dengan harapan terjadi rangsangan dari
mata sakit untuk dipakai. Dokter akan merekomendasikan untuk melatih
mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal dengan plester
mata khusus (eye patch). Penggunaan plester mata harus dilakukan
sedini mungkin dan mengikuti petunjuk dokter. (Smetlzer, 2002)
2. Operatif
a. Dilakukan dengan melakukan tindakan pemotongan / pengurangan
panjang otot mata dan pembetulan letaknya.
b. Operasi sering dilakukan dengan alasan kosmetika dan psikologi
untuk mengoreksi juling yang disebabkan oleh esotropia dasar atau
cacat esotropia akomodatif setelah dikoreksi dengan kacamata, saat
operasi berfariasi antara satu orang dan orang lain.
c. Operasi koreksi meliputi memindah / memendekkan otot preosedur
baru adalah menjahit luka yang dapat diatur.

2.7 Asuhan Keperawatan


2.7.1 Pengkajian
1. Biodata : Nama, Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Alamat,
Pendidikan
2. Keluhan utama :
Merasa mata tidak lurus, sakit kepala, mata seperti melihat ganda
3. Riwayat penyakit sekarang
a. Penyimpangan pengihatan
b. Penggunaan kacamata dengan kelainan ruang yang jauh
antara mata kanan dan kiri
c. Adanya trauma mata
d. Terlihat mata ambliopia dan histagmus
e. Mata hipermetropi
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit DM, stroke, hipertensi, trauma kepala, infeksi
mata, pengobatan lase.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya DM, stroke, hipertensi, strabismus.

2.7.2 Pengkajian fisik penglihatan

sinistra dextra

Kelopak mata simetris simetris

konjugtiva Warna Pink (merah Warna Pink (merah


muda) muda)

sklera putih Putih


Bola mata Normal Abnormal

pupil isokor isokor

iris Warna Coklat Warna coklat

lensa jernih jernih

2.7.3 Pemeriksaan Fisik Mata


1. Kelopak Mata, harus terletak merata pada permukaan mata
2. Buku Mata, posisi dan distribusinya
3. Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase
air mata.
4. Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris
diinspeksi secara bersama.
5. Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan
pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal.

2.7.4 Diagnosa keperawatan


1. Gangguan Sensori yang berhubungan dengan kerusakan otot
pengerak mata.
2. Gangguan Citra tubuh yang berhubungan dengan kelainan arah
bola mata.
3. Resiko Cidera yang berhubungan dengan bayangan yang datang
tidak jelas/ganda.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Strabismus adalah kesalahan arah penglihatan salah satu bola mata,
sehingga kedua bola mata terarah kejurusan yang berbeda. Mata juling dapat
disebabkan oleh kelainan fungsi otot luar bola mata oleh tajam penglihatan
yang kurang, dapt juga disebabkan oleh kelainan otot. Gejala utama mata
juling adalah salah satu mata arahnya tidak lurus.

Macam-macam mata juling adalah esotropia (salah satu mata juling


kedalam) dan eksatropia (salah satu menjuling ke luar). Test diagnostic
strabismus dilakukan dengan cara antara lain: pengkajian lapang
penglihatan, pemeriksaan mata tutu buka. Juling dapat terjadi sejak lahir dan
adapula yang terjadi dalam perjalanan hidup.

Tujuan pengobatan strabismus adalah membangun / mengembalikan


penglihatan binouler tunggal, sehingga dengan sendirinya secara kosmetik
indah. Pengobatan strabismus tergantung pada penyebab / jenis julingnya
mata. Tapi secara garus besar pengobatan juling dapat dilakukan dengan
kaca mata, latihan dan operasi, sebaiknya pengobatan strabismus dilakukan
tidak lama setelah terjadinya strabismus.

3.2 Saran
Banyak di Negara kita kasus dengan gangguan mata tersebut yaitu
“strabismus” atau diketahui yaitu mata juling dan kita anggap suatu
kecacatan padahal gangguan mata yang satu ini bisa kita normalkan kembali
dengan cara operasi. Kita tidak harus malu dengan gangguan mata ini
karena tidak mustahil kita bisa sembuh dari gangguan mata ini.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Istiqomah, Indriana N, 2004. Asuhan Keperawatan Pengkajian Tentang Mata.
Fakultas Kedokteran : Jakarta

Ns. Anas Tamsuri, S.Kep.2010.Klien Gangguan Mata dan Penglihatan


Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Prof. Dr Sidarta Ilyas,dkk. 2002. Ilmu penyakit mata. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Smetlzer, Suzanne C. Bare, Brenda G. 2002. "Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah". Jakarta:EGC
Vaughan, Daniel G. Ashbury. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC

You might also like