You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Definisi Fraktur
Menerut Price dan Wilson (2006), fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Sedangkan Helmi
(2012) menjelaskan bahwa fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,
tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Menurut
pendapat lain, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Bruner&Suddart, 2013).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah
patah atau terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh trauma
langsung atau tidak langsung.
2. Etiologi
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah seacara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari
otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan
baru yang tidak terkendali atau progresif.
2) Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang
progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
4) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang
bertugas di kemiliteran (Kristiyanasari, 2012)
3. Klasifikasi
Klasifikasi Fraktur dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :
a. Klasifikasi Etiologis
1) Fraktur traumatik
2) Fraktur patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah
tulang yang telah menjjadi lemah oleh karena tumor atau proses
patologik lainnya (infeksi dan kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma.
3) Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada
orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas merka
atau karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada
daerah tulang yang menopang berat badan.
b. Klasifikasi Klinis
1) Fraktur Tertutup (Simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit
yang tidak tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2) Fraktur Terbuka (Compound Fraktur), adalah frktur dengan
kulit ekstremitas yang terlibat telah ditembus, dan terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karena
adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu :
a) Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.
(1) Luka <1cm
(2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk
(3) Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
(4) Kontaminasi minimal
b) Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit.
(1) Laserasi < 1cm
(2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse.
(3) Fraktur kominutif sedang
(4) Kontaminasi sedang
c) Grade III : Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot
jaringan saraf dan pembuluh darah serta luka sebesar 6-8
cm (Wijaya & Putri, 2013).
c. Klasifikasi Radilogis
1) Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan
dislokasi.
2) Konfigurasi : F. Transversal, F.Oblik, F. Spinal, F. Segmental,
F. Komunitif (lebih dari dua fragmen), F. Avulse, F. Depresi,
F. Epifisis.
3) Menurut Ekstensi : F. Total, F. Tidak Total, F. Buckle atau
torus, F. Garis rambut, F. greenstick.
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya :
tidak bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi,
distraksi, over riding, impaksi) (Kusuma, 2015).
4. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala terjadinya fraktur (Brunner &
Suddarth, 2002) adalah sebagai berikut :
a. Nyeri
b. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (alignment) yang dialami.
c. Pembengkakan akibat vasodilatasi dalam infiltrasi leukosit serta
sel- sel mast.
d. Saat ekstremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari.
f. Krepitasi.
g. Spasme otot.
5. Pathway
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008) :
a. Penatalaksanaan Konservatif
1) Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela)
pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah.
2) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur
dengan bidai eksterna hannya memberikan imobilisasi.
Biasanya menggunakan gips atau macam-macam bidai dari
plastik atau metal.
3) Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan
imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips. Reduksi
tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan
pembiusan umum dan lokal.
4) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan kounter traksi.
Tindakan ini mempunyai tujuan utama , yaitu beberapa
reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
b. Penatalaksanaan pembedahan
Penatalaksanaan ini sangatlah penting diketahui oleh perawat,
jika ada keputusan klien diindikasikan untuk menjalani
pembedahan, perawat mulai berperan dalam asuhan
keperawatan tersebut.
1) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal perkutan atau K-
Wire.
2) Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi ekternal
tulang yaitu :
a) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau
reduksi terbuka dengan fiksasi internal.Orif akan
mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan
untuk memasukan paku, scrup atau pen ke dalam tempat
fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada fraktur
secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan
untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering
terjadi pada orang tua.
b) Open ReductionTerbuka dengan fiksasi eksternal.
Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar
fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan
konselosascrew atau dengan metilmetaklirat (akrilik
gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti
gips.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat didalam darah.
b. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untukmendeteksi struktur fraktur yang kompleks. Pemeriksaan rontgen
untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
Scan tulang, CT-scan/ MRI : Memperlihatkan frakur dan
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Primary Survey
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
 Bersihan jalan nafas
 Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
 Distress pernafasan
 Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema
laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
 Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
 Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
 Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
 Denyut nadi karotis
 Tekanan darah
 Warna kulit, kelembaban kulit
 Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
 Tingkat kesadaran
 Gerakan ekstremitas
 GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal,
P = pain/respon nyeri, U = unresponsive.
 Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
 Tanda-tanda trauma yang ada.
b. Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang
ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat
keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian
dari kepala sampai kaki.
S (signs and symptoms): Tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien
A (Allergis) : Alergi yang dipunyai klien
M (medications) : Tanyakan obat yang telah diminum klien
untuk mengatasi nyeri
P (past illnes): Riwayat penyakit yang diderita klien
L (last meal): Makan/minum terakhir : jenis makanan,
ada penurunan atau peningkatan
kualitas makan
E (event) : Pencetus/kejadian penyebab keluhan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, trauma
pada jaringan lunak, stres, dan cemas.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskular, nyeri,
restrictive therapy, dan imobilisasi.
c. Resiko trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur).
d. Resiko terjadi disfungsi neuromuskular periferal b/d trauma
jaringan, edema, adanya trombus, hipovolemia dan terhambatnya
aliran darah.
e. Resiko terjadi gangguan pertukaran gas b/d gangguan peredaran
darah/ emboli lemak dan perubahan membran alveolar.
f. Resiko terjadi gangguan integritas kulit/ jaringan yang berhubungan
dengan adanya fraktur, pemasangan gips/ traksi dan gangguan
sirkulasi.
g. Resiko terjadi infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer (rusak
kulit/ jaringan, prosedur invasif, traksi tulang).
3. Intervensi
a. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema,
traksi/imobilisasi karena penggunaan alat, stres dan kecemasan.
Hasil yang diharapkan:
1) Klien mengerti penyebab nyeri,
2) Klien mampu mengontrol nyeri, dan
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Lakukan imobilisasi (bed-rest, gips, bidai dan traksi). R/
Mengurangi nyeri dan mencegah perubahan posisi tulang serta
luka pada jaringan.
2) Tinggikan dan sangga daerah luka. R/ Meningkatkan aliran
vena, mengurangi edema dan mengurangi nyeri.
3) Tinggikan bagian depan tempat tidur. R/ Memberikan rasa
nyaman.
4) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas
dalam. R/ Meningkatkan kemampuan mengurangi rasa nyeri.
5) Lakukan latihan range of motion. R/ Mempertahankan
kemampuan otot dan menghindari pembengkakan pada jaringan
yanag luka.
6) Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai terapi. R/
Meningkatkan relaksasi otot dan menekan rangsangan nyeri.
7) Evaluasi rasa nyeri, lokasi, dan karakteristik, termasuk
intensitas. Perhatikan juga rasa nyeri non-verbal (tanda vital,
emosi, pergerakan/ perilaku). R/ Monitor keefektifan intervensi,
tingkat kecemasan dapat menunjukkan reaksi dari nyeri.
b. Resiko terjadi trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur)
Hasil yang diharapkan:
1) Mempertahankan stabilisasi dan alignment fraktur,
2) Mendemonstrasikan mekanika tubuh untuk mempertahankan
stabilitas posisi tubuh, dan
3) Menunjukkan pertumbuhan valus yang baru pada bagan fraktur.
Intervensi :
1) Anjurkan bed-rest dengan memberikan penyangga saat
mencoba menggerakkan bagian yang fraktur. R/ Meningkatkan
kemampuan, mereduksi kemungkinan pengobatan.
2) Letakkan klien pada tempat tidur ortopedis. R/ Kelembutan dan
kelenturan alas dapat mempengaruhi bentuk gips yang basah.
3) Beri penyangga pada fraktur dengan bantal, pertahankan posisi
netral dengan menahan bagian yang fraktur dengan bantalan
pasir, bidai, trochanter-roll, dan papan kaki. R/ Mencegah
penakanan sehingga menghindari deformitas pada gips.
4) Evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema. R/ Bidai
digunakan untuk memberikan imobilisasi ada fraktur dan untuk
mencegah terjadinya bengkak pada jaringan. Edema akan hilang
dengan pemberian bidai.
5) Pertahankan posisi dan integritas dari traksi. R/ Tarikan pada
traksi dilakukan pada tulang panjang yang fraktur dan kemudian
menjadikan otot tegang sehingga memudahkan alignment.
6) Follow-up pemeriksaan X-ray. R/ Mengetahui proses
tumbuhnya calus untuk menentukan tingkat aktivitas dan
memerlukan perubahan atau tambahan terapi.
7) Pertahankan fisioterapi jika perlu. R/ Membantu menguatkan
pertumbuhan tulang dalam penyembuhan.
c. Resiko terjadi gangguan integritas kulit/jaringan b/d compound
fracture, pemasangan traksi, gangguan sensasi, sirkulasi dan
imobilisasi fisik.
Rencana tindakan:
1) Periksa kulit sekitar luka, kemerahan, perdarahan, perubahan
warna kulit. R/ Memberikan informasi gangguan sirkulasi
kulit dan masalah-masalah yang mungkin disebabkan oleh
penggunaakn traksi dan terbentuknya edema.
2) Masase kulit dan tempat yang menonjol, menjaga alat tenun
tetap kering, memberikan alas yang lembut pada siku dan
tumit. R/ Mengurangi penekanan pada daerah yang beresiko
lecet dan rusak.
3) Ubah posisi selang-seling sesuai indikasi. R/ Mengurangi
penekanan yang terus menerus pada posisi tertentu.
4) Kaji posisi splint ring traksi. R/ salah posisi akan
menyebabkan kerusakan kulit.
5) Pakai bed-matras/ air-matras. R/ Mencegah perlukaan setiap
anggota tubuh, dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak
efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.

You might also like