Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Warga usia lanjut yang tercantum dalam Undang-Undang no. 13/1998
tentang Kesejahteraan Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun atau lebih. Pada usia 60 tahun ke atas terjadi proses penuaan yang bersifat
universal berupa kemunduran dari fungsi biosel, jaringan, organ, bersifat progesif,
perubahan secara bertahap, akumulatif, dan intrinsik. Proses penuaan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada berbagai organ di dalam tubuh seperti
sistem gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem endokrin, sistem
immunologis, sistem serebrovaskular, sistem saraf pusat dan sebagainya. Dengan
bertambahnya usia maka tidak dapat dihindari terjadinya perubahan kondisi fisik
baik berupa berkurangnya kekuatan fisik yang menyebabkan individu menjadi
cepat lelah maupun menurunnya kecepatan reaksi yang mengakibatkan gerak-
geriknya menjadi lamban. Selain itu timbulnya penyakit yang biasanya juga tidak
hanya satu macam tetapi multipel, menyebabkan usia lanjut memerlukan bantuan,
perawatan dan obat-obatan untuk proses penyembuhan atau sekadar
mempertahankan agar penyakitnya tidak bertambah parah.
Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan
oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan
sebelumnya. Keputusan terapi untuk pasien usia lanjut harus didasarkan pada
hasil uji klinik yang secara khusus didesain untuk pasien usia lanjut. Pasien usia
lanjut memerlukan pelayanan farmasi yang berbeda dari pasien usia muda.
Penyakit yang beragam dan kerumitan rejimen pengobatan adalah hal yang sering
terjadi pada pasien usia lanjut. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan pasien
mengalami kesulitan dalam mematuhi proses pengobatan mereka sendiri seperti
menggunakan obat dengan indikasi yang salah, menggunakan obat dengan dosis
yang tidak tepat atau menghentikan penggunaan obat.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas maka peran profesi apoteker perlu
diubah paradigmanya dari daug oriented menjadi patient oriented yang dikenal
dengan istilah Pharmaceutical Care yang merupakan tanggung jawab profesi
apoteker dalam hal farmakoterapi dengan tujuan meningkatnya kualitas hidup
pasien.
1.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Tersedianya Pedoman Pelayanan Farmasi (Tatalaksana Terapi Obat) dalam
penanganan pasien geriatri.
b. Tujuan khusus
- Memandu apoteker dalam melakukan kegiatan pharmaceutical care.
- Memandu dokter dalam memberikan terapi obat yang sesuai.
BAB II
Distribusi obat (pengaruh perubahan komposisi tubuh & faal organ akibat
penuaan)
Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh.
Komposisi tubuh manusia sebagian besar dapat digolongkan kepada komposisi
cairan tubuh dan lemak tubuh. Pada usia bayi, komposisi cairan tubuh tentu masih
sangat dominan; ketika beranjak besar maka cairan tubuh mulai berkurang dan
digantikan dengan massa otot yang sebenarnya sebagian besar juga berisi cairan.
Saat seseorang beranjak dari dewasa ke usia lebih tua maka jumlah cairan tubuh
akan berkurang akibat berkurangnya pula massa otot. Sebaliknya, pada usia lanjut
akan terjadi peningkatan komposisi lemak tubuh. Persentase lemak pada usia
dewasa muda sekitar 8-20% (laki-laki) dan 33% pada perempuan; di usia lanjut
meningkat menjadi 33% pada laki-laki dan 40-50% pada perempuan. Keadaan
tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di dalam plasma. Distribusi
obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik)
akan menurun. Konsentrasi obat hidrofilik di plasma akan meningkat karena
jumlah cairan tubuh menurun. Dosis obat hidrofilik mungkin harus diturunkan
sedangkan interval waktu pemberian obat lipofilik mungkin harus dijarangkan.
Kadar albumin dan a1-acid glycoprotein juga dapat mempengaruhi distribusi obat
dalam tubuh. Hipoalbuminemia sesungguhnya tidak semata-mata disebabkan oleh
proses menjadi tua namun juga dapat disebabkan oleh penyakit yang diderita.
Tinggi rendahnya kadar albumin terutama berpengaruh pada obat-obat yang
afinitasnya terhadap albumin memang cukup kuat seperti naproxen.
Kadar naproxen bebas dalam plasma sangat dipengaruhi oleh afinitasnya
pada albumin. Pada kadar albumin normal maka kadar obat bebas juga normal;
pada kadar albumin yang rendah maka kadar obat bebas akan sangat meningkat
sehingga bahaya efek samping lebih besar.
Metabolic Clearance
A. Faal hepar
Massa hepar berkurang setelah seseorang berumur 50 tahun; aliran darah
ke hepar juga berkurang. Secara umum metabolisme obat di hepar
(biotransformasi) terjadi di retikulum endoplasmik hepatosit, yaitu dengan
bantuan enzim mikrosom. Biotransformasi biasanya mengakibatkan molekul obat
menjadi lebih polar sehingga kurang larut dalam lemak dan mudah dikeluarkan
melalui ginjal.
Reaksi kimia yang terjadi dibagi dua yaitu reaksi oksidatif (fase 1) dan
reaksi konyugasi (fase 2). Reaksi fase satu dapat berupa oksidasi, reduksi maupun
hidrolisis; obat menjadi kurang aktif atau menjadi tidak aktif sama sekali. Reaksi
fase 1 (melalui sistem sitokhrom P-450, tidak memerlukan energi) biasanya
terganggu dengan bertambahnya umur seseorang. Reaksi fase dua berupa
konyugasi molekul obat dengan gugus glukuronid, asetil atau sulfat; memerlukan
energi dari ATP; metabolit menjadi inaktif. Reaksi fase 2 ini tidak mengalami
perubahan dengan bertambahnya usia. Reaksi oksidatif dipengaruhi pula oleh
beberapa hal seperti: merokok, indeks ADL's (= Activities of Daily Living)
Barthel serta berat ringannya penyakit yang diderita pasien geriatri. Keadaan-
keadaan tersebut dapat mengakibatkan kecepatan biotransformasi obat berkurang
dengan kemungkinan terjadinya peningkatan efek toksik
obat.
B. Faal ginjal
Fungsi ginjal akan mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan
umur. Kalkulasi fungsi ginjal dengan menggunakan kadar kreatinin plasma tidak
tepat sehingga sebaiknya menggunakan rumus Cockroft-Gault,
CCT = (140-umur) x BB (kg) (dalam ml/menit)
––––––––––––––––
72 x [kreatinin] plasma
dikali 0,85 untuk pasien perempuan.
GFR dapat diperhitungkan dengan mengukur kreatinin urin 24 jam;
dibandingkan dengan kreatinin plasma. Dengan menurunnya GFR pada usia lanjut
maka diperlukan penyesuaian dosis obat; sama dengan pada usia dewasa muda
yang dengan gangguan faal ginjal. Penyesuaian dosis tersebut memang tak ada
patokannya yang sesuai dengan usia tertentu; namun pada beberapa penelitian
dipengaruhi antara lain oleh skor ADL’s Barthel. Pemberian obat pada pasien
geriatri tanpa memperhitungkan faal ginjal sebagai organ yang akan
mengekskresikan sisa obat akan berdampak pada kemungkinan terjadinya
akumulasi obat yang pada gilirannya bisa menimbulkan efek toksik.
Patokan penyesuaian dosis juga dapat diperoleh dari informasi tentang
waktu paruh obat.
T 1/2 = 0,693 x volume distribusi
––––––––––––––
clearance
contoh: antipyrine, distribusi plasma menurun, clearance juga menurun
sehingga hasil akhir T 1/2 tidak berubah. Sebaliknya pada obat flurazepam,
terdapat sedikit peningkatan volume distribusi dan sedikit penurunan clearance
maka hasil akhirnya adalah meningkatnya waktu paruh yang cukup besar.
Aspek profesional/personal:
a. Menyangkut bagaimana keinginan dan komitmen setiap anggota untuk
bergabung ke dalam tim ini dan meningkatkan kinerjanya.
b. Komitmen untuk memahami dan mempelajari ranah pengetahuan disiplin lain.
c. Komitmen di atas ditujukan untuk mempererat jalinan hubungan kerja yang
seimbang dan memperkecil jurang perbedaan serta mempermudah komunikasi
karena diharapkan setiap anggota mempunyai bahasa yang sama dalam
menanggapi persoalan pasien secara bersama.
d. Keterbukaan pikiran untuk senantiasa menerima hal-hal baru.
e. Memadukan ekspertise disiplin dengan kebutuhan pasien dan keluarga.
f. Pengembangan pendekatan interdisiplin bersama-sama dengan anggota tim
yang lain.
Aspek intra-tim:
a. Kesepakatan tentang tempat kerja bersama dan interaksi formal maupun
informal.
b. Memaksimalkan komunikasi (pertemuan rutin; teknologi komunikasi).
c. Kepemimpinan fungsional secara kolektif.
d. Pencapaian tujuan bersama.
e. Memaksimalkan pendekatan secara interdisiplin.
f. Masing-masing memahami peran setiap anggota.
g. Manajemen konflik yang efektif; setiap konflik adalah sehat dan membangun.
Aspek organisasi/institusional:
a. Organisasi/institusi tempat kerja (rumah sakit) memahami konsep penanganan
pasien secara interdisiplin.
b. Dukungan yang konsisten dari rumah sakit.
c. Organisasi di luar tim ini mengenal keberadaan Tim Terpadu Geriatri dan
bersedia bekerja sama untuk kepentingan pasien.
Setiap dokter (internis, psikiater atau anggota tim lain) harus mampu
menekan arogansi disiplin masing-masing dan bersedi menghentikan obat yang
diresepkannya apabila obatnya sudah bukan lagi merupakan prioritas untuk
diberikan.
KESIMPULAN