Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
T. Ariani Widiastini
142011101108
Dokter Pembimbing
dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. B. Gebyar Tri Baskara, Sp.A
dr. Lukman Oktadianto, Sp.A
dr. M Ali Shodikin, Sp.A
2
1. Pendahuluan
3
DBD disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Infeksi virus dengue ditularkan melalui
gigitan vektor nyamuk Stegomiya (Aedes) aegipty dan Stegomiya (Aedes)
[4]
albopictus. Berdasarkan genom yang dimiliki, virus dengue termasuk
virus RNA (positive sense single stranded). Terdapat 4 serotipe virus yaitu
DEN-1, DEN-1, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. Masing-masing serotype
mempunyai beberapa galur (strain) atau genotipe yang berbeda. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Transmisi virus tergantung dari faktor biotik dan abiotik.
Termasuk dalam faktor biotik adalah faktor virus, vektor nyamuk, dan
pejamu manusia; sedangkan faktor abiotik adalah suhu lingkungan,
kelembaban, dan curah hujan. [6]
2. Etiologi
4
struktural gen protein (NS). Diantara ketujuh protein NS, NS1 dapat
digunakan untuk kepentingan diagnosis dan patologis yang berhubungan
dengan proses hemaglutinasi virus dan aktivitas neutralisasi.[6] Terdapat 4
serotipe Flavivirus yaitu DEN-1, DEN-1, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Masing-masing serotype mempunyai beberapa galur (strain) atau genotipe
yang berbeda.[5]
5
3. Patogenesis
6
tersebut akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan
berbagai bentuk tanda dan gejala infeksi virus dengue. Penyakit ini
mempunyai spektrum klinis dari asimtomatis, sindrom virus, demam
dengue (DD), dan demam berdarah dengue (DBD) mencakup manifestasi
klinis yang paling berat yaitu sidrom syok dengue (SSD). [4]
7
2.2 Respon imun selular
8
Autoantibodi yang bereaksi dengan komponen dimaksud mengakibatkan
sel yang mengandung molekul hasil ikatan antara keduanya akan
dihancurkan oleh makrofag atau mengalami kerusakan. Aibatnya, pada
trombosit terjadi penghancuran sehingga menyebabkan trombositopenia
dan pada sel endotel terjadi peningkatan permeabilitas yang
mengakitbatkan perembesan plasma. [4]
9
neutrophil maupun sel endotel, sehingga peran C5a dalam peningkatan
permeabilitas vascular sangat besar. [4]
4. Faktor Risiko
a. Sindrom Virus
10
lain. Ruam mkulopapular dapat menyertai demam atau pada saat
penyembuhan. Gejala gangguan saluran napas dan pencernaan
sering ditemukan. Sindrom virus akan sembuh sendiri (self
limited), namun dikhawatirkan apabila di kemudian hari terkena
infeksi yang kedua, manifestasi klinis yang diderita akan ebih berat
berupa demam dengue, demam berdarah dengue atau expanded
dengue syndrome. [4]
b. Demam Dengue
11
positif (>10 ptekie dalam area 2,8x2,8 cm) atau beberapa ptekie
spontan. Pada beberapa kasus demam dengue dapat terjadi
perdarahan masif. [4]
12
mual, muntah, nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen
difus, kadang disertai sakit tenggorok. faring dan konjungtiva yang
kemerahan (pharyngeal injection dan ciliary injection) dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisis. Demam dapat mencapai suhu
400C. [4]
13
kebocoran plasma. kebocoran plasma berat menimbulkan
berkurangnya volume intravaskular yang akan menyebabkan syok
hipovolemi yang dikenal dengan sindrom syok dengue (SSD) yang
memperburuk prognosis. [4]
Manifestasi klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase demem, fase
kritis, serta fase konvalesens.
Fase Demam
Pada kasus ringan semua tanda dan gejala tumbuh seiring dengan
menghilangnya demam. penurunan demam terjadi secara lisis,
artinya suhu tubuh menurun segera, tidak secara bertahap.
Menghilangnya demam tanpa disertai berkeringat dan perubahan
laju nadi dan tekanan darah merupakan gangguan sistem sirkulasi
ringan akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada kasus
sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna
sehingga akan menimbulkan hipovolemi dan bila berat
menimbulkan syok dengan mortalitas yang tinggi. (gambar
perjalanan penyekit infeksi dengue). [4]
14
atau perdarahan di tempat pengambilan darah merupakan
manifestasi perdarahan enting. hepatomegali dan nyeri perut sering
ditemukan. Penurunan jumla trombosit yang cepat dan progresif
menjadi di bawah 100.000sel/mm3 serta kenaikan hematokrit di
atas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan
pada umumnya didahului oleh leukopenia (<5.000 sel/mm mm3). [4]
15
Fase Penyembuhan (Fase Konvalesens)
Demam Dehidrasi,
Demam tinggi dapat menyebabkan gangguan
neurologi dan kejang demam
Kritis Syok akibat perembesan plasma,
Perdarahan masif,
Gangguan organ
Konvalesens Hipervolemia (jika terapi cairan intravena
diberikan secara berlebihan dan/atau dilanjutkan
sampai fase konvalesens)
Edema paru akut
16
b. Sindrom Syok Dengue
Syok Terkompensasi
17
sehingga tekanan nadi (perbedaan tekanan antara sistolik dan
diastolik) akan menyempit kurang dari 20mmHg. [4]
Syok Dekompensasi
18
Volume Volume baik Lemah dan Lemah atau
nadi perifer halus menghilang
HR Normal sesuai usia Takikardia Takikardia berat,
bradikardia pada syok
lanjut
TD Normal sesuai usia Sistolik normal, Hipotensi
diastolik Tekanan darah tidak
meningkat, terukur (profound
tekanan nadi shock)
menyempit
(<20mmHg)
Hipotensi
postural
RR Normal sesuai usia Quite tachypnea Asidosis
metabolik/hiperpnea/p
ernapasan Kussmaull
Diuresis Normal Cenderung Oliguria/anuria
menurun
19
kolaps kardiorespirasi dan henti jantung hanya dalam hitungan
menit. [4]
Gagal hati akut dan gagal ginjal akut serta ensefalopati mungkin
terjadi pada syok berat. Kardiomiopati dan ensefalitis juga telah
dilaporkan dalam sejumlah laporan seri kasus dengue. Namun,
sebagian besar kematian akibat dengue terjadi akibat profound
shock yang dipersulit oleh perdarahan dan/atau pemberian cairan
berlebih. Pasien dengan perembesan plasma hebat mungkin saja
idak jatuh ke keadaan syok jika telah dilakukan penggantian cairan
sesegera mungkin namun kemungkinan timbul gangguan
pernapasan akibat terapi cairan intravena yang berlebih. [4]
20
kelebihan cairan (fluid overload) dan gangguan elektrolit,
sedangkan yang termasuk manifestasi klinis yang tidak lazim ialah
ensefalopati dengue atau ensefalitis, perdarahan hebat (massive
bleeding), infeksi ganda (dual infections), kelainan ginjal, dan
miokarditis. [4]
6. Pemeriksaan Laboratorium
21
Haemaglutination inhibition test (Uji HI)
tidak dipakai secara luas dalam penegakan diagnosis dan juga sulit
dilakukan. [4]
Uji Neutralisasi
22
Gambar 3. Respon imun terhadap infeksi dengue
Parameter hematologi
Pada awal fase demam hitung leukosit dapat normal atau dengan
peningkatan neutrofil, selanjutnya diikuti penurunan jumlah leukosit
dan neutrofil, yang mencapai titik terendah pada akhir fase demam.
Perubahan jumlah leukosit (<5000 sel/mm3) dan rasio antara neutrofil
dan limfosit (neutrofil<limfosit) berguna dalam memprediksi masa
kritis perembesan plasma. Sering kali ditemukan limfositosis relatif
dengan peningkatan limfosit atipik pada akhir fase demam dan saat
masuk fase konvalesens. Perubahan ini juga dapat terlihat pada DD. [4]
23
Perubahan ni berlangsung singkat dan kembali normal selama fase
penyembuhan. [4]
24
Demam tinggi (di atas 38,50C) bersifat terus menerus berarti perbedaan suhu
terendah dengan suhu tertinggi kurang dari 10C. Tingginya demam dapat
diperkirakan melalui pertanyaan mengenai akibat demam terhadap pasien, seperti
anak rewel/gelisah, kulit kemerahan terutama pada wajah (flushing) dan fotofobi.
efek obat penurun panas, pada umumnya hanya sebenar, paling lama sesuai
dengan masa kerja obat, setelah itu demam kembali meningkat tinggi. [4]
25
Muntah yang menetap
Letargi, gelisah
Perdarahan mukosa
Pembesaran hati
Akumulasi cairan
Oliguria
Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit dersamaan dengan
penurunan cepat jumlah trombosit
Hematokrit awal tinggi
DBD dengan syok (SSD) ditemukan tanda dan gejala syok hipovolemik baik yang
terkompensasi maupun yang dekompensasi.
26
expanded dengue syndrome apabila kriteria DD atau DBD disertai syok maupun
tidak, dengan manifestasi klinis komplikasi infeksi virus dengue atau dengan
manifestasi klinis yang tidak basa, seperti tanda dan gejala:
27
8. Tatalaksana
Tidak Ya
Rawat Jalan;
nasihat kepada orang
tua
Rawat Inap:
Apakah terdapat: Ya
- Demam dengue
Warning signs?
- Demam berdarah dengue
- Demam berdarah dengue
dengan syok
- Expanded dengue syndrome
28
8.1 Tatalaksana Rawat Jalan Demam Dengue
Pasien diharuskan untuk kembali berobat (kontrol) setiap hari hal ini
mengingat tanda dan gejala DBD pada fase awal sangat menyerupai DD,
tanda dan gejala yang karakteristik baru timbul setelah beberapa hari
kemudian. Oleh karena itu pada pasien dengan diagnosis klinis DD yang
diteakkan pada saat masuk, baik yang kemudian diperlakkan sebagai
pasien rawat jalan maupun rawat inap, masih memerlukan evaluasi lebih
lanjut apakah hanya DD atau merupakan dbd fase awal. Pasien DD,
walaupun kecil, mempunyai kemungkinan untuk mengalami penyulit
seperti dehidrasi akibat asupan yang kurang misalnya arena timbul
muntah, perdarahan berat atau bahkan expanded dengue syndrome. [4]
29
hematokrit. Perlu diperhatikan bahwa kebocoran plasma pada DBD
bersifat sementara, sehingga pemberian cairan jumlah banyak dan jangka
waktu lama dapat menimbulkan kelebihan cairan dengan segala akibatnya.
Terapi simtomatis diberikan terutama untuk kenyamanan pasien, seperti
pemberian antipiretik dan istirahat. [4]
Jenis cairan yang dipilih untuk DBD adalah kristaloid. Tidak dianjurkan
pemberian cairan hipotonik seperti Nacl 0,45 kecuali bagi pasien usia
<6bulan. Dalam keadaan normal setelah satu jam pemberian cairan
hipotonis, hanya 1/12 volume yang bertahan di dalam ruang intravaskular
sedangkan cairan isotonis ¼ volume yang bertahan, sisanya terdistribusi ke
ruang intraselular dan ekstraselular. Pada keadaan permeabilitas yang
meningkat volume cairan yang bertahan akan semkain berkurang sehingga
lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian cairan hipotonis.
Cairan koloid (hiperonkotik (osmolaritas >300mOsm/L) seperti dextran 40
atau HES walaupun lebih lama bertahan dalam ruang intravaskular namun
memiliki efek samping sepeti alergi, mengganggu fungsi koagulasi, dan
berpotensi mengganggu fungsi ginjal. Jenis cairan ini hanya diberikan
pada 1) perembesan plasma masif yang ditunjukkan dengan nilai
hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi
cairan kristaloid atau pada 2) keadaan syok yang tidak berhasil dengan
pemberian bolus cairan kristaloid yang kedua. Cairan koloid isoonkotik
kurang efektif. Pada bayi <6bulan diberikan cairan Nacl 0,45% atas dasar
pertimbangan fungsi fisiologis yang berbeda dengan anak yang lebih
besar. [4]
30
umum stabil dan telah melewati fase kritis, pada umumnya pemberian
cairan dihentikan setelah 24-48 jam keadaan umum anak stabil. [4]
31
pantau: darah perifer lengkap, kadar gula darah, uji fungsi hati, dan
sistem koagulasi sesuai indikasi.
apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi adanya
efusi pleura, pemeriksaan yang diminta adalah foto radiologi dada
dengan posisi lateral kanan dekubitus.
periksa golongan darah
pemeriksaan lain atas indikasi, misalnya USG, EKG, dan lainnya. [4]
Prinsip utama tatalaksana SSD adalah pemberian cairan yang cepat dengan
jumlah yang adekuat. Selain itu bila ditemukan faktor komorbid dan
penyulit harus segera dikoreksi
SSD Terkompensasi
- berikan terapi oksigen 2-4 lpm
- resusitasi cairan kristaloid isotonik intravena 10-20mL/kgBB
dalam waktu 1 jam. Periksa hematokrit
- bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10mL/kgBB/jam
selama 1-2 jam
- bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara
bertahap 7,5; 5; 3; 1,5mL/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-
48 jam pasca resusitasi, cairan intravena sudah tidak diperlukan.
Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan yang diberikan
secara intravena bila masukan cairan melalui oral makin
membaik.
- bila syok teratasi, periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium,
dan gula darah untuk menilai kemungkinan adanya A-B-C-S
(Asidosis, Bleeding, Calcium, Sugar) yang memperberat syok
hipovolemik. Dan segera dikoreksi.
SSD Dekompensasi
32
yang mempunyai prognosis buruk. berikut tatalaksana syok
dekompensasi.
33
Sindrom Syok Dengue Terkompensasi:
Anak gelisah, takipnea, kulit dingin, tekanan nadi <20mmHg, CRT
>2detik, jumlah diuresis turun
34
Sindrom Syok Dengue Dekompensasi:
kulit dingin dan lembab, takikardi, syok hipotnsif (hipotensi, nadi cepat
kecil), syok dalam (nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur),
pernapasan Kussmaul, sianosis
TTV stabil,
turunkan IVFD
bertahap 7,5; 5; Ht meningkat Ht menurun
3; 1,5
mL/kgBB/jam
Bolus kedua
stop IVFD kristaloid atau
koloid 10- Perdarahan perdarahan
maksimal 48
20mL/kgBB tidak jelas
jam setelah
syok teratasi dalam waktu
10-20 menit
35
Pemantauan DBD dengan Syok, meliputi
TTV setiap 15-30 menit, selanjutnya setiap jam apabila syok sudah
teratasi
Analisis gas darah, gula darah, kalsium pada saat masuk rumah sakit
terutama pada pasien syok dekompensasi atau yang mengalami syok
berkepanjangan
Hematokrit harus diperiksa sebelum pemberian cairan resusitasi
pertama dan kedua, selanjutnya setiap 4-6 jam
Produksi urin ditampung dan diukur
Apabila ditemukan gangguan fungsi organ atau sistem lain, seperti
ginjal, hati gangguan pembekuan, jantung; lakukan pemeriksaan
penunjang sesuai
Perhatian khusus harus diberikan untuk kemungkinan terjadinya edema
paru akibat kelebihan cairan. Periksa keadaan respirasi (napas cepat,
PCH, retraksi, rhonki basah), peninggian JVP, hepatomegali, asites,
efusi pleura. Edema paru yang tidak diobati akan menimbulkan
asidosis, sehingga pasien dapat kembali syok. [4]
36
mungkin terjadi hipokalemia yang disebabkan oleh stres dan diuresis,
perlu segera dikoreksi dengan memberikan buah yang kaya kalium
atau suplemen
tidak jarang dijumpai bradikardia, maka perlu pemantauan untuk
terjadinya penyulit yang jarang yaitu heart block atau ventricular
premature contraction. [4]
Tanda-tanda penyembuhan
37
9. Pengendalian DBD
mengupayakan pembudayaan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
dengan 3M plus. Singkatan dari 3M antara lain: 1)
Menguras/membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan
air minum, penampung air lemari es dan lain-lain; 2) menutup rapat
tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain
sebagainya; dan 3) memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang
bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan
nyamuk penular DBD. Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah
segala bentuk kegiatan pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk
larvasida (lebih dikenal dengan abate) pada tempat penampunggan air
yang sulit dibersihkan; 2) menggunakan obat nyamuk atau anti
nyamuk; 3) menggunakan kelambu saat tidur; 4) memelihara ikan
pemangsa jentik nyambuk; 5) menanam tanaman pengusir nyambuk;
6) mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7) menghindari
kebiasaan menggantung pakaian dalam rumah yang bisa menjadi
tempat istirahat nyamuk, dal lain-lain. 3M plus diharapkan dapat
secara berkelanjutan sepanjang tahun. kegiatan pengendalian vektor
dengan pengasapan atau fogging fokus dilakukan di rumah penderita
DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber
penularan. Fogging dilakukan bila hasil PE positif, yaitu ditemukan
penderita atau ditemukan tiga atau lebih penderita panas tanpa sebab
dan ditemukan jentik >5%. Fogging dilaksanakan dalam radius 200
meter dan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. penentuan
siklus ini dengan asumsi bahwa pada penyemprotan siklus pertama
semua nyamuk yang mengandung virus dengue atau nyamuk infektif,
dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Kemudian akan segera diikuti
dengan munculnya nyamuk baru yang akan menghisap darah penderita
viremia yang masih ada yang berpotensi menimbulkan terjadinya
penularan kembali, sehingga perlu dilakukan penyemprotan siklus
38
kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah
penyemprotan yang pertama, agar nyamuk baru yang infektif tersebut
akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain.[2]
upaya promosi kesehatan dilakukan di semua sektor, termasuk
pembentukan Juru Pembasmi Jentik (Jumantik) pada anak sekolah dan
pramuka. [2]
penyediaan logistik tatalaksana kasus DBD berupa rapid diagnostic
test (RDT) dan reagen untuk diagnosis serotype DBD. [2]
pelaksanaan surveilans kasus DBD untuk memantau dinamika kejadian
penyakit DBD di Indonesia sehingga kemungkinan terjadinya KLB
dapat diantisipasi dan dicegah sejak dini. [2]
pelaksanaan surveilans vektor Aedes spp. untuk memantau dinamika
vektor dengan demikian populasi Aedes spp. dapat diantisipasi dan
dicegah. [2]
10. Komplikasi dan Penyulit
ditemukan pada saat fase kritis dan fase konvalesens. Penyulit ini
dapat menyebabkan edema paru atau gagal jantung yang akan
menyebabkan gagal napas dan kematian. Untuk mencegah penyulit
tersebut, harus dilakukan monitor ketat dengan memantau pemberian
cairan intravena dari minimal sampai rumatan. Pada fase penyembuhan
edema paru dapat terjadi karena pada fase ini terjadi reabsorbsi plasma
dari ruang ekstravaskular, sedangkan volume pemberian intravena tidak
disesuaikan. Maka pasien akan mengalami distress pernapasan, disertai
sembab pada kelopak mata, dan dijumpai gambaran edema paru pada foto
dada. [4]
39
tidak menurunkan jumlah volume cairan infus ataupun mengehentikannya
walaupun sudah masuk ke fase konvalesens
tidak menggunakan cairan jenis koloid walau sudah ada indikasi
tidak segera memberikan transfusi darah walaupun sudah jelas ada indiasi
perdarahan dan tetap menggunakan kristaloid
pasien dengan status nutrisi overweight/obesitas diberikan cairan infus
yang tidak sesuai dengan berat badan ideal
40
berat/syok berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi
pada DBD yang tidak disertai syok yang disebabkan oleh peradangan otak
(ensefalitis) atau ensefalopati. kedua keadaan ini harus dipertimbangkan
apabila pasien mengalami demam 2-7 hari disertai adanya penurunan
kesadaran atau kejang. Virus dengue diduga dapat menembus sawar darah
otak, namun dapat pula disebabkan oleh gangguan keseimbangan elektrolit
dan metabolik seperti hiperglikemia. Kejang terjadi akibat hipoksia pada
penurunan perfusi korteks serebri, atau edema otak akibat kebocoran
vaskular di jaringan otak. Pada ensefalopati dengue dapat dijumpai
peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang,
kadar gula darah menurun, alkalosis, dan hiponatremia. [4]
pasien dengan syok refrakter (syok yang tidak berhasil diatasi), dan
memiliki hemoglobin dan hematokrit rendah atau penurunan hemoglobin
dan hematokrit
pasien dengan tekanan sistolik dan diastolik yang meningkat atau normal
namun denyut nadi masih cepat
41
pasien dengan penurunan hematokrit lebih dari 10% selama pemberian
cairan
terjadi sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.
Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan
>1mL/kgBB/jam. Oleh karena jika syok belum teratasi dengan baik,
sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi acute kidney injury
(AKI), ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin. [4]
10.7 Miokarditis
42
DAFTAR PUSTAKA
43