You are on page 1of 23

MAKALAH KELOMPOK FARMAKOTERAPI III

“OSTEOARTHRITIS”

Dosen Pengampu Materi : Arif Santoso, S.Farm.,Apt.

Disusun oleh :

1. Lisa Yuhana (T1613206001)


2. Rabi’a Adhawiyah (1513206015)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES KARYA PUTRA BANGSA

TULUNGAGUNG

2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang, saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada saya sehingga mampu
menyelesaikan tugas kelompok dalam bentuk makalah dengan judul
“OSTEOARTHRITIS”

Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin dengan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat membantu memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah dari resume jurnal
ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Tulungagung, 10 Maret 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1


1.2 Rumusan masalah.................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II ISI

2.1 Osteoarthritis ........................................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi Osteoarthritis .................................................................................... 3

2.3 Etiologi Osteoarthritis ............................................................................................. 4

2.4 Pathofisiologi Osteoarthritis ................................................................................... 5

2.5 Tanda dan gejala Osteoarthritis .............................................................................. 7

2.6 Diagnosis ................................................................................................................ 9

2.7 Tujuan Terapi .......................................................................................................... 10

2.8 Terapi nonfarmakologi Osteoarthritis ..................................................................... 10

2.9 terapi farmakologis.................................................................................................. 11

2.10 Monitoring dan evaluasi pneumonia ..................................................................... 17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoarthritis merupakan penyakit tipe paling umum dari arthritis, dan
dijumpai khusus pada orang lanjut usia atau sering disebut penyakit
degeneratif. Osteoarthritis merupakan penyakit persendian yang kasusnya
paling umum dijumpai di dunia (Bethesda, 2013). Berdasarkan National
Centers for Health Statistics, diperkirakan 15,8 juta (12%) orang dewasa
antara usia 25-74 tahun mempunyai keluhan osteoarthritis (Anonim, 2011).
Prevalensi dan tingkat keparahan osteoarthritis berbeda-beda antara rentang
dan lanjut usia (Hansen & Elliot, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004, diketahui
bahwa osteoarthritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia dan
mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. Osteoarthritis adalah
penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, akan tetapi
ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat (Murray,
1996). Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Dari aspek karakteristik umum pasien yang didiagnosis penyakit sendi
osteoarthritis, menurut Arthritis Research UK (2012), memperlihatkan bahwa
usia, jenis kelamin, obesitas, ras/genetik, dan trauma pada sendi mempunyai
kolerasi terhadap terjadinya osteoarthritis. Prevalensi penyakit osteoarthritis
meningkat secara dramatis di antara orang yang memiliki usia lebih dari 50
tahun. Hal ini adalah karena terjadi perubahan yang berkait dengan usia pada
kolagen dan proteoglikan yang menurunkan ketegangan dari tulang rawan
sendi dan juga karena pasokan nutrisi yang berkurang untuk tulang rawan
(Lozada, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Osteoarthritis?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi dari penyakit Osteoarthritis?
1.2.3 Apa penyebab dari penyakit Osteoarthritis?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari penyakit Osteoarthritis?
1.2.5 Bagaimana tanda dan gejala dari penyakit Osteoarthritis?
1.2.6 Bagaimana diagnosis dari penyakit Ostheoarthritis ?
1.2.7 Apa tujuan terapi dari penyakit Ostheoarthritis ?
1.2.8 Bagaimana terapi non farmakologi dari penyakit Ostheoarthritis ?
1.2.9 Bagaimana terapi farmakologi dari penyakit Ostheoarthritis ?
1.2.10 Bagaimana monitoring dan evaluasi dari penyakit Ostheoarthritis ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini :
1.3.1 Mengetahui tentang penyakit osteoarthritis.
1.3.2 Mengetahui epidemiolgi dari penyakit osteoarhtritis.
1.3.3 Mengetahui penyebab dari penyakit osteoarhtitis
1.3.4 Mengetahui patofisiologi terjadi penyakit osteoarthritis.
1.3.5 Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit osteoarthritis.
1.3.6 Mengetahui diagnosis dari penyakit Ostheoarthritis
1.3.7 Mengetahui tujuan terapi dari penyakit Ostheoarthritis ?
1.3.8 Mengetahui terapi non farmakologi dari penyakit Ostheoarthritis ?
1.3.9 Mengetahui terapi farmakologi dari penyakit Ostheoarthritis ?
1.3.10 Mengetahui monitoring dan evaluasi dari penyakit Ostheoarthritis ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Osteoarthritis merupakan penyakit yang berkembang dengan lambat,
biasa mempengaruhi sendi diartrodial perifer dan rangka aksial. Penyakit ini
ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago artikular yang berakibat
pada pembetukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas, deformitas,
dan ketidakmampuan. Inflamasi dapat terjadi atau tidak pada sendi yang
dipengaruhi (Elin dkk, 2008).
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak (Price dan
Wilson, 2013). Disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan ganguan
sendi yang tersering. Kelainan ini sering menjadi bagian dari proses penuaan
dan merupakan penyebab penting cacat fisik pada orang berusia di atas 65
tahun (Robbins, 2007). Sendi yang paling sering terserang oleh osteoarthritis
adalah sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut,
panggul, vertebra lumbal dan sevikal, dan sendi-sendi pada jari (Price dan
Wilson 2013).

2.2 Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masing-masing
negara, tetapi data pada berbagai negara menunjukkan, bahwa arthritis jenis
ini adalah yang paling banyak ditemui, terutama pada kelompok usia dewasa
dan lanjut usia. Prevalensinya meningkat sesuai pertambahan usia (Bethesda,
2013).
Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan pada data
radiografi menunjukkan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar usia
lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun (Hansen
& Elliot, 2005). Osteoarthritis ditandai dengan terjadinya nyeri pada sendi,
terutamanya pada saat bergerak (Priyanto, 2008).
2.3 Penyebab
Faktor resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan usia, OA biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang
dijumpai penderita OA yang berusia di bawah 40 tahun (Helmi, 2012).
Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada usia < 40 tahun, 30%
pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun (Soeroso et al.,
2009).
2. Obesitas, membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan
tulang berkerja lebih berat, diduga memberi andil terjadinya AO
(Helmi, 2012). Serta obesitas menimbulkan stres mekanis abnormal,
sehingga meningkatkan frekuensi penyakit (Robbins, 2007).
3. Jenis kelamin wanita (Helmi, 2012). Perkembangan OA sendi-sendi
interfalang distal tangan (nodus Heberden) lebih dominan pada
perempuan. Nodus Heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada
perempuan dibandingkan laki-laki (Price dan Wilson, 2013). Kadar
estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan
resiko (Robbins, 2007). Hubungan antara estrogen dan pembentukan
tulang dan prevalensi OA pada perempuan menunjukan bahwa hormon
memainkan peranan aktif dalam perkembangan dan progresivitas
penyakit ini (Price dan Wilson, 2013). Wanita yang telah lanjut usia
atau di atas 45 tahun telah mengalami menopause sehingga terjadi
penurunan estrogen. Estrogen berpengaruh pada osteoblas dan sel
endotel. Apabila terjadi penurunan estrogen maka TGF-ß yang
dihasilkan osteoblas dan nitric oxide (NO) yang dihasilkan sel endotel
akan menurun juga sehingga menyebabkan diferensiasi dan maturasi
osteoklas meningkat. Estrogen juga berpengaruh pada bone marrow
stroma cell dan sel mononuklear yang dapat menghasilkan HIL-1,
TNF-a, IL-6 dan M-CSF sehingga dapat terjadi OA karena mediator
inflamasi ini. Tidak hanya itu, estrogen juga berpengaruh pada
absorbsi kalsium dan reabsorbsi kalsium di ginjal sehingga terjadi
hipokalasemia. Keadaan hipokalasemia ini menyebabkan mekanisme
umpan balik sehingga meningkatkan hormon paratiroid. Peningkatan
hormon paratiroid ini juga dapat meningkatkan resobsi tulang sehingga
dapat mengakibatkan OA (Ganong, 2008).
4. Trauma, riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat
menimbulkan stres mekanis abnormal sehingga menigkatkan frekuensi
penyakit (Helmi, 2012 ; Robbins, 2007).
5. Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan terhadap OA, terutama
pada kasus yang mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen
spesifik yang bertanggung jawab untuk ini belum terindentifikasi
meskipun pada sebagian kasus diperkirakan terdapat keterkaitan
dengan kromosom 2 dan 11 (Robbins, 2007). Beberapa kasus orang
lahir dengan kelainan sendi tulang akan lebih besar kemungkinan
mengalami OA (Helmi, 2012).

2.4 Patofisiologi
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan
kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara
degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan
diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang
rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi kehilangan sifat
kompresibilitasnya yang unik (Price dan Wilson, 2013). Selain kondrosit,
sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi
sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit
yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases
(MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi
dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada
akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan
terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik (Robbins, 2007).
Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai
berikut
1. Fase 1
Terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme
kondrosit menjadi terpangaruh dan meningkatkan produksi enzim
seperti metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks
kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protease yang
akan mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi
pada penipisan kartilago.
2. Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam
cairan sinovia.
3. Fase 3
Proses penguaraian dari produk kartilago yang menginduksi respon
inflamasi pada sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1
(IL 1), tumor necrosis factor-alpha (TNFa), dan metalloproteinases
menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada
kartilago dan secara langsung memberikan dampak destruksi pada
kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide
(NO) juga terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan
arsitektur sendi, dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan
tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stres
inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadikan
kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

Gambar. 3. Gambaran Osteoartritis (Price dan Wilson, 2013).


Osteoartritis pernah dianggap sebagai kelainan degeneratif primer
dan kejadian natural akibat proses ”wear and tear” pada sendi sebagai hasil
dari proses penuaan. Tetapi, temuan-temuan yang lebih baru dalam bidang
biokimia dan biomekanik telah menyanggah teoari ini. Osteoartritis adalah
sebuah proses penyakit aktif pada sendi yang dapat mengalami perubahan
oleh manipulasi mekanik dan biokimia. Terdapat efek penuaan pada
komponen sistem muskuloskeletal seperti kartilago artikular, tulang, dan
jaringan yang memungkinkan meningkatnya kejadian beberapa penyakit
seperti OA (Price dan Wilson, 2013).
Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang
rawan. Namun karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi
pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan
sendiri berfungsi untuk menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di
dalam sendi berkat adanya cairan sinovium dan sebagai penerima beban,
serta meredam getar antar tulang (Robbins, 2007). Tulang rawan yang
normal bersifat avaskuler, alimfatik, dan aneural sehingga memungkinkan
menebarkan beban keseluruh permukaan sendi. Tulang rawan matriks terdiri
dari air dan gel (ground substansi), yang biasanya memberikan proteoglikan,
dan kolagen (Hassanali, 2011).

2.5 Tanda & Gejala


Gejala pada penyakit osteoarthritis bervariasi, tergantung pada sendi
yang terkena dan seberapa parah sendinya berpengaruh. Namun, gejala yang
paling umum adalah kekakuan, terutamanya terjadi pada pagi hari atau
setelah istirahat, dan nyeri. Sendi yang sering terkena adalah punggung
bawah, pinggul, lutut, dan kaki. Ketika terkena di daerah sendi tersebut akan
mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan seperti berjalan, menaiki
tangga, dan mengangkat suatu beban. Bagian lain yang sering terkena juga
adalah leher dan jari, termasuk pangkal ibu jari. Ketika bagian jari dan sendi
tangan terkena, osteoarthritis dapat membuatkan keadaan bertambah sulit
terutamanya untuk memegang suatu objek dan untuk melakukan pekerjaan
(Anonim, 2006).
Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-
keluhan yang dirasakan telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien
osteoarthritis :
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan yang tertentu terkdang dapat menimbulkan rasa
nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan
meski osteoarthritis masih tergolong dini (secara radiologis) (Soeroso
dkk, 2006).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago
pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan nyeri yang timbul pada osteoarthritis berasal dari luar
kartilago (Felson, 2008). Pada penelitian dengan menggunakan MRI,
didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari
peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang
(Felson, 2008).
Osteofit merupakan salah satu penyebab dari timbulnya rasa nyeri.
Ketika osteofit tumbuh, terjadi proses inervasi neurovascular yang
menembusi bagian dasar tulang hingga ke bagian kartilago dan
menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini yang
menyebabkan timbulnya nyeri (Felson, 2008).
Nyeri juga dapat timbul dari bagian luar sendi, termasuk pada bagian
bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat
dari anserine bursitis dan sindrom iliotibal band (Felson, 2008).
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
sejalan dengan pertumbuhan rasa nyeri (Soeroso dkk, 2006).
3. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
setelah tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau
duduk di mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setiap bangun
tidur pada pagi hari (Soeroso dkk, 2006).
4. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut. Pada
awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau
remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan
perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu
(Soeroso dkk, 2006).
5. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Soeroso dkk,
2006).
6. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah (Soeroso dkk, 2006).
7. Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai
pada osteoarthritis karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini
tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih
jauh. Gejala ini sering dijumpai pada osteoarthritis lutut (Soeroso dkk,
2006).
8. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang membebankan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien
osteoarthritis, terutamanya pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu
berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan
terutama pada osteosarthritis lutut (Soeroso dkk, 2006).
2.6 Diagnosis
1. Diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat pasien, pemeriksaan fisik,
pemeriksan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium.
2. American College of Rheumatologi (ACR) membagi klasifikasi OA
menjadi OA pinggul, lutut dan tangan dengan adanya nyeri, pemeriksaan
tulang normal Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) dan radiograph.
3. Untuk OA pinggung, pasien biasanya nyeri pada bagian pinggul dan
terdapat 2 dari 3 pemeriksaan berikut : 1) ESR kurang dari 20 mm/h, 2)
radiograph tulang paha, 3) penyempitan jarak tulang sendi.
4. Untuk OA lutut, pasien biasanya nyeri pada bagian lutut dan terdapat 1
atau lebih ciri – ciri berikut :1) usia lebih dari 50 tahun, 2) kekakuan sendi
pada pagi hari berkisar 30 menit atau kurang, 3) gerakan terbatas, 4)
pembesaran tulang, 5) kerapuhan tulang, 6) tulang terasa hangat ketika di
sentuh.
5. ESR sedikit menurun jika terjadi peradangan. Rheumatoid faktor adalah
negatif. Analisis dari cairan sinovial yaitu memiliki viskositas yang tinggi
dan leukosit (<2000 /mm3 [<2 x109 /L]).
2.7 Tujuan terapi
Adapun tujuan dari terapi Ostheoarthritis yaitu :
a. Mengedukasi pasien dan keluarga
b. Mengurangi nyeri dan kekakuan
c. Memelihara atau meningkatkan pergerakan tulang sendi
d. Mengurangi kerusakan fungsional
e. Memelihara atau meningkatkan kualitas hidup
2.8 Terapi non farmakologi
a. mengedukasi pasien tentang proses dan tingkat penyakit, prognosis,
dan pengobatan.
b. mengadakan konseling diet, olahraga, dan program penurunan berat
badan untuk pasien dengan kelebihan berat badan.
c. Terapi fisik - dengan perawatan panas atau dingin dan program olah
raga – membantu Menjaga rentang gerak dan mengurangi rasa sakit
dan kebutuhan akan analgesik.
d. Alat bantu dan orthotic (tongkat, pejalan kaki, kawat gigi, gelas tumit,
sol) dapat digunakan selama latihan atau aktivitas sehari-hari.
e. Prosedur bedah (misalnya osteotomy, artroplasti, fusi sendi)
diindikasikan untuk fungsional cacat dan / atau sakit parah tidak
responsif terhadap terapi konservatif
2.9 Terapi farmakologi
a. Ostheoarthritis lutut dan pinggul

1. Pengobatan lini pertama untuk ostheoarthritis lutut dan


pinggang adalah acetaminophen/paracetamol. Walaupun
kurang efektif dibandingkan dengan NSAIDs namun
paracetamol memiliki resiko yang lebih rendah pada
gastrointestinal dan cardiovaskuler.
2. Jika pasien gagal dalam pemberian paracetamol.NSAIDs
selektif COX-2 dianjurkan. Karena mengurangi resiko terhadap
gastrointestinal daripada NSAIDs non selektif. Namun
keuntungan ini tidak bertahan lebih dari 6 bulan sehingga harus
ditambah dengan PPI (Proton Pump Inhibitor) atau misoprostol
untuk mengurangi kejadian gastrointestinal akibat NSAIDs.
Mekanisme kerja dari NSAIDs selektif COX-2 yaitu secara
selektif menghambat enzim COX-2 serta prostaglandin PgE2.
Enzim COX-1 tidak dihambat, sehingga prostacylin (PgI2)
dengan efek protektif terhadap mukosa lambung tetap dibentuk.
Contoh obat : celecoxib, rofecoxib, parecoxib.
3. Untuk OA lutut, NSAIDs topikal dianjurkan jika gagal
paracetamol dan lebih disukai oleh pasien yang berusia lebih
dari 75 tahun.
4. Injeksi kortikosteroid intra-artikular (IA) direkomendasikan
untuk OA lutut maupun pinggul, jika NSAIDs topikal dan
parasetamol tidak optimal.
5. Tramadol direkomendasikan untuk kedua OA pada pasien yang
telah gagal terjadwal paracetamol dosis penuh dan NSAID
topikal. Juga dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat
menerima IA kortikosteroid.
6. Terapi opioid dipertimbangkan untuk pasien yang tidak
merespon terhadap terapi nonfarmakologis dan terapi
farmakologis lini pertama, juga dengan pasien yang beriso
tinggi bedah dan juga yang tidak bisa menjalani artroplasti
sendi.
7. Duloxetin dapat digunakan sebagai pengobatan tambahan pada
pasien denganrespon parsial lini pertama.
b. Ostheoarthritis tangan

1. NSAIDs topikal merupakan lini pertama untuk OA tangan.


2. NSAIDs oral merupakan pengobatan lini pertama untuk pasien
yang tidak dapat mentoleransi reaksi kulit lokal .
3. Krim capsain adalah pengobatan lini pertama alternatif. Pilihan
bagi pasien yang tidak dapat dengan terapi oral NSAIDs. Efek
samping utamanya adalah iritasi kulit dan pembakaran.
4. Tramadol dapat diberikan ketika pasien tidak dapat memakai terapi
topikal juga NSAIDs oral karena resiko GI, kardiovaskuler atau
ginjal yang tinggi. Tramadol juga dapat digunakan dengan
kombinasi bersama paracetamol sebagian, terapi topikal atau
NSAIDs oral.

Informasi Lebih Lanjut Mengenai Obat


1. Paracetamol dapat ditoleransi dengan baik, namun berpotensi
hepatotoksik. Hindari pengguna alkoloh kronis atau pasien dengan
penyakit hati. Toksisitas ginjal dimungkinkan dengan penggunaan
jangka panjang. Penggunaan kombinasi produk paracetamol dan
NSAID tidak dianjurkan karena peningkatan resiko gagal ginjal.
2. NSAID menyebabkan keluhan GI ringan seperti mual, dispepsia,
anoreksia, nyeri perut, perut kembung dan diare. Dapat menyebabkan
ulkus lambung dan ulkus duodenum. Dapat juga menyebabkan penyakit
ginjal hepatitis, reaksi hpersensitivitas, ruam dan keluhan SSP
mengantuk, pusing, sakit kepala, depresi, kebingungan dan tinnitus.
Hindari NSAID pada akhir kehamilan. Untuk mengurangi resiko GI
dapat dilakukan denganmenggunakan dosis terendah yang mungkin,
penambahan terapi dengan misoprostol, PPI, ataumenggunakan NSAID
selektif COX-2.
3. Interaksi obat NSAID dengan lithium, warfarin, hipoglikemi oral,
metroteksat, antihipertensi, penghambat enzim pengubah angiotensin,
beta bloker dan diuretik.
4. Capsain harus digunakan secara teratur agar efektif dan memerlukan
waktu hingga 2 minggu . efek sampingnya terutama lokal mengalami
terbakar, menyenat dan atau eritema yang biasanya mereda dengan
aplikasi berulang. Peringatan tidak digunakan untuk mata atau mulut
dan mencuci tangan setela memakai. Penggunaan krim, lotion, gel
direkomendasikan 4 kali sehari tetapi pemakaian 2 kali sehari dapat
meningkatkan kepatuhan jangka panjang dengan penghilang rasa sakit
yang memadai.
5. Tramadol dikaitkan dengan efek samping opioid seperti mual, muantah,
pusing, sembelit, sakit kepala dan mengantuk. Kejadian yang buruk
terkait penggunaan tramadol adalah kejang.
6. Duloxetin dapat menyebabkanmual, mulut kering, sembelit, anoreksia,
kelelahan, mengantuk, dan pusing.
7. Suntikan asam hialuronat memiliki manfaat bagi pasiendengan OA
lutut dan belum terbukti untuk OA pinggul. Terdapat 6 regimen untuk
nyeri lutut :
 Sodium hyaluronate 20 mg / 2 mL (Hyalgan) sekali seminggu untuk
lima suntikan
 Sodium hyaluronate 20 mg / 2 mL (Euflexxa) sekali seminggu untuk
tiga suntikan
 Sodium hyaluronate 25 mg / 2,5 mL (Supartz) sekali seminggu untuk
lima suntikan
 Polimer Hylan 16 mg / 2 mL (Synvisc) sekali seminggu untuk tiga
suntikan
 Polimer Hylan 48 mg / 6 mL (Synvisc-One) injeksi tunggal (dengan
khasiat untuk sampai 26 minggu)
 Hyaluronan 30 mg / 2 mL (Orthovisc) sekali seminggu untuk tiga
suntikan

2.10 Monitoring Dan Evaluasi Hasil Terapeutik


1. Untuk memantau keefektifan, menilai nyeri awal dengan skala analog
visual, dan kisaran penilaian gerak untuk sendi yang terkena dengan
fleksi, ekstensi, abduksi, atau adduksi.
2. Bergantung pada sendi (s) yang terkena, pengukuran kekuatan
pegangan dan berjalan 50 kaki dapat membantu menilai OA tangan
dan pinggul / lutut.
3. Radiografi dasar dapat mendokumentasikan tingkat keterlibatan
bersama dan mengikuti penyakit perkembangan dengan terapi
4. Langkah-langkah lain termasuk penilaian global berdasarkan riwayat
pasien.
5. kegiatan dan keterbatasan yang disebabkan oleh OA, Ontario Barat
dan McMaster Indeks Arthrosis Universitas, Kuesioner Penilaian
Kesehatan Stanford, dan dokumentasi penggunaan analgesik atau
NSAID.
6. Tanyakan kepada pasien tentang efek samping dari pengobatan.
Pantau tanda-tanda yang berhubungan narkoba
7. Efeknya, seperti ruam kulit, sakit kepala, kantuk, penambahan berat
badan, atau hipertensi dari NSAIDs.
8. Dapatkan kreatinin serum, profil hematologi, dan transaminase serum
dengan tingkat mengulang pada interval 6- sampai 12 bulan untuk
mengidentifikasi toksisitas spesifik pada ginjal, hati, saluran
pencernaan, atau sumsum tulang.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Osteoarthritis merupakan penyakit tipe paling umum dari arthritis, dan
dijumpai khusus pada orang lanjut usia atau sering disebut penyakit
degeneratif. Osteoarthritis merupakan penyakit persendian yang kasusnya
paling umum dijumpai di dunia (Bethesda, 2013).
Insidensi dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masing-masing
negara, tetapi data pada berbagai negara menunjukkan, bahwa arthritis jenis
ini adalah yang paling banyak ditemui, terutama pada kelompok usia
dewasa dan lanjut usia. Prevalensinya meningkat sesuai pertambahan usia
(Bethesda, 2013).
Faktor resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut:
Peningkatan usia, Obesitas, Jenis kelamin wanita, Trauma, Faktor genetik.
Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan
kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara
degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan
diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang
rawan, yang menjadikan tulang rawan sendi kehilangan sifat
kompresibilitasnya yang unik (Price dan Wilson, 2013).
Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-
keluhan yang dirasakan telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien
osteoarthritis : Nyeri sendi, Hambatan gerakan sendi, Kaku pagi , Krepitasi,
Pembesaran sendi (deformitas), Pembengkakan sendi yang asimetris,
Tanda-tanda peradangan, Perubahan gaya berjalan.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat pasien, pemeriksaan fisik,
pemeriksan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium. American College of
Rheumatologi (ACR) membagi klasifikasi OA menjadi OA pinggul, lutut
dan tangan dengan adanya nyeri, pemeriksaan tulang normal Erythrocyte
Sedimentation Rate (ESR) dan radiograph dan lain sebagainya.
Adapun tujuan dari terapi Ostheoarthritis yaitu : Mengedukasi pasien
dan keluarga, Mengurangi nyeri dan kekakuan, Memelihara atau
meningkatkan pergerakan tulang sendi, Mengurangi kerusakan fungsional,
Memelihara atau meningkatkan kualitas hidup.
Adapun terapi non farmakologi sebagai berikut : mengedukasi pasien
tentang proses dan tingkat penyakit, prognosis, dan pengobatan.
mengadakan konseling diet, olahraga, dan program penurunan berat badan
untuk pasien dengan kelebihan berat badan. Terapi fisik - dengan
perawatan panas atau dingin dan program olah raga – membantu Menjaga
rentang gerak dan mengurangi rasa sakit dan kebutuhan akan analgesik.
Alat bantu dan orthotic (tongkat, pejalan kaki, kawat gigi, gelas tumit, sol)
dapat digunakan selama latihan atau aktivitas sehari-hari dan lain
sebagainya.
Adapun terapi farmakologi meliputi pemberian paracetamol sebagai
lini pertama, kemudian NSAIDs topikal maupun oral,capsain krim,
kortikosteroid injeksi intraartikular, tramadol dan opioid.
Monitoring dan evaluasi ditujukan untuk mengetahui efektifitas dari
pengobatan ostheoarthritis sehingga dapat memenuhi dari tujuan terapi
penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, The Facts about Arthritis, http://www.arthritis.org/ diakses pada 4
Maret 2018
Bethesda, 2013, Handout on Health; Osteoarthritis, http://www.niams .nih.gov/
diakses pada 5 maret 2018.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee. G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L., M.,
(Eds.), Pharmacopy, A Pathophysiological Approach, Sixth Edition, 1685-
1700, Appeton & Lange, Stamford.
Elin Y. S., dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI. 349-353
Felson, D.T., Lawrence, R.C., Dieppe, P.A., Hirsch, R., 2000, Osteoarthritis: New
insights, Part 1: The disease and its risk factors, Ann. Intern. Med., 133, 635–
646.
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Editor : M. Djauhari
Widjajakusumah. Jakarta : EGC. 499
Hansen, K.E, Elliot, M.E, 2005, Osteoarthritis, In Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee.
G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L., M., (Eds.), Pharmacopy, A
Pathophysiological Approach, Sixth Edition, 1685-1700, Appeton & Lange,
Stamford.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC; 2013
Priyanto, 2008, Farmakologi dan Terminologi Medis, Osteoarthritis, Leskonfi,
Jakarta.
Robbins, Kumar, Cotran, Collins. 2007. Pathologic Basis Of Disease. 6th
ed.Philadelphia : W.B. Saunders Company. 805-806
Soeroso, S., Isbagio, H., Kalim, H., Broto, R., Pramudiyo, R., 2006,
Osteoarthritis, Jilid II, 1195-1201, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

You might also like