Professional Documents
Culture Documents
Bimbingan Islam
|
|
|
Mutiara Faidah Hadits-Hadits
Kitābul Jāmi'
Dari Kitab Bulūghul Marām
Karya Al Hafizh Ibnu Hajar
|
Bab 03
Zuhud Dan Wara'
!1
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 05 Muharam 1439 H / 25 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Az-Zuhd wa Al-Wara'
🔊 Pendahuluan | Pengertian Zuhud Dan Wara' (Bagian 1)
-------------------------------------
Kita masuk dalam bab yang baru dalam Kitābul Jāmi' dari Kitab Bulūghul Marām yaitu "Bāb
Az-Zuhd wal Wara' (Bab yang menjelaskan tentang zuhud dan wara')"
Sesungguhnya kalimat zuhud dan wara' adalah 2 kalimat yang sering digandengkan, akan
tetapi 2 kalimat ini memiliki perbedaan.
■ ZUHUD
Oleh karenanya dalam ayat, tatkala Allãh menyebutkan kisah tentang Nabi Yūsuf
'alayhissalām yang dijual sebagai budak;
"Dan mereka membeli Yūsuf 'alayhissalām sebagai budak dengan harga yang sedikit."
(QS Yūsuf: 20)
■ WARA'
!2
َّ َك
ف َع ْن
"Menahan diri."
Oleh karenanya sebagian ulama membedakan antara zuhud dan wara', kata mereka
bahwasanya:
◆ Zuhud
Dia sudah mendapatkan barang tersebut, namun dia tidak pandang & menganggap itu kecil.
Seseorang memiliki harta yang sudah ada di tangannya, namun dia memandang itu sedikit
(tidak memandang itu sangat bernilai), dia tidak tertarik dengan dunia tersebut, yang dia
tertarik adalah akhirat.
◆ Wara'
Yaitu dia menahan diri untuk tidak meraih, SEBELUM dia pegang barang tersebut.
Artinya ada sesuatu (mungkin urusan dunia atau perkara yang meragukan) dia tinggalkan
sebelum berada di tangannya.
Sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, tatkala mendapati ada kurma kemudian
Beliau tidak jadi memakan kurma tersebut, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam khawatir
kurma tersebut adalah kurma shadaqah.
Dan kita tahu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dilarang untuk makan dari sedekah,
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menerima hadiah dan menolak sedekah.
Oleh karenanya tatkala Sufyan Ats Tsauriy rahimahullāh Ta'āla pernah ditanya: "Siapakah
orang yang zuhud?"
Maka Sufyan Ats Tsauriy berkata: "Az-Zāhid, 'Umar bin 'Abdul 'Azīz."
Orang yang zuhud adalah yang namanya 'Umar bin 'Abdul 'Azīz.
Kenapa ?
Karena 'Umar bin 'Abdul 'Azīz seorang raja & gubernur mulia di Madinah dan telah
memiliki dunia (harta seluruhnya sudah di tangannya) tetapi dia zuhud (tidak memandang
harta tersebut).
!3
Dia menjadikan harta (seluruh kekayaan) yang dia miliki sebagai sarana untuk akhirat.
Jadi dia:
Raghbah fil ākhirāt (semangat untuk akhirat).
Raghbah 'anid dunya (tidak semangat dengan dunia yang dia miliki).
Bukanlah orang yang zuhud itu yang tidak punya apa-apa kemudian dia mengaku zuhud. Ini
dia memang tidak bisa, dia belum teruji (belum terbukti).
Kenapa?
Karena memang dia tidak bisa (tidak berkesempatan) memiliki apa-apa.
Maka orang ini bisa dikatakan "zuhud terpaksa", berbeda dengan "zuhud pilihan".
Kalau 'Umar bin 'Abdul 'Azīz rahimahullāh Ta'āla adalah zuhud pilihan.
Kalau dia mau kaya (hidup bermewah mewah), dia mampu.
Akan tetapi ia tinggalkan itu semua karena dia zuhud, tidak terlalu tertarik dengan dunia.
Semua dunia tidak ada di hatinya melainkan dijadikan sarana untuk meraih akhirat.
Karena kita dapati sebagian orang mencela, misalnya: "Kenapa si Fulan itu hidupnya seperti
itu?"
Dia belum merasakan, dia merasa dirinya zuhud padahal dia belum teruji.
Dia hanya zuhud terpaksa karena dia tidak memiliki uang untuk memiliki harta benda
tersebut.
Atau,
⑵ Dunia sudah ada di tangannya namun dijadikan dunia tersebut sebagai sarana untuk
akhirat.
Adapun wara' yaitu kita BELUM MEMILIKI sesuatu di hadapan kita. Jadi, sesuatu mau kita
terjang, mau kita lakukan atau tidak, kita ragu...
Ini diantara perbedaan antara zuhud dan wara' yang disebutkan oleh sebagian ulama.
!4
______________________
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 06 Muharam 1439 H / 26 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Pendahuluan: Pengertian Zuhud Dan Wara' (Bagian 2)
-------------------------------------
و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين أم بعد والصالة والسالم على الرسول املصطفى وعلى آله وصحبه الحمد هلل وكفى
Pada pertemuan yang lalu kita telah jelaskan tentang perbedaan zuhud dan wara' menurut
sebagian ulama.
Pada pertemuan ini kita jelaskan perbedaan zuhud dan wara' menurut Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullāh Ta'āla yang juga dikuatkan murid beliau yaitu Ibnul Qayyim
rahimahullāh Ta'āla.
!5
Zuhud berkaitan dengan perkara mubahat, perkara yang diperbolehkan.
Perkara ini boleh kita kerjakan dan kita tidak mendapatkan kemudharatan di dunia dan
lebih-lebih di akhirat.
Akan tetapi tidak ada manfaatnya di akhirat jika di dunia ini kita tempuh, jika kita
memilikinya, jika kita menggunakannya.
Ini tidak mengapa, uangnya mungkin milyaran, uang sangat banyak sehingga ia ingin
memiliki mobil sampai lima misalnya.
Tapi ternyata ia hanya memerlukan 2 atau 3 mobil misalnya, yang duanya lagi tidak perlu.
Maka dia berfikir: "Apakah saya perlu membeli mobil yang ke empat dan ke lima?"
"Jika tidak ada manfaatnya di akhirat buat apa saya beli."
Ini namanya zuhud.
Kalau seandainya dia beli mobil ke empat dan ke lima tsb dia tidak berdosa, tidak jadi
masalah, mungkin untuk aset, atau sesekali digunakan.
Yaitu, tatkala dia hanya mencukupkan membeli 3 mobil karena memang dia perlu 3 mobil
tsb dan meninggalkan untuk membeli mobil ke empat dan kelima, padahal dia mampu
untuk beli.
Karena zuhud berkaitan dengan perkara yang mubah, yang asalnya hukumnya boleh
(mubahat) namun dia tinggalkan karena tidak ada manfaatnya di akhirat.
Inilah zuhud yang sejati.
Jika kita hendak memiliki sesuatu, melakukan sesuatu atau kita ingin membeli sesuatu maka
kita pikirkan: "Ini bermanfaatkah bagi saya di akhirat?"
Kalau tidak bermanfaat maka kita tinggalkan. Itulah zuhud, itu berarti kita zuhud.
Seorang misalnya memiliki HP, kemudian dia membeli lagi HP lagi, selalu update HP yang
tebaru.
Thayyib, kalau memang dia perlu HP tsb, lebih canggih misalnya, karena ada kepentingan
tertentu, mungkin agar dia bisa membuka program -program tertentu untuk belajar agama
misalnya.
Tapi jika hanya sekedar untuk bergaya, misalnya dia ingin memiliki HP tsb karena HPnya
sudah lama dan kurang bagus, ingin model baru, thayyib, kita tanya:
"Adakah menfaatnya di akhirat?"
!6
"Adakah HP ini berkaitan dengan memberi manfaat di akhirat?"
Kalau tidak ada manfaatnya di akhirat maka tidak usah beli baru.
Cukup dengan HP yang lama, ini namanya zuhud.
"Oh, ada manfaatnya Ustadz, tapi manfaatnya di dunia untuk ini untuk itu."
Ya, kita berbicara tentang zuhud, berkaitan dengan manfaat di akhirat.
Kalau barang tsb mendatangkan manfaat di akhirat maka beli, atau lakukan perbuatan tsb,
namun jika tidak ada manfaatnya di akhirat maka tinggalkan.
Ini disebut dengan zuhud.
Orang yang melakukan perkara yang haram jelas akan mendatangkan kemudharatan di
akhirat, demikian juga syubhat, perkara yang syubhat meragukan.
Bisa jadi kalau dia lakukan akam memberi kemudharatan baginya di akhirat, meskipun tidak
pasti.
Oleh karenanya Syaikhul Islam Ibnu memberikan ibarat: "Tarku maa qad yadhuuru,"
Oleh karenanya orang yang meninggalkan perkara yang syubhat dikatakan orang yang wara'.
Dari sini para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita tahu bahwasanya derajat zuhud lebih tinggi daripada wara'.
Kenapa?
Zuhud bukan hanya meninggalkan yang syubhat dan haram, bahkan perkara yang mubah
pun dia tinggalkan, perkara yang bolehpun dia tinggalkan.
Kenapa?
Karena menurut dia tidak ada manfaatnya di akhirat, maka dia tinggalkan.
Dia ingin bermain-main, misalnya main sesuatu permainan, permainan ini boleh saja tetapi
ada tidak manfaatnya di akhirat?
Kalau tidak ada manfaatnya dia tinggalkan, padahal hukumnya boleh.
Oleh karenanya orang yang zuhud sudah pasti wara' tapi orang yang wara' belum tentu
zuhud.
Saya ulangi:
!7
"Orang yang zuhud, jangankan perkara yang haram, perkara syubhat pun ditinggalkan,
jangankan perkara syubhat, bahkan perkara yang mubah sebagian dia tigggalkan karena
khawatir tidak ada manfaatnya di akhirat."
Adaupun wara', orang yang meninggalkan sesuatu yang syubhat atau yang haram.
Dari sini kita tahu bahwasanya zuhud lebih tinggi daripada wara'.
Dan contoh seorang yang zahid dan wari' adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Beliau meninggalkan perkara yang syubhat apalagi yang haram.
Dan Beliau juga meninggalkan perkara-perkara dunia yang sebenarnya boleh Beliau 'alayhi
shalatu wa sallam lakukan. Namun karena beliau zuhud, beliau tidak ingin melakukan
suatu perkara yang tidak bermanfaat di akhirat.
Semoga Allāh menjadikan kita orang-orang yang zuhud dan wara' meskipun mungkin zuhud
dan wara' kita tidak bisa sebagaimana para salafushshalih akan tetapi kita berusaha untuk
meniru mereka.
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 07 Muharam 1439 H / 27 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Az-Zuhd Wal Wara'
🔊 Hadits 01 | Menjauhi Hal-Hal Syubhāt
-------------------------------------
Ikhwān wa akhwāt, kita masuk pada hadits yang pertama dari Bab Az Zuhd wal Wara'.
!8
ُن ُّ ْع َمانn n َوى الn n َوأ َ ْه- ُق ْو ُلn nَلم يnn ليه و سnn لى اهلل عnn ْو َل اهللَِّ صn nس n ُ م ْعتُ َرnِ n nس n َ :الn َ n nنهما َقnn ى عnn عالnn ي اهلل تnn شيْ ٍر رضn ِ n َن بnِ n ْان ب
ِ ن ُّ ْع َمn nن الnِ n nَع
َقىn nَّم ِن اتnَ n َ ف،اس ِ ِ
ِ َّ نn n َن الn nث ْي ٌر مnn n ْع َل ُم ُه َّن َكn n الَ َي،ات n ْ ْين َ ُه َما ُمn n َو َب،ٌنيnِّ n را َم َبnَ n n َو إِ َّن ا ْل َح،ٌنيnِّ n الل َبـ
ٌ ت َ ِب َهn nش َ حn َ n n "إِ َّن ا ْل:- ْيهn nَى أُذُنnn nبَ َع ْي ِه إِ َلn nصـ
ِ ْ إnِ n nِب
َ َقعnك أ َ ْن َيnُ nش nِ ْوnمى ُيnَ nح ِ ْو َل ا ْلnح
n َ ىnnر َعnْ nيْ َيnاع ِ رnnالnn َك:ِ رامnnح
َّ
ِ ِ
َ nَ يْ ا ْلnعَ فnبُ َهات َو َقnالش n ُّ ْيnعَ ِفn ْن َو َقn َو َم،هnِ nض n n ِ رnْ nن ِه َو ِعnِ nد ْيnِ nِتَبْ َرأ َ لnاس
n ْ َق ِدnَات ف ِ بُ َهnالشـُّ
ُّل ُه َو إِذَاn كnُ ُدn س
n nَ َلحَ ا ْل َجn ص
n n nَ ْ َل َحتn ص n n nَ إِذَا،ض َغ ًةn ْ nد ُمnِ nس
n َ يْ ا ْل َجn أَالَ َو إِ َّن ِف،ُهn حا ِر ُمn َ n َم:َِّمى اهللnَ nح nِ أَالَ َو إِ َّن،مىnً nح nِ لِ ٍكnn ُك ِّل َمn ِ أَالَ َو إِ َّن ل،يْ ِهn ِف
." ُمتَّفَقٌ َع َليْ ِه.ب ُ ا َ ْل َق ْل:َ أَالَ َو ِهي،ُس ُد ُك ُّله َ س َد ا ْل َج َ َت ف ْ س َد َ َف
Dari shahābat Nu’mān bin Basyīr -semoga Allāh meridhai keduanya-, ia berkata:
Menunjukkan beliau mendengar langsung hadits ini dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa
sallam.
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas.
Dan di antara keduanya (antara haram yang jelas dan halal yang jelas) ada perkara-perkara
yang musytabihāt (samar/rancu tentang haram dan halalnya).
Kebanyakan orang tidak mengetahui hakikat dari perkara yang rancu ini.
Dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara-perkara yang syubhat maka dia akan
terjerumus dalam perkara-perkara yang haram.
Hadits ini adalah hadits yang pertama yang dibawakan dalam bab Az Zuhd wal Wara',
menjelaskan akan pentingnya kita zuhud dan wara'.
Yaitu menjauhkan diri kita dari hal-hal yang diragukan akan kehalalan dan keharamannya.
!9
■ PERKARA HALAL
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menjelaskan (bahwa) ada perkara yang jelas
kehalalannya, dan ini banyak seperti:
• Roti
• Buah-buahan
• Madu
• Susu dan makanan-makanan yang sudah jelas kehalalannya.
• Pakaian-pakaian yang boleh kita pakai.
• Masalah transaksi.
■ PERKARA HARAM
Contohnya seperti:
• Daging babi
• Minum khamr
• Memakai emas & sutra untuk lelaki
• Perbuatan perbuatan yang haram (zina, ghībah, namimah, dengki, hasad)
• Dan yang lainnya banyak juga perkara-perkara yang jelas keharamannya.
■ PERKARA SYUBHAT
Diantara keduanya ada perkara perkara yang diragukan tentang kehalalan atau
keharamannya.
Dan kebanyakan orang tidak mengetahui hakikatnya apakah ini halal atau haram, karena
mungkin:
Namun paraulama yang rāsikhūna fil 'ilmi (yang ilmu mereka kuat), mereka tahu hakikat
perkara tersebut, halal atau haram.
Oleh karenanya, perkara ini perkara yang nisbi, tidak diketahui oleh banyak orang.
Ini menunjukkan, bahwa ada sebagian orang yang mengetahui hakikatnya (halal atau
haram), yaitu para ulama.
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan jalan keluar ketika kita
bertemu perkara-perkara yang kita ragukan.
!10
Caranya bagaimana?
Kita tinggalkan/jauhkan perkara yang meragukan tersebut, karena itu adalah perkara syubhat.
Inilah yang disebut dengan wara' (yaitu) kita menjauhi perkara yang kita ragu tentang
kehalalannya.
Karena apa?
◆ Karena barangsiapa yang menjauhkan diri dari perkara yang syubhat maka dia telah
mensucikan agamanya dan harga dirinya.
Dan sebaliknya, barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, dia lakukan (tetapi)
dia tidak tahu itu halal atau haram, lama-lama mungkin bisa jadi:
Dimana di sekitar daerah terlarang adalah daerah syubhat karena dikhawatirkan kambingnya
lepas kemudian masuk ke dalam daerah yang terlarang.
Oleh karenanya sifat wara' mengkonseksuensikan kita untuk menjauhkan diri kita dari
perkara perkara yang syubhat.
Karena ini akan menjatuhkan agama & harga diri kita dan suatu saat kita akan terjerumus ke
dalam perkara yang haram.
Ini dalil bahwasannya perkara yang halal atau haram berkaitan dengan masalah hati kita.
Seandainya kita melakukan perkara yang haram dan kita menembus perkara-perkara yang
syubhat maka ini akan berpengaruh dengan hati kita, hati kita akan kurang baik.
Barangsiapa yang wara', menjauhkan diri dari perkara-perkara yang syubhat, maka dia telah
menjaga kesucian hatinya
Dan kalau hatinya sudah baik maka niscaya akan berpengaruh kepada seluruh anggota
tubuhnya.
!11
واهلل أعلم بالصواب
______________________
🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 08 Muharam 1439 H / 28 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Az-Zuhd Wal Wara'
🔊 Hadits 02 | Larangan Menjadi Hamba Dunia
-------------------------------------
Kita lanjutkan hadits yang ke-2 dari Bāb Az Zuhd wal Wara'.
ْ إِن،طـيْفَ ِة
ِ َقnم ِ َوا ْلn ِّدر َهـnنَا ِر َوالnْ ِّديnبْ ُد الnـس َعـ
ْ َ عnِ nَ "ت: لمnnليه و سnnلى اهلل عnn ْو ُل اهللَِّ صnس
n ُ ال َرn َ nنه َقnnي اهلل عnnرةَ رضnَ nْريnَ nيْ ُهn ْن أ َ ِبnَو َع
َ n َق8 :الn
.خا ِر ُّي
َ ُخ َر َج ُه ا ْلب
ْ َ " أ.ض َ ط َل ْم يَ ْر ِ طيَ ر
َ َو إِ ْن َل ْم يُ ْع،َضي ِ أ ُ ْع
َ
Dari Abū Hurairah Radhiyallāhu 'anhu ia berkata: Rasūlullāh Sallallāhu 'Alayhi Wasallam
bersabda:
“Celaka budak dinar dan budak dirham, dan budak kain qathīfah. Kalau diberikan dunia
tersebut (entah dinar, dirham atau kain yang lembut tersebut) dia senang dan kalau tidak
mendapatkan dunia tersebut diapun tidak rela (marah)."
(HR Bukhari)
Qathīfah adalah kain yang lembut/halus, seperti kain yang terbuat dari sutra dan ada
beludrunya atau semisalnya.
Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allãh Subhānahu wa Ta'āla.
Ini adalah ungkapan yang sangat indah dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
!12
Nabi memberitahukan kepada kita bahwasannya ternyata diantara hamba-hamba Allāh ada
yang disebut/dinamakan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan nama:
• Hamba dinar
• Hamba dirham
• Hamba al qathīfah (hamba yang pekerjaannya hanya mencari kain yang indah)
Karena benar-benar kehidupan mereka demi dinar dan dirham. Benar-benar tujuan
kehidupan mereka adalah untuk mencari dunia semata.
َ ( تَ ِعcelaka).
Dan orang seperti ini disebut oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dengan ـس
Kehidupan dia ujungnya hanya ingin mencari dunia. Dia lupa bahwasannya dunia hanya
sementara dan ada kehidupan yang abadi di akhirat kelak.
Kenapa dinamakan dengan "hamba"? Karena benar-benar dia penyembah harta, harta yang
mengaturnya.
Dia menyangka tatkala mengumpulkan harta, dia akan menguasai dan mengatur harta
tersebut.
Namun pada hakikatnya, sewaktu mengumpulkan harta tersebut dia sebenarnya sedang
menyembah harta.
"Kau bisa mendapatkan aku jika kau memutuskan tali silaturahmi atau bermusuhan dengan
sahabatmu."
Maka dia akan lakukan.
!13
Kalau harta mengatakan: "Tunda sholat !", maka dia akan tunda shalat
Dengan demikian berarti:
⑴ Dia penyembah dinar bukan penyembah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
⑵ Dia menyangka menguasai dinar padahal dinar yang menguasainya.
⑶ Kehidupan dia orientasinya hanyalah dunia.
ِ طيَ ر
َضي ِ فَ ِإ ْن أ ُ ْع
َ
َ َو إِ ْن َل ْم يُ ْع
َ ط َل ْم يَ ْر
ض
"Kalau tidak mendapat harta (sementara sudah kecapekan mencari harta) maka dia marah."
Karena orientasinya adalah dunia.
Dan ini sama seperti sifat orang-orang munafik yang Allāh sebutkan dalam surat At Taubah.
"Diantara mereka ada yang mencela engkau (wahai Muhammad shallallāhu 'alayhi wa
sallam) tatkala engkau membagi-bagikan harta sedekah (zakat).
Kalau mereka diberi (melihat dari) harta tersebut mereka senang (gembira). Dan jika mereka
tidak diberi dari harta tersebut mereka pun marah."
(QS At Taubah: 58)
Orang-orang munafik, mereka mencela Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam pembagian
harta.
Mereka mencela Nabi bukan karena mereka memiliki ide yang lebih bagus dalam masalah
pembagian (distribusi), bukan.
Seseorang mungkin memiliki distribusi yang jelek sehingga dikatakan, "Bukan begitu
caranya, namun ada cara yang lebih baik."
Akan tetapi, ternyata orang-orang munafiq mencela Nabi bukan karena cara distribusi yang
keliru, tetapi karena mereka tidak dapat bagian.
Marahnya mereka karena tidak dapat bagian.
Mereka menampakkan kemarahan (pencelaan) seakan akan karena Allāh, tetapi ternyata
bukan, melainkan karena mereka tidak dapat bagian.
!14
Oleh karenanya, seseorang hendaknya menjauhkan diri dari sifat-sifat munafik dan berusaha
untuk beramal yang orientasinya bukan dunia tetapi karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Mungkin dia sebagai ustadz, muadzdzin, pengajar TPA, penulis buku-buku agama,
berdakwah, tugas agama apa saja.
Dan dia mendapat upah/gaji, kalau dia menjadikan upah/gaji ini sebagai tujuan utamanya
(mengumpulkan harta dengan wasilah agama), maka ini sangat tercela.
◆ Akan tetapi jika dia menerima upah tersebut dari kegiatan agama yang dia kerjakan dan
hanya sebagai sarana agar dia bisa:
• Terus beribadah kepada Allāh
• Memenuhi kebutuhan anak & istrinya dalam rangka menjalankan ibadah kepada Allãh
Maka ini in syā Allāh sama sekali tidak tercela, niatnya tulus.
Ingat, asal niatnya harus disambung, jangan berhenti kepada hanya ingin memiliki dunia,
tidak.
Tetapi niatnya harus bersambung sehingga dunia tersebut hanyalah sebagai sarana untuk:
Bisa terus beribadah kepada Allãh
Menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai hamba di atas muka bumi ini.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita hamba Allãh yang hakiki, bukan
menjadi hamba dinar, hamba dirham, hamba dollar, hamba rupiah atau hamba dunia-dunia
yang lainnya.
!15
🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 09 Muharam 1439 H / 29 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Az-Zuhd Wal Wara'
🔊 Hadits 03 | Perintah untuk Wara' kepada Dunia (Bagian 1)
-------------------------------------
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu 'Umar yang termasuk "sighārush shahābat" (shahābat
junior).
Karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala menyampaikan wasiat ini kepada
seorang yang masih muda.
Ini berarti Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam serius tatkala menyampaikan nasihat
ini, namun dengan penuh kasih sayang sambil memegang kedua pundak Ibnu 'Umar.
!16
"Wahai Ibnu 'Umar, hiduplah engkau di dunia seakan-akan engkau adalah orang yang asing
atau orang yang numpang lewat."
Maksudnya:
⑴ Janganlah engkau terpedaya dengan dunia ini.
⑵ Jadilah engkau seperti orang asing di suatu kota.
Misalnya ada orang asing yang tinggal di suatu kota, bagaimanakah sikap orang asing
tersebut?
Dia ada keperluan; mungkin karena ada pekerjaan atau mencari sesuatu sehingga dia tidak
terlalu tertarik dengan apa-apa yang ada di kota tersebut.
Kenapa?
Karena dia tahu bahwa dia tidak akan tinggal di kota ini.
Tatkala dia melihat penduduk kota tersebut memiliki rumah-rumah yang mewah, dia tidak
terlalu peduli.
Adapun di kota ini, dia hanyalah asing; tidak begitu mengenal orang, tidak tertarik dengan
kelebihan yang mereka miliki, tidak hasad kepada mereka.
Kenapa?
Karena dia tahu bahwasannya semua itu akan dia tinggalkan, dia akan pulang ke
kampungnya yang sesungguhnya.
Maka demikianlah seseorang tatkala hidup di dunia, (hendaklah) yang dia perhatikan adalah
bagaimana membangun istananya di kampung akhirat. Karena itulah tempat tinggalnya yang
sesungguhnya.
!17
Namun lupa untuk membangun istana di akhirat. Padalah di dunia dia hanyalah seperti
orang asing, dia akan tinggalkan dunia ini.
Betapapun rumah mewah yang dia bangun, berapapun uang banyak yang dia kumpulkan,
akan dia tinggalkan.
Kalau tidak dia jadikan itu semua sebagai bekal untuk membangun istananya di akhirat maka
di akan merugi.
Coba kalau ada orang asing yang tinggal di suatu kota, dia bangun rumah besar-besar
kemudian dia tinggalkan.
Dia jadikan dunia ini sebagai sarana untuk bisa mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya
untuk membangun istananya di akhirat.
َ أ َ ْو َعا ِب ُر
س ِبيْ ٍل
Orang yang numpang lewat masih punya tujuan yang akan dia lanjutkan (tempuh) dan dia
cuma singgah sebentar.
Mungkin untuk makan secukupnya atau ingin mengambil bekal untuk dia gunakan
melanjutkan perjalanan.
Demikianlah kondisi (hakikat) dari kehidupan dunia; hanya numpang lewat dan benar-benar
dunia ini hanyalah numpang lewat.
Waktu kita hidup di dunia hanya sebentar dibandingkan dengan kehidupan abadi yang
selama-lamanya.
Oleh karenanya, ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allãh Subhānahu wa Ta'āla,
Jadilah Anda di dunia ini seperti orang asing atau orang yang numpang lewat. Jangan
terpedaya dengan kilauan dan keindahan dunia. Toh akan Anda tinggalkan ini semua !
Siapkanlah bekal Anda untuk membangun istana seindah-indahnya di kampung Anda yang
sesungguhnya, yaitu kampung akhirat.
🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 10 Muharam 1439 H / 30 September 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 03 | Perintah untuk Wara' kepada Dunia (Bag. 2)
-------------------------------------
Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan dari
hadits yang ke-3.
Perkataan Ibnu 'Umar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā, setelah beliau mendengar hadits Nabi
untuk tinggal di dunia seperti orang asing atau yang numpang lewat, beliau mengambil
kesimpulan dan menasihati kita, (yaitu):
◆ Jika kau telah tiba di sore hari maka jangan tunggu pagi hari.
◆ Jika kau telah tiba di pagi hari maka jangan tunggu sore hari.
◆ Gunakanlah waktu sehatmu sebelum kau sakit.
◆ Gunakanlah kehidupanmu sebelum datang kematianmu.
Seakan-akan Ibnu 'Umar menasihati kita agar menjadikan kematian selalu berada di
hadapan kedua mata kita.
Hadits (perkataan) Ibnu 'Umar ini mengajarkan kepada kita untuk jangan terlalu panjang
angan- angan dalam urusan dunia.
Kalau masalah akhirat kita harus mempunyai himmah 'āliyah (semangat yang tinggi).
!19
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
Ibnu 'Umar menyuruh kita untuk bersegera; kalau sudah tiba di pagi hari (maka) jangan
tunggu sore.
Apa yang bisa kita kerjakan sekarang, jangan tunda, (karena) belum tentu kita bisa hidup
sampai sore hari.
Yang harusnya bisa kita kerjakan sekarang kenapa harus ditunda untuk sore hari?
Demikian juga kalau sudah tiba sore hari, kita jangan tunda (tunggu) sampai pagi hari.
Amal apa saja (semua amal) yang bisa kita lakukan di pagi hari atau sore hari, kita amalkan !
Kalau masalah dunia bisa kita tunda, tapi masalah akhirat jangan kita tunda.
ُ ْ◆ تَزَ َّو ْد ِم َن الت َّ ْق َوى فَ ِإنَّ َك الَ تَ ْد ِري إِذَا َج َّن َليْ ٌل ه َْل تَ ِعي
ش إِ َلى ا ْلفَ ْج ِر
!20
◆ Berbekallah engkau dengan ketaqwaan (karena) sesungguhnya engkau tidak tahu jika
telah tiba malam hari apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari.
ِ اش
حيْنا ً ِم َن ال َّد ْه ِر َ ات ِم ْن َغيْ ِر ِع َّل ٍة َو َك ْم ِم ْن
َ س ِقيْم ٍ َع َ ◆ َو َك ْم ِم ْن
ِ ص
َ حيْحٍ َم
◆ Betapa banyak orang sehat tiba-tiba meninggal (Allāh cabut nyawanya) tanpa didahului
sakit. Dan betapa banyak orang sakit parah disangka akan meninggal dunia ternyata masih
hidup.
◆ وكـم مـن عــــروس زيـنـــــوها لـزوجــــــــها وقـــد نـســجـت أكـفــانـها وهـي ال تــــدري
◆ Betapa banyak mempelai wanita yang dihias untuk dipersembahkan kepada mempelai
lelaki ternyata kain kafannya sedang ditenun (dijahit) dan dia dalam kondisi tidak
menyadarinya.
◆ Betapa banyak pemuda di pagi dan petang hari masih tertawa, tiba-tiba (setelahnya) tubuh
mereka sudah dimasukkan ke dalam liang lahat.
Dia ingin (melakukan perjalanan) ke Indonesia namun dia batalkan karena malam harinya
bibinya meninggal dunia dan dia harus menghadiri pemakaman.
Subhanallāh, (ternyata saat) shubuh hari dia yang dikuburkan di Bāqi (di tempat yang sama).
Oleh karenanya para ikhwan dan akhawat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
jika telah tiba pagi hari jangan tunda tunda lagi waktu (hingga) sore hari.
Beramallah !
Kalau tidak bisa banyak-banyak, yang penting ada waktu yang kita sisihkan untuk beramal.
Demikian juga jika telah tiba sore hari, tidak usah tunggu sampai pagi.
Sore hari sampai malam waktu yang panjang, banyak yang bisa kita kerjakan dengan:
• Berdzikir
• Membaca Al Qurān
• Berbuat baik pada orang tua
• Membuat orang tua tersenyum
• Dan yang lainnya.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla memberi taufiqNya kepada kita untuk senantiasa
beramal shalih dan tidak menunda nunda amal shalih.
!21
وباهلل التوفيق
والسالم عليكم ورحمة اهللّ وبركاته
______________________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 03 Shafar 1439 H / 23 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 04 | Larangan Menyerupai Kaum Kafir (Bagian 1)
~~~~~~~~~
Kita masuk pada hadits yang ke-4 dalam Bab Zuhud wal Wara'.
، ْو َدا ُو َدn ُه أ َ ُبnج ْ َ " أ.ن ْ ُه ْمn مnِ ُه َوn َ َق ْوم ٍ فn بَّ َه ِبnش
n َ رnَ nخ n َ َ ْن تn " َم: لمnnليه و سnnلى اهلل عnn ْو ُل اهللَِّ صnس َ nهم َقnnي اهلل الnnم َر رضnَ nن ُعnِ nن ا ْبnِ nَو َع
َ n َق:الn
n ُ ال َرn
ِ ص َّح َح ُه ِابْ ُن
.حبَّان َ َو
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu Ta'āla 'anhumā ia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa
sallam bersabda:
Hadits ini derajatnya adalah hasan dan mengandung banyak sekali faidah.
■ FAIDAH 1 | Tegas menjelaskan bahwa barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka
dia termasuk dari kaum tersebut.
!22
Barang siapa yang meniru-niru pelaku maksiat (fujjār/fāsik) maka dia termasuk dari
mereka.
Barang siapa meniru-niru gaya ahlul bid'ah, maka dia termasuk dari mereka.
Jika dalam perkara yang zhahir (misal: cara berpakaian, gaya hidup) saja dilarang oleh Nabi
shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka bagaimana lagi kalau kita meniru-niru peribadatan
mereka.
Kenapa?
Karena kalau kita meniru-niru gaya mereka, maka akan mewariskan kecintaan dalam batin.
Kalau sama zhahirnya antara Si A dan Si B; gayanya sama; cara berpakaiannya sama;
modelnya sama; maka akan timbul kecintaan di antara mereka berdua.
Seorang mukmin harus bara' (berlepas diri) terhadap orang kafir; tidak boleh ada kecintaan
terhadap orang-orang kafir dalam masalah agama.
Kenapa?
Karena mereka kufur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Perhatikan!
% Contoh ⑴
"Rubahlah warna putih uban tersebut (disemir dengan selain warna hitam) dan jangan kalian
meniru-niru orang Yahudi."
(HR An Nasāi no. 4986, Tirmidzi no. 1674)
Padahal kita tahu, namanya uban bukan kita yang melakukan tetapi terjadi dengan
sendirinya.
Kalau uban yang terjadi dengan sendirinya saja kita disuruh merubah warnanya agar tidak
sama dengan orang Yahudi maka bagaimana lagi kalau seseorang sengaja melakukan suatu
perbuatan yang mirip (usaha meniru-niru) dengan perbuatan orang-orang kafir?
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin kita punya tamayyuz (tampil beda) dengan
orang kafir.
% Contoh ⑵
!23
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
Kenapa?
Karena orang Majusi tidak berjenggot, sampai sekarang pun orang Majusi tidak berjenggot.
Di zaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, orang-orang Yahudi & orang musyrikin
berjenggot tetapi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melirik kepada satu jenis orang
kafir yaitu Majusi (penyembah matahari), dimana mereka tidak berjenggot .
Oleh karenanya, ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Seorang Muslim hendaknya berusaha menjauhkan dirinya dari meniru-niru orang kafir dalam
masalah pakaian, pola hidup, gaya apalagi dalam masalah peribadatan.
◆ Kalau ternyata orang kafir melakukan kegiatan yang bermanfaat maka tidak mengapa
ditiru.
◆ Yang dilarang oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah meniru-niru perkara yang
tidak ada manfaatnya yaitu hanya sekedar model/gaya.
% Contoh ⑴
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dahulu tatkala menulis surat kepada pembesar-
pembesar orang kafir, Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam diberi usulan oleh sebagian
shahābat agar memberi cap stempel di akhir surat.
Kenapa ?
Karena kebiasaan orang-orang kafir, mereka tidak menganggap surat itu resmi kecuali ada
stempelnya.
Akhirnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam meniru mereka karena hal ini ada
manfaatnya.
% Contoh ⑵
Demikian juga tatkala terjadi perang Khandaq, meskipun riwayat ini diperbincangkan para
ulama, namun disebutkan dalam di buku sejarah bahwa sebagian shahābat (Salmān Al
Fārisi) memberikan ide kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam agar membuat khandaq
(parit) ketika dalam kondisi terjepit.
!24
Ini dilakukan oleh orang-orang Majusi tatkala dalam kondisi terdesak dan Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam meniru cara tersebut.
Ini menunjukkan meniru yang dilakukan orang kafir selama bermanfaat tidak mengapa,
tidak termasuk dalam tasyabbuh.
Yang jadi masalah, kita lihat sekarang kaum muslimin mengikuti barat (orang-orang kafir)
dalam hal yang tidak bermanfaat, seperti gaya hidup, nyanyi-nyanyi, pesta-pesta, ulang
tahun, hari nenek dll.
Seandainya yang mereka tiru itu bermanfaat, seperti kemajuan teknologi, ini tidak mengapa
dan tidak dilarang oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Yang lebih menyedihkan lagi, kita dapati sebagian kaum muslimin meniru-niru orang kafir
dalam beribadah.
Contoh:
Meniru-niru orang Nashrani yang beribadah menggunakan musik dan nyanyian, padahal
ulama seluruhnya (ijma') mengharamkan alat-alat musik.
Ini sebagian kecil yang bisa saya sampaikan mengenai faidah hadits ini, hadits ini
pembahasannya sangat panjang.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjauhkan kita dari hal-hal yang menjerumuskan kita
dalam bertasyabbuh kepada orang-orang yang dibenci oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita berusaha bertasyabbuh dengan orang-orang shalih, agar kita di kumpulkan bersama
mereka pada hari kiamat kelak.
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 04 Shafar 1439 H / 24 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 04 | Larangan Menyerupai Kaum Kafir (Bagian 2)
!25
~~~~~~~~~
Hadits ini dibawakan oleh Ibnu Hajar rahimahullāh dalam kitab "Bulūghul Marām" dalam
bab Zuhud Dan Wara'.
⑴ Agar kita berusaha meniru orang-orang yang hidupnya zuhud yaitu Nabi dan para
shahābatnya.
⑵ Agar kita termasuk dalam golongan mereka.
⑶ Agar berhati-hati sekaligus peringatan agar kita tidak meniru orang-orang kafir dan fasik.
Yang hidup mereka jauh dari kezuhudan, yang seakan-akan kehidupan ini hanyalah dunia
saja. Mereka menghabiskan waktu dan harta mereka untuk perkara yang sia-sia.
Namun menjadi perkara yang menyedihkan yaitu kaum muslimin benar-benar meniru-niru
gaya hidup orang-orang kafir, sampai-sampai dalam suatu hadits Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam mengatakan:
َ س
َِّول اهللnn n ُ ا َرnَ ْن يn َم: واnا ُلn َق، " ُ ْلت ُ ُموهnخ
َ َدnب َلn n ْ ُلوا ُجnخ
n n n َ رnَ ح
ٍّ ض nَ ، ٍ ذ َراعnِ بnِ اnعnً ذ َراnِ َ ف، بْ ٍرnش
َ ْو َدnتَّى َلnح n ِ بْ ًرا ِبnش
n ِ بْ َل ُك ْمnا َن َقnكn َ ْنnنن َمn
َ َسn n ُ تَت َّ ِب ُع َّنn" َل
. " " فَ َم ْن إِال ُه ْم: ال َ ارى ؟ َق َ ص َ َّ ا ْليَ ُهو ُد َوالن
Kami (para shahābat) berkata, “Wahai Rasūlullāh, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan
Nashrani?”
#Dalam riwayat lain: Sebagaimana bulu anak panah yang satu dengan yang lainnya.
!26
Apabila seseorang hendak membuat anak panah di belakangnya dikasih bulu, atau di
depannya dikasih dua penyeimbang kanan dan kiri dan penyeimbang itu harus sama persis
agar anak panah bisa lari dengan tepat. Seandainya tidak seimbang maka tidak akan tepat
larinya, akan miring ke kanan atau ke kiri.
Jadi maksudnya adalah kalian akan meniru orang Yahudi atau Nasrani sebagaimana samanya
penyeimbang anak panah, bulu yang kanan dan yang kiri, sama persis, sulit dibedakan mana
yang kanan mana yang kiri.
Kita tahu, lubang dhab (kadal padang pasir) adalah lubang yang kecil (sempit) yang
terdapat lubang masuk dan lubang keluar dan lubang itu kecil (tidak besar) sehingga sulit
dimasuki manusia. Dan kata para ulama, kalau sudah masuk (tampak) lubangnya berkelak-
kelok sehingga sulit untuk dimasuki manusia.
Orang yang masuk lubang dhab maka akan sulit: ⑴ lubangnya sempit, ⑵ lubangnya
berkelok-kelok
Ini menunjukkan hirsh (semangat) kaum muslimin untuk meniru-niru orang-orang kafir
dalam kehidupan, ini kenyataan menyedihkan yang kita lihat.
Model apa saja yang dilakukan oleh orang-orang kafir maka akan ditiru oleh kaum
muslimin, (mulai dari) gaya, budaya, tradisi bahkan yang lebih parah adalah dalam hal
beragama (tata cara beragama).
Oleh karenanya para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Hadist ini adalah hadits yang memberi peringatan dan juga memberi kabar gembira;
• Memberi peringatan agar tidak meniru-niru orang yang dibenci oleh Allāh Subhānahu wa
Ta'āla seperti: orang kafir, orang yahudi, nasrani, orang fasik, orang fajir dan ahlul bida'.
• Sekaligus sebagai kabar gembira kepada kita agar meniru-niru orang yang dicintai oleh
Allāh Subhānahu wa Ta'āla, yaitu orang shalih. Kita berusaha meniru mereka dalam banyak
beribadah dan beristighfar.
"Sesunguhnya seorang akan dikumpulkan oleh Allāh pada hari kiamat bersama orang yang
dia cintai." (HR Tirmidzi)
Kalau kita mencintai orang shalih tentu kita akan meniru mereka dan gaya hidup mereka dan
akan menghapalkan ucapan-ucapan mereka.
"Sesungguhnya aku mencintai Nabi, mencintai Abu Bakar, mencintai 'Umar dan aku
berharap dikumpulkan bersama mereka meskipun aku tidak bisa beramal dengan mereka,
karena kecintaanku kepada mereka aku dikumpulkan bersama mereka."
وباهلل التوفيق
السالم عليكم ورحمة اهللّ وبركاته
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 05 Shafar 1439 H / 25 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 05 | Perintah Meminta Pertolongan Hanya Kepada Allāh (Bag. 1)
~~~~~~~~~
Kita masuk pada hadits yang ke-5 dari Bab Zuhud wal Wara'.
Pada suatu hari aku pernah di bonceng Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan Beliau
bersabda:
“Wahai remaja (pemuda), jagalah Allāh, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allāh,
niscaya kamu akan mendapati-Nya selalu hadir di hadapanmu.
!28
Jika kamu meminta sesuatu, mintalah kepada Allāh. Dan jika kamu memohon pertolongan,
mohonlah pertolongan kepada Allāh.”
(HR Tirmidzi, dan ia berkata: “Hadits ini derajatnya adalah hasan shahih.”)
Ibnu 'Abbās merupakan sepupu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan shahābat kecil saat
itu.
Hadits ini menjelaskan bagaimana perhatian Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam
memberi nasihat, bahkan kepada anak-anak.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menanamkan tauhid bukan hanya kepada para
shahābat yang senior (besar) tetapi juga kepada para shahābat yang junior (kecil).
Dan anak-anak, kalau ditanamkan tauhid padanya sejak kecil maka akan terpatri dalam
dada-dada mereka.
Yang dimaksud dengan "menjaga Allāh" adalah sebagaimana dijelaskan oleh Al Imām
Nawawi rahimahullāh, yaitu:
◆ احفظ اوامره وامتثلها وانتبه عن نواهيه يحفظك في تطلباتك وفي دنياك واخرتك
◆ Jagalah perintah-perintah Allāh dan kerjakanlah, dan berhentilah engkau dari perkara
yang diharamkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Niscaya Allāh akan menjaga engkau dalam gerakanmu (perpindahanmu) dalam duniamu
maupun akhiratmu.
Jadi yang dimaksud dengan menjaga Allāh adalah menjaga syari'at Allāh; perintah Allāh
dikerjakan dan larangan Allāh dijauhi.
Apa balasannya?
Barang siapa yang menjaga perintah Allāh, maka Allāh akan menjaganya.
■ Penjagaan Pertama | Allāh akan menjaga dia dalam urusan dunianya (kesehatan, istri,
anak-anak, harta)
⑴ Menjaga keluarganya.
⑵ Mengirimkan malaikat untuk menjaganya.
!29
ۗ َِّخ ْل ِف ِه َي ْحفَظُونَ ُه ِم ْن أ َ ْم ِر اهلل
َ ني َي َد ْي ِه َو ِم ْن
ِ ْ ات ِّمن َب
ٌ ََل ُه ُم َع ِّقب
"Baginya (bagi seorang manusia) ada malaikat-malaikat yang berada di depannya dan di
belakangnya. Mereka menjaga menusia ini karena perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
(QS Ar Ra'd: 11)
Oleh karenanya, di zaman yang penuh dengan fitnah (godaan) ini, sulit untuk bisa menjaga
keluarga dan anak-anak kita kecuali kalau kita bertaqwa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kalau diri kita bertaqwa (menjalankan perintah Allāh dan menjauhi larangan-Nya) maka
Allāh akan menjaga anak-anak kita.
Siapa yang bisa menjaga anak-anak kita sementara anak-anak dilepaskan di sekolah?
Kalau anak-anak di (dalam) rumah mungkin bisa kita jaga, itu pun tidak mudah.
Apalagi kalau kita punya kesibukan di luar rumah dan anak-anak di luar rumah, maka siapa
yang bisa menjaganya?
Oleh karenanya, kita dapati banyak sekali orang-orang shalih (misal di Arab Saudi) yang
Allāh berikan umur panjang, diberkahi umur dan ilmu mereka, dijauhkan dari pikun.
Subhānallāh, sebagaimana para masyāyikh (para ulama) yang kita lihat.
Artinya, Allāh akan menjaga dia sehingga tidak terkena syubhat-syubhat (kerancuan
pemikiran).
Ada syubhat yang bisa membuat seseorang menjadi kafir, munafiq atau ada yang membuat
ragu terhadap agama.
Kita tahu, di zaman sekarang ini syubhat begitu banyak beredar di internet (dunia maya).
!30
Menjaganya (menjauhkan) dari syahwat yang bisa menjerumuskan dia dalam perbuatan
dosa besar.
Artinya apa?
Allāh akan senantiasa bersamamu.
◆ Barang siapa yang bertaqwa kepada Allāh dimanapun dia berada dan kapanpun, maka
senantiasa Allāh bersama dia, menolong dia setiap ada kesulitan.
Olah karenanya, tatkala Allāh mengutus Nabi Mūsā dan Hārūn untuk berdakwah kepada
Fir'aun, mereka berdua takut, maka Allāh berkata:
"Janganlah kalian berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian dan Aku melihat apa
yang kalian lakukan."
(QS Thāhā: 46)
Barang siapa yang bertaqwa kepada Allāh, maka yakinlah kalau dia butuh Allāh, maka Allāh
selalu berada di sampingnya untuk memudahkan urusannya.
🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 06 Shafar 1439 H / 26 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 05 | Perintah Meminta Pertolongan Hanya Kepada Allāh (Bag. 2)
~~~~~~~~~~~~~~~
Para ikhwan dan akhwat, kita masuk pada bagian 2 dari hadits yang ke-5, dimana Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam menasehati Ibnu ‘Abbās, dengan berkata:
!31
"Jika engkau memohon maka memohonlah kepada Allāh, jika engkau minta pertolongan
maka minta lah pertolongan kepada Allāh."
Pada nasehat yang ke-2 ini, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam ingin agar Ibnu 'Abbās (dan
juga kita semua), agar senantiasa menggantungkan hati kita kepada Allāh Subhānahu wa
Ta'āla.
Perhatikan !
◆ Semakin seorang hamba merasa butuh kepada Allāh, maka semakin tinggi (derajatnya) di
sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Allāh mengatakan:
Allāh suka untuk diminta, ini sifat Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena semua makhluk
butuh (faqir) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Allāh mengatakan:
َ اس أَنت ُ ُم ٱ ۡلفُ َق َرآ ُء إِ َلى ٱهللَِّۖ َوٱهللَُّ ُه َو ٱ ۡلغ َِنىُّ ٱل
ۡح ِمي ُد ُ َّ َيـٰٓأ َ ُّيہَا ٱلن
"Wahai manusia, pada hakekatnya kalian semua butuh (faqir) kepada Allāh dan Allāh Maha
Kaya dan Maha Terpuji."
(QS Fāthir: 15)
Allāh tempat meminta, oleh karenanya kita harus melatih diri untuk senantiasa meminta
kepada Allāh.
Dari sini kita lihat bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mengajarkan kita untuk
berdo'a dalam segala hal; dari mulai bangun tidur sampai tidur kembali.
Do'a bangun tidur, mau makan, mau minum, setelah makan, masuk WC, keluar WC,
keluar rumah, masuk masjid, keluar masjid, masuk pasar, menempati suatu tempat, ada
hujan turun, ada awan datang.
Kejadian apa saja Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam selalu mengajarkan untuk berdo'a
(meminta) kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kenapa?
!32
Karena hati seorang hamba, semakin dia meminta (bergantung) kepada Allāh, maka dia:
Semakin dekat dengan Allāh.
Semakin tinggi derajatnya di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Inilah rahasianya kenapa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan kepada Ibnu
'Abbās:
Karena jika seseorang minta kepada manusia, walau bagaimanapun akan merasa rendah
dihadapan manusia tersebut.
Kalau semakin sering dia meminta kepada orang lain, maka semakin menghinakan dia.
Apalagi kalau minta bantuan kepada orang lain padahal tidak dalam kondisi terdesak, ini
tentunya tercela.
Allāh mengatakan:
Yang namanya manusia, meskipun sahabat kita (yang terkadang mengaku seperti saudara
kita), kalau kita minta bantuan kepadanya sekali, dua kali, tiga kali, dia masih berlapang
dada dan senyum.
Kalau kita meminta bantuan yang ke dua puluh kali, maka dia semakin menjauh, kemudian
tidak mau lagi berhubungan dengan kita, atau mungkin malah mencela kita.
Demikianlah sifat manusia. Oleh karenanya, seseorang hendaknya meminta hanya kepada
Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
!33
⑴ Kebutuhan yang tidak bisa dia peroleh kecuali dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Seperti:
• hidayah
• kesembuhan
• petunjuk
• keselamatan di akhirat
• keselamatan dari godaan syaithān, syahwat dan syubhat.
Maka tidak boleh kita minta kepada ustadz, kyai, habib atau yang lain, ini tidak dibenarkan.
⑵ Kebutuhan yang Allāh jadikan kebutuhan tersebut berada pada manusia yang lain.
Seperti:
Orang ingin membangun rumah, dia butuh tukang atau ahli tertentu.
Maka tidak mengapa dia minta bantuan kepada orang lain.
Tapi dia juga berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla agar Allāh memilihkan yang baik,
misalnya tukang/pekerja yang baik.
Intinya, para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Kita berusaha melakukan segala perkerjaan sendiri dan tidaklah kita minta bantuan
kecuali hanya sesekali.
Kalaupun minta bantuan, mintalah kepada sahabat kita yang dekat yang dia tidak
menghinakan/merendahkan kita.
Itupun dalam kondisi terpaksa, bukan merupakan kebiasaan sehingga menyusahkan orang
lain, justru kita berusaha membantu orang lain.
🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 07 Shafar 1439 H / 27 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
!34
🔊 Hadits 06 | Perintah Zuhud Terhadap Dunia (Bagian 1)
➖➖➖➖➖➖➖
Kita masuk pada hadits yang ke-6 dari Bab Zuhud wal Wara’.
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallāhu 'anhu ia berkata: Seorang shahābat menemui Nabi
shallallāhu 'alayhi wa sallam dan berkata:
“Wahai Rasūlullāh, tunjukkan kepadaku suatu perbuatan yang jika aku lakukan, aku akan
dicintai oleh Allāh dan manusia.”
Beliau bersabda:
“Zuhudlah dari dunia, niscaya Allāh akan mencintaimu dan zuhudlah dari apa yang ada
pada manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.”
(HR Ibnu Mājah dan lainnya dengan sanad yang hasan)
Orang yang zuhud kepada dunia, dia akan dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena
Allāh mencela orang-orang yang mendahulukan kehidupan dunia dari pada kehidupan
akhirat.
"Akan tetapi kalian mendahulukan kehidupan dunia padahal akhirat lebih baik dan lebih
kekal."
!35
(QS Al A'lā: 16-17)
ِ اآل
ۗ َخ َرة َ تُ ِري ُدو َن َع َر
ْ َواهللَُّ ُي ِري ُد ض ال ُّدنْ َيا
"Katakanlah, bahwasannya perhiasan dunia itu sedikit dan akhirat lebih baik bagi yang
bertaqwa."
(QS An Nisā: 77)
Perhiasan/harta dunia yang luar biasa di hadapan kita dan begitu mewahnya dunia ini,
ternyata di sisi Allāh sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan akhirat.
"Dua raka'at yang dikerjakan sebelum shalat shubuh (qābliyah shubuh) lebih baik daripada
dunia dan seisinya."
(HR Muslim no. 725)
Maksudnya, ganjaran yang Allāh siapkan di akhirat kelak bagi yang senantiasa shalat 2
raka'at sebelum shalat Shubuh adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya.
Seluruh kenikmatan dunia dan seisinya ini akan kalah dengan ganjaran yang Allāh sediakan
bagi orang yang shalat 2 raka'at sebelum Shubuh.
ٍ شربَ َة َم
اء ِ ِ َ َما، وض ٍة
ْ َ س َقى َكافرا ً من ْ َها َ َل ْو َكانَت ال ُّدنْيَا تَ ْع ِد ُل ِعن ْ َد اهلل َجنَا َح بَ ُع
"Seandainya dunia itu nilainya seperti sayap seekor nyamuk, maka Allāh tidak akan
memberikan minuman kepada seorang kafir."
(HR Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan shahih’)
Karena dunia tidak ada nilainya maka Allāh berikan kepada orang kafir.
Kalau dunia itu bernilai, maka Allāh tidak akan memberikan sama sekali kepada orang kafir,
Allāh akan khususkan kepada orang beriman saja.
Allāh berikan dunia kepada orang kafir sebagaimana juga Allāh berikan dunia kepada orang
mu'min.
!36
Namun saya ingatkan:
Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rajab Al Hanbali dalam kitabnya Jāmi'ul 'Ulūm wal
Hikam. Beliau menyebutkan bahwasannya:
◆ Dunia itu tercela bukan karena zatnya tetapi karena kebanyakan manusia mendahulukan
dunia daripada akhirat.
Adapun dunia pada zatnya sendiri tidak tercela karena dunia ini bisa bermata dua; bisa
bermanfaat untuk akhirat seseorang dan bisa juga mencelakakan akhirat seseorang.
Bukankah dalam banyak ayat dan hadits Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam
menganjurkan untuk bersedekah, memberi manfaat, memberi hadiah, menyenangkan orang
lain?
Kita beri hadiah dan pekerjaan kepada orang lain, kita membantu orang lain.
Ini semua berkaitan dengan dunia. Semua butuh dengan dunia, jadi beramal shalih butuh
dengan dunia.
Oleh karenanya, dunia itu menjadi terpuji tatkala dijadikan sarana untuk mencapai akhirat
dan bukan menjadi tujuan utama.
"Ya Allāh, jangan Engkau jadikan dunia ini sebagai puncak dari kehidupan kami."
(HR Tirmidzi no. 3502)
Seseorang yang menjadikan dunia sebagai puncaknya, maka dia akan lelah. Bahkan orang
kaya pun akan lelah.
Anda kira orang kaya tatkala mencapai harta yang begitu banyak, dia tidak lelah?
Dia lelah, meskipun dia "Bos" yang punya kekayaan yang luar biasa.
Dia akan lelah berfikir; kalau ada kerugian dan musibah maka dia akan pusing/stress, karena
dia menjadikan dunia sebagai tujuannya.
!37
Tetapi kalau orang kaya yang menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencapai akhirat, dia
akan bekerja dengan senang (bahagia) karena saat bekerja dia tahu bahwa hartanya akan
digunakan untuk berinfaq di jalan Allāh.
Oleh karenanya, jika seseorang menjadikan dunia sebagai tujuannya (maka) dia akan tersiksa
dan sengsara.
Dan barang siapa yang menjadikan dunia bukan sebagai tujuannya (maka) dia akan zuhud
terhadap dunia.
Meskipun dia memiliki dunia yang banyak tetapi dunia tidak masuk ke hatinya dan hanya
di tangannya karena dia tahu dunia itu hanyalah alat untuk mencapai akhirat, bukan tujuan.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita orang-orang yang zuhud sehingga kita
dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 08 Shafar 1439 H / 28 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 06 | Perintah Zuhud Terhadap Dunia (Bag. 2)
~~~~~~~~~
Kita masih pada penjelasan hadits yang ke-6 tentang "Zuhud Terhadap Dunia".
!38
◆ Zuhud terhadap dunia ada 3 perkara. Dan 3 perkara ini semuanya berkaitan dengan
amalan hati, bukan berkaitan dengan amalan badan.
■ PERKARA PERTAMA
◆ Seseorang lebih yakin dengan janji Allāh atau apa yang di sisi Allāh daripada dengan
yang apa ada di tangannya.
"Apa yang kalian miliki akan sirna dan apa yang di sisi Allāh akan kekal."
(QS An Nahl: 96)
"Tidak ada binatang melata di atas bumi ini kecuali rizkinya (berada) di sisi Allāh Subhānahu
wa Ta'āla."
(QS Hūd: 6)
Oleh karenanya, meskipun seseorang memiliki dunia (dia tahu kalau Allāh kasih rizki
kepadanya), namun dia lebih yakin dengan apa yang dijanjikan oleh Allāh Subhānahu wa
Ta'āla.
Seperti yang pernah kita sampaikan pada pertemuan yang lalu, bahwasanya betapapun
besarnya dunia di tangan kita, jangan dimasukkan ke hati, (melainkan) hanya di tangan.
Kita yakin apa yang kita miliki sekarang ini akan sirna/hilang/habis dan ada waktunya.
Sedangkan yang kekal abadi adalah yang di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Jika seseorang berbuat demikian maka dia akan zuhud terhadap dunia, meskipun mungkin
memiliki mobil dan rumah yang mewah, tetapi dia:
!39
Yakin ini hanyalah sementara,
Lebih yakin dengan apa yang dijanjikan oleh Allāh kepadanya,
Menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencapai akhirat.
■ PERKARA KEDUA
يا أنnدنnن الnب مnما ذهnواب اهلل مnي ثnب فnان أرغn ك،كnير ذلn وغ،دnاب ولnن ذهnياه مnي دنnمصيبة فnيب بnعبد إذا أصnكون الn◆ أن ي
يبقى له
◆ Seseorang tatkala terkena musibah, seperti hilangnya harta atau anaknya meninggal maka
pahala dari musibah tersebut lebih diharapkan daripada tetapnya harta yang hilang tersebut.
Ini adalah berat (karena) ini adalah zuhud yang hakiki. Jadi kembali kepada keyakinan
bahwasanya akhirat lebih mulia.
Kalau anaknya meninggal atau hartanya hilang dia memang sedih, tetapi dia tumbuhkan di
dalam hatinya bahwa pahala yang Allāh berikan karena meninggalnya anak atau hilangnya
harta, sangat jauh lebih besar daripada kenikmatan adanya anak dan kenikmatan harta
tersebut.
Oleh karenanya, Allāh Subhānahu wa Ta'āla memuji seorang yang tatkala anaknya
meninggal dunia kemudian dia:
ْ َح ِم َد َك َو
َاست َ ْر َجع
Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam meminta Allāh membangunkan bagi orang
seperti ini istana di Surga yang dinamakan dengan "Baitul Hamd" (istana pujian).
(HR At Tirmidzi dari Abū Mūsā Al Asy’ariy dan dihasankan oleh Syaikh Al Albāni
rahimahullāh)
Karena apa?
Karena meskipun dia terkena musibah, dia memuji Allāh Subhānahu wa Ta'āla dengan
mengatakan:
■ PERKARA KETIGA
◆ Seseorang yang sama saja bagi dia apakah orang lain memuji atau mencelanya.
Ini adalah tanda bahwa dia zuhud terhadap dunia karena pujian itu berkaitan dengan dunia.
Orang memuji atau mencela bagi dia sama saja, tidak ada masalah.
Yang dia harapkan adalah pujian Allāh dan dia juga tidak ingin dicela oleh Allāh Subhānahu
wa Ta'āla.
Adapun penilaian manusia maka tidak akan ada habisnya; ketika Anda dipuji ada yang
mencela (dan) ketika Anda dicela ada juga yang memuji.
Siapapun orangnya pasti pernah dicela dan dipuji, karena ada orang yang cocok dengan kita
dan ada yang tidak.
(Dimana) menurut pendapat kita baik tapi menurut pendapat orang lain tidak baik.
Oleh karenanya, orang yang benar-benar zuhud terhadap dunia tidak perduli dengan
komentar-komentar duniawi.
Yang dia pikirkan adalah bagaimana komentar Allāh terhadap dirinya dan dia sudah berbuat
baik atau belum menurut Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Oleh karenanya, orang yang zuhud adalah orang yang benar-benar tidak peduli dengan ini
semua.
Ini adalah zuhud yang luar biasa namun sulit untuk mencapai derajat ini.
Kebanyakan orang kalau dicela maka akan marah dan kalau dipuji maka akan besar kepala,
dan berharap mendapat pujian terus-menerus.
!41
Oleh karenanya ikhwan adan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Ini adalah 3 perkara yang sangat sulit, namun kita harus melatih diri kita.
Saya ulangi,
⑴ Seseorang lebih percaya dengan apa yang Allāh janjikan baginya di akhirat.
Dunia ini hanya sementara yang akan dia tinggalkan dan hanya digunakan sebagai sarana
untuk mencapai apa yang Allāh janjikan.
⑵ Dia yakin bahwa di balik musibah yang menimpanya ada karunia dan kenikmatan yang
luar biasa yang Allāh siapkan untuk dirinya, meskipun dia kehilangan dunia ini.
Dia zuhud, berusaha untuk sabar dan berusaha juga untuk memuji Allāh Subhānahu wa
Ta'āla meskipun terkena musibah.
⑶ Dia tidak perdulikan komentar manusia, yang dia perdulikan adalah bagaimana komentar
Allāh; Allāh memuji dia ataukah mencela dia.
Yang dia pikirkan apakah dia sudah menjalankan perintah Allāh ataukah melanggar larangan
Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 02 Rabī’ul Awwal 1439 H / 20 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 06 | Perintah Zuhud Terhadap Dunia (Bag. 3)
~~~~~~~~~
Kita masih pada penjelasan hadits yang ke-6 bagian 3, yaitu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam bersabda:
"Hendaknya engkau zuhud terhadap apa yang dimiliki oleh manusia (tidak berharap dari
mereka) maka niscaya mereka akan mencintaimu."
!42
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Terlalu banyak hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang memerintahkan kita untuk
ISTI'FAF (tidak berharap pada orang lain) dan ISTIGHNA (tidak butuh kepada orang lain).
"Ya Allāh, cukupkanlah aku dengan perkara -perkara yang halal sehingga aku tidak butuh
dengan perkara yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu, ya Allāh, sehingga
aku tidak butuh kepada orang lain."
(HR Turmudzi; dinilai sahih oleh Al Albāniy)
Pada asalnya, seorang berusaha untuk mengerjakan kegiatannya sendiri dan mencukupkan
dirinya sendiri (tidak butuh kepada orang lain).
Karena seseorang yang membutuhkan (minta bantuan) kepada orang lain maka dia akan
rendah di hadapan orang tersebut.
Berbeda dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, semakin seorang butuh kepada Allāh, maka
Allāh semakin meninggikan derajatnya, sebagaimana telah disampaikan hal ini.
Allāh berfirman:
Seorang semakin mewujudkan al iftiqār (perasaan butuh kepada Allāh) maka dia semakin
dekat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, karena Allāh suka kalau orang minta (berdo'a)
kepada-Nya.
Berbeda dengan Banu Ādam (anak Ādam/manusia), jika ada yang minta kepadanya maka dia
akan marah dan benci.
Ada perkataan indah dari Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah yang disampaikan dalam kitabnya
Majmu' Fatāwa:
ِ
تكن نظيره واستغن عمن شئت ،تكن أسيره شئت إلى من ◆ احتج
◆ Butuhlah engkau kepada siapa yang engkau kehendaki niscaya engkau akan menjadi
tawanannya, dan cukupkanlah engkau untuk tidak butuh kepada siapapun yang engkau
kehendaki maka engkau akan menjadi seimbang/sama dengan dia.
Meskipun ada orang miskin bergaul dengan orang kaya, karena orang miskin ini tidak butuh
dengan orang kaya maka orang kaya ini tidak bisa merendahkannya.
!43
Artinya tidak bisa menjadikan tawanannya, kerena dia tidak merasa butuh kepada orang
kaya tersebut.
Jadi, meskipun yang satu kaya dan satunya miskin, dimana Si Kaya adalah sahabat Si Miskin
dan Si Miskin tidak butuh kepada Si Kaya, maka jadilah keduanya sama (setara).
◆ Dan berbuat baiklah kepada siapapun yang engkau kehendaki, maka engkau akan
menjadi amir (pemimpin)nya."
Kenapa?
Karena kalau kita berbuat baik kepada seseorang, bagaimanapun juga dia akan punya hutang
budi kepada kita (sehingga) dia akan menghormati kita.
◆ Berbuat baiklah kepada orang lain maka engkau akan menundukkan hatinya."
Yang kita bicarakan di sini (yang menjadi pokok bahasan) adalah tidak mengharap kepada
orang lain agar kita tidak menjadi tawanannya.
"Seseorang, semakin meminta kepada orang lain (semakin memerlukan orang lain) maka dia
semakin rendah di hadapan orang tersebut."
Dia kehendaki atau tidak maka pada hakekatnya demikian (yaitu), dia akan semakin rendah
di hadapan orang lain tersebut karena dia butuh kepada orang lain tersebut.
Oleh karena itu, seseorang hendaknya berusaha untuk tidak berharap kecuali kepada Allāh
Subhānahu wa Ta'āla.
Dia serahkan hatinya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla; dia minta kepada Allāh, maka
Allāh yang akan menundukkan hati-hati orang tersebut untuk membantunya dan berbuat
baik kepadanya.
Jadi, kalau ada yang berbuat baik kepada kita tidak kita tolak.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak menolak hadiah dan bantuan orang lain.
Justru kalau kita menerima hadiah/bantuan dari orang lain tersebut maka orang tersebut akan
senang.
Misalnya ada orang ingin dekat dengan kita dengan memberi hadiah, maka kita terima.
!44
Akan tetapi jangan sampai hati kita berharap diberi hadiah oleh orang itu, jangan! Ini
masalah pengaturan hati.
Tetapi kita berharap hanya kepada Allāh maka Allāh yang akan mengatur hatinya untuk
memberi bantuan/menolong kepada kita.
Maka dikatakan:
"Hasan Al Bashri adalah pemimpin kota Bashrah."
Ditanya lagi:
"Bagaimana dia bisa menjadi pemimpin bagi penduduk kota Bashrah?"
Maka dikatakan:
"Hasan Al Bashri, orang-orang butuh terhadap ilmunya tetapi dia sendiri tidak butuh dengan
harta mereka."
Bukan berarti kita tidak boleh minta bantuan kepada oranglain sama sekali.
Contohnya, ada seseorang yang berhak menerima zakat, maka dia boleh menyampaikan
kepada pembagi zakat:
• ⑵ Seseorang butuh.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah imamnya para orang-orang yang zuhud
namun, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah juga berhutang, bahkan ketika
meninggal masih mempunyai hutang dengan menggadaikan baju perangnya.
!45
Maka tidak mengapa dia merendahkan dirinya, bukan untuk kepentingan dirinya tapi karena
kepentingan di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kepentingan ummat, agama Allāh.
Maka ini tidak jadi masalah.
• ⑷ Kondisi darurat.
Tidak mengapa, sebagaimana pernah saya jelaskan.
Tidak mengapa kita minta bantuan terutama kepada teman-teman dekat kita, yang seperti
saudara sendiri, karena Allāh menyuruh kita untuk saling tolong menolong.
Tetapi jangan terlalu sering (kebanyakan), karena ini akan merendahkan derajat kita di
hadapan manusia.
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 03 Rabī’ul Awwal 1439 H / 21 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 07 | Sebab Untuk Meraih Kecintaan Allāh Kepada Seorang Hamba
~~~~~~~~~
!46
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Kita masih dalam Kitābul Jāmi' dalam Bab Zuhud wal Wara', kita masuk pada hadits ke-7
tentang "Sebab untuk Meraih Kecintaan Allāh Kepada Seorang Hamba".
"Sesungguhnya Allāh mencintai seorang hamba yang bertaqwa, yang kaya dan yang
tersembunyi (tidak dilihat oleh banyak orang)."
(HR Al Imām Muslim)
Hadits ini menjelaskan tentang sifat Allāh, yaitu "mencintai", dimana Allāh mencintai
seorang hamba; Allāh dicintai dan Allāh mencintai.
Dan seorang hamba hendaknya berusaha untuk dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim rahimahullāhu Ta'āla:
◆ Perkaranya bukan bagaimana engkau mengaku mencintai Allāh, tetapi apakah kau
dicintai Allāh.
Oleh karenanya, seorang hamba hendaknya berusaha melakukan hal-hal yang bisa membuat
dia bisa meraih kecintaan Allāh kepada dirinya.
Diantara hal-hal yang bisa mendatangkan kecintaan Allāh kepada seorang hamba, (maka)
Rasulullāh shallallāhu 'ālaihi wasallam menyebutkan 3 perkara, yaitu:
Taqwa artinya:
Menjalankan perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Dan menjauhkan diri sejauh mungkin dari hal-hal yang dilarang oleh Allāh Subhānahu wa
Ta'āla.
!47
Maksudnya adalah jiwanya yang kaya, qona'ah dengan apa yang Allāh berikan
kepadanya.
Dan Wallāhu A'lam bishshawāb, alasan hadits ini dibawakan dalam bab Zuhud wal Wara'
adalah karena masalah ini, yaitu Al Ghaniy.
"Barangsiapa yang berusaha untuk mencukupkan diri, maka Allāh akan mencukupkan
dirinya (Allāh akan berikan kecukupan kepada dia)."
⑶ AL KHAFIY
Datang dalam 2 riwayat; dalam huruf kha ( )خdan dalam huruf ha ()ح
Maksudnya, orang ini berusaha menjauhkan dirinya dari pandangan manusia, dia tidak
ingin riya' dan sum'ah.
Dia sibuk dalam perkara-perkara yang bermanfaat bagi dirinya; bermanfaat bagi dunianya
maupun bagi akhiratnya.
Para ulama menyebutkan bahwa ini adalah dalil tentang keutamaan untuk mengasingkan
diri, terutama di zaman-zaman fitnah.
Seseorang hendaknya jangan sibuk dengan fitnah, tetapi sibuk dengan yang bermanfaat,
sibuk dengan ibadah.
ِ
َّال َه ْرج ِ َك ِه ْج َر ٍة إِ َلي العبا َدةُ في
Kenapa?
Karena kalau sudah timbul fitnah, maka banyak orang yang sibuk ingin mengetahui fitnah
tersebut, kemudian ingin berkomentar dalam fitnah dan ikut nimbrung.
!48
Tidak kita pungkiri bahwa sekarang adalah zaman fitnah.
Oleh karenanya hendaknya kita sibukkan diri kita dengan hal yang bermanfaat, misalnya:
Ikut pengajian.
Mendengarkan ceramah BiAS (Bimbingan Islam).
Atau apa saja yang bermanfaat bagi dunia maupun akhirat kita.
Dan ini adalah dalil bahwasanya seorang hendaknya menjauhkan dirinya dari hal-hal yang
bisa membuat riya' dan sum'ah, dan tidak ingin populer/tersohor.
◆ Jika seseorang tidak ingin populer/tersohor dan tidak melakukan sebab-sebab yang
membuat dirinya populer (sengaja untuk mempopulerkan diri), namun qaddarullāh dia
terpopulerkan/dikenal oleh orang, asalkan yang penting dia ikhlash maka ini tidak memberi
kemudharatan kepada dia.
Bahkan disebutkan dalam hadits bahwasanya "Kalau ada orang memuji orang lain" maka
kata Rasulullāh shallallāhu 'ālaihi wasallam:
"Itu adalah kabar gembira yang disegerakan dari Allāh kepada dia."
Dengan syarat, dia tidak ingin pujian manusia, tapi karena Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
% HURUF HA ()ح
Jika dengan huruf ha ( )حyaitu Al Hafiy (حفيnn n )ال, disebutkan oleh para ulama maknanya adalah
"orang yang sibuk dengan keluarganya" (muhtafiy bi ahlihi).
Dia urus anak-anaknya, istrinya, tidak sibuk dengan urusan orang lain.
Orang seperti ini dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla karena mengurus keluarga adalah
perkara yang penting; keluarga itu adalah pahala yang primer.
Diantara kesalahan sebagian orang (yaitu) menjadikan keluarganya bukan primer tapi
sekunder, ini salah.
Oleh karenanya, banyak orang yang berhasil di luar rumah namun dikeluarganya tidak
berhasil, ini tidak dicintai Allāh.
!49
Yang Allāh cintai adalah seseorang yang sibuk mengurus keluarganya, anak-anaknya dan
istrinya.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjadikan kita termasuk orang seperti ini dan bisa
meraih kecintaan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 04 Rabī’ul Awwal 1439 H / 22 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 08 | Meninggalkan Hal-Hal Yang Bukan Urusannya
~~~~~~~~~
ُ" َر َواه. ْع ِنيْ ِهnَا الَ يnمnَ ُهnر ُكnْ َ ت،الَم ِ ْامل َ ْر ِءnس
n ْ ِس ِن إn
ْ ح ِ : لمnليه و سnلى اهلل عn ْو ُل اهللَِّ صnس
n ُ ْنn"م َ َق:الn
n ُ ال َرn nُ يnبnِ َ ْن أnَو َع
َ نه َقnي اهلل عnرةَ رضnَ ْريnَ ه
.ٌسن
َ َح:الَ َو َق،الت ِّ ْر ِم ِذ ُّي
Dari Abū Hurairah radhiyallāhu 'anhu, beliau berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa
sallam bersabda:
"Diantara keelokan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang bukan urusannya."
Hadits ini adalah hadits yang sangat agung, yang mengajarkan adab yang sangat tinggi,
karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam membuka hadits ini dengan berkata,
"Diantara keelokan Islam seseorang."
!50
Jadi kita bisa mengukur keelokan Islam seseorang yaitu dengan melihat bagaimana kegiatan
dia.
Kalau kegiatan yang dia lakukan (baik perkataan maupun perbuatannya) berkaitan dengan
urusan yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat, maka ini adalah orang yang Islamnya
indah.
Tapi ada orang yang kesibukannya pada perkara-perkara yang tidak bermanfaat dan yang
bukan urusannya, seperti:
Dan yang dimaksud dengan "urusan" disini adalah urusan yang bermanfaat yang
ditentukan oleh syari'at.
Bukan sibuk dengan "urusan" yang dia kehendaki (menurut pikiran dia), karena setiap orang
mempunyai urusan, tapi banyak dari urusan-urusan tersebut yang tidak bermanfaat.
Seseorang hendaknya berusaha menyibukkan dirinya dengan perkara yang bermanfaat bagi
dirinya di dunia maupun di akhirat.
Jadi, maksud dari hadits adalah supaya kita sibuk dengan urusan kita sendiri, namun dengan
syarat urusan yang bermanfaat menurut syari'at.
Kita sekarang hidup di zaman (terutama di zaman media sosial saat ini) yang terdapat banyak
sekali perkara yang tidak bermanfaat yang membuat kita tersibukkan.
Seseorang memiliki banyak teman di Facebook dan banyak grup di WhatsApp sehingga
banyak berita yang masuk yang sebenarnya tidak perlu buat dia, terkadang memang perlu
namun bukan primer.
Karena setiap orang yang mempunyai Facebook kebanyakan mempunyai hobi untuk nge-
share, baik masalah kesehatan, keluarga, makanan, berita artis, macam-macam di share.
Akhirnya, masuk juga dalam "HP" kita dan kitapun ikut membaca.
Oleh karenanya, di zaman seperti ini, dengan kita memperbanyak teman akan
memperbanyak berita yang masuk kepada kita, sehingga (akibatnya) memenuhi "hard disk"
yang ada di kepala kita.
Karena sudah penuh maka untuk memasukkan Al Qurān sudah tidak ada tempatnya dan
untuk memasukkan hadits juga kurang tempatnya.
Akhirnya banyak kesibukan kita habiskan dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat.
!51
Maka jadilah Islam kita bukan Islam yang indah.
Belum lagi, tatkala kita melihat berita-berita tersebut kita juga hobi untuk komentar;
komentar ini, komentar anu, komentar-komentar....
Sudah beritanya tidak bermanfaat, kita komentarin lagi, sehingga tidak bermanfaat plus tidak
bermanfaat.
Oleh karenanya, seseorang di zaman seperti ini hendaknya sibuk dan buatlah kegiatan yang
bermanfaat, agar dia tidak terkena dengan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat.
"Barangsiapa yang sibuk dengan perkara yang tidak bermanfaat bagi dia maka banyak
perkara yang bermanfaat yang luput dari dia."
Namun, gara-gara banyak teman, banyak berita yang masuk, banyak komentar, akhirnya
waktu menjadi terbuang sia-sia.
Seorang Muslim harus sibuk dengan perkara yang bermanfaat, baik baginya dan keluarganya,
di dunia maupun di akhirat.
Alhamdulillāh kalau ternyata grupnya grup BiAS atau grup yang lain yang bermanfaat.
Tetapi kalau grup ini, grup anu, grup itu dan membuka Whatsapp ada gambar orang tertawa,
tulisan kabur, ada gambar ini, gambar anu, ada grup macam-macam, yang terkadang tidak
bermanfaat.
Kalau punya grup hendaknya grup tertentu yang bermanfaat, misalnya grup untuk
silaturrahmi, grup kakak adik, grup kerabat, tidak jadi masalah.
Kalau mempunyai teman di Facebook sampai 5.000 teman, buat apa teman banyak-banyak?
!52
Kalau untuk dakwah, alhamdulillāh. Tapi kalau tidak untuk dakwah, akhirnya banyak berita
yang masuk.
Bukan mendakwahi mereka malah kita yang didakwahi oleh mereka, karena masing-masing
teman tersebut men-share macam-macam dan kita ikut baca.
Oleh karenanya para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Diantara bentuk zuhud dan wara' yaitu kita menyibukkan diri kita dengan perkara yang
bermanfaat, sedangkan yang tidak bermanfaat kita tinggalkan.
Dan jangan sibuk dengan urusan orang lain, sibuk urusi diri Anda sendiri !
Anda tidak masuk dalam urusan orang lain kecuali kalau ingin memberi manfaat kepadanya
atau ingin menolongnya, itu baru bagus !
Tapi kalau hanya masuk dalam urusan orang lain, ingin tahu, ingin ikut nimbrung, tanpa ada
sumbangsih yang bisa kita berikan, maka tidak perlu.
Demikian.
🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 05 Rabī’ul Awwal 1439 H / 23 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 09 | Larangan Berlebihan Ketika Makan
~~~~~~~~~
Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallāhu 'anhu ia berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam bersabda:
“Tidaklah anak cucu Adam memenuhi suatu tempat yang lebih buruk daripada perutnya.”
!53
ِ ســـــــــــم ِ اهللِ الر ْح َم ِن الر
ح ْيـــــــــــــم ْ ِب
َّ َّ
الحمد هلل والصالة والسالم على رسول اهلل
Kita masuk pada hadits yang ke-9 dalam Bab Zuhud wal Wara'.
"Tidaklah anak Adam memenuhi suatu tempat yang lebih buruk daripada perutnya."
(HR Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Imām At Tirmidzi)
Adapun maksud dari hadits ini, yaitu bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam
menjelaskan,
Oleh karenanya, jika seseorang makan sampai perutnya terlalu kenyang, akhirnya:
Islam menginginkan seorang hamba beraktifitas dan produktif, baik dalam masalah dunia
maupun dalam masalah ibadah.
Adaupun kalau sesekali kenyang tidak jadi masalah, sebagaimana dalam hadits disebutkan:
!54
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam pernah menyuruh Abū Hurairah radhiyallahu ta'ala
'anhu untuk minum susu kemudian Abū Hurairah minum lagi, disuruh terus minum lagi
sampai akhirnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
"Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mendapati jalur lagi dalam
perutku."
(HR Al Bukhāri no. 5971)
Artinya perut Abū Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu sudah benar-benar full.
Kalau mungkin kebetulan ada makanan yang enak atau diundang oleh seorang yang ingin
dia hormati, maka dia makan dengan kenyang, tidak jadi masalah.
Tetapi yang menjadi masalah adalah kalau terus-terusan (setiap kali) makan selalu
kekenyangan, kalau kenyang saja tidak menjadi masalah.
Ingat firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla, "Makan dan minumlah, namun jangan berlebih-
lebihan."
Kita di zaman sekarang ini diberikan kenikmatan yang luar biasa; kemudahan makanan
dengan berbagai jenisnya.
Namun yang dilarang adalah berlebih-lebihan; dari sisi tidak boleh kekenyangan dan dari
sisi terlalu sibuk mencari makanan yang istilahnya adalah Wisata Kuliner.
Sesekali saja tidak apa-apa, tetapi (jangan) sampai dijadikan suatu perkara yang terus-terusan
(yang) setiap makan harus di restoran sana, harus di restoran sini, sehingga:
!55
Saya katakan hukum asalnya boleh memakan makanan yang lezat, sesekali kenyang tidak
jadi masalah.
Ini yang disebut dengan berlebih-lebihan (sedangkan) agama Islam menginginkan suatu yang
pertengahan.
َ األ ُ ُم ْو ِر أ َ ْو
سطُ َها َ
ْ خ ْي ُر
(Hadits mauquf)
🌍 BimbinganIslam.com
Jum’at, 06 Rabī’ul Awwal 1439 H / 24 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 10 | Keutamaan Bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla
-------------------------------------
Kita masih dalam Bab Zuhud wal Wara' dan kita masuk pada hadits yang ke-10 tentang
"Keutamaan Bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla".
Dari Anas radhiallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam
bersabda:
'Seluruh anak Adam senantiasa berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat
kesalahan adalah mereka yang bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla'."
(HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah dan sanad qawiy)
!56
Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla,
Hadits ini menjelaskan bahwasanya diantara sifat yang senantiasa menempel pada anak
Adam (manusia) adalah bersalah.
وأنا أغفر الذنوب جميعا ً فاستغفروني أغفر لكم،بالليل والنهار إنكم تخطئون ! يا عبادي
"Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian senantiasa berbuat salah di siang hari dan di
malam hari."
(HR Muslim no.2577, dari shahābat Abū Dzar radhiyallāhu Ta'āla 'anhu)
Bagaimanapun dia berusaha untuk berbuat lurus, dia pasti pernah tersesat, terjerumus dalam
kesalahan.
Seseorang senantiasa berusaha beristiqamah dan berusaha untuk tidak salah, (akan tetapi)
meskipun berusaha semaksimal mungkin, pasti suatu saat dia pernah terjerumus dalam
kesalahan, karena itu sifat manusia.
Selama dia adalah anak Adam dia pasti melakukan kesalahan karena sifat ini memang
"jibilli".
Kata sebagian ulama, "jibilli" yaitu sifat yang sudah terpasangkan dalam penciptaannya.
Allāh menciptakan anak Adam dengan sifat memiliki potensial untuk bersalah.
Kenapa?
Karena ada ibadah yang Allāh sukai dari anak Adam yaitu bertaubat kepada Allāh.
Allāh mengatakan:
Allāh tidak menyukai kesalahan, tetapi kesalahan itu di buat oleh Allāh sebagai sifat yang
menempel pada manusia karena ada tujuan (yang) lebih utama yaitu agar dia bertaubat
kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
!57
Yang menjadi masalah (adalah) kalau dia bersalah dan tidak bertaubat, ini masalah besar.
Tapi kalau dia bersalah kemudian bertaubat, taubat ini dicintai oleh Allāh Subhānahu wa
Ta'āla.
Oleh karenanya, dalam hadits ini Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
"Seluruh anak Adam bersalah dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang
bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
"Kalau kalian tidak berdosa maka Allāh akan membuat kalian pergi (hilang, binasa), Allāh
akan mendatangkan manusia yang lain yang mereka berdosa kemudian mereka bertaubat
(beristighfar) kepada Allāh, maka Allāh pun mengampuni mereka."
(HR Muslim, dari shahābat Abu Hurairah radhiyallāhu Ta'āla 'anhu)
أَيُّ َها املُؤ ِْمنُو َن َل َع َّل ُك ْم تُفْلِ ُحو َن ً اهللَِّ َج ِميعا َوتُوبُوا إِ َلى
Wajib bagi siapa saja, jangankan terhadap orang awam, ustadz juga wajib bertaubat, ulama
juga wajib bertaubat.
Dan masing-masing mempunyai dosa sendiri-sendiri (sehingga) setiap orang harus bertaubat
kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Oleh karenanya, seseorang (hendaknya) senantiasa bertaubat kepada Allāh karena dia tidak
tahu kapan akan nyawanya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Jangan sampai dia diambil nyawanya oleh Allāh sementara dia belum bertaubat.
"Seorang yang telah bertaubat akan seperti orang yang tidak berdosa."
!58
Oleh karenanya, perbanyaklah beristighfar.
"Sungguh beruntung orang yang mendapati dalam catatan amalnya istighfar yang banyak."
(HR Al Baihaqi, Imām Ahmad dalam Az Zuhd dan dishahihkan Syaikh Al Albāni. Lihat
Shahīh Al Jāmi’ hadits no. 3930)
Dia terjerumus dalam dosa (lalu) beristighfar, (kemudian) terjerumus dalam dosa lagi (dan)
bertaubat lagi, sampai akhirnya Allāh mencabut nyawanya dalam kondisi dia telah bertaubat
kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Semoga Allāh Subhānahu wa Ta'āla senantiasa mengilhamkan kepada kita untuk senantiasa
membasahi lisan kita (untuk) beristighfar kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
وباهلل التوفيق
السالم عليكم ورحمة اهللّ وبركاته
🌍 BimbinganIslam.com
Sabtu, 07 Rabī’ul Awwal 1439 H / 25 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bab Zuhud Dan Wara'
🔊 Hadits 11 | Diam Adalah Hikmah
-------------------------------------
Hadits yang terakhir dalam bab ini adalah hadits yang ke-11.
!59
(ِ ف ِم ْن َق ْو ِل لُقْ َمانَ اَلْ َح ِكِيْم
ٌ ص َّححَ أَنَّ ُه َم ْو ُق ْو ٍ ْض ِعي
َ ف َو َ سن َ ٍد
َ بِ" ِب ُّ َ خ َر َج ُه ا ْلبَيْ َه ِقيُّ ِفيْ "ا
ِ لش َع ْ َ )أ
Dari Anas radhiyallāhu 'anhu beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam
bersabda:
"Diam adalah hikmah dan sedikit pelakunya (sedikit yang melakukannya)."
(HR Imām Al Baihaqi dalam kitabnya Asy Syu'abul Īmān dengan sanad yang dha'īf dan
sebagian ulama membenarkan bahwasanya hadits ini adalah dari perkataan Luqmān Al
Hakīm)
Luqmān Al Hakīm, yaitu yang ma'ruf yang Allāh sebutkan dalam Al Qurān Surat Luqmān,
dan khilaf para ulama apakah Luqmān ini seorang nabi atau bukan.
Namun jumhur ulama berpendapat bahwasanya dia bukanlah seorang nabi, tapi adalah
hamba yang shalih yang memiliki kata-kata yang bijak.
Disebutkan diantara kata-katanya yang bijak adalah perkataannya ini; bahwasanya diam
adalah hikmah namun sedikit orang yang melakukannya.
Intinya, riwayat ini ingin menjelaskan kepada kita bahwasanya diam itu mulia karena diam
adalah hikmah.
Kalau orang-orang berbangga dengan perkataan maka kita berbangga dengan diam.
◆ Kalau seandainya berbicara itu terbuat dari perak, maka diam itu terbuat dari emas.
Dia bisa memudahkan seorang masuk dalam surga dan juga bisa memudahkan orang masuk
dalam neraka Jahannam.
Makanya, Mu'ādz bin Jabbal radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, tatkala Nabi berkata kepada dia:
ف َع َليْ َك َهذَا
َّ ُك
ِ ائ ُد أ َ ْل
سن َ ِت ِه ْم؟ ِ صَ إِالَّ َح-اخ ِر ِه ْم َ أ َ ْو َق-اس ِفي النَّا ِر َع َلى ُو ُج ْو ِه ِه ْم
ِ َ َع َلى َمن:ال ُّ َوه َْل يَ ُك
َ َّ ب الن
!60
"Bukankah kebanyakan orang terjerumus dalam neraka Jahannam gara-gara hasil dari
perkataan-perkataan mereka?"
(HR At Tirmidzi no. 2616, dishahīhkan oleh Syaikh Al Albāni dalam Shahīh At Tirmidzi)
"Barang siapa yang menganggap perkataannya itu termasuk dari perbuatannya, maka dia
tidak akan banyak omong."
(Kitab Al Minhaj Syarah Shahīh Muslim, 2/19 (Asy Syamila))
Bukan berarti tidak boleh berbicara, boleh berbicara bahkan berbicara yang baik sangat
dituntut, misalkan dalam rangka berdakwah.
Allāh mengatakan:
"Dan perkataan siapa yang terbaik dari orang yang berdakwah dijalan Allāh."
(QS Fushshilat: 33)
Jadi, berbicara itu baik, akan tetapi pembicaraan yang banyak yang tidak bermanfaat dan
yang berlebihan bisa mengantarkan kepada neraka Jahannam.
Oleh karenanya, seseorang hendaknya tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang baik.
“Barang siapa yang beriman kepada Allāh dan Hari Akhirat maka hendaknya dia
mengucapkan yang baik atau diam.”
(Muttafaq ‘alaih: Al Bukhāri, no. 6018; Muslim, no.47 dari shahābat Abū Hurairah)
Kalau dia tidak bisa berucap yang baik, tidak pas atau pembicaraannya berlebihan maka
hendaknya diam.
Dan dalam hadits yang lain dari Abū Mūsā radhiyallāhu 'anhu, beliau berkata:
!61
Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
"(Seorang muslim yang paling afdhal yaitu) jika kaum muslimin yang lain selamat dari
kejahatan lisannya dan kejahatan tangannya."
(HR Bukhāri, Muslim, Tirmidzi dan Nasāiy)
Seorang hendaknya hati-hati dalam berucap, karena ucapan lisan itu berbahaya; bisa
menyakiti.
◆ Luka yang disebabkan sayatan pedang masih bisa disembuhkan, tetapi luka yang
disebabkan sayatan lisan kadang tidak bisa disembuhkan.
Jika seseorang telah menyakiti saudaranya dengan ucapannya (dikatakan misalnya: "Kamu
pandir, enggak nyambung," yaitu ucapan-ucapan yang menghinakan) terkadang tidak bisa
terlupakan oleh sahabatnya atau saudaranya yang mendengarnya.
Maka, hati-hati...!
Betapa banyak lisan yang dapat meninggikan derajat seseorang di surga tetapi betapa banyak
juga karena lisan menyebabkan seorang terjerumus dalam neraka Jahannam.
Oleh karenanya, diam itu terkadang merupakan emas dan terkadang merupakan hikmah.
!62