You are on page 1of 11

KOLABORASI PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH, MASYARAKAT

DAN PIHAK SWASTA DALAM PENYELENGGARAAN LAYANAN


PENDIDIKAN BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA
Oleh :

Fiqra Rizky Amalia

ABSTRAK

Penyelengggaraan layanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan


khusus di Propinsi Sulawesi Tenggara belum optimal. Studi ini akan mengkaji
tentang peran pemerintah, pihak swasta dan masyarakat dalam penyelengaraan
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Studi dilakukan di empat
kabupaten berdasarkan keterpilihan wilayah yang didasarkan atas kondisi
geografis, dimana wilayah Sulawesi Tenggara terdiri dari 2 wilayah besar yaitu
Daratan da Kepulauan. Di wilayah daratan mengambil studi di Kabupaten
Kolaka dan Kota Kendari, sedangkan wilayah Kepulauan mengambil studi di
Kabupaten Muna dan Buton Utara. Setiap kabupaten mengambil sampel 1
sekolah dengan demikian terdapat 4 sekolah sebagai potret data.

Hasil studi menunjukkan bahwa kolaborasi pemerintah, pihak swasta


dan masarakat belum optimal, karena belum ada regulasi pendukung terkait
dengan hal ini. Namun beberapa peran pemerintah daerah sudah ada antara
lain, pemerintah sebagai fasilitator, pelayan masyarakat, pendampingan,
penyandang dana. Adanya kesadaran masyarakat baik secara individu maupu
kelompok melalui organisasi kemasyarakatan maupun profesi yang bertindak
sebagai (1). Sebagai pemberi pertimbangan, (2) sebagai pendukung; (3) sebagai
mediator; (4) sebagai pengontrol. Pihak sawsta belum menunjukkan
keterlibantannya, padahal pihak swasta memiliki sumber daya yang cukup
memadai terutama sumber dana. Untuk mweujudkan penyelenggaraan layanan
bagi anak yang berkebutuhan khusus solusinya adalah dengan membangun
kolaborasi pihak pemerintah, masyarakat dan pihak swasta sebagai basis
penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.

Kata Kunci : Kolaborasi, Layanan, Pendidikan Berkebutuhan Khusus

1
PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pendidikan berkebutuhan khusus di Propinsi


Sulawesi Tenggara saat ini masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari
sarana dan prasarana pendidikan dan pelaksanaan pembelajaran. Data Statistik
Sekolah Luar Biasa (SLB) 2016/2017 di Indonesia berjumlah 1626 unit terdiri 391
(24,05%) negeri dan 1235 (75,95%) swasta. Sedangkan di Sulawesi Tenggara
mencapai 55 unit sekolah, terdiri dari 14 unit sekolah negeri dan 41 unit
sekolah swasta. Menurut jenjang sekolah, dari 55 unit tersebut terdiri SDLB 16
unit, SMPLB sebanyak 6 unit, SMALB sebanyak 2 unit, dan SLB sebanyak 31
unit. Jumlah siswa SLB secara nasional mencapai 73.845 orang siswa dan siswa
baru pada tahun 2017 mencapai 17.217 orang. Sementara itu di Propinsi
Sulawesi Tenggara jumlah siswa pada tahun 2016 mencapai 1.867 orang, dan
siswa baru pada tahun 2017 mencapai 314 orang, dengan jumlah guru sebanyak
486 orang dan tenaga kependidikan 11 orang. Berdasarkan data tersebut
menunjukkan bahwa rasio guru dan siswa adalah 1 : 6, artinya 1 orang guru
membimbing 6 orang siswa. Dari aspek tenaga pendidik sudah sangat ideal,
tetapi belum didukung dengan sarana dan prasarana belajar yang memadai.
Sarana belajar menurut Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 adalah
perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindahkan, sedangkan
prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
Bafadal (2008) menjelaskan bahwa sarana pendidikan adalah semua perangkat
peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses
pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana pendidikan adalah semua
perangkat kelengakapan dasar yang secara tidak langsung menunjang
pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.
Pendidikan seharusnya sangat dibutuhkan oleh setiap warga negara
Indonesia. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan masyarakatnya. Pendidikan merupakan satu dari sekian
instrumen untuk membentuk karakter dan kepribadian bangsa dalam semua sisi
kehidupan, terutama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam
pembangunan.

2
Pendidikan pada dasarnya berlangsung sepanjang hayat, mulai dari
pendidikan lingkungan keluarga (non formal), pendidikan melalui sekolah
(formal) maupun pendidikan masyarakat (informal). Oleh karena itu tanggung
jawab penyelenggaraan pendidikan tersebut bukan hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah, pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota, tetapi juga peran serta masyarakat dan pihak swasta sangat
dibutuhkan untuk membangun peradaban pendidikan yang berkualitas.
Penyelenggaraan pendidikan bukan hanya pada Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, tetapi juga diselenggarakan pula oleh Instansi lain seperti
Kementerian Pertanian melalui sekolah pertanian, sekolah kesehatan oleh
Kementerian Kesehatan, Sekolah agama oleh Kementerian Agama dan lain-lain.
Olehnya itu dibutuhkan suatu kolaborasi dalam rangka sinergitas
penyelenggaraan pendidikan tersebut. Sinergitas tersebut dibangun dalam
rangka memperkuat fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kewajiban dan hak
masing-masing pihak.
Oleh karena itu sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dalam
layanan pendidikan berkebutuhan khsusus, seharusnya Pemerintah Daerah
Propinsi menyediakan regulasi atau perangkat hukum yang berhubungan
dengan pengaturan layanan pendidikan bagi yang berkebutuhan khusus.
Sampai dengan saat ini di Propinsi Sulawesi Tenggara belum menyusun produk
hukum tersebut. Demikian pula dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota
harus mensinergikan produk hukum tersebut sehingga ada kesalaran
penyelenggaraan layanan pendidikan berkebutuhan khusus tersebut. Peran dan
tanggung jawab pihak swasta dan masyarakat juga menjadi jelas terungkap
dalam produk hukum tersebut. Hal ini tentunya merupakan salah satu
perwujudan dari reformasi administrasi publik menuju tata kelola pemerintahan
yang baik yaitu Good Governance. Good Governance adalah perwujudan dari nilai-
nilai partisipasi, demokratisasi, akuntabiltas, transparansi, taat pada nilai dan
etika yang dilandasi oleh pilar kolaborasi antara pemerintah, pihak swasta dan
masyarakat dalam pembangunan.

3
Fenomena empirik menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan
prasarana dalam layanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus
belum optimal. Hasil survey awal penulis di SLB Mandara Kota Kendari, sebagai
salah satu sekolah terbaik bagi anak berkebutuhan khusus di Kota Kendari,
belum menunjukan suatu layanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan
khusus. Masih banyak sarana dan prasarana yang tidak memadai dan tidak
memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun
2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan. Demikian pula di
Kabupaten Muna pada SLB ABC, pembelajaran tidak didukung dengan sarana
yang memadai, sehingga pembelajaran hanya berlangsung seadanya.
Harus diakui bahwa salah satu beban berat bangsa yang dihadapi saat
ini adalah terkait dengan persoalan mutu dan kualitas pendidikan terutama pada
pendidikan formal, mulai dari pendidikan dasar maupun pendidikan menengah
termasuk di dalamnya adalah mutu dan kualitas pendidikan bagi yang
berkebutuhan khusus (difabel). Oleh karena itu penulis menganggap ini sebagai
permasalahan pendidikan yang cukup serius khususnya layanan pendidikan
bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus di Propinsi Sulawesi Tenggara yang
belum optimal. Olehnya itu penulis mengangkat tema mengenai Kolaborasi
Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota, Pihak Swasta dan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Layanan Pendidikan Berkebutuhan Khusus
di Propinsi Sulawesi Tenggara. Artikel ini menjelaskan bentuk kolaborasi
pemerintah, pemerintah daerah propinsi, pemerintah daerah kabupaten kota,
pihak swasta dan masyarakat dalam penyelenggaraan layanan pendidikan bagi
anak yang berkebutuhan khusus.

KAJIAN PUSTAKA
1. Kolaborasi Pemerintah, Masyarakat dan Swasta
Dalam mewujudkan tujuan pembangunan secara efektif dan efisien, dan
mencapai produktivitas pembangunan yang ideal, pemerintah tidak dapat
bekerja sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Pemerintah, Pemerintah Daerah
Propinsi, Pemerintah daerah Kabupaten.Kota, Pihak Swasta dan Masyarakat

4
memiliki saling keteragantungan satu sama lain. Menurut Konsep New Public
Manajemen pemerintah sebaiknya menyediakan anggaran pembangunan, dan
mepersiapkan semua kebijakan pelaksanaanya, pihak swasta sebagai pelaksana
dan masyarakat sebagai penerima manfaat. Sehingga posisi pemerintah
melakukan kontrol terhadap kebijakannya. Hal senada juga disampaikan oleh
Evans dalam Anwar (2011) yang menyebutkan bahwa dalam pembangunan
suatu negara perlu melakukan kerjasama yang disebut Triple Aliance, yaitu
kerjasama modal asing, pemerintah daerah dan borjuis lokal.
2. Kolaborasi
Kolaborasi adalah bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Kolaborasi adalah proses sosial yang paling fudamental. Biasanya dalam
kolaborasi melibatkan pembagian tugas, dimana setiap orang mengerjakan
setiap pekerjaan yang merupakan tanggungjawabnya demi tercapainya tujuan
beesama (Isyani, 1994).
3. Pemerintah
Pemerintah (Government) ditnjau dari pengrtiannya adalah sebagai
pengarah dan administrasi yang berwenang atas kegiatan masyarakat dalam
sebuah negara, kota dan sebagainya. Pemerintah dapat juga diartikan sebagai
lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara
bagian, atau kota dan sebagainya (Riawan, 2009). Menurut UU Nomor 32 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah dibagi menjadi Pemerintah,
Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4. Pihak Swasta
Kemitraan pemerintah dan swasta dalam New Public Managemen (NPM)
disebut sebagai Public Private Partnership yang dilandasai oleh adanya kesadaran
pemerintah karena keterbatasnnya dalam menyediakan pelayanan publik dan
mengatasi masalah sosial. Selain itu dengan adanya konsep good governance
peran serta pihak swasta dan masyarakat semakin maksimal dalam mendukung
optimalisasi pembangunan (BAPPENAS, 2011 dalam Rodiyah dan Putri, 2016 )
5. Masyarakat

5
Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama untuk jangka
waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan suatu adat istiadat. Menurut
Sukanto (2006) masyarakat adalah kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerja bersama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan
menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dan batas-batas yang
dirumuskan dengan jelas.
6. Layanan Pendidikan Berkebutuhan khusus
Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus antara lain adalah
menemukenali anak berkebutuhan khusus, menelaah pendidikan masing-
masing anak, pengajaran dengan metode khusus dan program kompensatoris
untuk mengurangi hambatan anak.
7. Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses
pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan
fisik, mental, intelektual, soaial dan atau emosional dibandingkan dengan anak-
anak lain yang seusianya, sehingga mereka memerlukan pelayanan khusus
dalam pelayanan pendidikan (Jannah dan darmawanti, 2004). Anak
berkebutuhan khusus disefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan
dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka
secara sempurna.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif melalui
pengamatan dan studi dokumen di Sekolah Luar Biasa di Propinsi Sulawesi
tenggara. Pemilihan sekolah didasarkan atas kondisi geografis, dimana propisni
Sulawesi Tenggara terdiri dari Wilayah kepualaun dan Daratan. Di wilayah
kepulauan terdiri dari 7 Kabupaten dan wilayah kepulauan terdiri dari 8
Kabupaten. Sampel sekolah diambil masing-masing 2 sekolah di Wilayah
Daratan dan 2 Sekolah di Wilayah kepulauan, dengan demikian 4 sekolah yang
tersebar di wilayah Sulawesi Tenggara, yaitu Kabupaten Muna, Kabupaten
Buton Utara, Kabupaten Kolaka dan Kota Kendari. Studi dilakukan melalui
wawancara dan Focus Discussion Group (FGD) bagi seklah dan Dinas

6
pendidikan Kabupaten dan propinsi. Analisis Data dilakukan melalui langkah-
langkah (a). Pengumpulan data; (b) Reduksi Data; (c). Penyajian data dan (d)
Penarikan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Aktor dalam Penyelenggaraan Layanan Pendidikan Berkebutuhan Khusus
Penyelenggaraan layanan pendidikan berkebutuhan khusus menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat.
Tidak ada peran dominan dalam penyelenggaraan layanan pendidikan
berkebutuhan khusus. Oleh karena itu diperlukan kolaborasi yang efektif dan
saling bersinergi antara kompnen yang satu dengan komponen lainnya.
Pemerintah sebagai pemegang kebijakan, hendaknya megimplementasikan
kebijakan yang dibuat dengan melibatkan peran serta pihak swasta dan
masyarakat sebagai pelaku utamanya. Keterbatasan pemerintah dalam hal
penganggaran sebaiknya dibangun bersama pihak swasta berdasarkan prinsip
Pubic-Private Parthnership. Dengan pola kolaborasi tersebut masing-masing pihak
dapat mengontrol dan mengendalikan pelakksanaan layanan pendidikan
berkebutuhan khusus.
Pemerintah dalam hal ini memegang posisi yang strategis sebagai
pemegang kebijakan untuk meningkatkan layanan bagi anak berkebutuhan
khusus. Peran pemerintah disamping sebagai pemegang kebijakan, juga sebagai
fasilitator kebijakan tersebut sehingga peningkatan kualitas bagi anak-anak yang
berkebutuhan khusus tidak kala dengan anak-anak lain yang menyandang
pendidikan di sekolah umum. Sampai dengan saat ini penyelenggaraan layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di propinsi Sulawesi Tenggara
masih mandapat berbagai kendala, mulai dari jangkauan layanan SLB belum
dapat memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan khusus, yang belum
mendapatkan layanan pendidikan dari waktu ke waktu juga semakin tinggi,
kondisi ekonomi anak berkebutuhan khusus yang tergolong dalam keluarga
prasajahtera, kesadaran orang tua mereka untuk menyekolahkan anaknya juga
masih rendah, serta kesiapan sekolah melalui jalur formal mulai dari SD, SMP,
SMA bagi anak yang berkebutuhan khusus juga tidak ada, sehingga diperlukan

7
eran pemerintah, pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota untuk
berperan serta dalam mengatasi permasalahan ini.
Peran Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara dalam penyelenggaraan
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ideanya dengan
menciptakan produk hukum tentang penyelenggaraan layanan pendidikan
berkebutuhan khusus, tapi sampai dengan saat ini produk hukum tersebut
belum ada. Namun demikian peran Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara
sudah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Pengadaan Formasi CPNS Daerah bagi Guru SLB
b. Pelayanan Umum bagi masyarakat penyandang disabilitas, misalnya jalan
bagi penyandang disabilitas, dan ruangan umum ;
c. Pendampingan masyarakat, bagi penyandang disabilitas
d. Membangun Kemitraan dengan pihak lain untuk layanan disabilitas;
e. Pemerintah sebagai penyandang dana bagi penyelenggaraan layanan
penyandang disabilitas

2. Masyarakat dalam Penyelenggaraan Layanan Pendidikan Berkebutuhan


Khusus
Partispasi masyarakat terhadap penyelenggaraan layanan pendidikan
berkebutuhan khusus diwujudkan dalam bentuk individu, kelompok, keluarga
organisasi kemasyaratan dan organisasi profesi. Partisipasi tersebut
dilaksanakan sebagai sumber, pelaksana dan pengguna hasil pendidikan.
Organisasi kemasyarakatan mempunyai peran sebagai pemberi pertimbangan
kepada pemerintah untuk mendukung percepatan dan tepat sasaran pada
program layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Organisasi sosial
juga berperan sebagai penggerak (motivator) untuk memotivasi bagi individu,
keluarga dan kelompok anak yang menyandang disabilitas. Motivasi dilakukan
untuk membangkitkan semangat anak-anak untuk senantiasa berperan aktif
dalam pembangunan dengan berdasarkan kesamaam kedudukan, hak dan
tanggung jawab. Organisasi sosial juga dapat berperan sebagai pengawasan,
untuk melakukan cheek and balances atas program pemerintah yang berhubugan

8
dengan kebutuha layanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus.
Dan yang terakhir organisasi sosial juga berperan sebagai mediator antara
pemerintah dan masyarakat. Memberikan mediasi kebijakan-kebijakan
pemerintah dengan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa peran organisasi masyarakat atau organisasi profesi adalah : (1). Sebagai
pemberi pertimbangan, (2) sebagai pendukung; (3) sebagai mediator; (4) sebagai
pengontrol. Keempat fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika
pemerintah secara bersama-sama dan terbuka untuk melaksanakan layanan
pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus dalam melaksanakan
pendidikan di Indoensia.
3. Pihak Swasta dalam penyelenggaraan Layanan Pendidikan Berkebutuhan
Khusus
Peran pihak swasta dalam penyelenggaraan layanan pendidikan bagi
anak yang berkebutuhan khusus sangat penting, mengingat sektor sawasta
memiliki dukungan finannsial yang memadai. Disamping itu peran sektor
swasta sebagai mitra pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya sangat
dibutuhkan, mengingat pemerintah memiliki ketrbatasan modal. Peran pihak
swastalah yang dapat bermitra untuk mendukung program pemerintah tersebut.
Konsep Public=Private Partnership sangat ideal dan patutu dipertmbangkan untuk
diterapkan di Indonesia. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, maka
pemerintah dalam mewujudkan sistem kepemrintahan yang baik, terbuka,
transparan dan demokratis dengan dilandsasi prinsp partisipasi maka dapat
diyakini semua dapat ter;aksana dengan baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil beberapa kesimpulan antara
lain :
(1). Pemerintah diharapkan untuk lebih responsif terhadap layanan pendidikan
berkebtuhan khusus dan mampu menyediakan layanan pendidikan yang
sesuai dengan standar kebutuhan anak yang berkebutuhan khusus;
(2). Masyarakat secara individu, keluarga dan kelompok serta dalam bentuk
organisasi kemasyarakatan dan organisasi profesi dapat mengambil peran

9
dalam hal (1). Sebagai pemberi pertimbangan, (2) sebagai pendukung; (3)
sebagai mediator; (4) sebagai pengontrol.
(3). Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat hendaknya mewujdukan
kerjasama sebagai bentuk kolabarasi administrasi publik kontenporer dalam
mewujudkan pembangunan yang berkualitas dan berdaya saing;

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kepada Kepala SMA Negeri 1 Lohia Bapak La
Koma, S.Pd, M.Pd yang telah membantu menfasilitasi terselenggaranya
penulisan artikel ini. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Bapak Hardamin,
S.Pd dan Guru Mata Pelajaran IPS Yang terhormat Bapak La Ode Falimu, S.Pd,
M.Si telah membimbing penulis. Selanjutnya kepada kedua orang tua penulis
yang telah membantu membreikan dorongan, dukungan dan doa sehingga
artikel ini dapat diselesaikan. Demikian pula pihak lain, teman-teman kelas
X.IPA 3 yang tidak bisa saya sebut satu persatu mereka telah membantu saya
dalam penulisan artikel ini. Semoga bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Statistik Sekolah Luar Biasa 2016/2017. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan;
jakarta

Anwar, Khairil. 2011. Daerah Pinggiran dan Kapitalisme Internasional. Pekanbaru:


Alaf Riau.

Isyani, Abdul. 1994. Sosilogi Skematika Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Jannah, M &Darmawanti, Ira. 2004. Tumbuh Kembang Anak Usia Dini & Deteksi
Dini pada Anak Berkebutuhan Khusus. Surabaya: Insight Indonesia

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 tahun


2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidayah (SD/MI) Sekolah Mengah
pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah
Atas/Madsarasah Aliyah (MA);

10
Riawan. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Rodiyah, I dan Putri, Magya Ramadhaniyah. 2016. JKPM. Kemitraan Pemerintah-


Swasta dalam program Coorporate Social Responsibility di Kabupaten
Pasuruan. Vol.4 Nomor 2 September 2016.

Soekanto, S. 2006. Sosiologi Sutau Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

11

You might also like