1. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. Cruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan fibula. Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. 2. Etiologi a. Trauma Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut. 2) Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. b. Fraktur Patologis Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau osteoporosis. c. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya. d. Spontan . Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga. e. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras. f. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran. 3. Patofisiologi Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung dan tak langsung serta kondisi patologis, setelah terjadi fraktur dapat mengakibatkan diskontinuitas tulang dan pergeseran fragmen tulang.Pergeseran fragmen tulang otomatis menimbulkan adanya nyeri.Diskontinuitas tulang dapat berakibat perubahan jaringan sekitar lalu terjadi pergeseran fragmen tulang kemudian terjadi deformitas dan gangguan fungsi yang berujung gangguan imobilitas fisik. Perubahan jaringan sekitar juga dapat menyebabkan laserasi kulit dimana terjadi kerusakan integritas kulit jika sampai menyebabkan putus vena/arteri akan terjadi perdarahan lalu kehilangan volume cairan yang berujung syok hipovolemik. Selain laserasi kulit juga berakibat ke spasme otot yang meningkatkan tekanan kapiler terjadi pelepasan histamin, protein plasma hilang maka terjadi edema yang menyebabkan penekanan pembuluh darah dan dapat terjadi penurunan perfusi jaringan. Diskotinuitas akibat terjadinya fraktur dapat mengakibatkan terjadi kerusakan fragmen tulang yang selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan sesama tulang lebih tinggi daripada kapiler kemudian terjadi reaksi stres pasien dimana terjadi pelepasan katekolamin yang memobilisasi asam lemak bergabung dengan trombosit maka terjadilah emboli yang akan menyumbat pembuluh darah. 4. Manifestasi a. Deformitas b. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi pemendekan tulang, Penekanan tulang c. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. d. Echumosis dan perdarahan subculaneus e. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur. f. Tendernes atau keempuka g. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan. h. Kehilangan sensasi (Mati rasa, munkin terjadi dari rusaknya saraf atau perdarahan). i. Pergerakan abnormal j. Syock hipovolemik dari hilangnya hasil darah. k. Krepitas 5. Komplikasi a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali. d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. e. Shock f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun. g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil h. Infeksi i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia. j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Foto Rontgen : Untuk mengetahui lokasi, tipe fraktur dan garis fraktur secara langsung. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodic b. Skor tulang tomography, skor C1, MRI : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. c. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler d. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma e. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati. 7. Penatalaksanaan a. Rekognasi Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai neurovascular ekstremitas. Karena itu begitu diketahui kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan. b. Traksi Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu: 1) Skin Traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). 2) Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang. c. Reduksi 1) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation) 2) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) d. Imobilisasi Fraktur Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian a. Identitas Pasien 1) Riwayat Penyakit Sekarang Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurunRiwayat 2) Penyakit dahulu Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post operasi, 3) Riwayat Penyakit Keluarga Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi b. Pola Kebiasan 1) Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi 2) Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi 3) Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali 4) Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri. 5) Personal Hygiene: Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur. 6) Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas, selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit. 7) Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti 8) Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna 9) Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki. c. Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat, laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit. d. Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi. e. Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur. f. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan.