Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian
50% - 90% pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga memiliki
riwayat penyalahgunaan zat.
1.4 Etiologi
1.4.3 Faktor sosial budaya : Menurut Helse et all, (2005) budaya patrilineal yang
menempatkan peran laki-laki sebagai pengontrol kekayaan, warisan
keluarga (termasuk nama keluarga) dan pembuat keputusan dalam keluarga
serta konflik perkawinan merupakan predictor yang kuat untuk terjadinya
kekerasan. Ada budaya yang menganggap perilaku kekerasan suami
terhadap istri adalah hal yang biasa. Perilaku kekerasan yang di lakukan
oleh suami ini di maksudkan untuk mengontrol keluarga.
1.4.4 Faktor sosio ekonomi : salah satu faktor utama terjadinya tindakan
kekerasan adalah kemiskinan. Faktor lain yang berhubungan adalah
pengangguran, urbanisasi, pengisolasian, diskriminasi, gender dalam
lapangan pekerjaan.
1.4.5 Faktor religi : pemahaman ajaran agama yang keliru : suami salah persepsi
dalam agama “memukul istri” adalah hal yang wajar untuk mendidik
istrinya dan persepsi seperti itu terjadilah kekerasan dalam rumah tangga.
1.4.7 Kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan menghargai,
serta tidak menghargai peran wanita
1.4.8 Kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga
1.4.9 Adanya perilaku meniru yang diserap oleh anak karena terbiasa melihat
kekerasan dalam rumah tangga. Pelaku juga memiliki perilaku yang
temperamen tinggi, mudah tersinggung dan cepat marah kepada istri karena
tidak patuh terhadap suami.
1.4.12 Frustasi : teori frustasi - agresi menyatakan bahwa kekerasan sebagai suatu
cara untuk mengurangi ketegangan yang dihasilkan situasi frustasi. Teori
ini berasal dari suatu pendapat yang masuk akal bahwa sesorang yang
frustasi sering menjadi terlibat dalam tindakan agresif. Orang frustasi
sering menyerang sumber frustasinya atau memindahkan frustasinya ke
orang lain. Misalnya : belum siap kawin, suami belum memiliki pekerjaan
dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Bagi pasangan suami-istri yaitu karna tidak ada nya pengetahuan bagi
kedua nya dalam hal bagaimana cara mengimbangi pasangan dan
mengatasi keuangan yang dimiliki pasangan dalam menyelaraskan sifat-
sifat yang tidak cocok diantara keduanya.
Jika tidak adanya rasa kepercayaan antara satu dan lain maka akan timbul
rasa cemburu dan curiga dalam kadar yang sangat berlebihan. Sifat
cemburu yang terlalu tinggi ini bisa memicu terjadi nya kekerasan dalam
rumah tangga.
1.4.15 Neurobiologik
Ada 3 cara pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif.
Sistem limbic, lobus frontal dan hypothalamus, neurotransmitor, juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif.
1.4.16 Biokimia
1.5 Dampak
1.6 Pencegahan
1.6.1 Pencegahan primer : dengan cara memberikan penguatan pada individu dan
keluarga dengan membangun koping yang efektif dalam menghadapi stress
dan menyelesaikan masalah tanpa menggunakan kekerasan.
1.6.2 Pencegahan sekunder : dengan cara mengidentifikasi keluarga dengan resiko
kekerasan, penelataran, atau eksploitasi terhadap anggota keluarga, serta
melakukan deteksi dini terhadap keluarga yang mulai menggunakan
kekerasan.
1.6.3 Pencegahan tersier : dilakukan dengan cara menghentikan tindak kekerasan
yang terjadi bekerja sama dengan badan hukum yang berwenang untuk
menangani kasus kekerasan.
1.6.4 Menyelenggarakan pendidikan orang tua untuk dapat menerapkan cara
mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis.
1.6.5 Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk
secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup memberikan
pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
1.6.7 Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang
mengundang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
1.6.8 Membangun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut kepada
akibat yang ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga.
1.6.9 Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin kehidupan
yang harmoni, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat terhindar dari
perilaku kekerasan dalam rumah tangga.
1.6.10 Mendidik, mengasuh, dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis
kelamin, kondisi, dan potensinya.
1.6.11 Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang terkena
kekerasan dalam rumah tangga, tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan
terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
1.6.12 Perlu nya keimanan yang kuat dan aklaq yang baik juga berpegang teguh
pada agama nya masing-masing, sehingg kekerasan dalam rumah tangga
tidak terjadi.
1.6.13 Harus ada nya komunikasi yang baik antar suami dan juga istri agar
tercipta sebuah rumah tangga yang rukun, harmonis.
1.6.14 Seorang istri mampu mengkoordinir berapa pun keuangan yang ada dalam
keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan keluaga yang minim, sehingga kekurangan enkonomi yang
minim dapat teratasi.
1.7 Peran Perawat
1.7.1 Peran sebagai pendidik (educator)
Meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga mengenai kekerasan dalam
rumah tangga khususnya mengenai pengertian, jenis, serta dampak.
1.7.2 Peran sebagai pemberi konseling (counselor)
Disini perawat maternitas dapat berperandengan fokus meningkatkan
harga diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban dan terutama
untuk memberikan informasi dan dukungan agar korban korban dapat
mengambil langkah pengamanan. konseling tidak hanya ditujukan untuk
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. tetapi juga untuk
pelaku. tujuannya adalah untuk mendorong pelaku untuk mengambil
tanggung jawab dalam menghentikan tindak kekerasan dan meningkatkan
kualitas hidupnya sendiri.
1.7.3 Peran sebagai pemberi pelayanan keperawatan (caregiver)
peran perawat maternitas sebagai pemberi pelayanan keperawatan adalah
memberikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga pemberian
inteervensi dan evaluasi.perawat harus meningkatkan kepekaan dengan
tidak mengabaikan tanda- tanda bekas perlakuan kekerasan, secara cepat
dan dapat mengidentifikasikan masalah, menentukan apakah wanuta
terebut membutuhkan penanganan medis ataupun terapi khusus.
1.7.4 Peran sebagai penemu kasus dan peneliti (case finder researcher)
meningkatkan riset dan pendalaman dalam aspek prevensi, promosi dan
deteksi dini.
1.7.5 Peran sebagai pembela (advokat)
berperan sebagai advokat, perawat harus senantiasa terbuka untuk suatu
kerja sama yang baik dengan lembaga penyedia layanan pendampingan
dan bantuan hukum, mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada
korban tindak kekerasan dalam rumah tangga, melatih kader- kader (LSM)
untuk mampu menjadi pendampingan korban kekerasan.
1.7.6 Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi
(anjurkansegera lakukan pemeriksaan visum).
1.7.7 Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan
perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari
pengadilan.
1.7.8 Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif
(Ruang Pelayanan Khusus).
1.7.9 Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada
korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, serta lembaga sosoal yang
dibutuhkan korban
Sosialisasi Undang-Undang KDRT kepada keluarga dan masyarakat.