You are on page 1of 21

BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
WHO (1968) (dalam Rajab,2008,p.126) mengemukakan pengertian surveilans
sebagai suatu kegiatan pengumpulan data yang sistematis dan menggunakan
informasi epidemiologi untuk perencanaan, implementasi, dan penilaian
pemberantasan penyakit. Henderson (1976) (dalam Rajab,2008,p.127)
mengemukakan bahwa surveilans berfungsi sebagai otak dan sistem saraf untuk
program pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Surveilans gizi pada awalnya dikembangkan untuk mampu memprediksi
situasi pangan dan gizi secara teratur dan teru-menerus sehingga setiap perubahan
situasi dapat dideteksi lebih awal (dini) untuk segera dilakukan tindakan pencegahan.
Sistem tersebut dikenal dengan System Isyarat Tepat waktu untuk intervensi atau
dalam bahasa inggris disebut Timely Warning Information and Intervention System
(TWIIS), yang kemudian lebih dikenal dengan nama Sistem Isyarat Dini untuk
Intervensi (SIDI).
Surveilans gizi menurut WHO adalah pengamatan yang rutin dan sistematis
terhadap masalah gizi serta faktor resiko yang menyebabkannya agar dapat dilakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses analisis informasi
dari kegiatan pengumpulan, pengolahn, analisi dan interprestasi data serta distribusi
informasi.
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti,absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi.
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi
buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana
seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya
berada dibawah standar rata-rata.

1
B. Tujuan Umum
1. Tujuan Surveilen ditujukan untuk mengetahui:
a. Apa pengertian dari Surveilen gizi itu sendiri?
b. Apa tujuan dari surveilen gizi?
c. Apa fungsi dari surveilen gizi?
d. Apa indikator dari surveilen gizi?
2. Pada surveilen gizi buruk bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang
pelaksanaan surveilans penyakit gizi buruk di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.
3. Hasil pelaksanaan penyakit gizi buruk di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota

Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

2
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian gangguan status gizi


Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti,absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi.
Status Gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara
jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh
untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas,
pemeliharaan kesehatan dan lainnya) (suyanto 2009). Status gizi dapat diartikan
sebagai gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbagan energy
yang masuk dan yang dikeluarkan oleh (marmi,2013).
Gangguan status gizi diindonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu,
masalah gizi yang sudah terkendali seperti (kurang vitamin A, GAKI (Gangguan
akibat Kekurangan Iodium), dan Anemia), Masalah yang belum dapat terselesaikan
seperti (gizi kurang, balita pendek), dan masalah gizi yang sudah meningkat dan
mengancam kesehatan masyarakat seperti (Obesitas).

B. Defenisi Surveilens gangguan status gizi


Surveilens adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap
semua aspek penyakit, baik penyakit menular maupun penyakit yang tidak menular,
yang dideritaoleh berbagai golongan masyarakat, dalam suatu periode tertentu untuk
kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.
Surveilans gizi menurut WHO adalah pengamatan yang rutin dan sistematis
terhadap masalah gizi serta faktor resiko yang menyebabkannya agar dapat dilakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses analisis informasi
dari kegiatan pengumpulan, pengolahn, analisi dan interprestasi data serta distribusi
informasi.

3
C. Tujuan surveilens gizi
Menurut Kemenkes (2010) tujuan dari surveilans gizi adalah untuk memberikan
gambaran perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator
khusus lainyang diperlukan secara cepat,akurat, teratur dan berkelanjutan dalam
rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta
perumusan kebijakan. Surveilans gizi bertujuan untuk :
 Memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi,
sehingga penyakit dan faktor resiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan
respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
 Memonitor kecendrungan (trends) penyakit
 Mendeteksi perubahan mendadak insiden penyakit, untuk mendeteksi dini
outbreak.
 Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease
burden) pada populasi.
 Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan.
 Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan, mengidentifikasi
kebutuhan riset
 Mengidentifikasi kelompok masyarakat dan berbagai kegiatan yang ada di
masyarakat, daerah atau ditingkat nasional.
D. Fungsi surveilans Gizi
Fungsi Survelens gizi antara lain :
 Monitoring program gizi perencanaan program.
 Prediksi masa depan, manajemen dan evaluasi program, mencari atau
mengobservasi indikator-indikatormasalah gizi baru dalam program yang
sedang berjalan.
 Timely warning and intervention system.
 Sistem isyarat diri dan intervensi.
 Suatu sistem yang ditujukan untuk mencegah malnutrisi dengan cara melihat
ketersediaan makanan yang dikonsumsi.
E. Indikator surveilan gizi
 Untuk mencapai sasaran RPJMN tahun 2010-2014 bidang kesehatan,
Kementrian Kesehatan telah menetapkan Rencana Strategi Kementrian

4
Kesehatan tahun 2010-2014, yang memuat indikator keluaran yang harus
dicapai,kebijakan dan strategi. Dibidang perbaikan gizi telah ditetapkan 8
indikator keluaran, yaitu :
1. 100% balita gizi buruk ditangani/dirawat.
2. 85% balita ditimbang berat badannya.
3. 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif.
4. 90% rumah tangga mengkonsumsi garam beryodium.
5. 85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A
6. 85% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet.
7. 100% kabupaten/kota melaksanakan survelensi gizi
8. 100% penyediaan buff er stock MP-ASI untuk daerah bencana.

F. Surveilen dalam Praktek Pelayanan Keperawatan Gangguan Status Gizi Buruk di kota
Tanggerang Selatan
1. Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan
karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi
buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana
seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya
berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis
yang umumya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency,2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar
disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan
bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat
berat atau akut (Pardede, J, 2006).

5
2. Etiologi Gizi Buruk
Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan ada tiga hal yang
saling kait-mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan
kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan
pangan di rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya
asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit. UNICEF dalam Soekirman
(2002) juga telah memperkenalkan dan sudah digunakan secara internasional
mengenai berbagai faktor penyebab timbulnya gizi kurang pada balita, yaitu :
1. Penyebab langsung : makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi
yang mungkin di derita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi
diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat menderita,
gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik, daya tahan tubuh
melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan lingkungan, tersedianya air
bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat akan menentukan tingginya
kejadian penyakit infeksi.
2. Penyebab tidak langsung : Pertama, ketahanan pangan dalam keluarga adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan makan untuk seluruh
anggota keluarga baik dalam jumlah maupun dalam komposisi zat gizinya.
Kedua, pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam
hal memberikan makan, merawat, kebersihan, pemberian kasih sayang dan
sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan
mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan dan
sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya. Ketiga, faktor pelayanan
kesehatan yang baik, seperti; imunisasi, penimbangan anak, pendidikan dan
kesehatan gizi, serta pelayanan posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter
dan rumah sakit.Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh asupan
makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan
makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat makanan
bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi
seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya
saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan

6
dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya
infeksi (Nency, 2005).
3. Kriteria Anak Gizi Buruk
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
 BB/TB: < -3 SD dan atau;
 Terlihat sangat kurus dan atau;
 Adanya Edema dan atau;
 LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2. Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih
dari tanda komplikasi medis berikut:
o Anoreksia
o Pneumonia berat
o Anemia berat
o Dehidrasi berat
o Demam sangat tinggi
o Penurunan kesadaran
4. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Menurut laporan Surveilans epidemiolodi gizi buruk diwilayah provinsi NTT
dan NTB yang ditulis oleh Andi Zulkifli, adapun program-program upaya
penanggulangan masalah gizi buruk dapat dilakukan baik ditingkat pusat
(pemerintah) maupun tingkat daerah antara lain:
 Peningkatan cakupan deteksi gizi buruk melalui penimbangan balita di
posyandu dan puskesmas
 Program pola asuh gizi
 Peningkatan suplementasi gizi pada anak
 Meningkatkan jangkauan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di rumah
tangga, puskesmas dan rumah saskit
 Pembentukan keluarga sadar gizi
 Promosi pemberian ASI ekslusif
 Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI)
 Pemberian makanan tambahan (PMT)
 Pemberian Suplementassi vitamin A dan zat besi

7
 Pendampingan keluarga
 Program Keluarga Sadar Gizi

8
BAB III
RANCANGAN SURVEILANS

3.1 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengumpulan data, alur pelaporan data, pengolahan dan
analisis data penyakit gizi buruk di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota
Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.
2. Untuk mengetahui distribusi penyakit gizi buruk berdasarkan tempat di wilayah
kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan
tahun 2014.
3. Untuk mengetahui distribusi penyakit gizi buruk berdasarkan waktu di wilayah
kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan
tahun 2014
3.2 Metode
a. Pengumpulan Data
Jenis data yang diperoleh dalam laporan Surveilans Epidemiologi ini berupa data
sekunder karena diperoleh dengan cara menelaah dokumen yaitu meminta data
surveilans gizi buruk pada Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan tahun 2012
sampai dengan tahun 2014. Sumber data berasal dari laporan setiap puskesmas
dan rumah sakit yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang
Selatan yang berupa data sekunder dalam bentuk laporan mingguan dengan
menggunakan formulir W2 dan data primer melalui wawancara kepada petugas
surveilans gizi buruk di Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan.
b. Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data dengan menggunakan system komputerisasi program
microsoft excel. Data yang telah diolah, dianalisis secara univariat dengan
mendeskripsikan nilai kasus berdasarkan tempat dan waktu. Penyajian data dalam
bentuk grafik dan tabel.

9
BAB IV
HASIL SURVEILANS

4.1 Pelaksanaan Surveilans


Pengumpulan data dilakukan bukanlah dari sistem pelaporan rutin karena
tidak pada tanggal yang sama di setiap bulannya, melainkan dengan sistem pelaporan
dari puskesmas dan rumah sakit yang dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 5,
jika terjadi keterlambatan pelaporan dari pihak puskesmas dan rumah sakit, Dinas
Kesehatan kota Tangerang Selatan akan menghubungi pihak puskesmas atau pihak
rumah sakit tetapi tidak ada sanksi yang diberikan. Selain dari pelaporan puskesmas
dan rumah sakit, pengumpulan data juga dilakukan dengan validasi data dengan
mengunjungi rumah balita yang dilaporkan gizi buruk. Alat pengumpulan data yang
digunakan pada saat pendataan balita gizi buruk di posyandu dan puskesmas adalah
register yaitu dengan menuliskan nama, umur, jenis kelamin, berat badan serta alamat
dari balita tersebut (by name by address) dan formulir W2.
Alur pelaporan dilakukan setiap minggu, para balita rutin ditimbang Berat
Badan dan Tinggi Badan di Posyandu dengan bantuan kader dan petugas puskesmas
kemudian hasil pengukuran dilaporkan ke pihak puskesmas dan di rekap oleh
puskesmas kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan dalam
bentuk formulir W2 yang dilaporkan setiap bulan. Begitu juga pihak rumah sakit
melaporkan ke Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dalam bentuk formulir W2 setiap
bulan jika ada balita kasus gizi buruk yang berobat ke rumah sakit. Jika terjadi kasus
gizi buruk baru yang ditemukan maka harus dilaporkan 1x24 jam.
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan mirosoft excel
dan buku pedoman WHO Antropometri 2005. Dimana pertama-pertama berat badan
dan tinggi badan balita akan ditulis di mirosoft excel tersebut yang kemudian secara
otomatis akan terlihat berdasarkan standar penilaian status gizi dari buku pedoman
WHO Antropometri 2005 yang telah ditetapkan tersebut apakah balita itu mengalami
gizi kurang atau bahkan gizi buruk.

10
4.2 Distribusi Penyakit Gizi Buruk Berdasarkan Tempat

Data Surveilans Gizi Buruk di Kota Tangerang Selatan


Tahun 2012 berdasarkan Puskesmas
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Pondok Kacang…
Pamulang

Pondok Jagung

Rengas

Paku Alam
Benda Baru

Serpong 2
Setu

Pondok Benda

Bakti Jaya
Ciputat
Jombang

Pisangan

Pondok Ranji
Pondok Betung

Rawa Buntu
Kampung Sawah
Serpong

Ciputat Timur

Pd Aren
Jurang Mangu

Situ Gintung
Keranggan

Pondok Pucung
Perigi

Penyakit Mati

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk
tertinggi terjadi di Puskesmas Keranggan dan Pondok Betung sebanyak 14 balita pada
masing-masing puskesmas dan terendah pada Puskesmas Serpong, Jombang, Setu,
Rengas, Benda Baru dan Situ Gintung dengan tidak ada kasus gizi buruk yang terjadi.
Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2012 terjadi di
Puskesmas Pamulang dan Rawa Buntu sebanyak 1 balita pada masing-masing
puskesmas. Pada semua rumah sakit di Kota Tangerang Selatan tidak ada jumlah
kasus gizi buruk dan kasus kematian karena gizi buruk yang diterjadi pada Tahun
2012.

Data Surveilans Gizi Buruk di Kota Tangerang


Selatan Tahun 2013 berdasarkan Puskesmas
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Pondok…
Pamulang

Serpong 2
Pondok Jagung

Pd Aren

Rengas

Benda Baru
Jurang Mangu

Setu
Pisangan

Pondok Betung

Paku Alam

Pondok Benda

Rawa Buntu
Bakti Jaya
Ciputat
Jombang

Pondok Ranji
Serpong

Ciputat Timur

Situ Gintung
Kampung Sawah

Keranggan

Pondok Pucung
Perigi

Penyakit Mati

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

11
Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk
tertinggi terjadi di Puskesmas Pondok Pucung sebanyak 15 balita dan terendah pada
Puskesmas Pamulang, Ciputat, Jombang, Perigi, Keranggan, Rengas, Pondok Betung,
Benda Baru, Situ Gintung dan Rawa Buntu dengan tidak ada kasus gizi buruk yang
terjadi. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2013 terjadi di
Puskesmas Serpong dan Ciputat Timur sebanyak 1 balita pada masing-masing
puskesmas.
Jumlah kasus kesakitan gizi buruk juga terjadi di RS Asobirin sebanyak 4
balita, di RSIA Buah Hati sebanyak 1 balita, di RSUD Tangerang Selatan sebanyak
17 balita, RS Medika BSD sebanyak 1 balita dan RSIA R.P Soeroso sebanyak 2
balita. Sementara, kasus kematian karena gizi buruk terjadi di RS Medika BSD
sebanyak 1 balita dan di RSIA R.P Soeroso sebanyak 2 balita pada tahun 2013.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk
tertinggi terjadi di Puskesmas Pondok Jagung dan Jurang Mangu sebanyak 2 balita
pada masing-masing puskesmas pada Tahun 2014. Sementara, tidak ada kasus
kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2014.

12
Data Surveilans Gizi Buruk di Kota Tangerang
Selatan Tahun 2014 berdasarkan Rumah Sakit
8
7
6
5
4
3
2
1 Penyakit
0

RS HERMINA…

RSIA BUAH HATI…


RSB P SARANA…
RS SARIH ASIH…
RS KHUSU…

RS KHUSU THT-…
Mati

RSIA BUAH HATI


RS ASOBIRIN

RS OMNI

RSUD Tangsel
RS SYARIFHIDAYAT

RSIA LESTARI

RS MEDIKA BSD
RSIA IMC

RSIA R.P SOEROSO


RS BHINNEKA

RS EKA HOSPITAL

RS BUNDA DALIMA

RS PERMATA PMLG
RSI Premier Bintaro

RSIA CINTA KASIH


RSIA Putra Dalima

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk
tertinggi terjadi di RSUD Tangerang Selatan sebanyak 7 balita pada Tahun 2014.
Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2014 juga terjadi di
RSUD Tangerang Selatan sebanyak 1 balita.

4.3 . Distribusi Penyakit Gizi Buruk Berdasarkan Waktu

Data Surveilans Gizi Buruk di Kota Tangerang


Selatan Tahun 2012
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Sakit Mati

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk
tertinggi terjadi pada bulan mei sebanyak 16 balita dan terendah terjadi pada bulan
agustus sebanyak 2 balita pada tahun 2012. Sementara, kasus kematian balita karena

13
gizi buruk pada tahun 2012 terjadi pada bulan september dan november sebanyak 1
balita pada masing-masing bulan.

Data Surveilans Gizi Buruk di Kota


Tangerang Selatan Tahun 2013
25
20
15
10
5
0

Penyakit Mati

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk
tertinggi terjadi pada bulan februari sebanyak 22 balita dan terendah pada bulan
agustus dan desember karena tidak terjadi kasus pada tahun 2013. Sementara, kasus
kematian balita karena gizi buruk cukup tinggi pada tahun 2013 terjadi pada bulan
februari, maret, dan agustus sebanyak 1 balita pada masing-masing bulan pada tahun
2013.

Data Surveilans Gizi Buruk di Tangsel


Tahun 2014 berdasarkan Bulan
7
6
5
4
3
2
1
0
January February March April

Penyakit Mati

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan


Dari grafik di atas, diketahui bahwa pencatatan kasus gizi buruk pada tahun
2014 baru sampai pada bulan april sehingga jumlah kasus kesakitan gizi buruk terjadi

14
pada bulan februari dan maret sebanyak 6 balita pada masing-masing bulan tahun
2014. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk terjadi pada bulan februari
sebanyak 1 balita pada tahun 2014.

15
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 . Hasil Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi


Tujuan dilakukannya surveilans gizi buruk di Dinkes Tangsel ini berdasarkan
hasil wawancara adalah untuk mencapai target MDGs dalam soal kemiskinan dan
kelaparan, terkait target lain yaitu mengurangi jumlah anak-anak gizi kurang atau
gizi buruk sehingga setiap penderita gizi buruk mendapat perawatan baik itu rawat
inap atau rawat jalan, mendapatkan informasi mengenai status gizi balita di tingkat
puskesmas dan rumah sakit berdasarkan BB/TB, dan balita ditimbang setiap bulan
secara teratur. Indikator surveilans yang digunakan untuk menyatakan balita
mengalami gizi buruk atau tidak, dengan melihat hasil pengukuran berat badan dan
tinggi badan dengan pedoman buku WHO Antropometri 2005. Indikator yang
digunakan untuk menyusun SIMK, adanya tenaga manajemen data gizi, adanya
proses pengumpulan data, adanya proses pengolahan data, adanya proses pembuatan
laporan, adanya proses sosialisasi dan advokasi, tersedianya informasi gizi buruk,
dan tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya. Dalam hal ini tidak
ada proses pengambilan sampel, karena gizi buruk merupakan penyakit yang jarang,
kasusnya terbatas (sedikit) dibandingkan dengan penyakit lain sehingga
pengambilan sampel tidak lagi diperlukan.
Data yang digunakan sudah berorientasi pada tindakan layak dan
berkesinambungan karena hasil dari analisis data sudah di gunakan sebagai dasar
membuat program penanggulangan seperti PMT (Pemberian Makanan Tambahan)
dan makanan formula (makanan yang sudah sesuai dengan gizi standar),
pengumpulan data sudah dalam konteks lokal, dan pengumpulan data tetap dapat
berjalan tanpa sokongan dari luar, tetapi program ini belum berhasil karena kasus
gizi buruk masih terus meningkat. Adapun indikator keberhasilan program yang
ditetapkan Dinas kesehatan kota Tangerang Selatan adalah pelaporan dari
puskesmas setelah pemberian PMT dan makanan formula dalam 3 bulan sekali,
penimbangan balita setiap seminggu sekali, dan adanya penurunan jumlah kasus gizi
buruk. Selain indikator keberhasilan program terdapat juga indikator tujuan umum
surveilans yang digunakan adalah relevansi, validitas, reliabilitas, ketepatan waktu,
dan kelengkapan data.

16
Data yang disajikan menurut kami sudah relevan karna sesuai dengan data
laporan mingguan yang didapatkan dari dinas kesehatan tangerang selatan hanya
saja kami menampilkannya dalam bentuk bulanan dan pengelompokkan tempat
yaitu puskesmas dan rumah sakit.Penyimpanan data terjamin tidak hilang karena
setiap dibuat laporan mingguan, bulanan, dan tahunan maka akan disimpan dalam
bentuk softcopy dan hardcopy. Serta data softcopy tersebut dibackup dalam satu
email yang telah ditentukan. Diagnosis penyakit dapat dipercaya karena dilakukan
oleh orang yang memang berkompeten dibidangnya, seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya bahwa ketika dilaporkan ada kasus gizi buruk maka petugas gizi atau
pihak dinkes akan turun kelapangan untuk melakukan pengukuran kembali untuk
memastikan apakah kasus tersebut benar-benar kasus gizi buruk atau tidak.
Namun, masih banyak terdapat kelemahan-kelemahan statistik dan kelemahan
kualitas data. Seperti hanya melaporkan kejadian penyakit gizi buruk dan meninggal
sehingga lebih bersifat kuratif, tidak melaporkan kriteria balita yang mengalami gizi
buruk sehingga tidak dapat diketahui variabel independentnya. Ketepatan dan
kelengkapan data surveilans gizi buruk ini masih kurang karena masih banyak
puskesmas dan rumah sakit yang terlambat melaporkan bahkan ada beberapa yang
tidak melaporkan. Data yang diterima oleh Dinas Kesehatan Tangerang Selatan
tidak tepat waktu karena tidak ditetapkan tanggal yang pasti hanya diinformasikan
paling lambat tanggal 5. Sedangkan apabila terjadi keterlambatan pelaporan, pihak
dinkes hanya mengingatkan melalui telephone atau sms tanpa adanya sanksi. Namun
setiap akhir bulan kepala dinkes akan melakukan evaluasi dimana keterlambatan
pelaporan akan dibahas dan diberikan teguran.
Banyak terjadi bias informasi, seleksi dan counfounding seperti jumlah kasus yang
ada di data mingguan per puskesmas berbeda dengan jumlah kasus yang ada pada
rekapan pertahun, balita yang mengalami gizi buruk tiba-tiba menghilang karena
wilayah Tangsel masih banyak wilayah urban dan bukan merupakan warga dengan
KTP Tangsel yang memungkinkan dilaporkan 2 kali di tempat yang berbeda.

17
5.2 Gambaran Epidemiologi
Di Indonesia, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi saat
ini adalah beban ganda masalah gizi. Hal itu terbukti bahwa kasus gizi buruk masih
belum bisa diatasi.
Hal ini menunjukkan bahwa program pemerintah belum berhasil dalam
menanggulangi penyakit gizi buruk dan gizi kurang. Di Provinsi Sumatera Selatan pun
terjadi peningkatan status Gizi buruk yang cukup drastis dimana tercatat pada tahun 2011
terdapat 112 balita mengalami status gizi buruk, pada tahun berikutnya terjadi
peningkatan sebesar 62 balita sehingga kasus pada tahun 2012 tercatat 174 balita
menderita status gizi buruk. Hal itu diperparah dengan meningkatnya kasus gizi buruk
pada tahun 2013 dimana terdapat 209 balita menderita status gizi buruk di provinsi
Sumatera Selatan yang kaya akan sumber daya alam.
Namun dari hasil pelaporan kepada Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan
menunjukkan adanya penurunan dari tahun 2012-2013 yaitu ditemukannya kasus gizi
buruk pada tahun 2012 sebesar 90 kasus dan tahun 2013 sebesar 78 kasus,yang artinya
program yang dilakukan oleh dinas kesehatan tangerang selatan sudah berjalan dengan
baik sehingga terjadi penurunan kasus gizi buruk.
Tetapi dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan terdapat perbedaan hasil
laporan yang dikeluarkan secara Nasional dan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Tangerang. Dimana secara nasional provinsi banten menjadi provinsi tertinggi ke tiga
jumlah kasus gizi buruk setelah NTT dan Jawa Timur sedangkan data yang kami dapat di
daerah tangsel mengalami penurunan kasus gizi buruk. Dari hasil analisa yang kami
lakukan terdapat 2 kemungkinan mengapa hal tersebut dapat terjadi pertama, terjadinya
penurunan kasus yang dikarenakan program penanggulangan gizi buruk di wilayah
tangsel yang memang sudah berhasil. Kedua, laporan dinas kesehatan tangsel yang
diterima tidak valid atau terdapat bisa dalam pengumpulan data.

18
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengumpulan data dilakukan dengan laporan puskesmas dan rumah sakit dalam

bentuk formulir W2 setiap bulan paling lambat tanggal 5 dilaporkan ke Dinas

Kesehatan kota Tangerang Selatan. Alur pelaporan dilakukan dari penimbangan

balita di posyandu kemudian di laporkan ke puskesmas dan puskesmas membuat

laporan ke Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan. Pengolahan dan analisis data

dilakukan dengan sistem komputer program microsoft excel sesuai dengan

pedoman WHO Antro 2005.

2. Distribusi gizi buruk pada tahun 2012-2014 berdasarkan tempat yang mengalami

kasus gizi buruk tertinggi terjadi di puskesmas Pondok Pucung sebanyak 15 balita

dan di RSUD Tangerang Selatan sebanyak 17 balita pada tahun 2013. Sementara,

kasus kematian karena gizi buruk tertinggi terjadi di puskesmas Pamulang dan

Rawa Buntu sebanyak 2 balita dan di RSIA R.P Soeroso sebanyak 2 balita pada

tahun 2013.

3. Distribusi gizi buruk pada tahun 2012-2014 berdasarkan waktu yang mengalami

kasus gizi buruk tertinggi terjadi pada bulan Februari sebanyak 22 balita pada

tahun 2013. Sementara, kasus kematian karena gizi buruk tertinggi terjadi pada

tahun 2013 sebanyak 3 balita.

19
6.2. Saran
1. Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan seharusnya menetapkan tanggal yang

pasti dan pemberian sanksi yang tegas terhadap pukesmas dan RS yang terlambat

memberikan laporan.

2. Perlu adanya penambahan jumlah SDM untuk melakukan surveilans gizi buruk

ini, karena jumlah SDM masih sangat sedikit sehingga hasilnya kurang maksimal.

3. Perlu adanya kerjasama antara Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dan RS sekitar

untuk kasus gizi buruk, karna masih banyak RS yang tidak memberikan laporan

mengenai kasus gizi buruknya.

20
DAFTAR PUSTAKA
Rajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC

Andi Zulkifli.2007.Surveilans epidemiolodi gizi buruk di ilayah provinsi NTT dan

NTB.file:///C:/Users/user/Downloads/surveilans%20Epidemiologi%20gizi%20buruk%20NT

T%20NTB%202007.pdf

Ganet. Gizi Buruk Menjadi Masalah Penting di Banten. 3 Maret 2013 20:39 diakses

http://banten.antaranews.com/berita/18536/gizi-buruk-menjadi-masalah-penting-di-banten 4

Juni 2014 pukul 13:47

21

You might also like