You are on page 1of 30

JURNAL TINDAKAN KEPERAWATAN

TEKHNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN NYERI

Oleh
Juwartiningsih
N520184261

PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
2018
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR NYERI


A. Pengertian
1. Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut (Long, 1996 dalam Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 204).
2. Nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan
maupun berat (Priharjo, 1992 dalam Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 204).
3. Nyeri adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
oleh reaksi fisik, fisiologis, dan emosional (Hidayat, 2006, hlm.214).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa, nyeri adalah suatu
perasaan atau kondisi yang tidak nyaman dan bersifat subyektif sehingga hanya
individu yang mengalami yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi nyeri yang
dialami, di mana nyeri umumnya diakibatkan oleh terjadinya rangsangan fisik
maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,
fisiologis, dan emosional.

B. Etiologi
1. Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri (Asmadi, 2006, hlm.142; Hidayat,
2006, hlm.214):
a. Trauma, baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik. Trauma
mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas menglami
kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma termis
menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas dan dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat
asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri
karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
b. Gangguan pada jaringan tubuh, misal karena edema yang berakibat
penekanan pada reseptor nyeri.
c. Tumor, dapat juga menekan reseptor nyeri.
d. Iskemia pada jaringan, misal terjadi blokade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
e. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.
f. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm.


211-212):
a. Etnik dan nilai budaya
Etnik dan nilai budaya mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri.
Sebagai contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam
mengungkapkan nyeri, sedangkan pada budaya lain justru memilih
menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain.
b. Tahap perkembangan
Anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan nyeri yang mereka
rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini dapat menghambat
penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain prevalensi nyeri pada lansia
lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang mereka derita.
Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena penuaan, tetapi efek
analgesik yang diberikan menurun karena perubahan fisiologi terjadi.

c. Lingkungan dan individu pendukung


Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan
aktivitas tinggi di lingkungan dapat memperberat nyeri. Selain itu,
dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor
penting yang mempengaruhi persepsi nyeri individu.

d. Pengalaman nyeri sebelumnya


Indivisu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan
orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam
dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan dengan individu
yang belum pernah mengalaminya. Keberhasilan atau kegagalan metode
penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan
individu terhadap penanganan nyeri saat ini.

e. Ansietas dan stres


Ansietas seringkali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang
tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa
di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu
yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka
rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang
menurunkan persepsi nyeri mereka.

C. Jenis dan Bentuk Nyeri


Ada beberapa klasifikasi nyeri (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 208; Kozier, Erb,
Berman, et.al, 2010, hlm.690-691):
1. Nyeri perifer
a. Nyeri superfisial (kutaneus), yaitu rasa nyeri yang muncul akibat
rangsangan pada kulit dan mukosa.
b. Nyeri viseral, yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor
di rongga andomen, kranium, dan toraks.
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
rangsangan nyeri.
2. Nyeri sentral, akibat stimulasi langsung pada medula spinalis, batang otak,
dan talamus.
3. Nyeri menjalar, nyeri yang dirasakan di sumber nyeri dan meluas ke jaringan-
jaringan di sekitarnya.
4. Nyeri tak tertahankan, adalah nyeri yang sangat sulit untuk diredakan,
misalnya nyeri akibat keganasan stadium lanjut.
5. Nyeri bayangan, yaitu sensai nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang
telah hilang (misal kaki yang telah diamputasi).
6. Nyeri psikogenik, tidak diketahui penyebab fisiknya, umumnya timbul akibat
pikiran individu sendiri.

Bentuk nyeri terdiri dari (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 208-209):
1. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Awitan gejalanya
mendadak, penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai
dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri, periode pemulihan dapat diperkirakan.
2. Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan, penyebab bisa diketahui
atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat
disembuhkan. Selain itu, penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga
penderita sukar untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara
lain penderita menjadi mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia, di
samping itu dapat pula menganggu fungsi tubuh.

D. Patofisiologi
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga
derajat mana nyeri tersebut menganggu, dipengaruhi oleh interaksi antara sistem
algesia tubuh dan transmisi sistem saraf serta intepretasi stimulus (Mubarak &
Chayatin, 2005, hlm. 204).

Sistem saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang bertugas mendeteksi
kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri,
dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri disebut
nosiseptor. Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis,
suhu, atau kimiawi. Proses fisiologi terkait nyeri disebut nosisepsi. Nosisepsi
terdiri dari empat fase (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm. 204-205):
1. Tranduksi
Pada fase ini, stimulus atau rangsangan (misal bahan kimia, suhu, listrik, atau
mekanis) memicu pelepasan mediator biokimia (misal prostaglandin,
bradikinin, histamin, substansi P) yang mensensitisasi nosiseptor.
2. Transmisi
Nyeri yang telah ditranduksikan, merambat dari serabut saraf perifer ke
medula spinalis oleh dua serabut nosiseptor yaitu serabut C (yang
mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan) dan serabut A-Delta (yang
mentransmisikan nyeri tajam dan terlokalisasi). Dari medula spinalis stimulus
nyeri ditransmisikan ke batang otak dan talamus melalui jaras spinotalamikus
(spinotalamic tract/SST) yang membawa informasi menegnai sifat dan lokasi
stimulus ke talamus. Selanjutnya, sinyal tersebut ditransmisikan ke korteks
sensorik somatik-tempat nyeri dipersepsikan.

3. Persepsi
Pada fase ini, individu menyadari adanya nyeri. Persepsi nyeri tersebut
tampaknya terjadi di struktur korteks sehingga memungkinkan munculnya
berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan
afektif nyeri (McCaffery & Pasero, 1999).
4. Modulasi
Fase ini disebut juga sistem desenden, di mana neuron di batang otak
mengirim sinyal kembali ke medula spinalis. Serabut desenden tersebut
melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan
menghambat impuls asenden yang membahayakan di bagian dorsal medula
spinalis.

Pengalaman nyeri individu dipengaruhi oleh beberapa, antara lain (Mubarak &
Chayatin, 2005, hlm.205-207):
1. Makna nyeri
Nyeri memiliki makna yang berbeda bagi setiap orang, bahkan pada orang
yang sama tetapi pada waktu yang berbeda.umumnya mausia memandang
nyeri sebagai pengalaman yang negati, walapun juga memiliki aspek positif.
Beberapa makna nyeri antara lain berbahaya/merusak, menunjukkan adanya
komplikasi (misal infeksi), memerlukan penyembuhan, menyebabkan
ketidakmampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu
yang harus ditoleransi. Faktor yang mempengaruhi makna nyeri antara lain:
usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, pengalaman
nyeri sekarang dan masa lalu.

2. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri dalam hal ini bersifat obyektif, sangat kompleks, dan
dipengaruhi faktor-faktor yang memicu stimulus nosiseptor dan transmisi
impuls nosiseptor seperti daya reseptif dan intepretasi lokal. Persepsi nyeri
bisa berkurang ate hilang pada periode stres berat atau dalam keadaan
emosi. Kerusakan pada ujung saraf dapat memblok nyeri dari sumbernya.
Sebagai contoh penderita luka bakar derajat III tidak akan merasakan nyeri
walaupun cederanya sangat hebat karena ujung-ujung sarafnya telah rusak.

3. Toleransi terhadap nyeri


Setiap orang umumnya memiliki pola penahan nyeri yang relatif stabil, tetapi
tingkat toleransi tergantung pada situasi yang ada. Toleransi akan meningkat
umumnya dipengaruhi oleh alkohol, obat-obatan, hipnosis, panas, gesekan
atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat. Sedangkan
toleransi akan menurun umumnya dipengaruhi oleh capai atau kelelahan,
marah, kebosanan, cemas, nyeri yang kronis, sakit atau penderitaan.

4. Reaksi terhadap nyeri


Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi reaksi nyeri individu antara lain: makna nyeri bagi
individu, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan
sosial, kesehatan fisik dan mental, sikap orangtua terhadap nyeri, lokasi
nyeri, perasaan taku/cemas, usia.

E. Manifestasi (Kozier, Erb, Berman, et.al, 2010, hlm.689;


1. Nyeri akut
a. Peningkatan denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah.
b. Diaforesis
c. Dilatasi pupil
d. Umumnya tampak adanya cidera jaringan.
e. Klien tampak gelisah dan cemas.
f. Klien melaporkan rasa nyeri.
g. Klien menunjukkan perilaku yang mengindikasikan rasa nyeri misalnya
menangis, menggosok area nyeri, memegang area nyeri.

2. Nyeri kronik
a. Umumnya tanda vital dalam batas normal.
b. Kulit kering, hangat.
c. Pupil bisa normal maupun dilatasi.
d. Nyeri yang dirasakan terus berlanjut setelah penyembuhan.
e. Klien tampak depresi dan menarik diri.
f. Klien sering kali tidak menyebutkan rasa nyeri kecuali ditanya.
g. Perilaku nyeri seringkali tidak muncul.

F. Penatalaksanaan
Metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri
antara lain sebagai berikut (Asmadi, 2006, hlm.149-153; Hidayat, 2006, hlm.221-
222).
1. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dari nyeri. Beberapa teknik
distraksi yang dapat dilakukan antara lain:
a. Bernapas lambat dan berirama secara teratur.
b. Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya.
c. Mendengarkan musik.
d. Mendorong klien untuk mengkhayal (guided imagery) yaitu melakukan
bimbingan yang baik kepada klien untuk mengkhayal.
e. Pijatan (massage). Beberapa teknik pijatan:
1) Remasan, yaitu mengusap otot bahu secara bersama.
2) Selang-seling tangan yaitu memijat punggung dengan tekanan
pendek, cepat, dan bergantian tangan.
3) Gesekan, yaitu nenijat punggung dengan kedua ibu jari, gerakannya
memutar sepanjang tulang punggung dari sakrum ke bahu.
4) Eflurasi, yaitu memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih
halus dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
5) Petriasi, yaitu menekan punggung secara horisonta dengan gerakan
seperti meremas.
6) Teknik menyikat yaitu menekan punggung dengan ujung-ujung jari
untuk mengakhiri pijatan.

2. Relaksasi
Relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat
dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi.
Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik ini adalah klien dalam
posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan
yang tenang.

3. Hipnotis
Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar
diri yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh
pehipnotis.

4. Obat analgesik
Analgesik mengurangi persepsi seseorang tentang nyeri, terutama lewat daya
kerjanya atas sistem saraf sentral dan mengubah respon seseorang terhadap
rasa sakit. Analgesik bekerja dengan cara mengganggu atau memblok
transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi
kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesik ada yang berupa narkotik dan non-
narkotik. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan
menimbukan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi. Jenis bukan
narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin,
asetaminofen, dan bahan antiinflamasi non steroid.
Tabel I.F.1. Jenis Obat Analgetik Narkotika
Lam
Cara
Nama Nama Seranga Punca a
Dosis pembe
generik dagang n k khasi
-rian
at
Morphin - 5-20 mg SC, IM 5-10 60 4-6
sulfat per 3-4 menit menit jam
jam
15-60
Codein - mg per SC, 5-30 30-60 3-4
sulfat 3-4 jam PO menit menit jam
2-4 mg
per 4-6
Hydromorp Dilaudid jam 5-15 1 jam 4-6
hon 50-150 IV,IM, menit jam
hydroclorid mg per SC,PO
e 3-4 jam
Meperidine Demeral 2,5-10 10-15 30-60 2-4
hydroclorid mg per IV,IM, menit menit jam
e 3-4 jam SC,PO
50-100
mg per
Methadone Dolophin 3-4 jam 10 1-2 4-6
e IM,SC, menit jam jam
PO

Pentazocin
e Talwin PO

5. Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus


nyeri dengan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode
stimulus listrik meliputi:
a. Transcuteneus electrical stimulator (TENS), digunakan untuk
mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan
menempatkan beberapa elektrode luar.
b. Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator,merupakan alat
stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang diimplan di bawah
kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke dalam kulit
pada daerah epidural dan columna vertebra.
c. Stimulator kolumna vertebra, sebuah stimulator dengan stimulus alat
penerima transistot dicangkok melalui kantong kulit intra klavikula atau
abdomen, yaitu elektrode ditanam melalui pembedahan pada dorsum
sumsum tulang belakang.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN NYERI
A. Pengkajian
Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yaitu (Mubarak & Chayatin,
2005, hlm.212-215):
1. Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien, meliputi:
a. Lokasi nyeri/region
Untuk menentukan lokasi nyeri yang apesifik, minta klien menunjukkan
area nyerinya. Apabila klien mengalami kesulitan, pengkajian bisa
dilakukan dengan menggunakan bagian tubuh dan klien bisa menandai
bagian tubuh yang mengalami nyeri.

b. Intensitas nyeri/severity/scale
Skala nyeri menurut McGill (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri
dengan menggunakan lima angka, yaitu 0 = tidak nyeri, 1 = nyeri ringan, 2
= nyeri sedang, 3 = nyeri berat, 4 = nyeri sangat berat, dan 5 = nyeri
hebat.

Sedangkan skala nyeri menurut Hayward tertera dalam tabel di bawah ini.
Tabel II.A.1
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih bisa
dikontrol dengan aktivitas yang
biasa dilakukan
10 Nyeri tidak tertahankan

Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker
Faces rating Scale yang ditujukan untuk klien yang tidak mampu
menyatakan intensitas nyerinya melalui angka. Ini termasuk anak-anak
yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang
mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.

0 1 2 3 4 5
Tidak Sedikit Sedikit Lebih Sangat Paling
sakit sakit lebih sakit sakit sakit
sakit

c. Kualitas nyeri/quality
Terkadang nyeri bisa dirasakan seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-
tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk
menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat
berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan
yang diambil.

d. Pola nyeri
Pola nyeri meliputi awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.

e. Faktor presipitasi
Perawat mengkaji segala hal dari pasien yang dapat memicu timbulnya
nyeri (misal aktivitas/lingkungan).

f. Gejala ynag menyertai


Meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan
oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.

g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari


Perawat mengkaji sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas sehari-hari
klien. Terkait dengan hal tersebut, perawat dapat mengkaji beberapa
aspek seperti tidur, nafsu makan, konsentrasi, perkerjaan, hubungan
interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah, aktivitas di waktu
senggang, serta status emosional.

h. Sumber koping
Perawat mengkaji strategi koping yang digunakan untuk mengatasi nyeri
secara individual.

i. Respon afektif
Perawat perlu mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi,
atau perasaan gagal pada diri klien.

2. Observasi respons perilaku dan fisiologis


a. Respon non verbal: menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-
lebar, menggigit bibir bawah, seringai wajah.
b. Respon vokalisasi: erangan, menangis, berteriak.
c. Imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri.
d. Gerakan tubuh tanpa tujuan: menendang-nendang, membolak-balik tubuh
di atas kasur.
e. Pada awal awitan nyeri akut: tekanan darah, nadi, dan frekuensi
pernafasan meningkat, diaforesis, dilatasi pupil akibat terstimulasinya
sistem saraf simpatis. Jika nyeri telah berlangsung lama, dan sistem saraf
simpatis telah beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan
berkurang bahkan tidak ada. Untuk itu, perawat juga perlu mengkaji lebih
dari 1 respon fisiologis.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, 2003 (dalam Mubarak & Chayatin, 2005, hlm.215), diagnosa
keperawatan untuk klien yang mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah:
1. Nyeri akut
2. Nyeri Kronis

C. Intervensi (Mubarak & Chayatin, 2005, hlm.216-218)


1. Nyeri akut, berhubungan dengan:
 Trauma
 Inflamasi
 Efek kanker
 Kram andomen, diare, muntah
 Respon alergi
 Iritan kimia
 Faktor psikologis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam nyeri dapat
berkurang.
KH :
- Pasien melaporkan nyeri berkurang.
- Skala nyeri turun menjadi 5.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa adanya hambatan.
Rencana tindakan:
1. Observasi nyeri yang komprehensif meliputi PQRST.
2. Monitor tanda-tanda vital dan adanya perubahan terkait dengan nyeri.
3. Bicarakan alasan pasien mengalami peningkatan atau penurunan nyeri.
4. Beri pasien kesempatan untuk istirahat siang dan dengan waktu tidur yang
tidak terganggu pada malam hari (harus istirahat bila nyeri mereda).
5. Tentukan bersama pasien metode untuk mengurangi intensitas nyeri.
6. Kolaborasi pemberian analgesik

2. Nyeri kronis, berhubungan dengan:


 Ketidakberdayaan fisik kronis
 Ketidakberdayaan psikososial kronis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam nyeri dapat
berkurang.
KH :
- Pasien melaporkan nyeri berkurang.
- Skala nyeri turun menjadi 5.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa adanya hambatan.
Rencana tindakan:
1. Observasi nyeri yang komprehensif meliputi PQRST.
2. Monitor tanda-tanda vital dan adanya perubahan terkait dengan nyeri.
3. Bicarakan alasan pasien mengalami peningkatan atau penurunan nyeri.
4. Beri pasien kesempatan untuk istirahat siang dan dengan waktu tidur
yang tidak terganggu pada malam hari (harus istirahat bila nyeri mereda).
5. Tentukan bersama pasien metode untuk mengurangi intensitas nyeri.
6. Kolaborasi pemberian analgesik.
III. PATHWAY

Stimulus/rangsangan (trauma, gangguan pada jaringan tubuh, tumor,


iskemik jaringan, spasme otot, dsb)

Merangsang / menekan ujung saraf nyeri

Saraf sensorik primer mendeteksi adanya stimulus

Memicu pelepasan mediator biokimia (mis., prostaglandin, bradikinin, histamin, substansi P)


- Serabut C: untuk nyeri
Mensistesis nosiseptor tumpul dan
menyakitkan.
Nosiseptor mengirim stimulus ke - Serabut A-Delta: untuk
medula spinalis, batang otak, nyeri tajam dan
talamus, membawa informasi terlokalisasi.
mengenai sifat & lokasi stimulus

Sinyal ditransmisikan ke korteks sensorik-somatik

Stimulus dipersepsikan

NYERI Dipengaruhi oleh:


- Etnik dan nilai budaya
- Tahap perkembangan
Akut Kronik - Lingkungan dan
pendukung
- Pengalaman nyeri
T/G: T/G: sebelumnya
- TTV meningkat, - TTV umumnya normal
- Ansietas dan stres
diaforesis - Kulit kering, hangat
- dilatasi pupil - Nyeri terus berlanjut
- gelisah dan cemas setelah penyembuhan
- Depresi dan menarik diri
BAB II
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S


DENGAN KASUS NYERI
DI RUANG CEMPAKA II RS TELOGOREJO SEMARANG
2011

Unit : Penyakit dalam Tanggal Pengkajian : Senin, 26 September 2011


Ruang/Kamar : Cempaka II/213 Waktu Pengkajian : 20.45 WIB

Tanggal Masuk : 22 September 2011 Anamnesa : Auto Allo

A. Pengkajian
Nama pasien : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Indonesia dan Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tanggas
Alamat rumah : Jl. KU 49 Rt5/12 Smg
Nama penanggung jawab : Tn. S
Alamat : Jl. KU 49 Rt5/12 Smg
Hubungan dengan pasien : Suami

B. Riwayat Kesehatan
1. Data Medik dikirim oleh : TPPRJ
2. Keluhan Utama : Nyeri perut sebelah kiri
3. Riwayat kesehatan Sekarang
Pada tanggal 22 September 2011 pasien datang ke RS Telogorejo untuk
mengikuti program HD rutin 2x seminggu, setelah melakukan HD pasien
mengeluhkan perutnya sakit dan mual lalu disarankan dokter HD untuk opname
saja agar mendapatkan perawatan yang maksimal, jadi pasien langsung
dipesankan kamar lalu dirawat inap di ruang Cempaka II kiri hari itu juga,
kemudian dokter meminta pasien untuk di USG. Hasil USG hanya menjelaskan
ginjal pasien atropi, kemudian pasien mendapatkan terapi infus RL 10tpm,
inpepsa syrp 1 cup, nexium tab. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan USG lagi
(24/9) didapatkan hasil adanya gambaran tumor komplex adnexa dextra dan hasil
lab Ca 125 : 8,99 U/ml. Lalu tgl 26 diminta untuk mengikuti program HD langsung
dari ruangan ke RU RS.
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien memiliki riwayat CKD dan rutin mengikuti HD 2x seminggu.d
5. Riwayat keseahatan keluarga
Keluarga memiliki riwayat yang sama yaitu CKD dan ada yang sudah meninggal
karena CKD.
6. Diagnosa Medik: CKD
7. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki : Perempuan

: Klien : tinggal serumah

C. Keadaan Umum
1. Kesadaran : composmentis E:4V:5M:6
2. TTV
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36ºC (axillar)
Nadi : 80 x/menit (radialis)
Pernafasan : 20x/menit (pernapasan dada)
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala dan rambut
Rambut keringdan tidak rontok, tidak ada lesi dan bekas luka pada kulit kepala.

b. Mata
Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pasien memiliki mata silinder dan
plus.
c. Hidung
Tidak ada sekret, tidak ada polip, tidak terpasang alat bantu napas, tidak
teraba adanya nyeri tekan pada area sinus, fungsi penghidu baik.
d. Telinga
Tidak ada serumen, dapat mendengarkan dengan baik pada jarak 2 meter.
e. Mulut
Tidak ada stomatitis, bibir lembab, rongga mulut tampak bersih, gigi sudah
ada yang tanggal.
f. Leher
Tidak ada nyeri telan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g. Dada
1) Paru
Inspeksii : bentuk dada simetris, irama pernapasan teratur, RR
20x/menit.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus teraba dan
pengembangan paru sama pada area paru kanan dengan
kiri.
Perkusi : suara sonor.
Auskultasi : suara vesikuler pada semua area paru.
2) Jantung
Inspeksi : bentuk prekordium luar tidak tampak pembesaran, ictus
cordis tidak tampak.
Palpasi : ichtus cordis tidak traba.
Perkusi : suara pekak.
Auskultasi : BJ I-II terdengar jelas dan suara lup dup terdengar jelas
h. Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen datar,dan supel
Aukultasi : bising usus 18 x/menit.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kuadran kedua abdomen.
Perkusi : bunyi timpani
i. Ekstremitas
Atas : tangan kiri terpasang infus RL 10 tetes/menit, kekuatan otot
penuh.
Bawah : kekuatan otot penuh dan tidak ada edema.
j. Genital
Pasien menstruasi.
k. Kulit
Kering, tidak ada lsi, turgor elaastis kulit baik.

E. Pengkajian Pola Kesehatan Gordon


1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Di rumah : Pasien mengatakan sudah mempunyai riwayat 4x operasi (baik itu
ceasar, angkat kista) dan pasien selalu memeriksakan diri jika ada
keluhan pada kesehatannya dan jarang membeli obat di warung.
Di RS : Pasien rutin mengikuti program HD 2x seminggu (senin dan
kamis) dan saat kamis (22/9) pasien mngeluhkan perut sakit dan
mual, lalu dokter menyarankan untuk dilakukan perawatan lebih
lanjut di ruang Cempaka II..

2. Pola nutrisi dan metabolik


Di rumah : Pasien mengatakan biasanya makan 3x seharidan selalu diselingi
dengan camilan, pasien juga selalu minum 2-3 gelas/hari baik itu air
putih atau teh.
Di RS : Pasein mengatakan makan 3x sehari dan(nasi tim) dan minum
Cuma 2-3 gelas/hari.

3. Pola eliminasi
Di rumah : Pasien mengatakan selama di rumah tidak mengalami masalah
dalam BAK maupun BAB, BAB 1x/hari, BAK ± 4-5x/hari.
Di RS : Pasien mengatakan selama di RS tidak merasakan adanya
gangguan BAB maupun BAK, dengan pelan-pelan, pasien berjalan
sendiri ke kamar mandi untuk BAB, frekuensinya sama saat seperti
di rumah yaitu rutin BAB 1x/hari, dan BAK 4-5x/hari (<600cc)..

4. Pola aktivitas dan latihan


Di rumah : Pasien mengatakan melakukan pekerjaan rumah secara mandiri
kecuali mencuci baju..
Di RS : Pasien mengatakan bisa melakukan aktivitas secara mandiri
tetapi jika mengalami kesulitan meminta bantuan orang lain.

5. Pola istirahat tidur


Di rumah : Pasien mengatakan selama di rumah jika siang tidur selama 1 jam
dan malam selama 4 jam.
Di RS : Pasien mengatakan terkadang jika siang hari suka susah tidur
dan malam hari hanya tidur sekitar 3 jam.

6. Pola persepsi kognitif


Di rumah : Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pendengaran,
penciuman, perabaan, mempunyai kelainan mata karena silinder
dan plus, dan tidak mengalami penurunan daya ingat.
Di RS : Pasien mengatakan nyeri terus menerus menjalar seperti
diremas-remas di perut sebelah kiri atas (kuadran II) dengan skala
6 datangnya tidak tentu.

7. Pola persepsi sensori dan konsep diri


Di rumah : Pasien mengatakan tidak ada ganggua mengenl diri/mental dan
selalu berusaha dalam penyembuhan diri.
Di RS : Pasien mengatakan akan selalu berusaha dalam
pengobatannya (HD)

8. Pola peran dan hubungan dengan sesama


Di Rumah : Pasien mengatakan pasien adalah seorang istri dan sangat
sayang keluarganya.
Di RS : Pasien mengatakan selalu mendapat dukungan dari keluarga dan
kerabat.

9. Pola reproduksi seksualitas


Di Rumah : Pasien mengatakan pasien memiliki 1 orang anak, laki-laki dan
mempunyai siklus menstruasi tidak teratur, serta belum
mennopause.
Di RS : Pasien mengatakan sedang menstruasi padahal sudah tidak
menstruasi selama 3 bulan
10. Pola mekanisme koping dan toleransi stress
Di rumah : Pasien mengatakan suka meonton televisi dan ercanda dengan
anaknya.
Di RS : Pasien mengatakan suka meonton televisi dan ercanda dengan
anaknya atau perawat ruangan.

11. Pola nilai kepercayaan


Di rumah : Pasien beragama Islam, pasien mengatakan selalu mengerjakan
sholat 5 waktu.
Di RS : Pasien mengatakan meskipun sakit tetapi masih menjalankan
sholat 5 waktu di tempat tidur.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil USG
(22/9) Kesan : - Atropi kedua ginjal, penyakit ginjalkronis duplex
- Tidak tampak batu
(24/9) Kesan : - Gambaran kista nabothi
- Gambaran small fibroid uteri
- Gambaran tumor komplex adnexa dextra (6,4 cm x 6,8 cm)
2. Hasil Laboratorium
(24/9) Tumor marekr : Ca 125 -- 8,99 U/ml (N : <35)
Laju endap darah : 25 mm/jam (N : 0-20)
(26/9) Kimia klinik :
Paket HD
Ureum : 85,6 mg/dl (N : 12,84 – 42,8)
Creatinin : 12,8 mg/dl (N : 0,4 – 1,1)
Ureum (Post HD) : 34,9 mg/dl (N : 12,84 – 42,8)
Creatinin (Post HD) : 5,6 mg/dl (N : 12,84 – 42,8)

G. Terapi yang Diberikan


1. Infus RL 20 tetes/menit
2. Injeksi toradol 30 mg
3. Injeksi pantozol
4. Injeksi norages

H. Analisa Data
No Data fokus Etiologi Masalah
1 Ds: Inflamasi tumor Nyeri akut.
Pasien mengatakan nyeri perut
sebelah kiri
Do:
- P : Nyeri terus menerus
Q :menjalar seperti diremas-
remas
R : di perut sebelah kiri
S : Nyeri pada punggung
bawah skala 6
T : datangnya tak menentu
- Hasil Tumor marekr :
Ca 125 -- 8,99 U/ml
- Gambaran tumor komplex
adnexa dextra (6,4 cmx 6,8
cm)
H. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
I. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Dx : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi tumor

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam nyeri dapat


berkurang.
KH :
- Pasien melaporkan nyeri berkurang.
- Skala nyeri turun menjadi 3.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa adanya hambatan.
Rencana tindakan:
1. Observasi nyeri yang komprehensif meliputi PQRST.
2. Monitor tanda-tanda vital dan adanya perubahan terkait dengan nyeri.
3. Beri pasien kesempatan untuk istirahat siang dan dengan waktu tidur yang tidak
terganggu pada malam hari (harus istirahat bila nyeri mereda).Tentukan
bersama p
4. Ajarka an pasien metode untuk mengurangi intensitas nyeri.
5. Lanjutan pemberian cairan parenteral RL 20 tetes/menit, injeksi toradol 30 mg ,
2x1, Injeksi pantozol (k/p), Injeksi norages (k/p).
J. Catatan Keperawatan
Hari,
tangg Waktu Tindakan Keperawatan Respon TTD
al
Senin, 20.45 Melakukan observasi Ds: Pasien Nuril
19 nyeri mengatakan nyeri
Septe perut sebelah kiri
mber Do:
2011
- P : Nyeri terus
menerus
Q :menjalar seperti
diremas-remas
R : di perut sebelah
kiri
S : skala 6
T : datangnya tak
menentu
Selasa 14.00 Nuril
, 27 Mengobservasi nyeri Ds: Pasien
Septe mengatakan nyeri
mber perut sebelah kiri
2011 Do:

P : Nyeri terus
menerus
Q :menjalar seperti
diremas-remas
R : di perut sebelah
kiri
S : skala 5
14.05 T : datangnya. tak Nuril
Mengajarkan kompres menentu
hangat
Ds: pasien
mengatakan
merasa nyaman.
16.00 Do: rasa nyeri Nuril
Mengukur tanda vital
pasien. tersamarkan.

Ds: Pasien
mengatakan nyeri
perut sebelah kiri Do:
20.00 TD: 160/90 mmHg, Nuril
Meminta ps beristirahat nadi 80x/menit, suhu
dan tetap memakai 36°C, RR 20x/menit
kompres hangat. Ada nyeri tekan di
kuadran II (kiri atas)

Rabu, 07.00 Ds: pasien Nuril


28 Mengobservasi nyeri mengatakan
Septe merasa nyaman.
mber Do: rasa nyeri
2011 tersamarkan.

Ds: Pasien
mengatakan nyeri
perut sebelah kiri
Do:

P : Nyeri terus
10.00 menerus Nuril
Mengukur tanda vital Q :menjalar seperti
pasien. diremas-remas
R : di perut sebelah
kiri
S : skala 5
T : datangnya. tak
menentu

12.00 Ds: Pasien Nuril


Menotivasi menggunakan mengatakan nyeri
kompres hangat perut sebelah kiri Do:
TD: 160/90 mmHg,
nadi 80x/menit, suhu
36°C, RR 20x/menit
- Ada nyeri tekan di
kuadran II (kiri atas)

Ds: pasien
mengatakan
merasa nyaman.
Do: rasa nyeri
tersamarkan.

K. Catatan Perkembangan
Hari,
Waktu Evaluasi TTD
tanggal
Senin, 26 21.15 SOAP PULANG Nuril
September S : pasien mengatakan nyeri perut sebelah kiri
2011 Do:

P : Nyeri terus menerus


Q :menjalar seperti diremas-remas
R : di perut sebelah kiri
S : skala 6
T : datangnya tak menentu
A : masalah belum teratasi.
P : lakukan intervensi 1,2,4,5,6.

Selasa, 27 14.00 Data Fokus: Nuril


September Ds: : pasien mengatakan nyeri perut sebelah kiri
2011 Do :
P : Nyeri terus menerus
Q :menjalar seperti diremas-remas
R : di perut sebelah kiri
S : skala 5
T : datangnya tak menentu
15.00 SOAP DATANG Nuril
S: pasien mengatakan nyeri perut sebelah kiri
O:
P : Nyeri terus menerus
Q :menjalar seperti diremas-remas
R : di perut sebelah kiri
S : skala 5
T : datangnya tak menentu
21.15 A: masalah belum teratasi.
P : lakukan intervensi 1,2,4,5,6.
SOAP PULANG Nuril
S: pasien mengatakan nyeri perut sebelah kiri
O:
P : Nyeri terus menerus
Q :menjalar seperti diremas-remas
R : di perut sebelah kiri
S : skala 5
T : datangnya tak menentu
A: masalah belum teratasi.
P: lakukan intervensi 1,2,4,5,6.

Rabu, 28 07.05 Data Fokus: Nuril


September Ds: pasien mengatakan nyeri perut sebelah kiri
2011 Do:
P : Nyeri terus menerus
Q :menjalar seperti diremas-remas
R : di perut sebelah kiri
S : skala 5
T : datangnya tak menentu
SOAP DATANG Nuril
S: pasien mengatakan punggung bawah masih
terasa nyeri skala 5.
O:
P : Nyeri terus menerus
Q :menjalar seperti diremas-remas
R : di perut sebelah kiri
S : skala 5
T : datangnya tak menentu
A: masalah belum teratasi.
P : lakukan intervensi 1,2,4,5,6.
21.15 SOAP PULANG Nuril
S: pasien mengatakan nyeri perut sebelah kiri
O:
P : Nyeri terus menerus
Q :menjalar seperti diremas-remas
R : di perut sebelah kiri
S : skala 5
T : datangnya tak menentu
A: masalah belum teratasi.
P: lakukan intervensi 1,2,4,5,6.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada tanggal 22 September 2011 pasien datang ke RS Telogorejo untuk mengikuti


program HD rutin 2x seminggu, setelah melakukan HD pasien mengeluhkan perutnya
sakit dan mual lalu disarankan dokter HD untuk opname saja agar mendapatkan
perawatan yang maksimal, jadi pasien langsung dipesankan kamar lalu dirawat inap di
ruang Cempaka II kiri hari itu juga, kemudian dokter meminta pasien untuk di USG.
Hasil USG hanya menjelaskan ginjal pasien atropi, kemudian pasien mendapatkan
terapi infus RL 10tpm, inpepsa syrp 1 cup, nexium tab. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan USG lagi (24/9) didapatkan hasil adanya gambaran tumor komplex
adnexa dextra dan hasil lab Ca 125 : 8,99 U/ml. Lalu tgl 26 diminta untuk mengikuti
program HD langsung dari ruangan ke RU RS.

Pada tanggal 26 September 2011 jam 20.45 WIB, dilakukan pengkajian pada Ny. S
sertelah itu mengikuti program HD dan didapatkan data subyektif bahwa pasien
mengeluh nyeri pada nyeri perut sebelah kiri . Nyeri yang dirasakan terus
menerusmenjalar seperti diremas-remas di perut sebelah kiri dengan skala 6 datangnya
tak menentu. Tanda – tanda vital dalam batas normal, Tekanan darah: 160/90 mmHg,
Nadi : 80 x/menit, Suhu : 360C, Pernapasan : 20 x/menit.

Menurut Asmadi (2008) bahwa nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan
baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita
sehingga terganggu aktivitas sehari – hari dan psikis. Pada kasus Ny. S, pasien
merasakan bahwa aktivitasnya sedikit terganggu, namun tidak semua orang yang
merasakan nyeri mengalami gangguan pada psikis mereka. Mungkin mekanisme
koping juga ikut berperan. Seperti pada Ny. S dia merasakan nyeri pada skala 6,
karena pasien merasa cemas dengan penyakitny yang dirasakan secara berlebihan.

Nyeri yang dirasakan oleh Ny. S adalah nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik yang
berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf terletak dan
tersebar pada lapisan kulit dan pada berbagai jaringan, dimana trauma mekanik
menimbulkan rasa nyeri akibat ujung – ujung saraf mengalami kerusakan akibat
gesekan. Sehingga terjadi perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang
otak dan talamus. Nyeri akut yang dialami Ny. S pada awal terjadinya nyeri akut, sistem
saraf simpatis terstimulasi mengakibatkan peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi napas, pucat, dilatasi pupil. Saat tubuh tidak dapat menahan peningkatan
fungsi simpatis dalam jangka waktu lama dan untuk itu sistem saraf simpatis
beradaptasi sehingga respon fisiologis kurang tampak atau bahkan tidak tampak
(Kozier, et al.,2009). Pada penatalaksanaan nyeri Tn Y yaitu mengajarkan pasien
tentang relaksasi kompres hangat. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik
dari ketegangan dan stres. Teknik relaksasi kompres hangat memberikan individu
kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri.
Intervensi yang diberikan Tn Y adalah observasi nyeri secara komprehensif yaitu
pengkajian P, Q, R, S, T, memberi kesempatan untuk istirahat siang, ajarkan metode
distraksi selama nyeri akut mis (kompres hangat bernafas dengan teratur, menonton
TV), anjurkan pasien bveristirahat sesuai dengan kebutuhan pasien dan kolaborasi
berikan pereda nyeri yang optimal dengan anlgetik.

Implementasi yang dapat diberikan oleh perawat yaitu dalam mengurangi rasa nyeri
dan memotivasi pasien untuk tetap yakin bahwa penyakitnya akan sembuh. Intervensi
yang sudah diberikan antara lain menganjurkan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi kompres hangat, mengukur tanda – tanda vital, kolaborasi dalam pemberian
analgesik.

Selama pasien dirawat selama 3hari, didapatkan kesimpulan bahwa nyeri yang
dirasakan pasien berkurang namun belum sampai dengan hilang, dan dapat
beraktivitas secara mandiri meskipun dengan pelan – pelan.

Implementasi yang dapat diberikan oleh perawat yaitu fokus dalam mengurangi rasa
nyeri dan memotivasi pasien untuk tetap yakin bahwa penyakitnya akan sembuh.
Intervensi yang sudah diberikan antara lain, menganjuurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi napas dalam, mengukur tanda vital, kolaborasi dalam pemberian
analgesik.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
I. Simpulan
Nyeri dapat diketahui secara subyektif, yaitu dari apa yang disampaikan oleh
seseorang, dan dari keadaan tersebut maka perawat dapat mempresepsikan
keadaan nyeri kedalam skala nyeri menurut Hayward, yang melihat skala nyeri
seseorang pada ekspresi wajah dan membagi skala nyeri kedalam rentang 0 –
10.

Pada kasus Ny. S nyeri yang dirasakan adalah nyeri sedang pada skala 6 yang
harus ditangani dengan farmakologi dalam tindakan kolaborasi, namun dalam
tindakan keperawatan secara mandiri yaitu mengajarkan teknik relaksasi, dan
menganjurkan untuk lebih banyak istirahat dan membatasi aktivitas pasien.

II. Saran
a. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat sampai
dengan pasien merasakan kenyamanan
b. Pasien dapat menerapkan tekhnik relaksasi dengan tepat selama nyeri
dirasakan
c. Pasien dapat menghindari faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya
keadaan sakit
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik prosedural keperawatan:konsep dan aplikasi kebutuhan dasar


manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia, aplikasi konsep
dan proses keperawatan, buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder SJ. (2010). Buku ajar fundamental
keperawatan, konsep, proses, & praktik. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran.

Mubarak, WI & Chayatin, Nurul. (2005). Buku ajar kebutuhan dasar manusia, teori &
aplikasi dalam praktik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

You might also like