You are on page 1of 10

ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI LAPARATOMY

A. Pengertian

Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya

perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2010).

Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.

(Lakaman 2011).

Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding

abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997). Ditambahkan pula bahwa

laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan

pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik

insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi,

splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah

obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus,

operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total,

radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.

B. Etiologi

Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh beberapa hal

(Smeltzer, 2012) yaitu:

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).

2. Peritonitis.

3. Perdarahan saluran cernas

4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

5. Massa pada abdomen


C. Manifestasi Klinis

1. Nyeri tekan.

2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.

3. Kelemahan.

4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.

5. Konstipasi.

6. Mual dan muntah, anoreksia.

D. Komplikasi

1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post operasi

biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah

tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke

paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi dini post

operasi.

2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme yang paling

sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus aurens, organisme gram positif. Stapilococus

mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah

perawatan luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.

3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.

4. Ventilasi paru tidak adekuat.

5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.

6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012).

E. Patofisiologi
Trauma adalah cedera atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2011).

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan

emosional yang hebat (Brooker, 2010).

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44

tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul

dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011).

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan

tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011).

Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau

tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat

kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan,

benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) dapat mengakibatkan

terjadinya trauma abdomen sehingga harus di lakukan laparatomy.(Arif Muttaqin, 2013).

Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat kehilangan darah,

memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ, nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan

trauma tembus abdomen dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,

respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.

Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ dan respon stress dari saraf simpatis akan

menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan

pertukaran gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut.(Arif Muttaqin, 2013).

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;

kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah

menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.

Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.


Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.

IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran

kencing.

Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan

adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma

kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang

ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat

dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.

Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan

garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium.

H. Pengkajian

Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara sistemik

mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis data tersebut sehingga dapat

pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan pasien

.Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus-

menerus mengenai keadaan pasien yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan

keperawatan. (Arif mutaaq 2013).

Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit psikososial.

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,

pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

2. Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri pada

abdomen.
3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil sebelum akhirnya

klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan secara medis.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah sakit.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes melitus,atau adanya riwayat

stroke dari generasi terdahulu.

d. Riwayat psikososial dan spiritual

Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat, interaksi meningkat, interaksi

sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak

harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-

hari.

4. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)

a. Pola Nutrisi

b. Pola Eliminasi

c. Pola Personal Hygiene

d. Pola Istirahat dan Tidur

e. Pola Aktivitas dan Latihan

f. Seksualitas/reproduksi

g. Peran

h. Persepsi diri/konsep diri

i. Kognitif diri/konsep diri

j. Kognitif perseptual
5. Pemeriksaan Fisik

1. Kepala

pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau riwayat operasi.

2. Mata

penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II),

gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memutar bola mata

(nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).

3. Hidung

Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus olfatorius (nervus I).

4. Mulut

Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus vagus adanya kesulitan dalam

menelan.

5. Dada

Inspeksi :kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.

Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan dan massa.

Perkusi :mendengar bunyi hasil perkusi.

si :mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.

6. Abdomen

Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran.

Auskultasi : mendengar bising usus.

Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.

Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.

7. Ekstremitas

Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)

a. Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.


b. Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.

c. Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.

d. Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.

e. Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.

f. Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi laparatomi.

3. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas dari anggota tubuh.

J. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi

Keperawatan

1. Nyeri akut NOC NIC

berhubungan Ansiety Anxiety Reduction

dengan Fear leavel (penurunan kecemasan)

dilakukannya Sleep deprivation 1. Identifikasi tingkat

tindakan insisi Comfort, readines for kecemsan

bedah. enchanced 2. Bantu klien mengenal

Kriteria Hasil: situasi yang

Mampu mengontrol menimbulkan


kecemasan kecemasan

Mengontrol nyeri 3. Kaji karakteristik nyeri

Kualitas tidur dan istirahat4. Instruksikan pasien

adekuat menggunakan tehnik

Status kenyamanan rekasasi

meningkat 5. Berikan posisi nyaman

sesuai kebutuhan

6. Kolaborasi pemberian

obat analgetik

2. Resiko infeksi NOC NIC

berhubungan Immune status Infection Control

dengan adanya Knowledge : infection (kontrol infeksi)

sayatan / luka control 1. Monitor tanda dan

operasi Risk control gejala infeksi sistemik

laparatomi. Kriteria hasil dan lokal

Klien bebas dari tanda dan2. Bersihkan luka

gejala infeksi 3. Ajarkan cara

Menunjukkan kemampuan menghindari infeksi

untuk mencegah timbulnya


4. Instruksikan pasien

infeksi untuk minum obat

Jumlah leukosit dalam antibiotik sesuai resep

batas normal 5. Berikan terapi antibiotik

IV bila perlu

3. Gangguan NOC NIC

imobilisasi Joint movement : active Exercise therapy :


berhubungan Mobility level ambulation

dengan Self care : ADLs 1. Monitor vital sign

pergerakan Transfer performance sebelum/sesudah latihan

terbatas dari Kriteria hasil dan lihat respon pasien

anggota tubuh. Klien meningkjat dalam saat latihan

aktivits fisik 2. Latih pasien dalam

Mengerti dari tujuan dari pemenuhan kebutuhan

peningkatan mobilitas ADLs secara mandiri

Memeragakan penggunaan sesuai kebutuhan

alat 3. Kaji kemampuan pasien

Bantu untuk mobilisasi dalam mobilisasi

(walker) 4. Konsultasi dengan

terapi fisik tentang

rencana ambulasi sesuai

kebutuhan

5. Ajarkan pasien

bagaimana merubah

posisi dan berikan

bantuan jika diperlu


DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8

Vol.3. EGC : Jakarta.

Judith M. Wilkinson. 2009. Diagnosa Keperawatan NANDA NIC NOC. EGC: jakarta

You might also like