Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan
atau segera lahir.Tujuan melakukan tindakan terhadap bayi asfiksia adalah
melancarkan kelangsungan penapasan bayi yang sebagian besar terjadi pada
waktu persalinan.Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi
tidak dilakukan secara sempurna.Penyebab terjadinya hipoksia sangat banyak sekali
diantaranya adalah karena faktor dari ibu, plasenta, persalinan.Apabila asfiksia pada bayi
ini tidak di tangani secara baik maka dapat menyebabkan kematian pada bayi.
Bagaimana Asuhan Keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan Asfiksia?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia
2. Tujuan khusus
Makalah tentang asuhan keperawatan pada neonatus dengan asfiksia
bertujuan untuk :
1. Mengetahui definisi tentang Asfiksia
2. Mengetahui etiologi dari Asfiksia
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Asfiksia
4. Mengetahui patofisiologi dari Asfiksia
5. Mengetahui apgar skor dari Asfiksia
6. Mengetahui komplikasi dari Asfiksia
7. Mengetahui penatalaksanaan dari Asfiksia
8. Mengetahui prognosis dari Asfiksia
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
neonatus dengan Asfiksia
2. Manfaat praktis
a. Tenaga keperawatan
1
Meningkatkan pengetahuan tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
neonatus dengan Asfiksia
b. Mahasiswa keperawatan
Dapat dijadikan sumber referensi dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan
pada neonatus dengan Asfiksia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan
atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
2
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara
spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir dengan asidosis
(Santoso NI, 1992).
Tujuan melakukan tindakan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan
kelangsungan penapasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu
persalinan.
2.2 Etiologi
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonaturum terjadi karena :
1. Gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2 misalnya pada:
a. Partus lama (CCPD, servix kaku, anonia / mersia uteri)
b. Raptura uteri membukat : kontraksi uterus yang terus menerus menggagu
sirkulasi darah ke plasenta.
c. Prolapsus : tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul
d. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
e. Perdarahan banyak, misalnya plasenta previa dan solusio placenta
f. Kalau plarenta sudah tua dapat terjadi post mmahiritas (sirotinus) dis fungsi
uri.
g. Lilitan tali pusat
h. Sampul tali pusat
i. Ketuban telah pecah.
2. Faktor ibu
a. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat bberupa gizi ibu yang buruk,
penyakit menahun (anemia, pilpertensi, poni jantung dll)
b. Gangguan His : tetania uteri – hipertoni
c. Turunnya tekanan darah dapat mendadak : perdarahan pada plasenta hipertensi
pada hamil dan gestosis pre-eklamsia – eklamsia
d. Vaso kontriksi arternal: hipertensi pada hamil dan gestosis pre-eklamsia-
eklamsia
e. Gangguan pdtula nutrisi / Ch solusio plasenta
3. Palisis pusat pernapasan akibat trauma dari luar seperti karena tindakan forceps atau
trauma dari dalam seperti akibat obat bius.
3
2.3 Gambaran Kulit
Ada 2 macam :
4
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki
periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder.
Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2)
terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi
dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
2.6 Apgar Score
SCORE 0 1 2
5
Keterangan:
a. Asfikasi berat (nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen
terkendali.
Karena selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan nitrikus bicartona- 7,5%
dengan dosis 7,5% dengan dosis 2,4 nil/kg BB : cairan glukosa 40% 1-2 ml/kg BB,
diberikan via vera umbilikus
c. Bayi normal atau sedikit Asfikasi (nilai 7-9) d. Bayi normal dengan APGAR10
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan
ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran
CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
6
2.8 Penatalaksanaan
Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar yang perlu
diingat adalah:
a. Menempatkan lingkungan yang baik hagi bayi dan mengusahakan tetap behasnya
jalan sehat.
b. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif kepada bayi dengan usaha
pernapasan buatan
c. Memperbaiki asidosis yang terjadi
d. Menjaga agar peredaran darah tetap baik.
Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dapat dibagi dalam 2 golongan:
1. Tindakan umum:
7
Tekanan positif dikerjakan dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan
O2 melalui ketetor nadi. Untuk mencapai tekanan kurang lebih 1/3 - ½ dari tiupan
maksimal yang dapat dikerjakan untuk memperoleh tekanan positif dapat
digunakan pompa resusitas. Bila bayi memeprlihatkan pernapasan spontan keteter
trakea segera dikeluarkan. Keadaan asiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis
yang membutuhkan perbaikan segera, karena itu bikarbonas natrius 7,5% haris
segera diberikan dengan dosis 2-4 ml/kg BB disamping itu golikosas 40%
diberikan pula dengan dosis 1-2 ml/kg BB. Obat ini diberikan secara hati-hati ddan
perlahan-lahan. Untuk menghindari efesamping obat, pemberia obat harus
diencerkan dengan air steril atau kedua obat diberikan bersama-sama dalam satu
semprit mell pembulu darah umbilikus.
Bila setelah beberapa waktu peprnapasan spontan tidak timbul dan frekuensi
jantung menurun (kurang dari 100 /menitmaka pemberian obat lain segera serta
massage jantung segera dilakukan. Massage jantung dikerjakan dengan melakukan
penekanan diatas tulang dardda secara teratur 8-100 x/mnt. Tindakan ini dilakukan
berselingan dengan napas buatan, yaitu setiap 5 menit massge diikuti dengan satu
kali pemberian napas buatan. Bila tindakan-tindakan tersebut diatas tidak
memberikan hasil yang diharapkan keadaan bayi harus dinilai lagi karena hal ini
mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan basa belum diperbaiki
secara semestinya, adanya gangguan organik seperti hernia diafragmatika. Atsesia
atau stenosis jalan napas dll.
8
2.9 Prognosis
Asfiksia livia lebih baik dari pada papilia. Prognosis tergantung pada kekurangan O 2
dan luasnya perdarahan pada otak bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali
harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsy dart bodh pada
masa menadatang
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Data Subyektif
Data subyektif terdiri dari
3. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat
4. Riwayat kesehatan
5. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal
pada kasus asfiksia berat yaitu :
Apgar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS
(0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia
ringan.
Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm 2500 gram lingkar
kepala kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).
8. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi
gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu
diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk
mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi
10
dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
intravena.
9. Pola eliminasi
b. Data Obyektif
1. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis
keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya
tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus
yang baik.
2. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia
benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi
bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh <
37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal
antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit,
sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur
11
Kulit : Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.
Mata : Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
Mulut : Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
Abdomen
Umbilikus
12
Genitalia : Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan.
Refleks : Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
c. Data Penunjang
1. Darah
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
13
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
2. Urine
3. Photo thorax
14
normal
3. Keadaan umum - Reflek menghisap Resiko gangguan
lemah, reflek lemah pemenuhan kebutuhan
menghisap lemah, nutrisi.
masih terdapat retensi
pada sonde
4. Suhu tubuh diatas - Sistem Imunitas Resiko terjadinya infeksi
normal, tali pusat yang belum
layu, ada tanda-tanda sempurna
infeksi, abnormal - Ketuban mekoncal
kadar leukosit, kulit
- Tindakan yang tidak
kuning, riwayat
aseptik
persalinan dengan
ketuban mekoncal
5. Akral dingin - Metabolisme Resiko terjadinya
meningkat hipoglikemia
Ekstremitas pucat,
cyanosis, hipotermi, - Intake yang kurang.
distrostik rendah atau
- Obstruksi pulmonary
dibawah harga
normal.
6. Bayi dirawat di dalam - Perawatan Intensif Gangguan hubungan
inkubator di ruang interpersonal antara ibu
intensif, belum ada dan bayi.
kontak antara ibu dan
bayi
15
3. Resiko terjadinya hipoglikemia
16
peningkatan pada
kadar PCO2
menunjukkan
hypoventilasi
17
3. Retensi tidak ada. 4. Beri ASI/PASI sesuai derajat dehidrasi
kebutuhan. dari turgor dan
mukosa mulut.
5. Lakukan control
berat badan setiap hari. 3. Mengetahui
keseimbangan
cairan tubuh
(balance)
4. Kebutuhan
nutrisi terpenuhi
secara adekuat.
5. Penambahan
dan penurunan
berat badan
dapat di monito
8. Mencegah infeksi
dari pneumonia
9. Sebagai
pemeriksaan
penunjang.
3. Deteksi dini
adanya kelainan.
4. Untuk
mencegah
terjadinya
hipoglikemia
lebih lanjut dan
kompli-kasi yang
ditimbulkan pada
organ - organ
tubuh yang lain.
5. Rawat gabung
merupakan upaya
mempererat
hubungan ibu dan
bayi/setelah bayi
diperbolehkan
pulang.
BAB IV
PENUTUP
21
4.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas
secara spontan dan adekuat . . Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir.Tujuan melakukan tindakan terhadap
bayi asfiksia adalah melancarkan kelangsungan penapasan bayi yang
sebagian besar terjadi pada waktu persalinan.Manifestasi klinis dapat
diketahui pada saat bayi masih dalam kandungan, saat kelahiran dan dengan
pemeriksaan pH darah bayi. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah,
timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak
dapat dipengaruhi lagi. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila
kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis.Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
4.2 Saran
22