You are on page 1of 13

asuhan keperawatan pada pasien dengan

hipertensi

PENGKAJIAN BERDASARKAN POLA GORDON

Pola Manajemen Kesehatan-Persepsi Kesehatan

1. Faktor – faktor risiko sehubungan dengan kesehatan, seperti riwayat keluarga, gaya
hidup, kemiskinan. Meliputi data-data mengenai riwayat penyakit keluarga, makanan
yang disukai dan aktivitas seharihari

2. Riwayat medis, riwayat perawatan di rumah sakit dan operasi, riwayat medis
keluarga. Pola Metabolik-Nutrisi

3. Kebiasaan jumlah makanan dan makanan kecil

4. Tipe banyaknya makanan dan minuman

5. Pola makan 24 jam terakhir

6. Pengaruh terhadap pemilihan makanan

7. Kepuasan akan berat badan

8. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan

Pola eliminasi

1. Kebiasaan pola buang air kecil: frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri, nokturia,
kemampuan mengontrol buang air besar, adanya perubahanperubahan.

2. Kebiasaan pola buang air besar: frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri, nokturia,
kemampuan mengontrol buang air besar, adanya perubahanperubahan.

3. Kemampuan perawatan diri ke kamar mandi

Pola Aktivitas-Latihan

1. Aktivitas kehidupan sehari-hari dilakukan dengan baik atau mengalami gangguan

2. Aktivitas menyenangkan yang biasa dilakukan oleh klien

3. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan meliputi pemeriksaan tandatanda vital. Pola
Istirahat-Tidur
4. Kebiasaan tidur sehari-hari: jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun, ritual
menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah tidur.

5. Gejala dari perubahan pola tidur.

Pola Persepsi-Kognitif

1. Penggunaan alat bantu seperti, kaca mata, alat bantu dengar

2. Perubahan dalam pengindraan.

3. Persepsi akan kenyamanan

4. Tingkat pendidikan

5. Riwayat yang berhubungan dengan masalah perkembangan

Pola konsep diri – persepsi diri

1. Keadaan sosial: pekerjaan, situasi keluarga, kelompok-kelompok sosial.

2. Keadaan fisik: segala sesuatu yang berkaitan dengan fisik.

Pola Hubungan-Peran

1. Efek penyakit terhadap status kesehatan.

2. Pentingnya keluarga

Pola Reproduktif – Seksualitas

1. Masalah atau problem seksual

2. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan Pola Tolereransi terhadap Stres-Koping


Penyebab stress belakangan ini

3. Strategi mengatasi stress yang biasanya digunakan dan efektifitasnya

Pola Keyakinan – Nilai

1. Latar belakang budaya/etnik

2. Status ekonomi

3. pentingnya agama menurut pasien

Pemeriksaan Fisik pada Lansia


Sel ( perubahan sel )

Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar, berkurangnya jumlah
cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.

1. Sistem integumen

o Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik–bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel–sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan
kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah
meningkat, rambut menipis/botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya

2. Sistem Muskuler

o Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot


karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh

3. Sistem pendengaran

o Presbiakusis (menurunnya pendengaran pada lansia) membran timpani


menjadi atrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin.

4. Sistem Penglihatan

o Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan (daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap). Hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.

5. Sistem Pernafasan

o Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya


aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan
jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon
oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan batuk berkurang.

6. Sistem Kardiovaskuler

o Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa


darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan
darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

7. Sistem Gastointestinal
o Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik
lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.

8. Sistem Perkemihan

o Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai
50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang
sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria
bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung
kemih menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan
retensi urin dan pembesaran prostat ( 75 % usia diatas 60 tahun).

9. Sistem Reproduksi

o Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi
payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan
secara berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai usia diatas 70 tahun
asal kondisi kesehatan baik.

10. Sistem Endokrin

o Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak


berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas
tiroid sehingga laju metabolisme tubuh (BMR) menurun, menurunnya produk
aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen,
testosteron.

11. Sistem Sensori

o Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak


menurun sekitar 10 – 20 %

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot nafas (suplai O2 kurang)
ditandai dengan dispnea, nafas pendek, RR abnormal, penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi, penurunan pertukaran udara per menit, menggunakan otot
pernafasan tambahan, orthopnea, tahap ekspirasi berlangsung sangat lama, penurunan
kapasitas vital.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas, perubahan


frekuensi jantung, perubahan irama, perubahan volume sekuncup, perubahan
afterload, perubahan preload

3. PK hipertensi

4. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai dengan
perubahan pola tidur normal, melaporkan ketidakpuasan dalam tidur.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay oksigen ditandai
dengan ketidaknormalan tekanan darah, HR terhadap aktivitas , melaporkan keletihan
dan kelemahan.

6. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera biologis ditandai dengan klien
mengeluh nyeri kepala skala 3 dari 0-5, klien tampak meringis kesakitan

7. Kurang Pengetahuan Berhubungan dengan keterbatasan kognitif ditandai dengan


menyatakan secara verbal adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai.
Search...

laporan pendahuluan hipertensi

July 11, 2015 by Lestari

PENGERTIAN

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mm Hg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg (Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation,
and Treatment of High Pressure VII (JNC VII), 2003). Pada kelompok usia lanjut, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg
(Smeltzer & Bare, 2002).

EPIDEMIOLOGI

Kejadian hipertensi terus mengalami penngkatan dari tahun ke tahun. Data World
Hypertension League Brochure 2009 menyebutkan bahwa hipertensi diderita lebih dari 1,5
miliar jiwa di seluruh dunia. Kejadian hipertensi juga terus mengalami peningkatan di
wilayah Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2007) menyatakan bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%. Data Kementrian Kesehatan RI 2009 prevalensi
hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat menjadi 34,1% pada tahun 2010. Prevalensi ini
selanjutnya diestimasi akan meningkat menjadi 37% pada tahun 2015 dan 42 % pada tahun
2025 (Indonesian Society of Hypertension, 2012).

PENYEBAB

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu (Smeltzer, 2001):

1. Hipertensi Esensial (Primer) yaitu Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui


namun banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan,
hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, sistem renin angiotensin, defek dalam eksresi
Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan factor-faktor yang meningkatka risiko,
seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia.
2. Hipertensi Sekunder atau hipertensi renal. Penyebab spesifiknya diketahui seperti
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular renal, hiperaldosteronisme
primer dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.

Corwin (2009) menyebutkan penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan – perubahan pada: a. Elastisitas dinding aorta menurun

1. Katup jantung menebal dan menjadi kaku

2. Kemampuan jantung memompa darah menurun1% setiap tahun sesudah berumur 20


tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.

3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas


pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

4. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

KLASIFIKASI

Menurut JNC VII (2003), tekanan darah dibagi dalam tiga klasifikasi yakni normal,
prehipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2. Klasifikasi ini didasarkan pada nilai
rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah, yang pemeriksaannya dilakukan pada
posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat.

Category Systole (mmHg) Diastole (mmHg)


Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan < 85
Normal Tinggi (pre 130 – 139 atau 85 – 89
hipertensi)
Hipertensi Derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi Derajat 2 160 – 179 atau 100 – 109
Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 atau ≥ 110

Hipertensi sistolik terisolasi (Isolated Systolic Hypertension) didefinisikan sebagai tekanan


sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik di bawah 90 mmHg. Sedangkan JNC VII
mengklasifikasikan hipertensi pada orang berusia 18 tahun ke atas sebagai berikut (tabel 2).
BP Classification Systole (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal ≤ 120 dan < 80
Normal Tinggi (pre 120 – 139 atau 80 – 89
hipertensi)
Hipertensi Derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100

GEJALA KLINIS

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian


gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain
yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat
di tengkuk, sulit tidur, mata berkunang-kunang dan pusing. (Mansjoer, 2000).

KOMPLIKASI

Hipertensi yang tidak diobati dengan baik akhirnya menyebabkan komplikasi pada target
organ yaitu jantung, mata, ginjal dan otak (cerebrovascular). Komplikasi-komplikasi tersebut
antara lain pada mata berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan, pada ginjal berupa gagal ginjal, pada jantung bisa terjadi gagal jantung, angina
pectoris, infark jantung, bahkan kematian mendadak, dan komplikasi hipertensi pada otak
dapat bersifat akut atau kronik. Komplikasi hipertensi pada otak yang sifatnya akut biasanya
karena kenaikan tekanan darah yang cepat dan mendadak seperti pada ensefalopati hipertensi.
Sedangkan komplikasi yang bersifat kronik berupa kelainan-kelainan pembuluh darah otak
berupa Nodular atherosklerosis (atheroma), Charcot-Bouchard aneurysm, dan Fibrinoid
necrosis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan pada klien dengan hipertensi menurut Doengoes
(2000) meliputi :

1. BUN / Kreatinin: Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.


2. Glukosa: Hiperglikemia (Diabetes Mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).

3. Hemoglobin / Hematokri: Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel


terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

4. Kalium serum: Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama


(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.

5. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.

6. Kolesterol dan trigeliserida serum: Peningkatan kadar dapat mengindikasikan


pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).

7. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan


hipertensi.

8. Kadar aldosteron urin / serum: Untuk mengkaji aldosteronismeprimer (penyebab).

9. Urinalisa : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya


diabetes.

10. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi.

11. Steroid urin: Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma


atau difungsi pituitari, sindrom cushing’s, kadar renin dapat juga meningkat.

12. IVP: Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal / ureter.

13. VMA Urine (metabolit katekolamin): Kenaikan dapat mengindikasikan adanya


feokromositoma (penyebab); VMA urine 24 jam dapat dilakukan untuk pengkajian
feokromositomabila hipertensi hilang timbul.
14. Foto dada: Dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup; deposit pada
dan/atau takik aorta; perbesaran jantung.

15. CT scan: Mengkaji tumor cerebral, CSV, ensefalofati atau


feokromositoma.

16. EKG: Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.

TERAPI ATAU PENANGANAN

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut.

1. Pengendalian Faktor Risiko

o Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling


berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko
yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut : Mengatasi
obesitas/menurunkan kelebihan berat badan. Obesitas bukanlah penyebab
hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar.
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih
(overweight). Dengan demikian obesitas harus dikendalikan dengan
menurunkan berat badan.

2. Mengurangi asupan garam didalam tubuh.

o Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan


penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan.
Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram ( 1 sendok teh ) per hari pada saat
memasak.

3. Ciptakan keadaan rileks


o Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

4. Melakukan olah raga teratur

o Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 34 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran
dan memperbaiki metabolisme tubuh yang ujungnya dapat mengontrol
tekanan darah.

5. Berhenti merokok

o Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat


memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan
proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya
artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan
denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.
Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko
kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar
efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok

Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan


kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan
terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa
kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat
ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau
kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap
obat anti hipertensi.

Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :


1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi.

2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan


harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.

3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi.

4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur


hidup.

Jenis-jenis obat antihipertensi :

1. Diuretik

o Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (lewat


kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi ringan dan berefek turunnya tekanan darah.
Digunakan sebagai obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya
penyakit lainnya.

2. Penghambat Simpatis

o Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf simpatis


(syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk
dalam golongan penghambat simpatetik adalah : metildopa, klonodin dan
reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan
sel darah merah kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan
kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini
jarang digunakan.

3. Betabloker

o Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan
betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan bisoprolol. Pemakaian
pada penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga
dapat membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat
harus hati-hati.

4. Vasodilatator

o Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin dan
hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah
pusing dan sakit kepala.

5. Penghambat enzim konversi angiotensin

o Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat angiotensin II


(zat yang dapat meningkatakan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah kaptopril. Efek samping yang sering timbul adalah batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

6. Antagonis kalsium

o Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan


menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah: nifedipin, diltizem dan verapamil. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.

7. Penghambat reseptor angiotensin II

o Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan
yang termasuk .golongan ini adalah valsartan. Efek samping yang mungkin
timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

You might also like