You are on page 1of 23

MAKALAH

“MEKANISME NYERI”

Oleh :

PUTRI OLILAH
NIM : 150101018

Dosen Pembimbing :

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES PIALA SAKTI PARIAMAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Mekanisme Nyeri” ini dengan baik meskipun masih banyak kekurangan. Kami
juga berterima kasih kepada dosen kami yang telah memberikan tugas ini dan
telah membimbing kami. Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam
menambah wawasan serta pengetahuan bagi para pembaca.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam segi
penyusun bahasanya maupun segi lainnya.Oleh karena itu kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi kritik, saran dan usulan kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami di kemudian hari. Semoga
makalah ini bermanfaat dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.

Pariaman, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................


DAFTAR ISI ..............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................
B. Rumusan Masalah .............................................................
C. Tujuan Masalah .................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI .........................................................................
2.2 SIFAT-SIFAT NYERI .....................................................
2.3 MACAM RASA NYERI SERTA KUALITASNYA .......
2.4 RESEPTOR NYERI DAN RANGSANGANNYA ..........
2.5 JARAS RANGKAP DUA UNTUK PENJALARAN SINYAL
NYERI KE DALAM SISTEM SARAF PUSAT ..............
2.6 SISTEM PENEKAN RASA NYERI (“ANALGESIA”) DALAM
OTAK DAN MEDULA SPINALIS .................................
2.8 NYERI VISERAL.............................................................
2.7 NYERI ALIH (REFERRED PAIN) .................................
2.9 BEBERAPA RASA NYERI KLINIS ABNORMAL DAN
SENSASI SOMATIK LAINNYA ...................................
2.10 NYERI KEPALA ..............................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................
3.2 Saran ..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari
bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit,
pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu
dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan
nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu
individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi nyeri).
Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai
situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan
kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah
kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan
keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan
bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa pengertian rasa nyeri?
2. Apa sifat-sifat nyeri?
3. Apa saja macam-macam rasa nyeri?
4. Apa pengertian nyeri alih?
5. Jelaskan beberapa rasa nyeri klinis abnormal dan sensasi somatik
lainnya?
6. Pengertian nyeri kepala?
C. Tujuan Masalah
Dari Rumusan masalah di atas tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian rasa nyeri.
2. M.engetahui sifat-sifat nyeri
3. Mengetahui macam-macam rasa nyeri dan mekanismenya.
4. Mengetahui pengertian nyeri alih.
5. Mengetahui beberapa rasa nyeri klinis abnormal dan sensasi somatik
lainnya.
6. Mengetahui pengertian nyeri kepala dan jenisnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori
spesifik yang muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui
sistem saraf perifer dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan
spesifik di spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg
menyakitkan tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun
individu mengatakannya

ISTILAH DALAM NYERI


• Nosiseptor : serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
• Non-nosiseptor : serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri
• Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin untuk dpt
ditahan
• System nosiseptif : system yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap
nyeri
• Ambang nyeri : stimulus yg paling kecil yg akan menimbulkan nyeri

2.2 SIFAT-SIFAT NYERI


• Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
• Nyeri bersifat subyektif dan individual
• Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
• Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan dari pernyataan klien
• Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
• Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
• Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
• Nyeri mengawali ketidakmampuan
• Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak
optimal

Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:


• Nyeri bersifat individu
• Nyeri tidak menyenangkan
• Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
• Bersifat tidak berkesudahan

2.3 MACAM RASA NYERI SERTA KUALITASNYA


Rasa nyeri dapat dibagi menjadi dua rasa nyeri utama: rasa nyeri cepat dan
rasa nyeri lambat. Bila diberikan stimulus nyeri, maka rasa nyeri cepat tim¬bul
dalam waktu kira-kira 0,1 detik, sedangkan rasa nyeri lambat timbal setelah 1
detik atau lebih dan kemudian secara perlahan bertambah selama beberapa detik
dan kadangkala bahkan beberapa menit. Dalam rangkaian penjelasan yang
diberikan dalam bah ini, kita akan melihat bahwa jaras penjalaran untuk kedua
macam rasa nyeri ini berbeda dan masing-masing mempunyai kualitas yang
spesifik.
Rasa nyeri cepat juga digambarkan dengan ba¬nyak nama pengganti,
seperti rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri
elektrik. Jenis rasa nyeri ini akan terasa bila sebuah jarum ditusukkan ke dalam
kulit, bila kulit tersayat pisau, atau bila kulit terbakar secara akut. Rasa nyeri ini
juga akan terasa bila subjek mendapat syok elektrik. Rasa nyeri cepat, nyeri tajam
tak akan terasa diseba¬bkan besar jaringan dalam dari tubuh.
Rasa nyeri lambat juga mempunyai banyak nama tambahan, seperti rasa
nyeri terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut-denyut, nyeri mual, dan nyeri
kronik. Jenis rasa nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Rasa
nyeri dapat berlangsung lama, menyakitkan dan dapat menjadi penderitaan yang
tak tertahankan. Rasa nyeri ini dapat terasa di kulit dan di hampir semua jaringan
dalam atau organ.

2.4 RESEPTOR NYERI DAN RANGSANGANNYA


Seluruh reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas. Reseptor rasa nyeri
yang terdapat di kulit dan jaringan lain semuanya merupakan ujung saraf bebas.
Reseptor ini tersebar luas pada per¬mukaan superfisial kulit dan juga di jaringan
dalam tertentu, misalnya periosteum, dinding uteri, permukaan sendi, dan folks
serta tentorium tempurung kepala. Sebagian besar jaringan dalam lainnya tak
begitu banyak dipersarafi oleh ujung saraf rasa nyeri; namun, setiap kerusakan
jaringan yang luas dapat saja bergabung sehingga pada daerah tersebut akan
timbul tipe rasa nyeri pegal yang lambat dan kronik.
a. Tiga stimulus yang merangsang reseptor rasa nyeri.
Pada umumnya, nyeri cepat diperoleh me¬lalui rangsangan jenis
mekanis atau suhu, sedangkan nyeri lambat dapat diperoleh melalui
ketiga jenis tersebut.
Beberapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi melalui
bradikinin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim
proteolitik. Selain itu, prostaglandin dan substansi P meningkatkan
sensitivitas ujung-ujung serabut nyeri tetapi tidak secara langsung
merangsangnya. Substansi kimia terutama penting untuk perangsangan
lambat, jenis rasa nyeri yang menusuk yang terjadi setelah cedera
jaringan.
b. Sifat nonadaptasi dari reseptor rasa.
Berbeda dengan kebanayakan reseptor sen¬sorik tubuh lainnya,
reseptor rasa nyeri sedikit sekali beradaptasi dan kadang-kadang tidak
beradaptasi sama sekali. Ternyata, pada beberapa kondisi, eksilasi
serabut rasa nyeri menjadi semakin bertambah secara progresif,
terutama pada rasa nyeri mual menusuk yang lambat, karena stimulus
rasa nyeri berlangsung terus-menerus. Keadaan ini akan meningkatkan
sen¬sitivitas reseptor rasa nyeri dan disebut hiperalgesia.
Kecepatan Kerusakan Jaringan sebagai Penyebab Rasa Nyeri
Pada umumnya nyeri akan terasa bila seseorang menerima panas
dengan suhu di atas 45°C. Ini juga merupakan suhu di mana jaringan
mulai mengalami kerusakan akibat panas, sebenarnya, jaringan akan
seluruhnya rusak jika suhu menetap di atas nilai ini. Oleh karena itu,
jelaslah sekarang bahwa rasa nyeri yang disebabkan oleh panas sangat
erat hubungannya dengan kemampuan panas untuk merusak jaringan.
Selanjutnya, intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan
kecepatan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh pengaruh lain
selain panas – infeksi bakteri, iskemia jaringan, kontusio jaringan, atau
oleh penyebab lainnya.
Iskemia jaringan sebagai penyebab timbulnya rasa.
Bila aliran darah yang menuju jaringan terhambat, maka dalam waktu
beberapa me¬nit saja jaringan akan terasa nyeri sekali. Dan bila
metabolisme jaringan makin cepat, maka rasa nyeri yang timbul akan
semakin cepat pula. Contohnya, bila kita lingkarkan manset tekanan
darah di sekeliling lengan atas dan selanjutnya dipompakan udara
(in¬flasi) ke dalam manset sampai aliran darah arterinya berhenti,
maka bila selanjutnya otot-otot dengan ba¬wah orang percobaan
tersebut digerakkan, kadang-¬kadang dapat timbul nyeri otot yang
hebat dalam waktu 15-20 detik. Bila otot tadi tak digerakkan, ma¬ka
dalam waktu 3 sampai 4 menit tidak akan timbul rasa nyeri.
Diduga, salah satu penyebab timbulnya rasa nyeri pada keadaan
iskemia adalah terkumpulnya sejumlah besar asam laktat dalam
jaringan,
2.5 JARAS RANGKAP DUA UNTUK PENJALARAN SINYAL NYERI KE
DALAM SISTEM SARAF PUSAT
Sekali pun semua reseptor merupakan ujung sera¬but saraf bebas, dalam
menjalarkan sinyal rasa nyeri ke sistem saraf pusat ujung-ujung serabut ini
menggunakan dua jaras yang terpisah. Kedua jaras ini pa¬ling sedikit
berhubungan dengan dua tipe rasa nyeri yakni, jaras rasa nyeri tajam yang cepat
dan jaras rasa nyeri lambat yang kronik.
SERABUT NYERI PERIFER-SERABUT “CEPAT” DAN “LAMBAT”.
Sinyal nyeri tajam yang cepat di¬rangsang oleh stimuli mekanik atau suhu; sinyal
ini dijalarkan melalui saraf perifer ke medula spinalis oleh serabut-serabut kecil
tipe AS pada kecepatan penjalaran antara 6 sampai 30 m/detik. Sebaliknya, tipe
rasa nyeri lambat khususnya dirangsang oleh sti¬muli nyeri tipe kimiawi tetapi
juga oleh stimuli me¬kanik dan suhu yang menetap; nyeri lambat kronik ini
dijalarkan oleh serabut tipe C dengan kecepatan pen¬jalaran antara 0,5 sampai 2
m/detik.
Karena sistem persarafan rasa nyeri ini bersifat rangkap, maka stimulus
rasa nyeri yang hebat dan da¬tangnya mendadak akan menimbulkan sensasi nyeri
yang sifatnya “rangkap”: rasa nyeri tajam yang dija¬larkan ke otak oleh jaras
serabut AS, yang selanjutnya akan diikuti oleh sedetik atau lebih rasa nyeri lambat
yang dijalarkan oleh jaras serabut tipe C. Rasa nyeri tajam dengan cepat akan
memberitahu penderita adanya suatu kerusakan dan, karena itu, membuat
penderita untuk segera bereaksi memindahkan dirinya dari stimulus tadi.
Sebaliknya, rasa nyeri lambat cende¬rung menjadi bertambah hebat dari waktu ke
waktu. Sensasi ini akan menyebabkan seseorang menderita rasa nyeri yang tak
tertahankan yang sifatnya terus¬ menerus dan lama.
Sewaktu memasuki medula spinalis dari radiks spinalis dorsalis, serabut
rasa nyeri berakhir pada neuron-neuron di kornu dorsalis. Di sini, terdapat dua
sistem untuk mengolah sinyal-sinyal rasa nyeri pada jalurnya ke otak.

2.6 SISTEM PENEKAN RASA NYERI (“ANALGESIA”) DALAM OTAK


DAN MEDULA SPINALIS
Derajat reaksi seseorang terhadap rasa nyeri sa¬ngat bervariasi. Keadaan
ini sebagian disebabkan oleh kemampuan otak sendiri untuk menekan besar¬nya
sinyal nyeri yang masuk ke dalam sistem saraf, yaitu dengan mengaktifkan sistem
pengatur rasa nye¬ri, disebut sistem analgesia.
Sistem ini terdiri atas tiga komponen utama (ditam¬bah dengan komponen
tambahan): (1) Area periakunduktus grisea dan periventrikular dari
mesense¬falon dan bagian atas pons yang mengelilingi akua¬duktus Sylvius dan
bagian yang berdekatan dengan ventrikel ketiga dan keempat. Neuron-neuron dari
daerah ini akan mengirimkan sinyalnya ke (2) nu¬kleus rafe magnus, yang
merupakan nukleus tipis di garis tengah yang terletak di bagian bawah pons dan
bagian atas medula oblongata, dan nukleus retikularis paragigantoselularis yang
terletak di sebelah lateral dari medula. Dari nuklei ini, sinyal-sinyal dijalurkan ke
bawah kolumna dorsolatcrulis di medula spinalis menuju ke (3) kompleks
penghambat rasa nyeri di dalam radiks dorsalis medula spinalis. Pada tempat ini,
sinyal analgesia dapat menghambat sinyal rasa nyeri sebelum dipancarkan ke
otak. di mana mereka bersinaps di kornu dor¬salis. Serabut ini mungkin mencapai
inhibisi presi¬naptik dengan penghambatan saluran kalsium dalam membran
ujung saraf. Penghambatan kalsium akan menghasilkan inhihisi presinaptik,
karena ion kal¬siumlah yang menyebabkan pelepasan transmiter pa¬da sinaps.
Selanjutnya, penghambatan tampaknya berlangsung lama karena setelah
mengaktivasi sistem analgesia, maka analgesia seringkali berlangsung se¬lama
bermenit menu bahkan berjam-jam.Ada beberapa bahan transmiter yang ikut
terlibat dalam sistem analgesia; khususnya enkefalin dan se¬rotonin. Kebanyakan
ujung serabut saraf yang berasal dari nuklei periventrikel dan area periakueduktal
kelabu menyekresi enkefalin. Jadi, sebagian besar ujung-ujung serabut yang
terdapat dalam nukleus rafe magnus melepaskan enkefalin. Ujung serabut-serabut
yang ber¬asal dari nukleus ini tapi berakhir pada radiks dorsalis medula spinalis
menyekresi serotonin. Sebaliknya, serotonin menyebabkan neuron-neuron lokal
medula spinairs menyekresi enkefalin. Enkefalin dianggap dapat menimbulkan
hambatan presinaptik dan hambatan postinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C
dan tipe A
Jadi, sistem analgesia ini dapat memblok sinyal nyeri pada tempat
masuknya ke medula spinalis. Ter¬nyata, sistem ini juga dapat memblok sebagian
besar refleks-refleks medula spinalis yang timbul akibat sinyal nyeri, khususnya
refleks penarikan (withdrawal reflex.
Sistem analgesia ini mungkin juga dapat menghambat penjalaran rasa
nyeri pada beberapa titik dalam jaras nyeri, khususnya nuklei retikula dalam
batang otak dan nuklei intralaminar talami.
a.Penghambat penjalaran nyeri oleh sinyal sensorik taktil
yang berasal dari reseptor taktil di perifer, akan dapat menekan penjalaran sinyal
nyeri. Efek ini di¬duga merupakan akibat dari jenis inhibisi lateral se¬tempat. Hal
ini dapat menjelaskan mengapa gerak¬an-gerakan yang sederhanaPeristiwa lain
yang penting dalam kisah pengaturan rasa nyeri adalah penemuan yang
menjelaskan bahwa perangsangan serabut-serabut sensorik tipe A saja, seperti
tindakan menggaruk kulit dekat daerah yang nyeri seringkali efektif untuk
mengurangi rasa nyeri. Dan hal ini mungkin juga dapat menjelaskan mengapa
obat¬-obat gosok seringkali berguna untuk mengurangi rasa nyeri. Mekanisme ini
dan tindakan perangsang¬an psikogenik yang berurutan pada sistem analgesia
pusat mungkin juga merupakan dasar proses menghilangkan rasa nyeri dengan
akupunktur.
b. Pengobatan Rasa Nyeri dengan Perangsangan Listrik
Telah dikembangkan beberapa tindakan klinik guna menekan rasa nyeri, yaitu
dengan merangsang serabut-serabut saraf sensorik besar dengan listrik, Elektroda
perangsangnya ditempatkan pada suatu daerah kulit yang dipilih atau pada
kesempatan lain, elektroda perangsang ini ditanam pada medulla spinalis untuk
merangsang kulumna sensorik dor¬salis.
Pada beberapa penderita, dengan metode stereotaksik dilakukan penempatan suatu
elektroda ke da¬lam nuklei intralaminar talamus atau pada area paraventrikular
atau periakuaduktal diensefalon. Dengan demikian penderita akhirnya dapat
menga¬tur seberapa besar rangsangan yang diberikan. Ter¬nyata, dilaporkan
bahwa tindakan ini dapat meng¬hilangkan rasa nyeri secara dramatis. Juga, rasa
nyeri itu akan hilang, seringkali setelah 24 jam se¬jak pemberian rangsangan
selama beberapa menit.
2.7 NYERI ALIH (REFERRED PAIN)
Seringkali seseorang merasakan nyeri di bagian tubuh yang letaknya jauh dari
jaringan yang menye¬babkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini disebut nyeri alih.
Biasanya nyeri ini mula-mula timbul di dalam salah satu organ viseral dan
dialihkan ke suatu daerah di permukaan tubuh. Juga, nyeri ini mungkin dialihkan
ke daerah dalam tubuh yang tidak tepat betul dengan daerah organ yang
menimbulkan nyeri. Pengetahuan mengenai bermacam-macam nyeri alih ini
sangat ber¬guna dalam diagnosis klinik penyakit, sebab banyak penyakit viseral
yang tak memberikan gejala klinik apa pun selain nyeri alih.
Mekanisme Nyeri Alih. terdapat ca¬bang-cabang serabut nyeri viseral bersinaps
dengan neuron kedua dalam medula spinalis, neuron kedua ini menerima serabut
nyeri yang berasal dari kulit. Bila serabut nyeri viseral terangsang, maka sinyal
nyeri yang berasal dart visera selanjutnya akan dija¬larkan melalui beberapa
neuron yang sama yang juga menjalarkan sinyal nyeri yang berasal dari kulit, dan
akibatnya orang itu akan merasakan sensasi yang benar-benar berasal dari daerah
kulit.

2.8 NYERI VISERAL


Dalam diagnosis klinik, rasa nyeri yang berasal dan bermacam-macam
organ visera dalam abdo¬men dan dada merupakan salah satu kriteria yang dapat
dipakai untuk mendiagnosis peradangan vi¬sera, penyakit dan kelainan lain dari
visera. Pada umumnya, visera tidak mempunyai reseptor-resep¬tor sensorik untuk
modalitas sensasi lain kecuali un¬tuk rusa nyeri. Juga, dalam beberapa aspek yang
penting rasa nyeri viseral berbeda dengan rasa nyeri yang berasal dari permukaan
tubuh.
Salah satu perbedaan penting antara rasa nyeri permukaan dan rasa nyeri
viseral adalah walaupun organ visera mengalami kerusakan yang berat ja¬rang
mencetuskan rasa nyeri yang hebat. Contohnya, seorang ahli bedah dapat
memotong seluruh usus menjadi dua potong pada seorang penderita yang tetap
sadar tanpa menimbulkan rasa nyeri yang cukup berarti. Sebaliknya, setiap
stimulus yang menimbulkan perangsangan digus pada ujung serabut nyeri organ
visera (viskus) akan menimbulkan rasa nyeri yang sangat hebat. Contohnya,
keadaan iskemia yang disebabkan oleh tersumbatnya aliran darah ke daerah usus
yang luas, pada saat yang sama akan dapat merangsang serabut nyeri yang difus
dan menimbulkan rasa nyeri yang ekstrem.
1. Penyebab Rasa Nyeri Viseral yang Murni
Setiap stimulus yang dapat merangsang ujung serabut nyeri yang terdapat
di daerah visera yang luas dapat menimbulkan rasa nyeri viseral.
Bebera¬pa stimulus mencakup keadaan iskemia jaringan viseral,
kerusakan akibat bahan kimia pada per¬mukaan visera, spasme otot polos
pada organ perut yang berlubang, peregangan organ isi perut/viskus, atau
teregangnya ligamen.
Pada dasarnya, semua nyeri viseral yang murni dalam ruang toralis dan
ruang abdomen dijalarkan melalui serabut saraf sensorik yang berjalan
dalam saraf otonom, terutama saraf simpatis. Serabut-sera¬but ini adalah
serabut kecil tipe C, dan oleh karena itu, hanya dapat menjalankan rasa
nyeri tipe pegal¬ pedih-kronik.
ISKEMIA. Iskemia menyebabkan nyeri viseral dengan cara yang tepat
sama seperti timbulnya rasa nyeri di jaringan lain, hal ini mungkin karena
terbentuknya produk akhir metabolik yang asam atau produk yang
dihasilkan oleh jaringan degeneratif, seperti bradikinin, enzim proteolitik,
atau bahan lair, yang merangsang ujung serabut nyeri.
STIMULUS KIMIA. Pada suatu saat, bahan-ba¬han yang rusak keluar
dari traktus gastrointestinal maruk ke dalam rongga peritoneum.
Contohnya, asam proteolitik getah lambung seringkali dapat keluar dari
lambung yang robek atau dari tukak duodeni. Getah ini kemudian akan
menyebabkan tercernanya peritoneum viseral, dan selanjutnya akan
merangsang daerah serabut nyeri yang sangat luas. Rasa nyeri yang timbul
biasanya hebat.
SPASME ORGAN VISERA YANG BERLOBANG. Spasme usus,
kandung empedu, saluran empedu, ureter, atau setiap organ isi perut yang
berlobang akan menimbulkan rasa nyeri yang mungkin dise¬babkan oleh
terangsangnya ujung serabut nyeri se¬cara mekanis. Atau mungkin
disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot yang dibarengi dengan
naiknya kebutuhan nutrisi otot sewaktu pro¬ses metabolisme. Jadi,
mungkin akan timbul keada¬an iskemia yang relatif dan keadaan ini akan
me¬nimbulkan rasa nyeri yang hebat. Sering rasa nyeri yang timbul akibat
spasme organ visera dicetuskan dalam bentuk kram, rasa nyeri Ann
menghebat dan selanjutnya akan menghilang, proses ini akan
ber¬langsung secara ritmis yang timbulnya setiap bebe¬rapa menit sekali.
“Timbulnya rangkaian irama di¬sebabkan oleh kontraksi otot polos secara
ritmis. Contohnya, keadaan kram ini akan timbul setiap kali ada
gelombang peristaltik menjalar melalui usus yang spastik. Rasa nyeri tipe
kram seringkali timbul pada penyakit gastroenteritis, konstipasi,
menstruasi, persalinan, kelainan kandung empedu, atau obstruksi ureter.
2. Pengembanan berlebihan pada organ visera.
Organ visera yang mengem¬bang berlebihan juga akan menimbulkan rasa
nyeri, ini mungkin disebabkan oleh jaringan itu sendiri yang terlalu
tertuang. Keadaan mengembang yang berlebihan dapat juga
mengempiskan pembuluh--pembuluh darah yang mengelilingi organ
visera atau yang melalui dinding organ visera, jadi mung¬kin memacu
timbulnya rasa nyeri iskemia.
3. Organ Visera yang Tidak Sensitif
Sebagian kecil daerah organ visera ada yang hampir sama sekali tak peka
terhadap setiap macam rasa nyeri. Dengan ini meliputi daerah-daerah
pa¬renkim hati dan alveoli paru. Ternyata kapsul hati sangat peka
terhadap trauma langsung dan peregangan, dan saluran empedu juga peka
terhadap rasa nyeri. Dalam paru-paru, walaupun alveoli tidak sensitif,
ternyata baik bronki maupun pleura parientalis sangat sensitif terhadap
rasa nyeri.
4. Nyeri Parietal Akibat Kerusakan Visera
Sebagai tambahan pada nyeri viseral yang murni, beberapa sensasi nyeri
juga dijalarkan dari visera melalui serabut saraf nonviseral yang
mem¬persarafi peritoneum parietalis, pleura, atau perikar¬dium.
Bila suatu penyakit mempengaruhi organ vi¬sera, seringkali proses
penyakit itu menyebar ke peritoneum parietal, Pleura, atau perikardium.
Permukaan parietal ini, seperti kulit, persarafannya ba¬nyak sekali yang
berasal dari saraf-saraf spinal, bukan dari saraf-saraf simpatis. Karena itu,
rasa nyeri yang berasal dari dinding parietal organ viseral seringkali
menusuk. Untuk menegaskan perbedaan antara rasa nyeri dan nyeri viseral
yang murni adalah sebagai berikut: irisan pisau yang melalui peritoneum
parietal terasa sangat nyeri, tetapi bila dilakukan irisan yang serupa
melalui peri¬toneum viseral atau melalui dinding usus ternyata tak begitu
nyeri.
Dengan alasan-alasan tertentu, nyeri yang ber¬asal dari bermacam-macam
visera sukar diloka¬lisasikan. Pertama, otak mula-mula tak tahu organ
internal mana yang terangsang karena baru pertama kali mengalami,
karena itu setiap rasa nyeri yang berasal dari bagian dalam akan
dilokalisasi secara umum saja. Kedua, sensasi yang berasal dari abdo¬men
dan toraks akan dijalarkan melalui dua jaras menuju sistem saraf pusat
jaras viseral murni dan jaras parietal. Nyeri viseral murni dijalarkan
mela¬lui serabut-serabut sensorik sarat otonom (simpatis maupun
parasimpatis), dan sensasinya akan dialihkan ke daerah permukaan tubuh
yang seringkali jauh, dari organ yang menimbulkan rasa nyeri.
Sebaliknya, sensasi perietal yang dijalarkan langsung ke dalam saraf-saraf
spinal setempat ber¬asal dari peritoneum parietalis, pleura, atau
perikar¬dium, dan sensasi ini biasanya dilokalisasikan tepat di atas daerah
yang menimbulkan nyeri.
2.9 BEBERAPA RASA NYERI KLINIS ABNORMAL DAN SENSASI
SOMATIK LAINNYA
1. Hiperalgesia
Suatu jaras nyeri kadang-kadang menjadi se¬makin mudah dirangsang; ini
menuju ke suatu kea¬daan hiperalgesia, yaitu suatu keadaan hipersensitif terhadap
rasa nyeri. Penyebab pokok dari hiperal¬gesia adalah (1) karena reseptor nyeri
sendiri yang sangat peka, disebut hiperalgia primer, dan (2) adanya fasilitasi pada
penjalaran sensorik, yang di¬sebut hiperalgesia sekunder.
Contoh untuk keadaan hiperalgesia primer ada¬lah keadaan sensitivitas ekstrem
pada kulit yang ter¬bakar sinar matahari; ini diduga akibat sensitisasi rasa nyeri
yang diakhiri oleh produk jaringan lokal yang terbakar-bisa histamin, bisa
prostaglandin, bisa juga yang lainnya. Hiperalgesia sekunder se¬ringkali
disebabkan oleh jejas pada medula spinalis atau talamus. Beberapa keadaan ini
akan dibicarakan pada bagian selanjutnya.
2. Sindrom Talamikus
Adakalanya cabang posterolateral arteri serebri posterior, yaitu arteri kecil yang
memasok bagian posteroventral ralamus, dapat mengalami sumbatan akibat
trombosis, sehingga nukleus yang ada di dae¬rah talamus ini akan berdegenerasi,
sedangkan nu¬kleus medial dan anterior talamus tetap utuh. Pen¬derita akan
mengidap serangkaian kelainan sebagai berikut: Pertama, hampir sebagian besar
sensasi sisi tubuh yang berlawanan akan hilang, karena nukleus pemancarnya
rusak. Kedua, gejala ataksia (ketidak¬mampuan mengatur gerakan tubuh secara
tepat) mungkin akan lebih jelas, akibat hilangnya sinyal posisi dan sinyal
kinestetik yang secara normal di¬pancarkan dari talamus menuju korteks. Ketiga,
se¬telah beberapa minggu sampai beberapa bulan. pe¬nerimaan sensorik pada
tubuh yang berlawanan akan kembali pulih, tapi biasanya untuk menimbul¬kan
keadaan ini dibutuhkan stimulus yang kuat. Bila sampai timbul sensasi, sensasi
yang timbul akan dilokalisasikan dengan tidak tepat, hampir se¬lalu nyeri sekali,
kadangkala terasa menusuk, sesuai dengan tipe stimulus yang diberikan pada
tubuh. Keempat, penderita cenderung merasakan banyak sekali sensasi afektif
yang merupakan perasaan tak menyenangkan yang ekstrem, atau kadangkala,
perasaan senang yang ekstrem yang emosional.
Nukleus medialis talamus tak dirusak oleh ada¬nya trombosis dalam arteri. Ada
anggapan bahwa pada sindrom talamikus, nukleus medialis ini men¬jadi mudah
terangsang dan kepekaan jaras rasa nyeri kronik paleospinotalamikus yang
menjalarkan nyeri dan menyebabkan banyak persepsi afektif se¬kunder akan
meningkat.

3. Herpes Zoster (Shingles)


Adakalanya virus herpes menginfeksi ganglion radiks dorsalis. Normalnya
penyebab nyeri yang parah pada seamen dermatom ini ditimbulkan oleh ganglion,
jadi nyeri yang timbul merupakan tipe segmental yang mengelilingi setengah
badan. Pe¬nyakit ini dikenal sebagai herpes zoster atau “shin-les” karena adanya
erupsi seperti yang dije¬laskan di bawah.
Penyebab rasa nyeri diduga adalah perangsang¬an SCI-SCI neuron dalam ganglia
radiks dorsalis oleh infeksi virus. Selain sebagai penyebab rasa nyeri, virus
dibawa oleh sitoplasma neuron untuk menga¬lir keluar melalui akson perifer ke
ujung-ujung kutaneusnya. Di sini virus menyebabkan ruam-ruam yang menjadi
vesikel dalam waktu beberapa hari, dan dalam beberapa hari kemudian menjadi
kusta, semua ini terjadi dalam daerah dermatom yang dipersarafi oleh radiks
dorsulis yang terinfeksi.
4. Tic Douloureux
Pada beberapa orang, dapat terjadi nyeri seperti tertusuk pada salah satu sisi wajah
di daerah (seba¬gian daerah) distribusi serabut sensorik saraf kelima atau
kesembilan; fenomena ini disebut tic doulou¬reux (atau neuralgia trigeminal atau
neuralgia glosofaringeal). Nyeri ini terasa seperti kejutan listrik yang mendadak,
dan mungkin timbul hanya selama beberapa detik pada saat itu atau mungkin juga
te¬rasa terus-menerus. Seringkali, nyeri ini timbul di daerah picu yang sangat
sensitif pada permukaan wajah, mulut, atau di tenggorokan-hampir selalu oleh
stimulus mekanoreseptif daripada oleh stimu¬lus rasa nyeri. Contohnya, bila
seorang penderita mengunyah segumpal makanan, sewaktu makanan itu
menyentuh tonsil, mungkin akan timbul nyeri seperti tertusuk yang hebat di
bagian mandibular saraf kelima.
Biasanya nyeri pada tic doulourenx dapat di¬blok dengan cara memotong saraf
perifer daerah yang hiperscnsitif. Cabang sensorik saraf kelima se¬ringkali
dipotong tepat di bawah kranium, di mana pada tempat itu dapat dipisahkan radiks
motorik dan radiks sensorik dari saraf kelima, sehingga ba¬gian motoriknya, yang
dibutuhkan untuk gerakan rahang akan terlindung sedangkan elemen sensoriknya
akan rusak. Operasi ini akan mengaki¬batkan separuh wajah mengalami anestetik;
dan ke¬adaan ini mungkin akan mengganggu penderita. Selanjutnya, kadangkala
operasi ini tak berhasil; yang berarti bahwa jejas yang menyebabkan nyeri berada
pada nukleus sensorik dibatang otak dan bukan di saraf perifer.
5. Sindrom Brown-Sequard
Bila dilakukan pemotongan seluruh medula spi¬nalis, maka seluruh sensasi dan
fungsi motorik di bagian distal segmen yang dipotong akan terblok, tapi bila
pemotongan tadi hanya dilakukan pada salah satu sisi medula spinalis saja, maka
timbul sindrom Brown-Sequard. Selanjutnya akan timbul akibat-akibat dari
tindakan transeksi tadi, dan hal ini dapat diramalkan dengan mempelajari jaras
sera¬but-serabut medula spinalis. Semua fungsi motorik pada semua segmen di
bawah tempat transeksi pada sisi yang sama akan diblok. Pada sisi pemotongan
ha¬nya beberapa modalitas sensasi yang hilang, dan yang lainnya hilang pada sisi
yang berlawanan. Sensasi rasa nyeri, panas, dan dingin-sensasi yang disampaikan
oleh jaras spinotalamikus akan hi¬lang pada sisi tubuh yang berlawanan, yakni
pada semua dermatom dari segmen kedua sampai ke¬enam di bawah tempat
transeksi. Sebaliknya, sen¬sasi-sensasi yang hanya dijalarkan pada kolumna
dorsalis dan kolumna dorsolateralis yaitu, sensasi kinestetik dan sensasi posisi,
sensasi vibrasi, sensasi lokalisasi yang tersebar, dan diskriminasi dua¬ titik akan
hilang pada sisi transeksi, yakni semua dermatom di bawah tingkat transeksi. Pada
sisi transeksi, rasa raba akan terganggu karena jaras
utama untuk penjalaran perabaan halus, yakni kulumna dorsalis, telah terpotong.
Namun “pera¬baan kasar”, yang kurang dilokalisasi, tetap utuh karena
penjalarannya adalah pada traktus spino¬taamikus sisi yang lainnya.

2.10 NYERI KEPALA


Nyeri kepala merupakan nyeri alih pada permu¬kaan kepala yang berasal dari
struktur bagian dalam. Sebagian besar nyeri kepala disebabkan oleh stimulus
nyeri yang berasal dari dalam kra¬nium, tapi yang lainnya mungkin juga dari luar
kranium, misalnya dari sinus nasalis.
a. Nyeri Kepala yang Asalnya Intrakranial
1. Daerah-daerah sensitive pada tempurung.
Olak sendiri hampir seluruhnya tak peka terhadap nyeri. Bahkan pemotongan atau
perang¬sangan listrik pada daerah somatosensorik korteks hanya kadang-kadang
saja menimbulkan nyeri; ma¬lahan bila daerah sensorik korteks dirangsang akan
timbul rasa taktil di bagian kaki dan parestesia se¬perti tertusuk jarum pada
daerah tubuh. Oleh karena itu, ada kecenderungan bahwa sebagian besar nyeri
kepala tidak disebabkan oleh kerusakan dalam otak itu sendiri.
Sebaliknya, tegangan pada sinus venosus se¬kitar otak, kerusakan tentorium, atau
regangan pada dura di basis otak dapat menimbulkan rasa nyeri hebat yang
dikenal dengan nyeri kepala. Juga, hampir setiap macam trauma, cedera
(crushing), atau stimulus regangan terhadap pembuluh darah, selaput otak dapat
menimbulkan nyeri kepala. Struktur yang sensitif adalah arteri meningea media,
dan para ahli hendaknya secara hati-hati menganes¬tesi arteri ini pada waktu
operasi otak dengan anes¬tesi lokal.
2. daerah-daerah kepala tempat peralhan nyeri kepala internal.
Perangsangan reseptor rasa nyeri pada tempurung intrakranial di atas tentorium,
meliputi bagian atas tentorium itu sendiri, akan menimbulkan impuls pada saraf
ke¬lima, sehingga akan menimbulkan nyeri kepala alih di separuh bagian depan
kepala pada darah yang diinervasi nervus kranialis kelima.
Sebaliknya, impuls nyeri yang berasal dari ba¬gian bawah tentorium akan
memasuki sistem saraf pusat terutama melalui saraf servikal kedua, saraf
glosofaringeal, dan saraf vagus, yang juga mengi¬nervasi kulit kepala di belakang
telinga. Oleh kare¬na itu, stimulus nyeri yang berasal dari daerah sub¬tentorial
akan menimbulkan “nyeri kepala oksipital” yang akan dialihkan ke bagian
posterior kepa¬la.
b. Nyeri Kepala Ekstrakranial
1. Nyeri kepala akibat spasme otot.
Kete¬gangan emosi seringkali akan menyebabkan spasme otot, khususnya otot-
otot yang melekat pada kulit kepala dan otot-otot leher yang melekat pada
ok¬siput, dan ada anggapan bahwa keadaan ini merupa¬kan penyebab umum dad
timbulnya nyeri kepala. Diduga nyeri akibat spasme otot-otot kepala ini akin
dialihkan ke daerah kepala yang lebih dalam, sehingga nyeri kepala yang timbul
sama seperti jenis nyeri kepala akibat les intrakranial.
2. Nyeri kepala akibat iritasi hidung dan sruktur-sruktur sekitar
hidung.
Mukosa membran hidung serta semua sinus nasalis sensitif terhadap rasa nyeri,
namun tak begitu hebat. Walau¬pun demikian, infeksi atau proses iritasi pada
dae-rah hidung yang luas biasanya bergabung dan menimbulkan, nyeri kepala
yang akan dialihkan ke daerah belakang mata atau, seperti pada infeksi sinus
frontalis, nyeri akan dialihkan ke permukaan frontal dahi dan kulit kepala. Juga,
nyeri yang berasal dari sinus bagian bawah-misalnya sinus maksilaris ¬dapat
terasa di wajah.
3. Nyeri kepala akibat kelanan mata.
Ke¬sulitan seseorang untuk memfokuskan mata agar timbul penglihatan yang
jelas akan menimbulkan kontraksi yang berlebihan pada otot-otot, siliaris.
Walaupun otot-otot ini sangat kecil, kontraksi tonik pada otot-otot ini diduga akan
menimbulkan nyeri kepala di daerah retro-orbital. Juga, usaha mem¬fokuskan
mata secara berlebihan dapat menimbul¬kan refleks spasme berbagai otot fasial
dan otot ekstraokular, yang mungkin menimbulkan nyeri ke¬pala.
Nyeri kepala tipe kedua yang berasal dari mata dapat timbul bila mata terpapar
cahaya secara ber¬lebihan, terutama sinar ultraviolet. Melihat matahari atau
bunga api (arc-welder) selama beberapa detik saja mungkin akan menimbulkan
nyeri kepala yang berlangsung 24 sampai 48 jam lamanya. Kadang¬kala nyeri
kepala timbul karena iritasi konjungtiva oleh bahan “aktin”, dan nyeri yang timbul
akan di¬alihkan ke daerah permukaan kepala atau ke daerah retro-orbital.
t3agaimanapun, pemusatan sinar yang banyak dari busar (arclbunga api) atau dari
sinar matahari pada retina dapat membakar retina, dan keadaan ini akan
menimbulkan nyeri kepala.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil dari pembahasan makalah ini adala sebagai berikut:
1. Makna rasa nyeri. Rasa nyeri terutama merupakan makanisme pertahanan
tubuh.
2. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi, Nyeri bersifat
subyektif dan individual, Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti
sinar X atau lab darah, Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan
melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien,
Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya,
Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis, Nyeri merupakan
tanda peringatan adanya kerusakan jaringan, Nyeri mengawali
ketidakmampuan, Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan
manajemen nyeri jadi tidak optimal.
3. Rasanyeri dapat dibagi menjadi dua rasa nyeri utama: rasanyeri lambat dan
rasa nyeri cepat.
4. Nyeri Alih (REFERRED PAIN) adalah rasa nyeri di bagian tubuh yang
letaknya jauh dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri.
5. Ada beberapa rasa nyeri klinis abnormal dan sensasi somatik lainnya
antara lain: 1, sindrom talamikus 2, herpes zoster (shingles) 3, tic
douloureux 4, sindrom brown-sequard.
6. Nyeri lepala merupakan nyeri alih pada permukaan kepala yang berasal
dari struktur bagian dalam. Sebagian besar nyeri kepala disebabkanoleh
stimulus nyeri yang berasal dari kranium, tapi yang lainnya mungkin juga
dari luar kranium, misalnya dari sinus nasalis.
3.2 Saran
Setelah mengetahui bagaimana menejemen nyeri serta penatalaksanaannya
dengan menggunakan farmakologi dan non farmakologi diharapkan perawat dapat
meningkatkan pelayanan kepada pasien guna mempercepat proses penyembuhan
bagi pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Tamsuri, Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri (Cet. I). Jakarta:Buku

Kedokteran EGC

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.

Jakarta:Buku kedokteran EGC

http://www.scribd.com/doc/36615162/ASUHAN-KEPERAWATAN-NYERI

You might also like