You are on page 1of 57

Asma

A. Pengertian Asma
Asma adalah penyakit infeksi (peradangan) kronik saluran nafas yang
ditandai adanya mengi, batuk dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernafasan. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir
semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat
penyakit dari ringan sampai berat, bahkan beberap kasus dapat menyebabkan
kematian.
B. Tanda dan Gejala Asma
Beberapa contoh tanda peringatan awal adalah :
1. Perubahan dalam pola pernafasan
2. Bersin-bersin
3. Perubahan suasana hati (moodiness)
4. Hidung mampat atau hidung ngocor
5. Batuk
6. Gatal-gatal pada tenggorokan
7. Merasa capai
8. Lingkaran hitam dibawah mata
9. Susah tidur
10. Turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga
11. Kecendrungan penurunan prestasi dalam penggunaan peak flow meter.
C. Pertolongan Pertama Pada Penderita Asma
1. Duduk dan ambil nafas pelan-pelan dangan stabil. Sekali lagi, cobalah untuk
tetap tenang, karena panik justru akan semakin memperparah serangan asma.
2. Semprotkan inhaler setiap 30-60 detik, maksimal 10 semprotan.
3. Hubungi ambulans jika penderita tidak memiliki inhaler, asma bertambah
parah meskipun sudah menggunakan inhaler, tidak ada perbaikan meski
sudah menyemprotkan inhaler sebanyak 10 kali.
Jika terdapat penolong yang berada di sekitar penderita asma, penolong bisa
memberikan pertolongan dengan :
1. Menghubungi ambulans
2. Bantu penderita asma untuk duduk tegak dengan nyaman
3. Longgarkan pakaiannya agar tidak ketat
4. Jika dia punya obat asma, seperti inhaler, bantu dalam menggunakannya.
5. Jika dia tidak punya inhaler, pinjam punya orang lain atau
gunakan inhaler yang ada di kotak P3K.
6. Lepaskan tutup inhaler, kocok-kocok.
7. Sambung inhaler ke spacer lalu taruh bagian mouthpiece spacer ke dalam
mulutnya. Usahakan agar mouthpiece tersebut tertutup rapat dalam mulut.
8. Ketika dia mulai mengambil napas perlahan-lahan, tekan inhaler satu kali.

1
9. Minta dia agar tetap mengambil napas pelan-pelan dan sedalam mungkin,
kemudian tahan napas selama 10 detik.
10. Berikan inhaler sebanyak empat kali dengan jarak waktu sekitar satu menit
tiap kali semprotan.
11. Setelah empat semprotan, tunggu hingga empat menit. Jika dia masih sulit
bernapas, berikan empat semprotan lagi dengan jarak waktu yang sama.
12. Jika tetap tidak ada perubahan, berikan empat semprotan inhaler setiap empat
menit sekali sampai ambulans tiba.
13. Jika serangan asmanya berat, semprotkan inhaler sebanyak enam sampai
delapan kali setiap lima menit.
14. Sebisa mungkin hindari penderita dari sumber alergi
15. Usahakan jangan banyak bertanya pada penderita, karena biasanya penderita
sulit untuk berbicara.

Luka bakar

1. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash),
terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan
listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat,
2001).
2. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn)
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
3. Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang
kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal
ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar
ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan
jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan
iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan
proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).
5. Klasifikasi Luka Bakar

2
a. Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman
1). Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung
syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam
waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
2). Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula,
pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal (Moenadjat, 2001).
a). Derajat II Dangkal (Superficial)
 Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
 Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan
mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah 12-24
jam
 Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan
basah.
 Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
 Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
b). Derajat II dalam (Deep)
 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
 Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak
berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena
variasi suplay darah dermis (daerah yang berwarna putih
mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama
sekali, daerah yg berwarna merah muda mengindikasikan masih ada
beberapa aliran darah ) (Moenadjat, 2001)
 Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu
(Brunicardi et al., 2005)
3). Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih
dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar

3
berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar.
4). Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang
dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis,
organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf
sensorik mengalami kerusakan dan kematian.
b. Pembagian menurut luas luka bakar :

1.) Dewasa
 Kepala dan leher : 9%
 Dada dan perut : 18 %
 Punggung hingga bokong : 18 %
 Anggota gerak atas masing-masing : 9%
 Anggota gerak bawah masing-masing : 18 %
 Perineum dan genitalia eksterna : 1%
2). Anak
 Kepala dan leher : 18 %
 Ektremitas atas kanan dan kiri : 2x9%
 Ektremitas bawah kanan dan kiri : 2 x 13.5 %
 Badan depan dan belakang : 2 x 18 %
 Perineum dan genitalia eksterna : 1%
3). Bayi
 Kepala dan leher : 20 %

4
 Ektremitas atas kanan dan kiri : 2 x 10 %
 Badan depan dan belakang : 2 x 20 %
 Ektremitas bawah kanan dan kiri : 2 x 10 %

c). Klasifikasi Luka Bakar :


1. Berat atau kritis, bila :
 Derajat 2 dengan luas lebih dari 25 %
 Derajat 3 dengan luas lebih dari 10 %, atu terdapat di muka, kaki, dan
tangan.
 Luka bakar disertai trauma jalan nafas atau jaringan lunak luas, atau
fraktur
 Luka bakar akibat listrik.
2. Sedang, bila :
 Derajat 2 dengan luas 15-25 %
 Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 %, kecuali muka, kaki, tangan, mata,
dan telinga.
3. Ringan, bila :
 Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %
 Derajat 3 kurang dari 2 %

d) Fase Luka Bakar


1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan:
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.
2. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur
3. Proses Penyembuhan Luka
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses
peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak,

5
kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses penyembuhannya
mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di
daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Scab (keropeng)
juga dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu hemostasis dan
mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh
darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat..
. Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan
a. Pengkajian
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1). Airway
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi
antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu
hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
2). Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada
untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada
trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
3). Circulation
Pengkajian tekanan darah, cek kesadaran, nadi, dan luka pada kulit
4). Disability
Penilaian tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil
2. Pengkajian sekunder
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan sekarang
a) Sumber kecelakaan
b) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
c) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
d) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan

6
e) Keadaan fisik disekitar luka bakar
f) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
g) Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar
c. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan terhadap infeksi (seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis,
gangguan pernafasan). (Doengoes, 2000)

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Konservatif
a. Pre Hospital
Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari
air. Hal ini akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh
angin. Oleh karena itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan
(roll) orang itu agar api segera padam. Bila memiliki karung basah, segera
gunakan air atau bahan kain basah untuk memadamkan apinya. Sedanguntuk kasus
luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan
kimia atau benda dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami
luka bakar dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan
membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat
menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar dan
menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan
penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat samapai
penggunaan morfin oleh tenaga medis.
b. Hospital
1). Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
a) Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada
untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
c) Circulation
Lakukan Pengkajian pada tekanan darah, kesadaran, nadi, dan luka pada kulit

Penatalaksanaan Pembedahan
Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada
ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat

7
pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian
kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang
dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan
bebas.

8
Fraktur
1. Pengertian fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan
maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Etiologi Fraktur
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur:
a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai
tulang, arah serta kekuatan tulang.
b. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma,
kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.
Menurut Oswari E, (1993) ; Penyebab Fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung : Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
2. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma
(Long, 1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki
terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh
dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000: 147)
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000: 346).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di
tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
1 fibrin direabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati
(Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatka
rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan
sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287)
3. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan Etiologi
1) Fraktur Patologis
Terjadi pada tulang karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang (infeksi,tumor,kelainan bawaan) dan dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
2) Fraktur Stress
Terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah
tulang yang menopang berat badan.
b. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka di gradasi menjadi:
1) Grade I : fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1
cm,kerusakan jaringan lunak sedikit,tidak ada tanda tulang remuk.
2) Grade II : fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan
extensive sekitarnya,laserasi > 1 cm,kerusakan jaringan lunak tidak
luas.
3) Grade III : fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif dan sangat terkontaminasi meliputi struktur kulit,otot
dan neurovaskuler.Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka grade III
dibagi lagi menjadi:
a. Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang
terbuka
b. Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum
ekstensif dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk
menutupnya
c. Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah
besar Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan
b. Jenis fraktur khusus
Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur yang khusus lain 2 seperti:
1. Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.
2. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
3. Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4. Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang
5. Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian
6. Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang
lainnya seperti (pada tulang belakang)
7. Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada tulang
tengkorak)
8. Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit
Paget,Osteosarcoma.
9. Epifiseal: fraktur pada bagian epifiseal

c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna
(Smeltzer,2005).
a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan bagian yang normal.
c. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat
diatas maupun dibawah tempat fraktur.
d. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan
antara fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
f. Peningkatan temperatur local
g. Pergerakan abnormal
h. Echymosis
i. Kehilangan fungsi
d. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray berfungsi untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. CT- Scan untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas dan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram berfungsi untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui peningkatan dari leukosit
sebagai respon dari peradangan atau peningkatan atau penurunan dari kadar
hematokrit dan Hb.
5. Kreatinin karena dengan adanya trauma pada otot akan meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil Koagulasi karena perubaha dapat terjadi pada kehilangan darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi 3 menjadi 5 tahap, yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini.
a. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal
tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
1) A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema lari

2) B = Breathing dan ventilasi


Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
5) E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.

2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif 4dan subyektif dari
riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala
sampai kaki.
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat5
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
4. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
5. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien.
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
8. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,
Donna D, 2000).
10. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D,
1995).
11. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
6 beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien. (Ignatavicius, Donna D, 2000).
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
2) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
a) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
b) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
3) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka : Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak
oedema.
e) Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
f) Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat
i) Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.Paru
I. Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
II. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
III. Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
IV. Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
I. Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
II. Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
7
III. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
I. Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
II. Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
III. Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
IV. Auskultasi : Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe,
tak ada kesulitan BAB.
Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk
menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi
menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian
ditentukan masalah keperawatan yang timbul.

Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun
potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang
menjadi tanggung jawabnya.

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan suplai darah


kejaringan.
b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
d. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d


penurunan suplai darah kejaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit
diharapkan perfusi jaringan dapat tercapai dengan optimal.
Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat menunjukkan perhatian,konsentrasi dan orientasi dengan
baik
2) Tanda-tanda vital dalam batas yang normal
Intervensi Keperawatan :
1. Airway 8
a. Kaji kepatenan jalan nafas dan adanya obstruksi jalan nafas
Rasional : Untuk mengetahui adanya obswtruksi pada jalan nafas
b. Lakukan manajement airway
Rasional : Untuk membuka jalan nafas pasien
c. Lakukan pemasangan oro atau naso faringeal
Rasional : Untuk membantu membuka jalan nafas pasien
2. Breathing
a. Kaji adanya dispneu,pola pernafasan,frekuensi,irama dan
kedalaman pernafasa
Rasional : Untuk mengetahui pola nafas,frekuensi,irama dan n
kedalaman pernafasan pasuien
b. Monitor saturasi oksigenpasien
Rasional : Untuk mengetahui kadar oksigen dalam tubuh pasien
3. Circulation
a. Kaji frekuensi irama dan kekuatan nadi
Rasional : Untuk mengetahui frekuensi nadi pasien
b. Monitor perubahan turgor,membran mukosa dan capillary refill
time.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan sirkulasi pasien
c. Mengidentifikasi sumber pendarahan
Rasional : Mengetahui sumber pendarahan
4. Disability
a. Observasi perubahan tingkat kesadaran
Rasional : mengetahui perubahan kesadaran pada pasien
b. Kaji pupil : isokor,diameter dan respon cahaya
Rasional : Untuk mengetahui respon pasien

c. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen


tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit
diharapkan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu
menggunakan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri)
2. Skala nyeri berkurang
3. Menyatakan rasa nyama setelah nyeri berkurang.
Intervensi Keperawatan :
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
bebat dan atau traksi.
Rasional : Mengurangi nyeri.
2. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi).
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal
dan kelelahan otot
3. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,
imajinasi visual, aktivitas dipersional) 9
Rasional :Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
control
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
4. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
Rasional : Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
5. Kolaborasikan dengan dokter mengenai pemberian analgetik
Rasional :Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang
nyeri
baik secara sentral maupun perifer.
6. Evaluasi keluhan nyeri (skala,petunjuk verbal dan non verbal)
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien.

KEGAWATANDARURATAN PADA OBSTETRI


1. Pengertian Kegawatdaruratan Obstetri
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup
bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus,
mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ektopik) dan perdarahan
pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio
sesarea, retensio plasentae/plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri. Pendarahan pasca persalinan (post
partum) adalah pendarahan pervagina 500 ml atau lebih sesudah anak lahir.
Penyebab gangguan ini adalah kelainan pelepasan dan kontraksi, rupture
serviks dan vagina (lebih jarang laserasi perineum), retensio sisa plasenta, dan
koagulopati.
2. Klasifikasi Klinis
a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau
Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama.
Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder
atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan
pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca
persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang
tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
3. Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervagina yang terus-menerus setelah bayi
lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok
yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstrimitas dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan
banyak darah sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit
dalam waktu yang lama.
4. Diagnosis 10
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta belum lahir
biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah plasenta lahir,
biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat diketahui dengan
palpasi uterus; fundus uteri tinggi diatas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus
tidak baik. Sisa plasenta yang tertinggaldalamkavum uteri dapat diketahui
dengan memeriksa plasenta yang lahir apakah lengkap atau tidak kemudian
eksplorasi kavum uteri terhadap sisa plasenta, sisa selaput ketuban, atau
plasenta suksenturiata (anak plasenta). Eksplorasi kavum uteri dapat juga
berguna untuk mengetahui apakan ada robekan rahim. Laserasi (robekan)
serviks dan vagina dapat diketahui dengan inspekulo. Diagnosis pendarahan
pasca persalinan juga memerlukan pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan Hb, COT (Clot Observation Test), kadar fibrinogen, dan lain-lain.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pascapersalinan
a. Perdarahan Pascapersalinan dan Usia Ibu
b. Perdarahan Pascapersalinan dan Gravid
c. Perdarahan Pascapersalinan dan Paritas
d. Perdarahan Pascapersalinan dan Antenatal Care
e. Perdarahan Pascapersalinan dan Kadar Hemoglobin.
6. Komplikasi perdarahan pascapersalinan
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan banyak kelak bias menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat
nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian
tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan
sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-
alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme
dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi.
7. Penanganan Perdarahan Pascapersalinan
a. Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah
1) Hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan
diberi infus cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-
L, dan sebagainya), transfusi darah, kalau perlu oksigen.
2) Pada perdarahan sekunder atonik:
Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan dosis 20
unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml.

SYOK HEMORAGIK

Semua keadaan perdarahan diatas, dapat menyebabkan syok pada penderita,


khususnya syok hemoragik yang di sebabkan oleh berkurangnya volume
darah yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi.
Penyebab gangguan ini.
a. Perdarahan eksterna atau interna yang menyebabkan
11 hiposekmia atau
ataksia vasomotor akut.
b. Ketidakcocokan antara kebutuhan metabolit perifer dan peningkatan
transport gangguan metabolic, kekurangan oksigen jaringan dan
penimbunan hasil sisa metabolik yang menyebabkan cidera sel yang semula
reversibel kemudian tidak reversibel lagi.
c. Gangguan mikrosirkulasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tekanan darah dan nadi; pemeriksaan
suhu, warna kulit, dan membrane mukosa, perbedaan suhu antara bagian
pusat dan perifer badan; evaluasi keadaan pengisian (kontraksi) vena dan
evaluasi palung kuku; keterlambatan pengisian daerah kapiler setelah kuku
ditekan; dan ekskresi urin tiap jam.
Penanganan Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik tindakan yang esensial adalah menghentikan perdarahan
dan mengganti kehilangan darah. Setelah diketahui adanya syok hemoragik,:
a. Penderita dibaringkan dalam posisi Trendelenburg, yaitu dalam posisi
terlentang biasa dengan kaki sedikit tinggi (30 derajat).
b. Dijaga jangan sampai penderita kedinginan badannya. Setelah kebebasan
jalan napas terjamin, untuk meningkatkan oksigenasi dapat diberi oksigen
100% kira-kira 5 liter/menit melalui jalan napas.
c. Sampai diperoleh persediaan darah buat transfusi, pada penderita melalui
infuse segera diberi cairan dalam bentuk larutan seperti NaCI 0,9%, ringer
laktat, dekstran, plasma dan sebagainya.
d. Jika dianggap perlu kepada penderita syok hemoragik diberi cairan
bikarbonat natrikus untuk mencegah atau menanggulangi asidosis.
Penampilan klinis penderita banyak memberi isyarat mengenai keadaan
penderita dan mengenai hasil perawatannya.

KEGAWATDARURATAN PADA ANAK


1. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstra cranial. Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat yang
disebabkan oleh proses ekstra cranial. Kejang adalah suatu manifestasi
pelepasan secara massive dari sejumlah neuron di otak karena gangguan
aktifitas listrik di otak. Penyebab kejang pada anak:Trauma kepala, Meningitis,
Hipoxia, Hypoglicemia, Demam  sangat sensitif terhadap peningkatan suhu
tubuh.
2. Faktor Pencetus
Kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunansaraf pusat misalnya tonsilitis, bronchitis, dan lain-lain.
3. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+,12 melalui membran
tersebut sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke seluruh sel
maupun ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron transmiter dan
terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai dengan apnea,
meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama.
4. Tipe kejang diklasifikasikan berdasarkan manifestasinya:

5. Pengkajian
Riwayat Kesehatan,
- kejadian kejang sebelumnya
- frekwensi kejang saat ini
- riwayat trauma,
- Kaku kuduk,
- sakit kepala riwayat pengobatan
- tipe kejang : umum/local adakah deviasi mata
Pemeriksaan Fisik
- t ingkat kesadaran demam,
- dehidrasi pemeriksaan nuerologi
Otitis media
Gastroenteritis
Infeksi pernafasan

6. Penatalaksanaan
Anda tempatkan anak pada lantai atau tempat tidur, jauh dari furnitur,
jangan ikat anak
- Bersihkan dan pertahankan jalan nafas
- Berikan O2.
Dapat terjadi peroide hipoventilasi atau apnue. Sebagian besar kematian
akibat kejang karena anoxia
- Pasang infus microdip D5/W dan monitor kelancarannya
- Bila klien demam, turunkan temperature
- Bila kejang tidak berhenti
13
- Diazepam (valium) dengan dosis 0,3 mg/kg BB (max10 mg).
- Berikan lambat-lambat secara injeksi IV 1-3 menit dengan memantau vital
sign ketat.
- Apnea dan cardiac arrest dapat terjadi akibat pemberian diazepam.
Pengawasan anak secara ketat dan persiapkan alat-alat resusitasi.
- Lindungi anak dari perlukaan.
7. Kejang pada Neonatus
Saat Anda menangani bayi baru lahir yang mengalami kejang lihatlah tanda-
tanda:
a. Adanya kekakuan pada satu area
b. Flexi pergerakan tubuh yang repetitif
c. Tremor
d. Kedutan
e. Gerakan menggigit
f. Nystagmus
g. Hiperaktif yang tidak biasa untuk anak-anak seumurnya
h. Pada beberapa bayi terjadi episode apnue dan kehilangan tonus otot secara
tiba-tiba, sesudahnya lemah.
8. Penatalaksanaan:
Dilakukan secara cepat: Anda berkolaborasi dengan Dokter dalam
pemberian D5 W (1-2 ml/kg), kemudian 10% kalsium Ce (0,1 ml/kg) atau
10% kalsium glukonat (0,3 ml/kg), Prydoxine (50 mg), 3% magnesium
sulfat diberikan dalam beberapa menitdanbaru temukan penyebab kejang.

9. Kejang Demam
Kejang demam pada anak bisa Anda temui pada anak usia 6 bl dan 4 atau 5
tahun mengalami kejang terjadi 2 sampai dengan 6 jam sesudah timbul panas
dan menurun/hilang dalam 10-15’

11. Pemeriksaan Diagnotik:


Untuk menegakkan diagnosa Kejang Demam Anda bisa berkolaborasi untuk
melakukan pemeriksaanPenatalaksanaan:
1) Glucose IV (25%-50%) diikuti D5W bila ada hipoglikemia berat
2) Pemberian diazepam (valium) 0,1-0,3 mg/kg IV alternative,
lorazepam/ativan berulang karena obat-obatan tersebut efeknya relatif
pendek
3) Penobarbital 5 sd 10 mg/kg IV diberikan kurang dari 10 menit
4) Paraldenye, pancuronim dan obat-obatan anastesia diberikan pada status
apilepticus yang tidak terkontrol
b. Selama Pemberian anticonvulsive perhatikan:
1) Pernafasan: pemberian therapi O2 : Karena hipoxia yang terjadi karena
rangsangan kejang dapat meningkatkan stimulasi kejang yang lain.
2) Untuk koreksi hypoxia dan acidosis beri bantuan ventilasi
3) Pemberian D5W
4) Kejang yang terjadi sekali bukan karena epilepsy
14

c. Kriteria anak yang dibawa ke RS:


1) Kurang dari 6 bulan
2) Lebih dari 11 kali kejang selama 24 jam
3) Focal seizure
4) Terjadi lagi kadang jangka waktu 15 menit
5) Orang tua tidak mampu mengatasi
d. Komplikasi
1) Lidah terluka/tergigit
2) Apnea
3) Depresi pusat pernafasan
4) Retardasi mental
5) Pneumonia aspirasi
6) Status epileptikus

Diagnose Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan adanya pirogen yang mengacaukan
thermostat,dehidrasi.
b. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler obstruksi tracheobronchial
c. Risiko terjadinya trauma berhubungan dengan kelemahan, perubahan
kesadaran
d. Risiko injuri berhubungan dengan perkembangan kognitif

Infark miokard
Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia
lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering
karena trombus atau embolus (Dorland, 2002). Iskemia terjadi oleh karena
obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi
pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak
aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor,
volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis
dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-
obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).

Etiologi
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
1. Infark Miokard Tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi
plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan
oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-
hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark Miokard Tipe 2 15
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark Miokard Tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. Infark Miokard Tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin)
3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary
intervention(PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
5. Infark Miokard Tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
6. Infark Miokard Tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Patofisiologi
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan
oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan, yang bersifat
irreversibel. Waktu yang diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami
kerusakan, adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir
selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi
ventrikel kiri; makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan: 1) berkurangnya
kontraksi, dengan gerak dinding abnormal; 2) terganggunya kepaduan
ventrikel kiri; 3) berkurangnya volume denyutan; 4) berkurangnya waktu
pengeluaran; dan 5) meningkatnya tekanan akhir-diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga
lokasinya, karena berhubungan dengan pasokan darah.

Gejala Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina
tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang
dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina
pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada
akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit
pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau
kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan
angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah
makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan
kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien
sedang beristirahat (Hanafiah, 1996).

Penegakan Diagnosis
Menurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua
atau lebih dari 3 kriteria, yaitu: 16
1. Adanya nyeri dada
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa
elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian
kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak
menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien
dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke
dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).
3. Peningkatan pertanda biokimia
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal
dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat
dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan
kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate
aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB / CKMB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA
III), myosin light chain(MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan
cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini
mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan aliran darah
koroner untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi
luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung.
Pada prinsipnya, terapi pada kasus ini ditunjukkan untuk mengatasi
nyeri angina dengan cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia
serta terjadinya infark miokard akut atau kematian mendadak. Oleh karena
setiap kasus berbeda derajat keparahannya atau riwayat penyakitnya, maka
cara terapi terbaik adalah individualisasi dan bertahap, dimulai dengan
masuk rumah sakit (ICCU) dan istirahat total (bed rest).
Beberapa terapi yang dapat diberikan antara lain (Bertrand &
Gunawan SG):
1. Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan
melalui vena perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawall mungkin
dan dikerjakan dimanapun. Direkomendasikan penderita infark miokard
akut <12 jam yang mempunyai elevasi segmen ST atau left bundle branch
block (LBBB) diberikan IV fibrinolitik jika tanpa kontra indikasi.
Sedangkan penderita yang mempunyai riwayat perdarahan intra kranial,
stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan terapi fibrinolitik. Dosis
streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam tempo 30-60 menit.
2. Terapi Antiplatelet 17
a. Aspirin
b. Tiklopidin
c. Clopidogrel
3. Terapi Nitra Organic
a. Nitrogliserin.
b. Isosorbit dinitrat
c. Isosorbid mononitrat
Komplikasi
Komplikasi dari infark miokard akut dapat disebabkan oleh inflamasi,
mekanik, atau kelainan elektrik jantung, yang disebabkan oleh area
miokard yang mengalami nekrosis. Komplikasi awal merupakan hasil dari
nekrosis miokardium sendiri, sedangkan komplikasi yang terjadi setelah
beberapa hari atau minggu merupakan hasil dari inflamasi dan
penyembuhan dari jaringan yang nekrosis.
Komplikasi dari infark miokard akut meliputi (Lilly, 2011):
1. Iskemik Berulang
Kejadian komplikasi angina postinfark didapati sebanyak 20 hingga 30 persen
dari pasien infark miokard akut. Menandakan tidak adekuatnya aliran darah
arteri koroner, yang dimana berhubungan dengan peningkatan risiko dari
reinfark.
2. Aritmia
Aritmia sering terjadi pada pasien infark miokard akut dan merupakan
penyebab besar dari mortalitas pasien sebelum sampai di rumah sakit.
Mekanisme terjadinya aritmia pada pasien infark miokard akut disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu pertama akibat gangguan anatomi dari aliran darah
terhadap struktur jalur konduksi (Contoh: sinoatrial node, atrioventricular
node dan bundle branches). Kemudian, akumulasi dari produk toksik
metabolisme, seperti asidosis seluler dan konsentrasi ion transseluler
abnormal karena kebocoran membran. Lalu, disebabkan juga karena stimulasi
saraf autonom dan pemberian obat yang berpotensi untuk menimbulkan
aritmia, seperti dopamin.
3. Disfungsi Miokardium
a. Gagal Jantung
Iskemik jantung akut menimbulkan gangguan kontraksi ventrikel
(disfungsi sistol) dan peningkatan kekakuan miokard (disfungsi
diastolik), yang dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung. Selain itu,
remodeling ventrikel, aritmia dan komplikasi akut mekanik dari infark
miokard juga dapat menyebabkan gagal jantung.
b. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah kondisi menurunnya cardiac output secara
drastis dan terjadinya hipotensi (tekanan darah sistolik kurang dari 90
mmHg) dengan tidak adekuatnya perfusi ke jaringan perifer yang
disebabkan ketika telah terjadi infark lebih dari 40 persen pada ventrikel
kiri. Syok kardiogenik merupakan self-perpetuating karena hipotensi
menyebabkan menurunnya perfusi koroner, yang dimana akan
memperburuk kerusakan akibat iskemik dan penurunan18 stroke
volumeakan menyebabkan pembesaran ventrikel kiri, sehingga
kebutuhan oksigen akan meningkat. Syok kardiogenik terjadi pada lebih
dari 10 persen pasien setelah infark miokard akut dengan mortalitas
sebesar 70 persen.
4. Infark Ventrikel Kiri
Sepertiga pasien dengan infark pada dinding ventrikel kiri juga akan
menimbulkan nekrosis pada bagian ventrikel kanan, karena memiliki arteri
koroner yang sama yang memperfusi kedua area tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam kontraksi jantung dan penurunan
komplians ventrikel kanan, yang dapat berakibat pada gagal jantung kanan.
5. Komplikasi Mekanik
Komplikasi mekanik disebabkan oleh iskemik dan nekrosis pada jaringan
jantung. Komplikasi mekanik dari infark miokard akut antara lain rupturnya
otot pappilary, rupturnya dinding ventrikel kiri, rupturnya septum ventrikel
dan true aneurisma ventrikel.
6. Perikarditis
Perikarditis akut dapat terjadi pada periode post infark miokard akibat
perluasan infark mulai dari miokard hingga perikardium sekitarnya.
Gejalanya meliputi nyeri yang tajam, demam dan adanya pericardial friction
rub
7. Tromboemboli
Stasis aliran darah pada area ventrikel kiri yang mengalami gangguan
kontraksi setelah infark miokard, dapat menyebabkan terbentuknya trombus,
khususnya ketika infark melibatkan apeks dari ventrikel kiri atau ketika true
aneurisma telah terbentuk. Tromboemboli dapat menyebabkan infark pada
organ perifer

Kriteria Pemulangan
1. Nyeri dada berkurang atau hilang
2. Tidak timbul aritmia > 48 jam selama perawatan di ruangan
3. Gambaran ST elevasi kembali ke garis isoelektrik atau menurunnya ST
elevasi > 50%
4. Hemodinamik stabil
5. Mampu mobilisasi tanpa keluhan
6. Mampu BAB lancar tanpa mengejan

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b. d. perubahan membran kapiler-alveolar
2. Nyeri akut b. d. agen cidera biologis
3. Kecemasan b. d. perubahan status kesehatan
4. Intoleransi aktivitas b. d. kelemahan umum
5. Resiko penurunan curah jantung b. d. kontraktilitas jantung
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. d. gangguan transport oksigen
melalui alveoli dan membrane kapiler
7. Resiko kelebihan volume cairan b. d. gangguan mekanisme
19 regulasi

Prioritas Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b. d. perubahan membran kapiler-alveolar
2. Nyeri akut b. d. agen cidera biologis
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. d. gangguan transport oksigen
melalui alveoli dan membrane kapiler
4. Intoleransi aktivitas b. d. kelemahan umum
5. Kecemasan b. d. perubahan status kesehatan
6. Resiko penurunan curah jantung b. d. kontraktilitas jantung
7. Resiko kelebihan volume cairan b. d. gangguan mekanisme regulasi

KERACUNAN
Pengertian
Keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Dalam pengertian sederhana keracunan adalah kejadian masuknya racun
kedalam tubuh manusia.
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada
kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.

Penyebab
1. Definisi keracunan (Lewat Oral)
Keracunan lewat oral adalah suatu penyakit yang terjadi setelah
menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun
yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009).
Keracunan lewat oral sedang
Adalah kondisi yang muncul akibat mengonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi oleh organisme menular, seperti bakteri, virus, dan parasit.
Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang diproses atau dimasak
dengan tidak benar.Kontaminasi yang umumnya terjadi pada kasus
keracunan makanan disebabkan oleh:
1) Bakteri Campylobacter, Salmonella, Escherichia coli (E. coli), Listeria,
Clostridium botulinum ( botulinum) dan Shigella.
2) Norovirus dan rotavirus.
3) Parasit Cryptosporidium, Entamoeba histolytica, dan Giardia.

Keracunan lewat oral berat (bahan kimia)


Racun atau bahan kimia yang beracun adalah bahan kimia yang dalam
jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup
lainnya atau bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap
kesehatan manusia atau menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam
tubuh karena tertelan, lewat pernafasan atau kontak lewat kulit. Bahan
racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ
20
tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya.Zat-zat tersebut
dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu seperti hati, paru-
paru, dan lain-lain. Tetapi dapat juga zat-zat tersebut berakumulasi dalam
tulang, darah, hati, atau cairan limpa dan menghasilkan efek kesehatan
pada jangka panjang. Pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh dapat
melewati urine, saluran pencernaan, sel efitel dan keringat.
1) Bahan Berbahaya dan Beracun
Bahan Berbahaya dan Beracun adalah bahan-bahan yang pembuatan,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan penggunaanya menimbulkan
atau membebaskan debu, kabut, uap, gas, serat, atau radiasi sehingga dapat
menyebabkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, keracunan dan bahaya lain
dalam jumlah yang memungkinkan gangguan kesehatan bagi orang yang
berhubungan langsung dengan bahan tersebut atau meyebabkan kerusakan
pada barang-barang.
2) Bahan-Bahan Kimia Umum Yang Sering Menimbulkan Racun
Bahan kimia umum yang sering menimbulkan keracunan adalah sebagai-
berikut :
a) Golongan pestida, yaitu organo klorin, organo fosfat, karbamat, arsenik
b) Golongan gas, yaitu Nitrogen (N2), Metana (CH4), Karbon Monoksida
(CO), Hidrogen Sianida (HCN), Hidrogen Sulfida (H2S), Nikel Karbonil
(Ni(CO)4), Sulfur Dioksida (SO2), Klor (Cl2), Nitrogen Oksida (N2O;
NO; NO2), Fosgen (COCl2), Arsin (AsH3), Stibin (SbH3)
c) Golongan metalloid/logam, yaitu timbal (Pb), Posfor (P), air raksa (Hg),
Arsen (As), Krom (Cr), Kadmium (Cd), nikel (Ni), Platina (Pt), Seng (Zn).
d) Golongan, dan masih banyak bahan kimia beracun lain yang bahan organic,
yaitu Akrilamida, Anilin, Benzena, Toluene, Xilena, Vinil Klorida, Karbon
Disulfida, Metil Alkohol, Fenol, Stirena dapat meracuni setiap saat,
khususnya masyarakat pekerja industri.

Penyebab keracunan lewat oral


Adalah kuman Clostridium botulinum yang hidup dengan kedap udara
(anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya (Junaidi,
2011). Keracunan lewat oral dapat disebabkan oleh pencemaran bahan-
bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba, bakteri, virus
dan jamur yang masuk kedalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).
Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai yang
ringan sampai yang berat. Secara umum yang banyak terjadi di sebabkan
oleh :
1) Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :
a) Escherichia coli patogen
b) Staphilococus aureus
c) Salmonela
d) Bacillus Parahemolyticus
e) Clostridium Botulisme
f) Streptokkkus
2) Bahan Kimia 21
a) Peptisida golongan organofosfat
b) Organo Sulfat dan karbonat
3) Toksin
a) Jamur
b) Keracunan Singkong
c) Tempe Bongkrek
d) Bayam beracun
e) Kerang

Patofisiologi
Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu faktor
bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat
mempengaruhi vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ –
organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan menimbulkan mual,
muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi
darah dan kerusakan hati ( sebagai akibat keracunan obat di bahan kimia ).
Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada lambung sehingga HCL
dalam lambung meningkat . Makanan yang mengandung bahan kimia
beracun (IFO) dapat menghambat ( inktivasi ) enzim asrtikolinesterase
tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk
menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang
bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi dengan ikatan IFO-
KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di
tempat – tempat tertentu, sehingga timbul gejala – gejala rangsangan Akh
yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik, dan
ssp ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP )

Pemeriksaan penunjang
1) BGA
Pemeriksaan AGD akan memberikan hasil pengukuran yang tepat dari kadar
oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh, menentukan seberapa baik paru-
paru dan ginjal bekerja. menunjukkan bahwa seorang pasien mengalamai
ketidakseimbangan oksigen, karbon dioksida, atau pH darah.
a) pH darah normal (arteri): 7,38-7,42
b) Bikarbonat (HCO3): 22-28 miliekuivalen per liter
c) Tekanan parsial oksigen: 75 sampai 100 mm Hg
d) Tekanan parsial karbon dioksida (pCO2): 38-42 mm Hg
e) Saturasi oksigen: 94 sampai 100 persen.
Sumber: Analisa Gas Darah : Definisi, Pemeriksaan, Nilai Normal -
Mediskus
2) emeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan lambung,, darah lengkap,
osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati ),
EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat,
Tes toksikologi kuantitatif
22
Penatalaksanaan (pra-hospital)
1) 3A aman diri, aman lingkungan, aman pasien. Bawa klien ke tempat yang
aman.
2) Cek respon klien
3) Posisikan klien
Jika korban tidak sadar, letakan korban dalam posisi pemulihan

4) Aktifksn
SPGDT (telpon 119).
5) Meminta batuan
kepada orang sekitar tempat kejadian.

Ketika menunggu bantuan datang segera lakukan:


1) Buang kelebihan racun dalam mulut
2) Jika korban sadar, tanyakan apa yang dimakan.
3) Karena racun memberi pengaruh buruk pada pernafasan , jagalah korban. Bila
pernafasan berhenti berikan pernafasan buatan.
4) Bila korban masih sadarkan diri, segera berikan susu atau air untuk
melindungi dinding mulut dan untuk mengencerkan isi perut. Jika ada luka
bakar dan mukosa mulut berwarna putih petanda bahwa racun korosif.
5) Jangan membuat korban muntah, jika yang tertelan dari bahan korosif seperti
asam kuat dan alkali. Bahan ini akan membuat kerusakan sewaktu masukn
tubuh dan membuat kerusakan yang lebih parah sewaktu keluar kembali.
6) Jangan memberikan sesuatu melalui mulut jika tidak sadarkan diri
7) Jangan memberi air garam untuk membuat korban muntah
8) Jika yang tertelan racun bukan korosif, masukkan 3 jari kebelakang lehernya
untuk membuatnya muntah
9) Jangan mencoba membuat penderita yang tidak sadar muntah
10) Awasi korban dari dekat sampai pertolongan datang

Penatalaksanaan (intra-hospital)
1) Penanganan Primer
a) Airways: jaga jalan nafas, bersihkan dari bronchial sekresi.
b) Breathing: beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan intubasi
c) Circulation: pasang IV line, pantau vital sign.
d) Disability, observasi kesadaran klien secara berkala.
e) Exposure, observasi keadaan tubuh klien secara berkala.

2) Jika pasien sadar, tanyakan pada korban bahan dan jenis apa yang tertelan.
3) Tanyakan kapan waktu racun tertelan.
4) Tanyakan tindakan apa yang sudah dilakukan. 23
5) Penangan intrahospital pada pasien yang mengalami keracunan yaitu
merangsang muntah pada pasien. Penanganan ini dilakukan pada pasien yang
mengalami keracunan nonkorosif tidak diindikasikan pada keracunan korosif.
a) Dengan menggunakan Sirup ipeca, apomorfin dll
b) Tidak diberikan pada anak usia kurang dari 6 tahun, penderita koma,
penderita tidak mampu reflek muntah,keracunan asam basa kuat.
c) Dosis
Dewasa : 30 ml atau 2 sendok makan
Ank-anak : 6-12 bulan 10 ml atau 2 sendok teh
>12 bulan ,15ml atau 1 sendok makan
Jika korban belum muntah dalam waktu 30 menit, pemberian sirup ipcea
dapat diulang sekali lagi.
Posisikan korban duduk atau kepala lebih tinggi.
Sirup ipeca mengandung alkaloid emetin dan safelin. Pemberian Sirup
ipeca dalam waktu 1 jam setelah keracunan dapat mengeluarkan kembali
30-60 % racun.

6) Ketika keracunan sangat parah, setelah dilakukan kumbah lambung bisa


melanjutkan penanganan menghambat absorbsi dengan menggunakan karbon
aktif. Pemberian karbon aktif bertujuan untuk mengabsorpsi racun, obat
penguras usus untuk mengeluarkan racun, menggunakan pipa nasograstrik
yang masih terpasang. Penanganan ini tidak di indikasikan untuk pasien yang
mengalami keracunan bahan korosif.
a) Bilas lambung ( 100-200 ml menggunakan air hangat ), diikuti pemberian
karbon aktif. Direkomendasikan pada kasus yang mengancam.
b) Dosis
Orang dewasa dan anak – anak adalah 1 g/kg berat badan. Karbon aktif
dicampur air, perbandingan 1:4 selain itu dapat dicampur dengan obat
pencuci usus atau obat cuci perut (Drs. Sartono, Racun & Keracunan.
2002:65).

24
7) Ketika keracunan sudah sudah mencapai pada usus maka penatalksanaan yang
dilakukan yaitu membersihkan usus. Obat ini akan melancarkan pasien untuk
BAB sehingga racun di keluarkan melalui feses.
a) Menggunakan obat laksan dari golongan senyawa garam yaitu Mg-sulfat
dan Na-sulfat
b) Dosis
Dewasa : Mg-sulfat atau Na-sulfat 30g
Anak anak : 250 mg/kg berat badan.
8) Meningkatkan eliminasi urine
Memberikan pasien minum banyak air putih untuk mencegah terjadinya
kekurangan volume cairan dan meningkatkan eliminasi racun dapat dilakukan
dengan diuresis basa atau asam.
Keracunan Melalui Inhalasi
Pengertian
Keracunan melalui inhalasi adalah racun yang masuk dalam tubuh melalui
saluran pernafasan. Cedera inhalasi juga bisa terjadi jika menghirup gas
toksit yang suhunya sangat tinggi atau asap kebakaran . Karbon
monoksida ( CO) merupakan produk sampingan kebakaran yang paling
sering ditemukan : Hidrogen Klorida dan Hidrogen sianida. Adapun gas
lain seperti karbondioksida, gas metana, gas amoniak, gas klor, sulfur
dioksida, ozon, forgen, formaldehid, mangan, kardium oksida, merkuri.
a. Manifestasi Klinis Keracunan Gas
1) Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik
pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis,
gangguan perkemihan, defekasi, eksitasi, dan salivasi .
2) Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan
sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus. Dosis menengah sampai tinggi
terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia,
hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis,
pernafasan Cheyne Stokes dan coma).
3) Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam, tetapi
bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian 25 dalam beberapa
menit. Kematian keracunan gas akut umumnya berupa kegagalan
pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot
pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan.
4) Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan
batuk.
b. Patofisiologi
Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveo-li, terus masuk ke
aliran darah Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang sama
dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi
hemoglobin (COHb) . Ikatan COHb bersifat dapat pulih/reversible. Mekanisme
kerja gas CO di dalam darah:
1) Segera bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan
ikatannya 200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen . Akibatnya,
oksigen terdesak dan lepas dari hemoglobin sehingga pasokan oksigen oleh
darah ke jaringan tubuh berkurang, timbul hipoksia jaringan.
2) COHb mencampuri hemoglobin, menyebabkan penguraian HbO2).
Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan
tubuh.
3) Proses terpenting dari keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya
metabolisme rantai pernafasan mitokonria, menghambat komplek enzim
sitokrom oksidas sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan
Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang. Ekskresi gas CO terutama melalui
respirasi, dimetabolisme menjadi karbon dioksida (CO2).
4) Terjadi hipoksis, Jantung akan berkerja lebih keras untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sel sehingga menyebabkan peningkatan detak jantung
dan sirkulasi darah ke otak tidak terpenuhi menyebabkan otak kekurangan
O2. Terjadi gangguan metabolisme neorotransmiter sehingga aktifitas syaraf
meningkat sehingga timbul kejang.

Keracunan bahan kimia lewat inhalasi


Bahan Kimia
Biasanya melibatkan bahan-bahan kimia biasa seperti bahan kimia rumah,
produk pertanian, produk tumbuhan atau produk industri. Beberapa jenis
bahan kimia yang harus diperhatikan karena berbahaya adalah:

26
B Penjelasan Potensi Bahaya Kesehatan
a
h
a
n

K
i
m
i
a

A Senyawa ini beracun dan korosif. Dapat menyebabkan luka


g Simpanlah dalam botol berwarna bakar dan kulit melepuh.
N dan ruang yang gelap serta Gas/uapnya juga
O jauhkan dari bahan-bahan yang menebabkan hal yang sama.
3 mudah terbakar.

H Senyawa ini beracun dan bersifat Dapat menyebabkan luka


C korosif terutama dengan bakar dan kulit melepuh.
l kepekatan tinggi. Gas/uapnya juga
menebabkan hal yang sama.

H Senyawa ini mudah terbakar dan Menghirup bahan ini dapat


2 beracun menyebabkan pingsan,
S gangguan pernafasan,
bahkan kematian.

H Senyawa ini sangat korosif, Jangan menghirup uap asam


2 higroskopis, bersifat membakar sulfat pekat karena dapat
S bahan organik dan dapat menyebabkan kerusakan
O merusak jaringan tubuh paru-paru, kontak dengan
4 Gunakan ruang asam untuk kulit menyebabkan
proses pengenceran dan dermatitis, sedangkan
hidupkan kipas penghisapnya. kontak dengan mata
menyebabkan kebutaan.

N Senyawa ini bersifat higroskopis Dapat merusak jaringan


a dan menyerap gas CO2. tubuh.
O
H

N Senyawa ini mempunyai bau Menghirup senyawa ini pada


H yang khas. konsentrasi tinggi dapat
3 menyebabkan
pembengkakan saluran
pernafasan dan sesak nafas.
Terkena amonia pada
konsentrasi 0.5% (v/v)
selama 30 menit dapat
menyebabkan kebutaan.

H Senyawa ini sangat beracun. Hindarkan


27 kontak dengan
C kulit. Jangan menghirup gas
N ini karena dapat
menyebabkan pingsan dan
kematian.

H Gas/uap maupun larutannya Dapat menyebabkan iritasi


F sangat beracun. kulit, mata, dan saluran
pernafasan.

H Senyawa ini bersifat korosif. Dapat menyebabkan luka


Pemeriksaan penunjang
1) Pulse Oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat pulse akibat
ikatan CO terhadap hemoglobin sehingga kadar karboksihemoglobin seringkali
diartikan sebagai oksihemaglon.
2) Analisa Gas darah tujuanya Untuk mengukur kdar karboksihemoglobin ,
keseimbangan asam basa dan kadara gas racun.
3) Elektrolit Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasl dari resusitasi
cairan dalam jumlah besar
4) Darah lengkap Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi saat
setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif akibat pemulihan
volume intravaskular. Anemia berat biasanya terjadi akibat hipoksia atau ke
tidak seimbangan hemodinamik. Peningkatan sel darah putih untuk melihat
adanya infeksi
5) Laringoskopi dan Bronkoskopi fiberoptik Keduanya dapat digunakan sebagai
alat diagnostik maupun terapeutik. Pada bronkoskopi biasnya didapatkan
gambaran jelaga, ulserasi, sekresi, mukopurulen. Bronkoskopi serial berguna
untuk menghilangkan debris dan sel- sel nekrotik pada kasus-kassus paru atau
jika suction dan ventilasi tekanan positif tidak cukup memadai.

Tindakan gawat darurat pre-hospital:


1) 3A aman diri, aman lingkungan, aman pasien. Untuk menghindari kontak
selanjutnya, penderita harus segera di pindahkan. Buka semua pintu dan
jendela (jika berada di dalam ruangan). Lapas pakaian atau baju klien jika
tercium bau gas yang menyengat.
2) Cek respon klien
3) Posisikan klien, dengan posisi semi fowler atau fowler. Jika klien tidak
sadarkan diri buka jalan nafas.
4) Aktifksn SPGDT (telpon 119).
5) Meminta pertolongan pada oraang di sekitar kejadian

Selagi menunggu bantuan datang:


1) Jika pasien mengalami konvulsi tempatkan di tempat tidur dalam
rungan yang gelap dan jauhkan dari suara bising.
2) Jika terjadi depresi pernafasan berikan pernafasan bantuan.
(Drs. Sartono, Racun & keracunan:194)

Tindakan gawat darurat inhospital:


1) Terapi primer
a) Airway
Buka jalan nafas bersikan broncial sekret. jika dicurigai seseorang dengan
trauma inhalsi maka sebaiknya dilakukan intubasi cepat untuk melindungi jalan
nafas sebelum terjadi pembengkakan pembekakan wajah 28 dan faring akan
mengalami keparahan 24-48 jam setelah kejadian , dimana jika terjadi edema
maka yang diperlukan adalah trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi
oral tidak dapat dilakukan.
b) Breathing
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernafasan seperti susah nafas,
stridor , batuk, retraksi suara nafas bilateral atau anda –tanda keracunan gas
racun maka dibutuhkan oksigen 100% dengan masker NRM, sampai kadar
karboksihemoglobin tidak membahayakan. Kadar karboksihemoglobin akan
berkurang sampai 50% dalam waktu 1 – 2 jam. Jika kadar karboksi
hemoglobin dalam darah lebih dari 20%, maka di lanjutkan terapi oksigen
hiperbalik hingga kadar karboksi hemoglobin ≤20%. (Drs. Sartono, Racun &
keracunan 2002:194).
c) Circulation
Pengukuran tekanan darah dan nadi untk mengetahuti stabilitas hemodinamik.
Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan resusitasi cairan intravena. Pada
pasien dengan trauma inhalasi biasanya dalam 24 jam pertama digunakan
cairan kristaloid 40-75%.
d) Disability, observasi kesadaran klien secara berkala.
e) Exposure, observasi keadaan tubuh klien secara berkala.
2) Pasien dengan keracunan gas berat, setela diberikan oksigen 100% kadar gas
racun yang berkarboksi dengan hemoglobin ≥20% maka segera dilakukan
penatalaksanaan terapi oksigen hiperbalik (HBOT), metode pengobatan
berupa oksigen murni 100% didalam ruangan tertutup dengan tekanan udara
2 sampai 3 kali lebih besar dari tekanan atmosfir. Tujuan untuk menciptakan
oksigen lebih padat dalam plasma darah.

3) Pasien mendapatkan Terapi antidot untuk menginaktifkan racun. Antidot di


sesuaikan dengan gas racun yang di hirup oleh klien.

Keracunan lewat Kulit


Pengertian Gigitan Hewan berbisa
Gigitan hewan berbisa adalah gigitan atau serangan yang diakibatkan oleh
gigitan hewan berbisa seperti ular, laba-laba, kalajengking dll.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa
tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh
kelenjar khusus.
(Sentra informasi keracunan nasional badan POM)
Penyebab Keracunan Melalui Kulit
Penyebab dari keracunan kulit ini biasanya terjadi karena sengatan atau
gigitan hewan berbisa. Antara lain sebagai berikut:
1) Gigitan ular
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) Bisa ular yang
29
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b) Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)Yaitu bisa ular yang merusak dan
melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat
dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan
jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c) Bisa ular yang bersifat Myotoksin Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering
berhubungan dengan maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan
kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d) Bisa ular yang bersifat kardiotoksin Merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
e) Bisa ular yang bersifat cytotoksin,dengan melepaskan histamin dan zat
vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.Bisa ular yang
bersifat cytolitik Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di
jaringan pada tempat gigitan.Enzim-enzim Termasuk hyaluronidase sebagai
zat aktif pada penyebaran bisa.
2) Gigitan kalajengking
Racun kalajengking merupakan campuran kompleks yang terdiri dari protein,
neurotoksin, toksin hemolitik, fosfodiesterase, fosfolipase A, hyaluroinidase,
asetikolinesterase, glikosaminoglikan, histamine, serotonin , dan zat-zat lain.
Neorotaksin dalam racun kalajengking sangat mematikan bahkann lebih
mematikan dibandingkan neurotoksin dari bisa ular. Neurotoksin adalah
komponen Venom atau racun yang bekerja pada sistem saraf. hasil analisa
menunjukan niklai LD50 beberapa neuroksin kalajengking 10 kali lipat lebih
kuat dari pada sianida.
Patofisiologi
Bisa hewan yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.
Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat
mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf
yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan
oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk
bernapas. Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem
pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi
koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.

30
a. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaaan kimia darah,yang digunakan untuk menganalisa zat-
zat kimia organik yang terlarut dalam darah,pemeriksaan ini
berfungsi untuk mengetahui : Fungsi hati, ginjal dan asam urat, gula
darah fungsi jantung, fungsi pankreas dan elektrolit.
2) Pemeriksaan darah lengkap hematologi leukosit, eritrosit,
hemoglobin, hematrokit.
3) Waktu protrombin, adalah pengukuran waktu yang dibutuhkan bagi
darah untuk membeku. Pembekuan darah membutuhkan vitamin K
dan beberapa faktor pembekuan (protein) yang dibuat oleh hati.

b. Penatalaksanaaan Pra-hospital
1) Aman diri, aman lingkungan, aman pasien.
2) Cek respon dengan skala AVPU (Alert voice pain unconscious)
3) Penderita segera dibaringkan
4) aktifkan spgdt (119)
5) Meminta bantuan pada orang sekitar tempat kejadian

ketika menunggu bantuan datang segera lakukan :


1) Pasang torniket diatas gigitan, antara kaki atau tangan posisi jantung
harus lebih tinggi dari luka gigitan, pulse dibawah torniket jangan
sampai hilang, dan torniket dibuka selama 30 detik setiap 15 menit.
Alternatif lain juga dengan dibalut kuat.
2) Dinginkan bagian diatas luka gigitan dengan es batu.
3) Untuk sengatan lebah/kalajengking, kelenjar bisa yang masih
menempel segera dibuang dengan ujung kuku atau dengan pisau,
karena masih dapat memompakan bisa. (Drs. Sartono,racun dan
keracunan2002:283)
4) Penderita segera dibawa ke rumah sakit.

c. Penatalaksanaan intra-hospital
1) terapi primer
a) Airways: jaga jalan nafas, bersihkan dari bronchial sekresi.
b) Breathing: beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan
intubasi
c) Circulation: pasang IV line, pantau vital sign
d) Disability : observasi kesadaran klien secara berkala
e) Exposure : observasi keadaan tubuh klien secara berkala
2) pada keracunan bisa melalui gigitan binatang berbisa berikan
adrenalin 0,5 mg sereara IM, pada keracunan sengatan lebah bisa
diberikan melalui inhalasi seperti inhaler (Drs. Sartono,racun dan
keracunan2002:284). Ardelaninn berguna untuk menangani reaksi
yang ditimbulkan dari racun seperti pembengkakan, gangguan
pernafasan, kolap dan hilang kesadaran.
3) Setelah diberikan adrenalin lalu pemberian Antidote, Antidote
antibisa berguna untuk menginaktifkan racun 31 bisa, sengatan dan
gigitan binatang berbisa, melawan efek racun yang telah masuk
pada organ target.
Asuhan Keperawatan Keracunan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Pengkajian primer bertujuan untuk mengetahui dengan segera kondisi
yang mengancam nyawa pasien, dilakukan dalam tempo waktu yang
singkat.
1) Airways :
Pengkajian mengenai kepatenan jalan nafas. Caranya dengan mengajak
pasien bicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas.
2) Breathing :
Kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur, kedalaman
napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan dada.
3) Circulation :
Meliputi pengkajian volume darah dan kardiak output serta pendarahan.
Pengkajian ini meliputi, nadi (karotis/radial), kulit (hipoperfusi/
hipoperfusi (CRT))

4) Disability :
Yang dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.
Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A : Alert (waspada), pasien waspada dan tidak membutuhkan rangsangan.
V : Verbal, pasien hanya merespon terhadap rangsangan verbal.
P : Pain (nyeri), pasien hanya respon terhadap rangsangan nyeri.
U :Unresponsive (tidak ada respon), pasien tidak merespon dengan
rangsangan apapun.
5) Exposure :
Mengkaji keadaan anggota tubuh klien, dengan mengobservasi adanya
jejas atau trauma pada anggota tubuh klien terutama pada bagian servikal
dan tulang belakang.
b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan ke belakang.
c. Anamnesis
Pemeriksaann data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan baian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat
medis, riwayat medis, A : Alergi, adakah alergi pada pasien seperti obat –
obatan, plester, dan makanan
M : Medikasi/ Obat – obatan, obat – obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, penyalah
gunaan obat, dll
P : Pertinent Medical History, riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah di derita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
32 obat – obatan
herbal
L : Last Meal, obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk
dalam komponen ini.
E : Events, hal – hal yang bersangkutan dengan sebab cedera ( kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah,
cairan lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum,
elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto
toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes
toksikologi kuantitatif.
3. Rencana Keperawatan

Rencana Keperawatan Keracunan melalui inhalasi


No
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
.
1. Pola nafas tidak Setelah Airway : 1.1 Untu
efektif b.d obstruksi jalan dilakukan 1.1 Kaji kepatenan jalan k mengetahui
nafas, ditandai dengan : tindakan nafas, obstruksi jalan adanya
Ds : - keperawatan nafas karena lender obstruksi pada
Do : selama 1x15 atau dahak. jalan nafas
 RR : 28x/menit menit, pola nafas 1.2 Lakukan menejemen pasien.
 TD : 140/100 mmHg menjadi efektif airway, headtilit-chin 1.2 Untu
 N : 53x/menit dengan criteria lift/ jaw thrust k membuka
 T : 35,8 °C hasil : 1.3 Lakukan jalan nafas
 GCS : E3V5M5 1. RR dalam pemasangan pasien
 Nafas pendek dan cepat, batas normal oro/naso faringeal 1.3 Me
irama nafas tidak teratur, (16- airway. mbantu
suara nafas ronki, 24x/menit) Breathing : membuka jalan
terlihat adanya 2. Irama nafas 1.4 Kaji adanya dispneu, nafas pasien
penggunaan otot bantu teratur kaji pola pernapasan 1.4 Men
pernafaan. (vesikuler) 1.5 Monitor saturasi getahui adanya
 Sianosis 3. GCS normal oksigen pasien. dispneu
(E4V5M6) 1.6 Observasi tanda- 1.5 Men
tanda distress getahui kadar
pernapasan : oksigen
penggunaan otot didalam tubuh
bantu, retraksi pasien.
interkosta, nafas 1.6 Men
cuping hidung. getahui adanya
1.7 Pemberian
33 terapi distress
oksigen dosis tinggi pernapasan
(NRM 100%) sesuai atau tidak
kolaborasi dokter. 1.7 O2
Circulation : kadar tinggi
1.8 Monitor perubahan akan
warna kulit, nadi dan membantu CO
CRT. untuk
Disability : memisahkan
1.9 Observasi perubahan dri dari Hb
tingkat kesadaran. 1.8 Men
Exposure : getahui adanya
1.10 Observasi kulit, dan sianosis atau
anggota tubuh lain. tidak.
1.9 Men
getahui adanya
perubahan
tingkat
kesadaran
pasien.
1.10 Meli
hat apakah
terdapat jejas,
atau trauma
pada bagian
tubuh klien
terutama pada
servikal dan
tulang
belakang.

34
Rencana Keperawatan Keracunan melalui kulit
No
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan KH: Intervensi Rasional
.
1. Nyeri b.d proses inflamasi Setelah Airway : 1.1 Untuk
ditandai dengan : dilakukan a.1 Kaji kepatenan mengetahui adanya
Ds : tindakan jalan nafas, obstruksi pada
Pasien mengatakan sakit keperawatan 1x30 obstruksi jalan jalan nafas pasien.
pada betis bawah sebelah menit, diharapkan nafas karena 1.2 Untuk
kiri. nyeri berkurang/ lender atau membuka jalan
Klien mengatakan kepala nyeri hilang dahak. nafas pasien.
pusing, dan mata dengan KH : a.2 Lakukan 1.3 Membant
berkunang.  Skala nyeri 1-2 menejemen u membuka jalan
P : gigitan ular  Mampu airway, nafas pasien.
Q : terbakar mengontrol headtilit-chin 1.4 Mengetah
R : seluruh kaki bagian kiri nyeri lift/ jaw thrust ui adanya dispneu.
S:5  Mengatakan a.3 Lakukan 1.5 Mengetah
T : terus menerus nyeri berkurang pemasangan ui kadar oksigen
Do : dengan oro/naso didalam tubuh
TD : 13/90 mmHg menggunakan faringeal pasien..
N : 90x/menit menejemen airway. 1.6 Mengetah
RR : 23x/menit nyeri Breathing : ui adanya distress
T : 37,1°C  Menyatakan a.4 kaji adanya pernapasan atau
Terlihat gigitan ular pada rasa nyaman dispneu, kaji tidak..
tungkai kaki. setelah nyeri pola 1.7 Membant
Leukosit : 14 gr/dL berkurang. pernapasan u memperlancar
Terlihat pembengkakan a.5 Monitir saturasi pernapasan..
pada luka gigitan ular. oksigen pasien. 1.8 Mengetah
Pasien terlihat meringis a.6 Observasi ui adanya sianosis
Terdapat ekimosis di area tanda-tanda atau tidak..
gigitan ular distress 1.9 Mengetah
pernapasan : ui adanya
penggunaan abnormalitas dalam
otot bantu, darah.
retraksi 1.10 Menghen
interkosta, tikan terjadinya
nafas cuping syok anafilaksis.
hidung. 1.11 Mengetah
a.7 Pemberian ui adanya
terapi oksigen perubahan tingkat
sesuai kesadaran pasien.
kolaborasi 1.12 Melihat
dokter. apakah terdapat
Circulation
35 : jejas, atau trauma
a.8 Monitor pada bagian tubuh
perubahan klien terutama pada
warna kulit, servikal dan tulang
nadi dan CRT. belakang, melihat
a.9 Lakukan adanya luka bekas
pengambilan gigitan ular pada
darah anggota tubuh lain
a.10 Berikan klien.
adrenalin 0,5 1.13 Mengetah
mg via IM ui karakteristik
Disability : nyeri untuk
a.11 Observasi menjalankan
perubahan intervensi
tingkat selanjutnya.
kesadaran 1.14 Perubaha
Exposure : n
a.12 Observasi lokasi/karakter/inte
kulit, dan nsitas dapat
anggota tubuh mengidentifikasi
lain terjadinya
Pain komplikasi.
Management : 1.15 Posisi
a.13 Kaji skala nyaman dapat
nyeri membantu
(PQRST) mengurangi nyeri
a.14 Observasi 1.16 Memfoku
keluhan nyeri, skan kembali
perhatikan perhatian dan
lokasi, meningkatkan
karakter dan relaksasi.
intensitas. 1.17 Membant
a.15 Posisikan u mengurangi nyeri
pasien dengan menekan
senyaman pusat nyeri.
mungkin 1.18 Mampu
a.16 Ajarkan menetralisir bias
pasien teknik ular yang beredar
menejemen dalam darah
stress dan pasien.
teknik
relaksasi
a.17 Kolaborasika
n pemberian
analgetik
dengan dokter
a.18 Kolaborasika
36
n pemberian
SABU
dengan dokter
Rencana Keperawatan Keracunan melalui oral (Organofosfat)
No. Diagnose keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
2. Kekurangan volume Setelah Airway : 1.1Untuk
cairan b.d output cairan dilakukan tindakan 1.1 Kaji keoatenan mengetahui apakah
berlebih ditandai dengan : keperawatan 1x3 jam jalan nafas, adanya resiko
Ds :- diharapkan cairn obstruksi jalan sumbatan pada jalan
Do : tubuh pasien kembali nafas karena nafas.
Mual terpenuhi dengan KH sputum atau lendir. 1.2 Untuk membuka
Muntah : 1.2 Lakukan jalan nafas.
Diare 1. Pasien dapat menejemen airway, 1.3 Membuka jalan
Akral dingin bernafas dengan headtilit-chinlift/ nafas pasien yang
Kulit berkeringat mudah tanpa otot jaw thrust . terhalang oleh
Mukosa bibir kering bantu pernafasan 1.3 Lakukan suction lendir.
RR : 28x/menit 2. TTV dalam batas pada mulut pasien. 1.4 Mencegah
TD : 180/120 mmHg normal 1.4 Pasang intubasi terjadinya aspirasi
N : Arithmia TD : systole : pada pasien dalam
T: 35,8°C 90-130, diasotole : Breathing : penatalaksanaan
Hb : 11,9 gr/dL 70-100 mmHg 1.5 Kaji frekuensi, kumbah lambung.
GCS : 12 ( E3V4M5) N : 60-100x/s suara nafas, 1.5 Untuk mengetahui
RR : 16-24x/s kedalaman, suara nafas.
T : 36.5-37,5°C ekspansi paru. 1.6 Untuk mengetahui
3. GCS normal 1.6 Obsvervasi tanda adanya beban
E4V5M6 distress nafas.
4. Tidak ada tanda – pernapasan : 1.7 Memperlancar
tanda dehidrasi. penggunaan otot jalan nafas
bantu pernapasan, 1.8 Mengurangi
retraksi interkosta, kandungan CO
pernapasan cuping dalam tubuh.
hidung 1.9 Mengetahui
1.7 Bantu klien adanya resiko
mengatur posisi sianosis atau
fowler/semifowler turgor kulit yang
1.8 Kolaborasikan jelek.
pemeberian O2 1.10 Mengetahui
sesuai anjuran kadar O2 dalam
dokter. darah
Circulation : 1.11 Untuk
1.9 observasi memenuhi
frekuensi,
37 elektrolit dan
kekuatan dan gula darah
keteraturan nadi pasien
karotis. 1.12 Mengetahui
1.10 Monitor saturasi kadar O2 dalam
O2 tubuh.
1.11 Lakukan 1.13 Mengetahui
pemasangan respon pasien.
infuse NaCl 0,9% 1.14 Melihat apakah
100ml/kg terdapat jejas,
1.12 Lakukan atau trauma pada
pemeriksaan bagian tubuh
darah lengkap klien terutama
Disability : pada servikal
1.13 kaji pupil, dan tulang
respon pasien, belakang
gerakan pasien. 1.15 Membersihkan
Exposure : lambung dari
1.14 Observasi kulit, sisa racun dalam
dan anggota lambung.
tubuh lain 1.16 Antidot
Decontamination diperuntukkan
1.15 Lakukan sebagai penawar
kumbah racun zat kimia
lambung yang menyerang
melalui NGT system syaraf,
Farmacology dan keracunan
Terapy pestisida.
1.16 Pemberian 1.17 Memonitor
antidote balance cairan
(atrophine) pasien.
sesuai anjuran 1.18 Melihat adanya
dokter. peningkatan
Fluid rehidrasi.
Management 1.19 Mempertahanka
1.17 Lakukan n status hidrasi.
pemasangan
kateter urine
1.18 Monitor status
hidrasi
1.19 Pertahankan
intake dan
output yang
adekuat

38
PEMBAHASAN PENGKAJIAN AIRWAY, BREATHING DAN
CIRCULATION
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung
dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat
pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan
sehinggat erhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem
pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat
dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien
dengan kekurangan oksigen dapat jatuh
dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat
sehingga memerlukan pertolongan segera.
Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit
akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita
gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah
mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei
sekunder. Tahapan kegiatan meliputi :

A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai
controlservikal.
B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasiadekwat.
C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
D:Disability,mengecekstatusneurologis
E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia.

Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang mengancam


nyawa pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas.
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik). Apabila teridentifikasi henti nafas dan henti
jantung maka resusitasi harus segera dilakukan.

Apabila menemukan pasien dalam keadaan tidak sadar maka pertama kali
amankan lingkungan pasien atau bila memungkinkan pindahkan pasien ke tempat
yang aman. Selanjutnya posisikan pasien ke dalam posisi netral (terlentang)
untuk memudahkan pertolongan.

Penilaian airway dan breathing dapat dilakukan dengan satu gerakan dalam waktu
yang singkat dengan metode LLF (look, listendanfeel).

AIRWAY

Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji kelancaran
nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas
seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur
pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang.

Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal, barangkali


terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk membebaskan jalan
nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin lift seperti pada
gambardibawahini :

Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :


-sianosis(mencerminkanhipoksemia)
-retraksiinterkota(menandakanpeningkatanupayanafas)
-pernafasancupinghidung
- bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan nafas)
- tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total jalan nafas atau henti
nafas)

BREATHING

Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat bernafas secara
adekwat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk terjadinya pertukaran gas, terutama
masuknya oksigen yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan
ekspirasi merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi
mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan diafragma.

pengkajian pernafasan di lakukan efaluasi :


1. Pergerakan dada
2. Adanya bunyi nafas
3. Adanya hembusan nafas

CIRCULATION
Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan pembuangan
karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem
kardiovaskuler.
TRIAGE

Jika kita berkunjung ke UGD atau IRD suatu rumah sakit sering kita jumpai
istilah tiage (baca : trias) yang berasal dari bahasa Perancis.

Triage adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat ringannya trauma


atau penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan.

Tujuan : Dapat menangani korban/pasien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai
dengan sumber daya yang ada

Macam-macam korban :

1. Korban masal : lebih dari 1 orang harus ditolong lebih dari 1 penolong,
bukan bencana
2. Korban bencana : korban lebih besar dari korban masal

Prinsip-prinsip triage :

“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik
untuk jumlah terbanyak” dengan seleksi korban berdasarkan :

1. Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit


2. Dapat mati dalam hitungan jam
3. Trauma ringan
4. Sudah meninggal

Dari yang hidup dibuat prioritas

Prioritas : penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan


pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul

Tingkat prioritas :

a. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat
berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III > 25%
b. Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
c. Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh
luka superficial, luka-luka ringan
d. Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.

Penilaian dalam triage

a) Primary survey (A,B,C) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya


b) Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan
selanjutnya
c) Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan pada
A, B, C, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.
d) Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban

Perencanaan triage

1. Persiapan sebelum bencana


2. Pengorganisasian personal (bentuk tim triage)
3. Pengorganisasian ruang/tempat
4. Pengorganisasian sarana/peralatan
5. Pengorganisasian suplai
6. Pelatihan
7. komunikasi

Pemimpin triage

Hanya melakukan

a. Primary survey
b. Menentukan prioritas
c. Menentukan pertolongan yang harus diberikan

Tim triage

1. Bertanggung jawab
2. Mencegah kerusakan berlanjut atau semakin parah
3. Pilah dan pilih korban
4. Memberi perlindungan kepada korban.
Dokumentasi/rekam medis triage

1. Informasi dasar : nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera,


pertolongan pertama yang telah diberikan
2. Tanda-tanda vital : tensi, nadi, respirasi, kesadaran
3. Diagnosis singkat tapi lengkap
4. Kategori triage
5. Urutan tindakan preoperatif secara lengkap

Perhatian :

Jika fasilitas kurang memadai maka


lebih diutamakan yang potensial
selamat. Contoh : jika korban label
merah lebih potensial selamat maka
label biru dapat berubah menjadi label
hitam
Dalam keadaan bencana, lebih baik
memberi bantuan lebih daripada kurang
Pikirkan kemungkinan yang paling
buruk sehingga dapat mempersiapkan
lebih baik
BHD (Bantuan Hidup Dasar)

Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat
gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak
ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan
dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).

INDIKASI BHD :

1. Henti Napas : Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan
aliran udara pernapasan dari korban / pasien

2. Henti Jantung : Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan


tanda awal akan terjadi henti jantung.

Langkah-langkahBHD :

A. ProsedurDasarCPR
1. Pastikan keamanan penolong dan pasie

b. Nilai Respon klien

c. Segera Berteriak Minta Pertolongan

d. Memperbaiki Posisi Pasien

 Posisi Supine

 Bila pasien tidak memberikan respon : tempatkan pd permukaan datar dan


keras

 Bila curiga cedera spinal; pindahkan pasien dengan cara: kepala, bahu dan
badan bergerak bersamaan (log roll / in-line)

e. Memperbaiki posisi penolong


Posisi penolong : di samping pasien / di atas kepala (kranial) pasien

B. SurveiPrimer
1. AIRWAY(JALANNAFAS)
2. BREATHING
EVALUASI :

 Jika mengalami kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang efektif,


periksa apakah masih ada sumbatan di mulut pasien serta perbaiki posisi
tengadah kepala dan angkat dagu yang belum adekuat. Lakukan sampai
dapat dilakukan 2 kali nafas buatan yang adekuat.

 Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum
sadar, ubah posisi pasien ke posisi miring mantap, bila pasien muntah
tidak terjadi aspirasi .

 Waspada terhadap kemungkinan pasien mengalami henti nafas kembali,


jika terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan nafas buatan kembali.

3. CIRCULATION
4. EVALUASI CIRCULATION, AIRWAY & BREATHING

SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)

SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri
dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar
Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time
saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam
umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem
komunikasi.

SPGDT dibagi menjadi :

SPGDT-S(Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling terkait
yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit – antar Rumah
Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien tetap hidup.
Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai berikut :

1. Pra Rumah Sakit

1. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat

2. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita


gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan medik
3. Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau
awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)

4. Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari


tempat kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)

2. Dalam Rumah Sakit

1. Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit

2. Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)

3. Pertolongan di ICU/ICCU

3. Antar Rumah Sakit

1. Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)

2. Organisasi dan komunikasi

SPGDT-B (Bencana)SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra


Rumah Sakit dan Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu
sebagai khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan
(eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan umum untuk menyelamatkan
korban sebanyak banyaknya.

Tujuan Khusus :

1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali
dalam masyarakat sebagaimana mestinya.

2. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang


lebih memadai.

3. Menanggulangi korban bencana.

Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :

1. Kecepatan menemukan penderita.

2. Kecepatan meminta pertolongan.

Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :


1. Ditempat kejadian.

2. Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.

3. Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.

Daftar pustaka

Suarilah Ira,2012,Asuhan Keperawatan Sistem Muskoloskeletal,Jawa


Timur.Medical Surgical Dept School of Nursing Airlangga.
Engram Barbara,1999,Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah
Vol.2,Jakarta.Penerbit buku kedokteran EGC.
Hardhi amin,2015,Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Dan Nanda Nic Noc,Jogjakarta.Penerbit Mediaction Publishing.
Baradero, Mary. 2008. Klien gangguan kardiovaskuler: seri asuhan
keperawatan. Jakarta: EGC.
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan medikal-bedah: buku saku untuk
Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Huda, Amin dan Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan nanda nic-noc edisi revisi jilid 1.
Yogyakarta: MediAction.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.
Auryn, virzara. 2009. Mengenal dan Memahami Strok. Jogjakarta : Kata Hati
Nabyl R.A. 2012. Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Stroke. Yogyakarta :

Auliya Publishing
Widyanto dan Triwibowo. 2013. Trend Disease (trend penyakit saat ini).

Jakarta : CV. Trans Info Media


Rendy dan Margareth.2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit

Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika


Herdman T. Heather (2015) NANDA Internationan Inc. Diagnosis

Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017 : Jakarta, ECG


Carpenito Juall Lynda (2009). Diagnosis Keperawatan : Aplikasi Pada

Praktik Klinis, Ed.9. Jakarta. ECG

You might also like