You are on page 1of 5

Minyak dan Strategi Ketahanan Energi Indonesia

14/09/2015

Dewan Energi Nasional (DEN) mendefinisikan ketahanan energi sebagai suatu kondisi
terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga terjangkau
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup
(DEN, 2015). Tingkat ketahanan energi suatu negara berbeda-beda, termasuk aspek, indikator
dan teknik penilaiannya. DEN pada akhir 2014 yang lalu baru saja menerbitkan buku tentang
Ketahanan Energi Nasional, yang menggambarkan situasi (secara kuantitatif) ketahanan
energi nasional di tahun 2013 – 2014, yang didasarkan pada aspek 4A yaitu Availability,
Accessibility, Acceptability dan Affordability.

Availability merupakan ketersediaan sumber energi dan energi baik dari domestik maupun
luar negeri. Accessibility menunjukkan kemampuan masyarakat untuk mengakses sumber
energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografik dan geopolitik.
Affordability meliputi biaya investasi di bidang energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi
dan distribusi, hingga biaya yang dikenakan kepada konsumen. Sedangkan Acceptability
memperhatikan penggunaan energi yang peduli lingkungan, termasuk penerimaan
masyarakat (seperti nuklir). Selain itu juga mempertimbangkan jenis energi yang digunakan
publik, infrastruktur, tingkat pemanfaatan energi dan lingkungan hidup.

DEN menggunakan konsep 4A untuk mengukur ketahanan energi karena mampu


mengakomodasi sisi suplai (penyediaan), penggunaan/pemanfaatan (demand), infrastruktur
dan harga keekonomian komoditas energi. Konsep ini juga digunakan oleh APERC (The
Asia Pacific Energy Research Center) dalam menilai ketahanan energi. DEN mengukur nilai
ketahanan energi Indonesia dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy
Process) yang meliputi 20 indikator ketahanan energi. Aspek availability terdiri dari:
Cadangan dan Sumber Daya Migas, Cadangan dan Sumber Daya Batu bara, Impor Minyak
Mentah, Impor BBM/ LPG, Cadangan BBM/LPG Nasional, Cadangan Penyangga Energi,
Pencapaian Energi Mix (TPES) dan DMO Gas dan batu bara. Aspek accesstability yaitu
Penyediaan BBM/LPG, Penyediaan Gas Bumi, Penyediaan tenaga Listrik, Pelayanan
Distribusi Gas Bumi dan Pelayanan Listrik. Aspek affordability: Harga Gas Bumi, Harga
BBM/LPG, Harga Listrik dan Produktivitas Energi. Aspek acceptability: Peranan EBT,
Efisiensi Energi dan Intensitas GRK.

Pada artikel ini penulis memfokuskan pembahasan pada salah satu dari sumber energi yang
cukup menjadi sorotan publik saat ini, yakni minyak bumi. Bagaimana dan sejauh apa peran
minyak bumi dalam strategi ketahanan energi nasional?. Penulis akan memaparkan dari sisi
perkembangan kondisi dan strategi pencapaian energi mix dari minyak bumi, situasi dan
tantangan strategi pencadangan, serta dan juga beberapa aspek yang menjadi tantangan dari
strategi ketahanan energi nasional, seperti ketersediaan kilang,

Kebijakan Energi Nasional


Secara umum kebijakan energi Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 79/2014
tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) menggantikan Peraturan Presiden (Perpres)
05/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. KEN disusun sebagai pedoman untuk memberi
arah pengelolaan energi nasional, guna mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan
energi nasional dan untuk mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan.
Kebijakan pengelolaan energi didasarkan pada prinsip keadilan, berkelanjutan, dan
berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional.
KEN dilaksanakan sampai tahun 2025 dan 2050.

Beberapa kebijakan utama KEN antara lain:

1. Mengubah paradigma energi yang semula sebagai komoditi menjadi modal pembangunan,
2. Memprioritaskan penggunaan energi baru terbarukan serta meminimalkan penggunaan 

minyak bumi dengan mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan mengandalkan batu bara 

sebagai pasokan energi nasional,
3. Mengurangi ekspor energi fosil secara bertahap terutama gas dan batu bara, dan
menetapkan 
batas waktu untuk memulai menghentikan ekspor,
4. Mengurangi subsidi BBM dan listrik secara bertahap sampai dengan kemampuan daya beli

masyarakat tercapai serta mengalihkan subsidi untuk energi terbarukan,
5. Mewajibkan Pemerintah untuk menyediakan Cadangan Penyangga Energi (CPE) dan
cadangan strategis energi, di samping memastikan ketersediaan cadangan operasional oleh
badan 
usaha.

Terkait minyak bumi, secara spesifik KEN menghendaki penggunaan energi baru terbarukan
sebagai prioritas dengan meminimalkan penggunaan minyak bumi. Di sisi lain, didorong
pengoptimalan pemanfaatan gas bumi dan batubara, sebagai substitusi dari minyak bumi.
Sedangkan di sektor hilir, KEN mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi subsisi BBM
(dan listrik) secara bertahap sampai dengan kemampuan daya beli masyarakat tercapai serta
mengalihkan subsidi untuk energi terbarukan. KEN juga mewajibkan Pemerintah untuk
menyediakan Cadangan Penyangga Energi (CPE) dan cadangan strategis energi, termasuk
diantaranya bersumber dari minyak bumi.

Bauran Energi Minyak : Cenderung Menurun Namun Perlu Diwaspadai


KEN menetapkan target bauran energi primer tahun 2025 dan tahun 2050. Target bauran
energi merupakan sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer serta sebagai arah
pengelolaan energi nasional. Langkah-langkah pencapaian target bauran KEN dijabarkan
dalam Rencana Umum Energi Nasional yang kini sedang disiapkan oleh Pemerintah dan
DEN. Target bauran energi primer untuk 2025, 2030 hingga 2050 dapat dilihat pada gambar
berikut ini:

KEN memproyeksikan penyediaan energi primer akan mencapai 400 million tonnes of oil
equivalent (Mtoe) pada tahun 2025, 480 Mtoe tahun 2030 dan 1.000 Mtoe pada tahun 2050.
KEN akan mendorong pengurangan penggunaan minyak dengan cara meningkatkan produksi
batu bara dan energi baru terbarukan (EBT), sedangkan produksi gas alam diharapkan akan
meningkat menjadi 88 Mtoe tahun 2025 dan pada tahun 2050 diharapkan bisa dihasilkan 240
Mtoe. Pada tahun 2025 dan 2030 batu bara diproyeksikan menjadi sumber energi utama
dengan share 30% tetapi kemudian ketergantungan energi fosil akan dikurangi, sebagai
gantinya pada tahun 2050 energi baru terbarukan diharapkan menjadi sumber energi utama
dengan porsi mencapai 31%.

Minyak mendominasi suplai energi primer di Indonesia, tetapi prosentasenya terus


mengalami penurunan, pada tahun 2000 porsi minyak mencapai 59,6% dari total suplai
energi primr di Indonesia, kemudian prosentasenya turun menjadi 46,08% tahun 2013. Pada
kurun waktu yang sama, batu bara mengalami kenaikan 17,99%, sedangkan EBT dan gas
mengalami penurunan 0.03% dan 4,40%. Tahun 2013 energi final paling besar dikonsumsi
oleh industri 42,12%, kemudian transportasi 38,80%, rumah tangga 11,56%, komersial
4,25% dan lainnya 3,26%. Konsumsi energi meningkat setiap tahun seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk. Meski sejak dikeluarkannya Perpres 05/2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional hingga 2014 secara umum prosentasi Minyak dalam bauran
energi nasional tercatat menurun. Gambar.2 Berikut merupakan capaian bauran energi selama
2007 hingga 2014 (*angka sementara):

Meski secara keseluruhan bauran energi Minyak jika dibandingkan tahun 2007 memiliki
kecenderungan menurun sebesar 1,6%, namun khusus di tahun 2014 prosentasenya
mengalami kenaikan hingga 1,2 %. Hal tersebut menurut penulis dipengaruhi oleh
menurunnya prosentase bauran penggunaan gas dan hidropower, dikarenakan sumber energi
tersebut satu sama lain bersifat saling mengsubstitusi.
Kenaikan prosentase Minyak dalam bauran energi nasional dari tahun 2013 hingga 2014 ini
patut diwaspadai, karena jika kecenderungannya terus menaik, maka target Kebijakan Energi
Nasional untuk mengurangi penggunaan minyak bumi akan terancam gagal. Kekhawatiran
tersebut terutama juga didukung oleh semakin naiknya subsidi energi secara keseluruhan,
terutama karena terus bertambahkan populasi penduduk. Tercatat subsidi energi naik sebesar
3.3% dibanding tahun 2013 (sebesar 299,8 Triliun Rupiah).

Strategi Pencadangan Minyak : tingkat pengembalian cadangan yang terus menurun di bawah
angka patokan tertinggi. Cadangan minyak bumi Indonesia tersebar hampir di seluruh
wilayah Indonesia. Cadangan paling besar berada pada wilayah Sumatera Bagian Tengah dan
Jawa Timur. Gambar.3 di bawah ini merupakan peta cadangan minyak dan gas bumi tahun
2014.

Gambar 3. Peta Cadangan Migas Tahun 2014. Sumber : Kementerian ESDM, diolah oleh
Dewan Energi Nasional (www.den.go.id)

Pada tahun 2014 cadangan minyak bumi Indonesia tinggal 7.375,10 million stocks tank
barrels (MMSTB), terdiri dari cadangan terbukti 49,14% dan cadangan potensial 50,86%.
Cadangan terbukti merupakan cadangan yang memiliki tingkat kepastian paling tinggi,
informasi bawah permukaannya lebih lengkap jika dibandingkan cadangan potensial.
Cadangan terbukti terbagi menjadi 2, yaitu cadangan terbukti yang sudah dikembangkan dan
cadangan terbukti yang belum dikembangkan. Cadangan terbukti Indonesia sebesar 3.624,30
MMSTB sedangkan cadangan potensial jumlahnya lebih tinggi 3.750,90 MMSTB. Cadangan
2014 tersebut turun 2,3% dibanding tahun 2013.

Jika cadangan terbukti minyak bumi 3.624,30 MMSTB dibagi dengan produksi minyak bumi
tahun 2014 (angka sementara) yaitu 289,81 million barrels (mb), dengan asumsi jumlah
produksi dan cadangan terbukti sama dengan situasi sekarang per tahun, maka produksi
minyak kita hanya akan bertahan selama 12,5 tahun. Dengan demikian, posisi cadangan
sumber daya minyak kita telah berada di bawah angka patokan tertinggi untuk minyak bumi,
yakni 15 tahun.

Pada tahun 2014 rasio penggantian cadangan minyak dan gas bumi (reserve replacement
ratio) kita mencapai 49,75% – artinya dari 100 barel minyak yang diproduksi hanya bisa
ditemukan cadangan minyak sebesar 49,75 barel. Ratio penggantian cadangan ini lebih
rendah dari patokan tertinggi yang nilai seharusnya > 1. Ratio penggantian cadangan 2014 ini
jauh lebih rendah dari tahun 2013 lalu yang masih berada di angka 81,7 %.

Berdasarkan potret situasi di atas, maka dapat dikatakan bahwa strategi pencadangan minyak
bumi kita saat ini berada pada posisi kritis. Hal tersebut diindikasikan dengan posisi cadangan
dan rasio penggantian yang berada di bawah angka patokan tertinggi nasional yang
ditetapkan oleh Dewan Energi Nasional. Dimana DEN menetapkan indikator cadangan
terbukti minyak bumi minimal 15 tahun dan rasio penggantian cadangan minyak bumi > 1
(produksi minyak lebih kecil dari penemuan cadangan). Dengan demikian, maka tantangan
ketahanan energi untuk minyak bumi yang penting untuk segera diselesaikan adalah
menambah cadangan minyak bumi sembari menaikkan ratio pengembalian cadangan dengan
mengatur produksi.

Rekomendasi Kebijakan

Dari potret situasi ketahanan energi yang digambarkan dari sisi capaian bauran energi dan
tantangan strategi pencadangan minyak yang dihadapi oleh Indonesia, penulis
merekomendasikana beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengembangan energi baru terbarukan harus terus digalakkan dengan penambahan
anggaran serta strategi dan program yang tepat sasaran, agar bauran energi primer dari
minyak mentah terus menurun – sehingga strategi energi nasional tercapai
2. Strategi pengalihan sumber energi yang berasal dari minyak mentah (substitusi energi
primer minyak mentah) harus konsisten dan dilakukan secara serius, misalnya dengan
mengembangkan infrastruktur yang mendukung pengembangan energi substitusi dari minyak
terutama gas dan mikrohydro yang tingkat cadangan dan ketersediaannya memadai
3. Strategi pencadangan minyak, diantaranya dengan menaikkan rasio penggantian cadangan
(reserve replacement ratio) tidka hanya difokuskan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi,
melainkan secara jangka panjang juga harus difikirikan untuk strategi ketahanan dan
pertahanan energi
4. Perlu adanya strategi khusus dalam pengembangan penelitian dan pencarian cadangan
minyak guna memenuhi strategi pencadangan dan ketahanan energi nasional jangka
menengah dan panjang.

You might also like