Professional Documents
Culture Documents
PREEKLAMPSIA BERAT
PEMBIMBING :
dr. Ario Danianto, Sp.OG
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
ini. Laporan kasus yang berjudul “Preeklampsia Berat” ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan ini, penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ario Danianto,
Sp.OG, selaku pembimbing laporan kasus ini dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis
dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari. Terima kasih.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu
sewaktu hamil atau dalam waktu kurun waktu 42 hari sesudah berakhirnya
kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Indikator yang
umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu/AKI (maternal
mortality ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup1.
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian
ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa
nifas dan segala intervensi atau penangan yang tidak tepat dari komplikasi
tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang
timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan misalnya,
malaria, anemia1,2.
Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung.
Pola penyebab langsung diman-mana sama yaitu perdarahan (25%, biasanya
perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%),
partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%) dan sebab-sebab lain1.
Berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, hipertensi
dalam kehamilan diklasifikasikan menjadi hipertensi kronik, preeklampsia-
eklampsia, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia, hipertensi
gestasional disebut juga transient hypertension1,2. Selain infeksi dan perdarahan,
preeklampsia/eklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang.
Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3%
sampai 0,7%, sedangkan di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu
0,05% sampai 0,1%. Di Indonesia, preeklampsia berat dan eklampsia merupakan
penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 15% 1,3.
Berikut ini disajikan suatu kasus seorang wanita G2P21A0H1 31-32
minggu T/H/IU dengan Preeklampsia berat disertai impending eklampsia, yang
selanjutnya ditatalaksana sesuai prosedur tetap di RSUP NTB.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Berdasarkan “Report of the National High Blood Pressure Education
Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy” tahun 2001,
hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥
140/90 mmHg dimana pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan
2 kali selang 4 jam. HDK dibagi menjadi:1,4
1. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 2 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia-eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteimuria. Eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Hipertensi kronik yang disertai tanda-tanda preeklampsia atau
hipertensi kronik disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension)
Hipertensi yang timbul pada saat kehamilan tanpa disertai proetinuria
dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau
kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.
2.2 Epidemiologi
Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi di dunia khususnya negara-negara sedang berkembang.
Pada negara sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3%
sampai 0,7%, sedangkan di negara-negara maju angka eklampsia lebih kecil, yaitu
4
0,05 % sampai 0,1 %. Di Indonesia preeklampsia berat dan eklampsia merupakan
penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi
antara 45% sampai 50%. Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di
seluruh dunia, 10% dari total kematian maternal2.
5
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah ke jaringan
plasenta & janin sehingga terjadi remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi trofoblas ke
lapisan otot vaskular & matriks sekitarnya. Akibatnya, lapisan
myoepitel tetap keras dan kaku sehingga tidak terjadi vasodilatasi,
bahkan relatif mengalami vasokonstriksi. Efek remodeling arteri spiralis
yang normal pun tidak terjadi yang kemudian menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan aliran darah uteroplasenta menurun
sehingga terjadi iskemia plasenta.
6
tidak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak membran sel,
nukleus, dan protein sel endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Peroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah
sebagai bahan toksin, yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini
adalah sel endotel, karena sel endotel adalah yang paling dekat dengan
aliran darah, dan mengandung banyak asam lemak yang dengan mudah
dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan hidroksil yang
dihasilkan plasenta iskemik.
Disfungsi sel endotel
Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan
gangguan fungsi endotel, keadaan ini disebut “disfungsi endotel”, yang
mengakibatkan :
- Gangguan metabolisme prostaglandin, suatu vasodilator kuat.
- Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan, yang
merupakan vasokonstriktor kuat.
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya
endotelin.
- Peningkatan faktor-faktor koagulasi
Teori Intoleransi Imunologis Ibu-Janin
• Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang
merupakan suatu benda asing, namun dengan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang memodulasi sistem imun, sehingga
imun ibu tidak bereaksi terhadap hasil konsepsi.
• HLA-G ini berfungsi untuk melindungi tropoblas dari lisis oleh Natural
Killer (NK) ibu.
• Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G di sel desidua di daerah plasenta, menghambat
7
invasi tropoblas dalam desidua, yang penting dalam memudahkan
vasodilatasi pembuluh darah dan matriks di sekitarnya.
Teori Adaptasi Kardiovaskuler
• Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-
bahan vasopressor, akibat adanya perlindungan dari sintesis
prostaglandin oleh sel endotel. Refrakter artinya tidak peka atau
dibutuhkan kadar yang lebih tinggi untuk menimbulkan vasokonstriksi.
• Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya
terhadap bahan vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan
terhadap rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga dalam tahap
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan
vasopressor.
Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
jika dibandingkan dengan genotie janin. Telah terbukti bahwa ibu yang
mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklmapsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
8
• Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan
merangsang terjadinya inflamasi.
• Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun dalam batas wajar,
sehingga proses inflamasi yang terjadi tidak menimbulkan masalah.
• Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi
pada aliran darah ibu sehingga inflamasi yang terjadi bersifat sistemik.
2.5 Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia
1. Volume plasma
Pada kehamilan normal, volume plasma meningkat dengan
bermakna (hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin.
Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur
kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada
preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30-40% dibanding
kehamilan normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan
vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun
memberi dampak yang luas pada organ-organ penting.3
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan
diagnosis hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan
resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik, menggambarkan besaran
curah jantung1. Pada preeklampsia, peningkatan reaktivitas dimulai pada
umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada
trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil
dan mengikuti irama sirkardian normal. Tekanan darah menjadi normal
beberapa hari pasca persalinan, kecuali pada beberapa kasus preeklampsia
berat kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2-4 minggu pasca
persalinan.Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung,
volume plasma, resistensi perifer, dan viskositas darah1,2.
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh
dengan ukuran tekanan darah ≥140/90 mmHg dalam 2 kali pengukuran
selang 4 jam. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg yang disertai
9
proteinuria, mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi.
Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolute tekanan darah
diastolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai sabagai
kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada 1,2.
3. Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut :1,2
• Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia
mengakibatkan terjadinya oliguria
• Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan
mengakibatkan proteinuria. Proteinuria terjadi pada akhir kehamilan,
sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena
janin lebih dulu lahir.
• Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sel endotel
glomerular membengkak dan disertai deposit fibril.
• Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian
besar korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis
korteks ginjal” yang bersifat irreversibel.
• Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar
terjadi vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
Proteinuria
• Bila proteinuria timbul :
- Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal
- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit
kehamilan
• Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis pre-eklampsia, tetapi
proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah
lahir lebih dulu.
10
• Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan urin dipstick
100mg/l atau + 1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak
selang 6 jam dan pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap
patologis bila besaran proteinuria ≥ 300 mg/24 jam.
Asam Urat Serum
Umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, yang menimbulkan penurunan aliran darah ginjal dan
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunkan
sekresi asam urat. Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemia
jaringan.
Kreatinin
Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin
plasma pada pre-eklampsia juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh
hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun, mengakibatkan
menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin,
disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin
plasma ≥ 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat dengan
penyulit pada ginjal.
Oliguria dan Anuria
Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran
darah ke ginjal menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun
(oliguria), bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria
menggambarkan berat ringannya hipovolemia. Hal ini menggambarkan
pula berat berat ringannya preeklampsia.
4. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada
preeklampsia kadar elektrolit total sama dengan hamil normal, kecuali bila
diberi diuretikum banyak, restriksi konsumsi garam atau pemberian cairan
oksitosin yang bersifat antidiuretik. Preeklampsia berat yang mengalami
hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Pada
waktu terjadi kejang eklampsia, kadar bikarbonat menurun, disebabkan
11
timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon
dioksida. Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama dengan
hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh,
sehingga tidak terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada
preeklampsia tidak diperlukan restriksi konsumsi garam.
5. Tekanan osmotic koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur
kehamilan 8 minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun
karena kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vascular.
6. Koagulasi dan fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia,
jarang yang berat, tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi
peningkatan FDP, penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin
7. Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro:
fibrinogen dan hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah meningkat,
mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran
darah keorgan
8. Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipovolemia,
kemudian meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi
urin. Pada preeklampsia hematokrit menurun karena hipovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia.
9. Edema
Dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada
kehamilan mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai
pada hamil normal, 60% edema dijumpai dengan hipertensi, dan 80%
edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edema
terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema
yang patologik adalah edema yang non-dependent pada muka dan tangan,
12
atau edema generelisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat
badan yang cepat.
10. Hematologic
Pada preeklampsia dapat terjadi hemolisis mikroangiopatik akibat
spasme arteriole, dan hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole.
Perubahan yang dapat terjadi akibat hemolisis tersebut berupa peningkatan
hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik.
11. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan
perdarahan. Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan
terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini
dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut subskapular
hematoma. Subkaspular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah
epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar, sehingga perlu
pembedahan 1,2.
12. Neurologic
Perubahan neurologic dapat berupa :
• Nyeri kepala yang disebabkan oleh hiperperfusi otak, sehingga
menimbulkan vasogenik edema.
• Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus. Gangguan visus dapat berupa pandanngan kabur, skotomata,
amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan, dan ablasio
retinae (retinal detachment).
• Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tapi bukan
faktor prediksi terjadinya eklampsia.
• Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik ialah
edema serebri, vasospasme serebri, dan iskemia serebri.
• Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada
preeklampsia berat dan eklampsia.
13. Kardiovaskular
13
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat
hipovolemia.
14. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya
edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh gagal jantung kiri,
kerusakan endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya
diuresis. Dalam menangani edema paru, pemasangan Central Venous
Pressure (CVP) tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari
pulmonary capillary wedge pressure.
15. Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada
kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero-plasenta,
hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah
plasenta. Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah :
• Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
• Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung
akibat intrauterine growth restriction, prematuritas,
oligohidroamnion, dan solusio plasenta.
14
gangguan nyeri kepala, gangguan pengelihatan atau nyeri epigastrium, maka
penyakit ini sudah lanjut1,2.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu,
dimana:
a. Tekanan darah sistolik/diastolik > 140/90 mmHg
b. Proteinuria: 300 mgl24 jam atau > 1 + dipstik.
c. Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,
kecuali edema pada lengan, muka dan perut, dan edema generalisata
Diagnosis preeklampsia berat berdasarkan atas timbulnya hipertensi
≥160/110 mmHg disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20
minggu. Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila didapatkan hipertensi
dalam kehamilan dengan satu atau lebih gejala di bawah ini berikut:3
a. Tekanan darah sistolik ≥160 dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sedah dirawat di
rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring
b. Proteinuria lebih 5 gr/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
c. Oliguria yaitu produksi urin < 500 cc / 24 jam
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma
e. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula glisson)
g. Edema paru – paru dan sianosis
h. Hemolisis mikroangiopatik
i. Trombositopenia berat: <100.000 sel / mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat
j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase
k. Pertumbuhan janin intrauterin terhambat
l. Sindrom HELLP
15
Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) Preeklampsia berat tanpa impending
eklampsia, dan (b) Preeklampsia berat dengan impending eklampsia, dimana
disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai gejala–gejala
subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah–muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah1.
Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologist 20135,
terdapat perubahan definisi preeklampsia yakni tidak dibagi menjadi ringan dan
berat serta tidak harus disertai proteinuria, namun dapat disertai tanda yang lain
seperti yang tertera pada gambar 2.
2.7 Penatalaksanaan
A. Sikap terhadap penyakitnya: pengobatan medikamentosa
• Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan, karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk
16
terjadinya edema paru dan oliguria1. Oleh karena itu, monitoring input
cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin)
menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat
berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan. Bila terjadi tanda-
tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi cairan, yaitu dapat
diberikan berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali, dengan
jumlah tetesan 125 cc/jam atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya
diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc. Pasien juga
dipasang kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung yang sangat
asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam1,5.
• Pemberian obat antikejang
Obat anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium
sulfat (MgSO47H2O). Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan
kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat
transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium
pada sinaps, sehingga pada pemberian magnesium sulfat, akan menggeser
kalsium yang kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat menjadi pilihan
pertama untuk kejang pada preeklampsia atau eklampsia. Cara pemberian
magnesium sulfat antara lain:1,5
• Loading dose: inititial dose
4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
• Maintenance dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/ 6 jam; atau diberikan 4-5
gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6
jam.3
• Syarat-syarat pemberian MgSO4:
17
a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3
menit.
b. Reflek patella (+) kuat
c. Frekuensi nafas >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress
pernafasan.
• Magnesium sulfat dihentikan bila:
a. Ada tanda-tanda intoksikasi
b. Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
• Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
a. Dosis terapeutik: 4-7 mEq/L (4,8-8,4 mg/dl)
b. Hilangnya reflek tendon: 10 mEq/L (12 mg/dl)
c. Tehentinya pernafasan: 15 mEq/L (18 mg/dl)
d. Terhentinya jantung: >30 mEq/L (>36 mg/dl)
• Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan
salah satu obat berikut: tiopental sodium, sodium amobarbital,
diazepam, atau fenitoin
• Pemberian diuretik
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah
jantung kongestif atau anasarka. Diuretik yang dipakai adalah furosemid.
• Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut
off) tekanan darah untuk pemberian antihipertensi. Beberapa sumber
menggunakan cut off ≥160/110 mmHg, ada pula yang menentukan cut off
>126mmHg. Jenis antihipertensi yang sering digunakan di Indonesia
adalah Nifedipin, dosis awal :10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis
maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh digunakan
sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh
diberikan per oral1,5.
18
B. Sikap terhadap kehamilannya
Perawatan aktif (agresif)
Berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.3
Indikasi:
• Ibu
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu
- Adanya tanda-tanda/ gejala impending eclampsia
- Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan
klinik dan laboratoriik memburuk
- Perawatan konservatif gagal
- Perawatan selama 24 jam, tekanan darah tetap ≥ 160 / 110 mmHg
- Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
• Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR)
- NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion
• Laboratorik
Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat
Terminasi kehamilan
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar
keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
• Induksi persalinan dengan drips Oksitosin bila :
- Kesejahteraan janin baik
- Skor pelvik (Bishop) ≥ 5
• Operasi Seksio Sesarea bila:
- Kesejahteraan janin jelek
- Skor pelvik (Bishop) < 5
-
19
Pengobatan Konservatif:
Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberikan pengobatan yang sama
dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Di
bagian kebidanan RSU dr. Soetomo Surabaya, pada perawatan konservatif
preeklampsia, loading dose MgSo4 tidak diberikan secara IV melainkan
IM. Selama perawatan konservatif, sikap sikap terhadap kehamilannya
hanya dilakukan observasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif
tetapi kehamilan tidak diakhiri.
Perawatan konservatif dianggap berhasil bila: penderita sudah mencapai
perbaikan dengan tanda-tanda preeklampsia ringan dan perawatan
dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi kemudian penderita
boleh pulang. Bila perawatan konservatif gagal dilakukan terminasi.
Perawatan Konservatif dianggap gagal bila :5
- Adanya tanda-tanda “ Impending Eklampsia “ (keluhan subyektif)
- Penilaian kesejahteraan janin jelek
- Kenaikan tekanan darah progresif
- Adanya Sindroma HELLP
- Adanya kelainan fungsi ginjal
2.8 Komplikasi
a. Penyulit ibu:1,2
• Eklampsia
• Sistem saraf pusat
Perdarahan intracranial, thrombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina
detachment dan kebutaan korteks.
• Gastrointestinal-hapatika: subskapular hematoma hepar, rupture
kapsul hepar
20
• Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
• Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
• Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik,
depresi atau arrest, pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium
• Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan.
b. Penyulit janin
Penyulit yang terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth
restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress napas,
kematian janin intrauterine, kematian neonatal perdarahan
intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.
21
BAB III
STATUS OBSTETRI
I. IDENTITAS
Nama : Ny. NH
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Narmada, Sedau
RM : 599792
MRS : 11 Desember 2017
Keluhan Utama :
Nyeri Kepala.
22
RPK :
Keluarga pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi, riwayat kencing manis
(-), penyakit kuning (-), asma (-), penyakit jantung (-).
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Tahun Partus : 2009
Tempat Partus : Polindes
Umur Kehamilan : 9 bulan
Jenis Persalinan : Spontan
Penolong : Bidan
Penyulit :-
Jenis Kelamin : Perempuan
BBL : 3000 gram
2. Ini
HPHT : 25 Mei 2017
HTP : 27 Februari 2018
Usia Kehamilan : 28-29 minggu
Riwayat ANC : 8 kali di Posyandu (terakhir tanggal 11 Desember
2017)
- TFU : 25 cm, Letak kepala, gerakan janin masih
aktif dirasakan, denyut jantung janin (+)
- TD : 160/120 mmhg
- BB : 62 Kg
- UK 28-29 minggu
Riwayat USG : -
Riwayat KB : Suntik 3 bulan selama kurang lebih 3 bulan
Rencana KB : Suntik 3 bulan
23
Kronologis di Puskesmas Sedau
O:
KU : Sedang
RR : 20 x/menit T : 36.5oC
Pemeriksaan Obstetri :
TFU: 25 cm
His : (-)
DJJ : (+) 144 x/menit
Punggung kiri, letak Kepala, belum masuk PAP
VT : (-)
HB: 12,1 gr%, Protein urin = +2
24
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,5oC
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
HGB : 14.1 g/dl
RBC : 4.29 x 106/µL
HCT : 39,5 %
WBC : 15,09 x 103/µL
PLT : 408 x 103/µL
GDS : 81 mg/dL
HbSAg : (-)
Ureum : 18
25
Kreatinin : 0.8
SGOT : 38
SGPT : 14
PTT : 11,4/13.5
APTT : 20.3/34.2
VI. DIAGNOSIS
G2P1A0H1 UK 28-29 minggu janin tunggal hidup intrauterin presentasi
kepala dengan Pre-eklampsia Berat
VII. TINDAKAN
Advice Supervisor Jaga
Observasi keadaan ibu dan janin
Perbaiki keadaan umum ibu, pasang infus dan kateter
Infus drip MgSo4 40% : RL 500 cc 28 tpm dilanjutkan (Dari PKM)
Kelola PEB secara Konservatif
Lanjutkan Drip MgSo4 40% dalam RL 500 cc selama 24 jam
Nifedipin 3 x 10 mg
Pro USG
Injeksi Dexametasone 6mg/12 jam selama 48 jam
Jika terapi konservatif gagal dilakukan Terminasi dengan SC
Dikatakan gagal konservatif dikarenakan:
- Ditemukannya adanya tanda-tanda salah satu keluhan subyektif
“impending eclampsia”
- Kenaikan tekanan darah yang bersifat progresif
26
VIII. BAYI LAHIR
Jenis persalinan : Seksio cesarea
Indikasi : Gagal konservatif
Lahir tanggal, jam : 13/12/2016, pukul 10.48 WITA
Jenis kelamin : Perempuan
APGAR Score : 6-8
Lahir : Hidup
Berat : 1580 gram
Panjang : 41 cm
Lingkar kepala : 29 cm
Lingkar Lengan : 8 cm
Kelainan kongenital : (-)
Anus : (+)
IX. PLASENTA
Lahir tanggal, jam : 13/12/2016, pukul 10.49 WITA
Berat : ± 500 gr
Ukuran : 18x20x2 cm
Lahir : Manual
Lengkap : Ya
Air Ketuban : Jernih
27
X. KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 19 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Kontraksi uterus : (+) baik
TFU : Sepusat
Lochearubra : (+)
28
Kelainan kongenital : (-)
Anus : (+)
A/ Bayi kurang bulan sesuai masa kehamilan dengan respiratory distress
29
TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Dexametasone iv 6mg/12 jam
- CTG
- Observasi keadaan ibu dan
janin
- Urin Tampung : 1100 cc
- KIE
30
makan minum (+), buang air besar dan RR : 18x/m intrauterin III (22.30- 04.30)
buang air kecil (+) lancar, mual (-), muntah T : 36,2OC presentasi kepala
(-) MgSo4 40 % : RL Flash ke
Kontraksi Uterus : (-) dengan Pre-
IV (04.30- 10.30)
eklampsia Berat
31
13/12/2017 Nyerikepala (+), mata berkunang-kunang (- GS : Baik G2P1A0H1 UK - Flash V Drip MgSo4 40 %
), mual muntah (-) Nyeri ulu hati (-), nyeri TD : 180/130 mmHg 31-32 minggu janin dalam RL 500cc
perut (-), keluar air jalan lahir (-), Gerakan N : 88x/m tunggal hidup - Bolus MgSo4
janin masih aktif dirasakan, lemas (-), RR : 20x/m intrauterin - Cefotaxim 2gram dalam NacL
makan minum (+), buang air besar dan T : 36,5OC presentasi kepala 100 ml 0,9 % (09.15 WITA)
buang air kecil (+) lancar, mual (-), muntah Kontraksi Uterus : (-) dengan impending - Terminasi kehamilan dengan SC
(-) eklamsia
14/12/2016 Nyeri perut (+) nyeri kepala (-), Lemas (-), GS: Baik P2A0H2 1 hari - Bed Rest
makan minum (+), buang air besar dan TD: 140/100 Post SC - Ketoprofen 3x1
buang air kecil (+), mual muntah (-) N: 80x/menit - Cefotaxm inj 1gr/8 jam
RR: 20x/menit - Observasi: tanda vital,
T: 36.4 OC perdarahan pervaginam,
Kontraksi uterus= (+) kontraksi uterus, produksi
TFU= 2 jari di bawah urin
umbilicus - Injeksi asam traneksamat
Lochea rubra (+) - Oksitosin drip
- Lanjutkan terapi MgSO4 sampai
24 jam post SC
32
15/12/2017 Nyeri perut (+) nyeri kepala (-), Lemas (-), GS: Baik P2A0H2 2 hari - Bed Rest
makan minum (+), buang air besar dan TD: 140/100 Post SC - Ketoprofen 3x1
buang air kecil (+), mual muntah (-) N: 89x/menit - Cefotaxim inj 1gr/8 jam
RR: 20x/menit - Observasi: tanda vital,
T: 36.5 OC perdarahan pervaginam,
Kontraksi uterus = (+) kontraksi uterus, produksi
TFU= 2 jari di bawah urin
umbilicus - Mobilisasi
Lochea rubra (+)
16/12/2017 Nyeri perut (+) nyeri kepala (-), Lemas (-), GS: Baik P2A0H2 3 hari Terapi oral:
makan minum (+), buang air besar dan TD: 140/100 Post SC - Asam Mefenamat 3x500 mg
buang air kecil (+), mual muntah (-) N: 88x/menit - Amoxicillin 3 x 500 mg
RR: 20x/menit KIE:
T: 36.6 OC - Management laktasi
Kontraksi uterus = (+) - Rencana KB
TFU= 2 jari di bawah - Senam Nifas
umbilicus - Vulva hygiene
Lochea rubra (+)
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita G2P1A0H1
PRETERM/T/H/IU PEB dengan impending Eklampsia, selanjutnya akan dibahas:
Diagnosis preeklampsia berat berdasarkan atas timbulnya hipertensi ≥160/110 mmHg
disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Preeklampsia berat
dibagi menjadi (a) Preeklampsia berat tanpa impending eklampsia, dan (b) Preeklampsia berat
dengan impending eklampsia, dimana disebut impending eklampsia bila preeklampsia berat
disertai gejala–gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah–muntah,
nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. Sesuai dengan definisi tersebut, kasus
di atas dapat didiagnosis sebagai Preeklampsia berat dengan impending eklampsia, karena
didapatkan adanya tekanan darah ≥160/110 mmHg serta ditemukannya salah satu keluhan
subjektif impending eklampsia.
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut:
• Primigravida, primipaternitas
• Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus,
hidrops fetalis, bayi besar
• Umur ibu yang ekstrim. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
• Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
• Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
• Obesitas
Resiko terjadiya preeklampsia meningkat menjadi 13,3 % pada wanita dengan BMI >
35 kg/m2.
• Preeklampsia/eklampsia dipengaruhi juga oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan
• Meningkat pada ras Afrika-Amerika
Dari beberapa faktor resiko tersebut kemungkinan faktor resiko yang terdapat pada ibu
yaitu preeklampsia dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pendidikan maupun pekerjaan dari
ibu hamil.
34
Pasien dirujuk dari PUSKESMAS Sedau dengan diagnosa G2P1A0H1 UK 28-29
minggu janin tunggal hidup intrauterin presentasi kepala dengan Pre-eklampsia Berat.
Berdasarkan anamnesis dan HPHT yang tertera pada buku KIA dapat di simpulkan bahwa umur
kehamilan ibu yaitu 28-29 minggu. Dari riwayat ANC sebelumnya, didapatkan riwayat tekanan
darah tinggi. Selama kehamilan pasien hanya melakukan 8 kali ANC dan hasil pengukuran
tekanan darah pasien normal. Pasien ANC terakhir tanggal 11/11/2017 dan umur kehamilan
pasian yaitu 28-29 minggu. Hipertensi baru diketahui ketika pasien datang ke puskesmas pada
tanggal 07/11/2017 yaitu 160/100 mmHg dengan keluhan kedua kaki terasa bengkak.
Pasien telah ditatalaksanai dengan baik sesuai protap sejak pasien datang ke
PUSKESMAS Sedau dan RSUP NTB. Pasien telah mendapatkan terapi MgSO4 maintenance
untuk profilaksis kejang, obat nifedipin untuk antihipertensi, serta telah dipasang kateter urin
untuk monitoring urine output. Setelah pasien dirujuk dari PUSKESMAS Sedau ke RSUP NTB
dilakukan terapi konservatif. Berdasarkan hari pertama menstruasi terakhir pasien, usia
kehamilan pasien sudah mencapai 28-29 minggu, namun berdasarkan hasil USG terakhir yang
dilakukan di RSUP NTB usia kehamilan pasien berkisar 31-32 minggu, sehingga dapat
dikatakan usia kehamilan pasien Preterm. Penatalaksanaan pada pasien ini telah tepat dilakukan
yaitu dengan tatalaksana konservatif yang berarti kehamilan dipertahankan dikarenakan usia
kehamilan masih preterm, tetapi terapi konservatif dikatakan gagal dan langsung dilakukan
terminasi dengan operasi SC. Dikatakan gagal karena terdapatnya salah satu gejala subyektif
impending eclampsia dan tekanan darah yang meningkat secara progresif maka dari itu dapat
disimpulkan diagnosa pasien untuk saat ini yaitu G2P1A0H1 UK 31-32 minggu janin tunggal
hidup intrauterin presentasi kepala dengan Pre-eklampsia Berat disertai dengan impending
eklampsia. Pada pasien ini impending eklampsia yang diderita belum mengarah ke komplikasi
seperti HELLP syndrome. Terbukti dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya tanda-tanda
hemolisis, peningkatan dari enzim hepar dan kadar platelet yang rendah.
Perawatan Konservatif:
Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberikan pengobatan
yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Di bagian
35
kebidanan RSU dr. Soetomo Surabaya, pada perawatan konservatif preeklampsia, loading dose
MgSo4 tidak diberikan secara IV melainkan IM. Selama perawatan konservatif, sikap sikap
terhadap kehamilannya hanya dilakukan observasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif
tetapi kehamilan tidak diakhiri.
Sedangkan untuk perawatan konservatif di RSUD Provinsi NTB:
a. Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri)
b. Pasang kateter tetap
c. Pemberian obat anti kejang : Magnesium Sulfat (MgSO4)
Dosis Awal: 15 ml MgSO4 (40%) 6gr dalam larutan RL selama 6 jam.
Maintenance Dose (Dosis Pemeliharaan): MgSO4 40% 1gr perjam melalui RL yang
diberikan sampai 24 jam post partum.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium Glukonas 10% (1 gr
dalam 10 cc) diberikan IV pelan (3 menit).
Refleks patella (+)
Frekuensi pernafasan > 16 x/menit
Produksi urine minimal 25-30 cc/jam
h. Pemberian anti hipertensi (bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg)
Nifedipin 3-4 x 10 mg, bisa ditambahkan dengan alphametil dopa
3x250mg jika TD tidak turun.
i. Pemeriksaan Laboratorium :
1. Darah Lengkap
2. Urine lengkap dan produksi urine 24 jam
3. Fungsi hati
4. Fungsi ginjal
j. Diet biasa
k. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (KTG/USG)
l. Konsultasi: SMF Penyakit dalam, SMF Mata, SMF Jantung
Pada dasarnya pengobatan yang di lakukan berdasarkan jurnal hampir sama dengan
RSUP NTB pengobatan yang dilakukan di jurnal tentang pemberian obat anti kejang perawatan
36
konservatif dan perawatan aktif relatif sama, tetapi di jurnal dipaparkan bahwa pemberian
MgSo4 dilakukan secara I.M sedangakan di RSUP NTB dilakukan secara I.V dan dilanjutkan
dengan 15 ml MgSo4 (40%) 1 gr/jam melalui infus RL yng di berikan sampai 24 jam post
partum.
Alasan pemilihan kasus ini yaitu karena Preeklampsia merupakan salah satu masalah
kesehatan yang masih sering terjadi khsusnya di Pusat Kesehatan Masyarakat. Preeklampsia
berat merupakan peningkatan tekanan darah ≥160/110 mmHg disertai proteinuria dan atau
edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Preeklampsia berat sesungguhnya harus diawasi
secaara hati hati dan tindakan yang tepat dalam menangani Preeklampsia berat untuk
menghindari komplikasi yang membahayakan nyawa janin dan ibu sangat diperlukan.
37
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang yaitu G2P1A0H1 31-32 minggu T/H/IU letak kepala prekeklampsia berat dengan
impending eklampsia
2. Penatalaksanaan yang dilakukan di PUSKESMAS Sedau dan di RSUP NTB sudah tepat
yaitu dengan terapi konservatif dan terminasi kehamilan, pemberian MgSO4, dan perawatan
intensif untuk mencegah komplikasi yang lebih berat
38
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
40