You are on page 1of 35

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU POST PARTUM

DENGAN ATONIA UTERI

Dosen Pengampuh : Nuril Absari, SSIT, M.KES

Disusun Oleh :
KELOMPOK 7

1. Annisa Oktarina 1826040069.P


2. Dwi Putri Kurniawati 1826040099.P
3. Jumratul Seftriani 1826040217.P
4. Kurnia Anjelia 1826040076.P
5. Putri Hartinah 1826040023.P
6. Sisca Dwi Jayanti 1826040284.P
7. Vivi Widuri 1826040139.P

Kelas : A1 D IV Kebidanan

PROGRAM STUDI JURUSAN DIV KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2018
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................. i

BAB I TINJAUAN TEORI .................................................................. 1


A. Definisi Atonia Uteri .............................................................. 1
B. Etiologi ................................................................................... 2
C. Manifestasi Klinis .................................................................. 3
D. Diagnosis ................................................................................ 3
E. Penyebab ................................................................................ 4
F. Gejala Dan Tanda Atonia Uteri.............................................. 5
G. Pencegahan Atonia Uteri........................................................ 5
H. Manajemen Atonia Uteri ........................................................ 6
I. Penanganan Atonia Uteri ....................................................... 14
J. Penilaian Klinik...................................................................... 17

BAB II TINJAUAN KASUS ................................................................. 19

BAB III KESIMPULAN ......................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 33

i
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Atonia Uteri


Atonia uteri adalah kondisi dimana myometrium tidak dapat
berkontraksi segera setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi jika uterus
tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik setelah dilakukan rangsangan
taktil (massage) fundus uteri, segera setelah lahirnya plasenta.
Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada
atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini
merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah
lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2014)
Suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi makadarah yang keluar dari bekas tempat melekatnya
plasenta menjadi tidak terkendali, pada kehamilan cukup bulan aliran
darah ke uterus sebanyak 55-800 cc / menit. Jika uterus berkontraksi
dengan segara setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami
perdarahan 350-500 cc / menit dari bekas tempat melekatnya plasenta.
(JPNK / Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, dalam Puspita dan Dwi
2014).
Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca
persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri menurut JNPK , dalam
Puspita dan Dwi 2014) yaitu :
a. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan
b. Kala I atau kala II yang memanjang.
c. Persalinan cepat (partus presipitualis).
d. Persalinan yang induksi atau dipercepat dengan oksitosin
(augmentasi).

1
e. Infeksi intrapartum.
f. Multiparitas tinggi.
g. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada
pre eklampsia / eklampsia.
Atonia dapat terjadi sebagai akibat dari terjadinya :
a. Partus lama.
b. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti
pada kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar.
c. Multiparitas.
d. Anestesi yang dalam.
e. Anestesi lumbal.

B. Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan antonia uteri antara
lain: overdistention uterus seperti : gemeli , makrosomia, polihidramnion,
atau paritas tinggi: umur yang terlalu muda atau telalu tua : Multipara
dengan jarak kelahiran pendek: partus lama/partus terlantar; malnutrisi;
dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta,
sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Grandemultipira; Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil
ganda, anak besae )BB>4000 gr); Kelainan Uterus (uterus bicornis, mioma
uteri, bekas operasi); Plasenta Previa dan slusio plasenta (perdarahan
antepartum); Partus Lama (exhausted mother); Partus precipitates;
hipertensi dalam kehamilan (Gstosis); Infeksi uterus; Anemia berat;
Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus);
Riwayat Perdarahan pascaa persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta
manua; Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan
mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas; IUFD yang sudah
lama , penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati); Tindakan Operatif
dengan anastesi umum yng terlalu dalam.

2
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang khas pada antonia uteri jika kita
menemukan: Uterus tidk berkontraksi dan lembek; Perdarahan segera
setelah anak lahir (post partum primer).

D. Diagnosis
Perdarahan pasca persalinan ditandai juga dengan timbulnya
perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit
dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah
sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi lebih cepat dan
tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat
kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-
gejala klinik, gejala tersebut baru tampak pada kehilangan darah 20 %.
Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok.
Diagnosis perdarahan pasca persalinan dipermudah apabila pada
tiap-tiap persalinan setelah anak lahir, secara rutin di ukur pengeluaran
darah dalam kala III dan 1 jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan
pasca persalinan dan plasenta belum lahir, perlu di usahakan untuk
melahirkan plasenta dengan segera. Disaat plasena sudah lahir , perlu
dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan akibat
perlukaan jalan lahir. Pada perdaraham karena atonia uteri, uterus
membesar dan dan lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan
akibat pererlukaan, uterus berkonteraksi dengan baik.
Pada persalinan dirumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk
melakukan transfuse darah, seharusnya kematian karena perdarahan
pascaa persalinan dapat dicegah. Tetapi kematian tidak selalu dapat
dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan
syok karena sudah kehilangan darah banyak. Perdarahan pasca persalinan
merupakan sebab utama kematian dalam persalinan (Wiknjosastro dalam
Puspita dan Dwi 2014)
Tanda dan gejala yang selalu ada :

3
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2. Perdaarahan segera setelah bayi lahir
Tanda dan gejala yang kadang-kadang ada :
1. Shock

E. Penyebab
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan
faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
1. Overdistention (peregangan berlebihan) uterus seperti: gemeli
makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek.
4. Partus lama / partus terlantar.
5. Malnutrisi.
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta
belum terlepas dari dinding uterus.
7. Grande multipara
8. Uterus yang terlalu regang (Hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB
> 4000 gr).
9. Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).
10. Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan antepartum)
11. Partus presipitatus.
12. Hipertensi dalam kehamilan
13. Anemia berat.
14. Infeksi uterus.
15. Riwayat perdarahan pascas persalinan sebelumnya atau riwayat
plasenta manual.
16. Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-
dorong uterus sebelum plasenta terlepas.

F. Gejala dan Tanda Atonia Uteri

4
Mengenal tanda dan gejala sangat penting dalam penentuan
diagnosis dan penatalaksaannya. Tanda dan gejala atonia uteria adalah
sebagai berikut :
1. Perdarahan pervaginam.
Perdarahan hyang terjadi pada kasus atonia sangat banyak. Hal ini
terjadi karena tromnoplastin sudah tidak mampu lagi berperan sebagai
anti pembeku darah.
2. Konsitensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting dan membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus Uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok
a. Nadi cepat dan lemah
b. Tekanan darah rendah
c. Pucat
d. Keringat atau kulit terasa dingin dan lembab.
e. Pernafasan cepat.
f. Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran.
g. Urine yang sedikit.

G. Pencegahan atonia uteri


Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdaran postpartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi
kebutuhan obat tersebut sebgai terapi. Menejemen aktif kala III dapat
mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan Utama Oksitosin sebagai pencegahan antonia uteri yaitu
onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat
untuk mencegah antonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan

5
pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip
100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan postpartum
dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,
memunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit.
Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus
IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.

H. Manajemen atonia uteri


1. Resusitasi : Apabila terjadi perdarahan postpasrtum banyak, maka
penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian
cairan cepat, monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah
dan crossmatch perlu dilakukan untuk perisapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual: Masase dan kempresi bimanual akan
menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik),
jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus
berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum/vagina dan servik mengalami laserasi dan jahit atau rujuk
segera.
3. Jika uterus tidak berkontraksi maka: Bersihkan bekuan darah atau
selaput ketuban dari vagina dan lobang servik; pastikan bahwa
kandung kemih telah kosong; lakukan kompresi bimanual internal
(KBI) selama 5 menit. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2
menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan
ketat. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk
mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan
perlahan-lahan; Berikan ergomentrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika

6
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan
berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama
secepat mungkin; Ulangi KBI jika uterus berkontraksi, pantau ib
dengan selama kala empat. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk
segera.
4. Pemberian uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisi. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang
efeknya meningkat seiring dengan meningkatkan frekwensi, tetapi
pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secra
IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer
laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10
IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat
sedikit ditemukan yaitu nausea dan vominut, efek samping lain yaitu
intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat
diberikan secra IM ) 0,25 mg, dapat diluang setiap 5 menit sampai
dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan lansung pada
miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. Obat ini
dikenal dapat menyebabkan vasospasme parifer dan hipertensi, dapat
juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan
pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal,
transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rektral dan pemberian
secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang 15 menit sampai
dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk
mengatasi perdarahan postpartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus,

7
diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan
kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral,
sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat,
dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang
ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa
laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi
perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka
kesuksesan 84%-96%. Perdarahan postpartum dini sebagian besar
disebabkan oleh antonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
5. Operatif (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina
yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bahwa
rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlakukan jarum
atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan
vena uterina diligasi dengan melewakan jarum 2-3 cm medial vasa
uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum
latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa
uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium.
Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika
terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. dengan menyesihkan
vesika urinaria, lagasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina
bagian bawah, 3-4 cm dibawah liagasi vasa uterina atas. Ligasi ini
harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen
bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju keservik, jika

8
perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.
6. Ligasi arteri liaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya
harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan
garis ureter. setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna
dan eksterna. Klem diliwatkan dibelakag arteri, dan dengan
menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas
berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.
Identifikasi. denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan
sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternatif untuk
mengatasi perdarahan postpartum akibat atonia uteri.
7. Histerektomi (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan
jika terjadi perdarahan postpartum masih yang membutuhkan tindakan
operatif. Insiden mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak
terjadi para persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
8. Kompresi Bimanual (boleh dilakukan oleh bidan yang sudah
berpengalaman)
Perlatan : Sarung tangan steri; dalam keadaan sangat gawat; lakukan
dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
Teknik : Basuh genetalia eksterna dengan larutan disenfektan; dalam
kedaruratan tidak diperlukan. Eksplorasi dengan tangan kiri;
sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina; tangan kanan
(luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas; tangan dalam

9
menekan uterus keatas tehadap tangan luar, itu tidak hanya
menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah
aferen sehingga menyempitkan lemennya.
Kompresi uteri bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan
dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik
mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin,
dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual,
maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi
dengan segera setelah melahirkan plasenta, maka ibu dapat
mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas
tempat melekatnya plasenta.Bila uterus berkontraksi maka
myometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang
berjalan diantara serabut otot tadi. Dengan hasil
pemeriksaan yaitu kesadaran composmetis, tanda-tanda
vital : TD 90/70 mmHg, suhu 38,4 0C, nadi 65x/menit,
respirasi 17x/menit, plasenta lahir lengkap, uterus lembek,
tidak ada kontraksi, pengeluaran vagina lochearubra,
perdarahan >500 cc. Setelah dilakukan massase uterus
selama 15 detik, dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut:
1) Kompresi Bimanual Intrernal (KBI) (Boleh Dilakukan
Oleh Bidan Yang Sudah Berpengalaman).
a. Pakai sarung tangan disenfeksi tingkat tinggi atau
steril, dengan lembut masukan secara obstetric
(menyatukan kelima ujung jari melalui introitus dari
kedalam vagina kemudian periksa vagina dan
serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan
uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.

10
b. Setelah seluruh tangan sudah masuk, kepalkan
tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior,
dan tekan dinding anterior uterus, kearah tangan luar
yang menahan dan mendorong dinding posterior
uterus kearah depan sehingga uterus di tekan dari
arah depan dan belakang.
c. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan, kompresi
uterus ini memberikan tekanan langsung pada
pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi
plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang
myometrium untuk kontraksi.
d. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks
anterior, tekan dinding anterior uterus, keatah tangan
luar yang menahan dan mendorong dinding
posterior uterus kearah depan sehingga uterus di
tekan dari arah depan dan belakang
e. Tekan kuat uterus antara kedua tangan. Kompresi
uterus ini memberikan tekanan langsung. Pada
pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi
plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang
myometrium untuk kontraksi.
Alasan dilakukan KBI : atonia uteri sering kali bisa
di atasi dengan KBI.
Jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit
diperlukan tindakan-tindakan lain.
(1). berikan 0,2 mg IM atau misoprostol 600-1000
mcg perektal. Jangan berikan ergometrin kepada ibu
dengan hypertensi karena ergometrin dapat
menaikan tekanana darah.
(2). Gunakan jatum berdiameter besar (ukuran 16
atau 18), pasang infuse dan berikan 500 cc larutan

11
ringer laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.
Alasan : jarum berdiameter besar memungkinkan
pemberian cairan IV sesara cepat merangsang
kontraksi uterus. Ringer laktat diberikan bentuk
restorasi volume cairan yang hilang selama
perdarahan.
(c). pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat
tinggi dan ulangi KBI. Alasan KBI dengan
ergomterin dan oksitosin akan membantu uterus
berkontraksi.
(d). jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1
sampai 2 menit, segera rujuk ibu karena hal ini
bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan
tindakan gawatdarurat difasilitas kesehatan rujukan
yang mampu melakukan tindakan operasi dan
transfuse darah.
(e). sambil membawa ibu ketempat rujukan,
teruskan tindakan KBI dan infuse cairan hingga ibu
tiba di tempat rujukan.
(f). infus 500 ml/ jam sehingga tiba di tempat
rujukan atau hingga jumlah cairan di infuskan
mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam
jumlah 125 cc/jam.
(g). jika cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 ml
(botolkedua) cairan infuse dengan tetesan sedang
dan di tambah dengan pemberian cairan secara oral
untuk rehidrasi.

12
2) Kompresi Bimanual Eksternal (KBE) (boleh dilakukan
olehbidan yang sudah berpengalaman)
a) Letakkan satu tangan pada dinding abdomen
dandinding depan corpus uteri dan di atas simpisis
pubis.
b) Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan
dinding belakang corpus uteri, sejajar dengan
dinding depan corpus uteri. Usahakan untuk
mencakup atau memegang bagian uterus seluas
mungkin.
c) Lakukan kompresi uterus dengan cara mendekatkan
tangan depan dari belakang agar dalam anyaman
myometrium dapat di jepit secara manual. Cara ini
dapat menjepit pembuluh darah uterus dan
membantu uterus untuk berkontaksi.

13
I. Penanganan atonia uteri
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam
batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia.
Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan pasca
persalinan, persalinan harus berlangsung dirumah sakit. Kadar fibrinogen
perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan
solutio plasenta (Wiknjosastro dalam Puspita dan Dwi 2014)
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah
melakukan penanganan kala III secara aktif Menurut (JNPK dalam Puspita
dan Dwi 2014) yaitu :
1) Menyuntikan oksitosin : sebelum menyuntikan oksitosin
lakukan terlebih dahulu pemeriksaan fundus uteri untuk
memastikan kehamilan tunggal. Selanjutnya suntikan oksitosin
10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3
atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu.
2) Peregangan tali pusat terkendali : peregangan tali pusat ini
dilakukan jarak 5-10 cm dari vulvaa atau menggulung tali
pusat.meletakan tangan kiri diatas simpisis menahan bagian
bawah uterus, sementara tangan kanan memeganag tali pusat
menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari
vulva. Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan
tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan

14
hati-hati kearah dorso-kranaial. Tindakan selanjutnya yang
dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan plasenta : jika
dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat
bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta
ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali
pusat kearah bawah kemudian keatas sesuai dengan kurve jalan
lahir hingga plasenta tampak di vulva. Bila tali pusat
bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila
plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama
15 menit, suntikan ulan 10 UI oksitosin intramuskuler.
Kemudian periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi bila
penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan
plasenta manual. Setelah plasenta dengan hati-hati. Bila terasa
ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan
dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
3) Masase uterus : segera setelah plasenta lahir, melakukan
masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara
sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras). Kemudian
dilakukan pemeriksaan kemungikinan adanya perdarahan pasca
persalinan : keelengkapan plasenta dan ketuban : kontraksi
uterus dan perlukaan jalan lahir.
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan taktil (masase) fundus uteri, makan sebaiknya segera
lakukan langkah-langkah berikut Menurut (JNPK dalam Puspita dan Dwi
2014) yaitu :
1) Bersihkan bekuan darah dan/ atau selaput ketuban dari vagina
dan lubang serviks yang dapat menghalangi uterus berkontraksi
dengan baik.

15
2) Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat
dipalpasi, lakukan katerisasi dengan menggunakan teknik
aseptic sehingga uterus berkontraksi secara baik.
3) Lakukan kompresi bimanual interna selama 5 menit untuk
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding
uterus dan juga merangsang miometrium untuk kontraksi, jika
kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, maka
diperlukan tindakan lain.
4) Anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan
kompresi bimanual ekternal
5) Keluarkan tangan perlahan-lahan.
6) Berikan ergometrin 0,2 mg secaraa intramuscular
(kontraindikasi hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg,
sehingga dalam 5-7 menit kemudian uterus akan berkontraksi.
7) Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan
berikan 500 cc Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500
cc pertama secepat mungkin, sehingga dapat merangsang
kontraksi uterus.
8) Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi
dengan baik.
9) Rujuk segera jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2
menit, hal ini menunjukan bukan atonia sederhana, sehingga
ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang
mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfuse darah.
10) Didampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan melakukan
kompresi bimanual internal.
11) Lanjutkan pemberian Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam
500 cc larutan dengan laju 500 / jam hingga tiba ditempat
rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infuse. Kemudian
berikan 125 cc / jam.

16
J. Penilaian klinik atonia uteri
Atonia Uteri

Multiparitas Kadar Hb
Partus Lama Jenis dan uji silang darah
Regangan Uterus Nilai Fungsi Pembekuan

Masase uterus dan kompresi bimanual


Oksitosin 10 IU dalam 500 ml
NS/RL 40 tetes-guyur
Infus untuk restorasi dan jalur obat esensial

Perdarahan terus Identifikasi sumber perdarahan lain :


Berlangsung Laserasi jalan lahir
Hematoma Parametrial.
Ruptura uteri
Inversio Uteri
Sisa fragmen plasenta
Uterus tidak berkontraksi

Kompresi bimanual
Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis

Berhasil

17
TidakBerhasil

Tampon uterus
Rujuk

Ligasiarteri uteri danavarika


Terkontrol

Perdarahanmasih

Transfusi
Transfusi

RAWAT LANJUT HISTEREKTOM


Dan OBSERVASI

18
BAB II

TINJAUAN KASUS (SOAP)

ASUHAN KEBIDANAN POST PARTUM PATOLOGIS


PADA NY “R” DENGAN ATONIA UTERI

Tanggal Pengkajian : 05 Oktober 2017


Pukul : 09.00 wib
Tempat : BPM

A. Pengumpulan Data
Biodata
Nama ibu : Ny.E Nama Suami : Tn.T
Umur : 32 tahun Umur : 34 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Kebangsaan : Indonesia/Sunda Kebangsaan : Indonesia/Sunda
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

S:
a. Keluhan Utama Saat Masuk
Ibu mengatakan hamil anak ke 5 usia kehamilan 39 minggu. Mengeluh
perutnya terasa mulas dan nyeri pinggang menjalar ke perut bagian bawah
sejak pukul 06.00 WIB serta mengeluarkan lendir bercampur darah dari
kemaluannya sejak pukul 08.00 WIB.
b. Tanda-Tanda Persalinan
Ibu datang tanggal 5 Oktober 2017 pukul 09.00 WIB. His ada 3 x / menit
lamanya 30 detik. Ibu mengatkan nyeri pinggang menjalar ke perut bagian
bawah, pengeluaran pervaginam berupa cairan lendir bercampur darah
pukul 08.00 WIB.
c. Pengeluaran Pervaginam
Pengeluaran lendir bercampur darah,tidak ada pengeluaran air ketuban.

19
d. Riwayat Kehamilan Sekarang
HPHT : 5 Januari 2017
TP : 12 Oktober 2017
Haid sebelumnya teratur, lama 6-7 hari, siklus 28 hari.
ANC teratur, frekuensi : TM I 1x ANC di bidan
TM II 1x ANC di bidan
TM III 2 x ANC di bidan
e. Riwayat Imunisasi : TT1 : usia kehamilan 16 minggu di bidan
TT2 : usia kehamilan 20 minggu di bidan
f. Pergerakan janin dalam 24 jam terakhir
Pergerakan janin aktif dan hampir setiap jam
g. Riwayat kehamilan atau persalinan yang lalu

Pendong dan
Hamil ke Tahun lahir Lama & jenis persalinan Penyakit komplikasi BBT Keadaan anak
tempat

1 2006 Spontan pervaginam Tidak ada Bidan Normal Sehat


2 2010 Spontan pervaginam Tidak ada Bidan Normal Sehat
3 2014 Spontan pervaginam Tidak ada Bidan Normal Sehat
4 2015 Spontan pervaginam Tidak ada Bidan Normal Sehat

h. Makan dan Minum Terakhir


Ibu terakhir makan pukul 08.00 dengan porsi sedang. Setelah his timbul,
banyak minum air putih.
i. BAK dan BAB Terakhir
Ibu telah BAB 1 kali pada pagi hari setelah bangun tidur pukul 05.00 WIB
dengan BAK terakhir pukul 09.00 WIB.
j. Tidur dan Istirahat
Setiap hari ibu tidur 7-8 jam perhari. Setelah muler-mules ibu tidak dapat
beristirahat.
k. Status Psikologis
Status perkawinan : Sah, lama perkawinan 1 kali
Status ekonomi : Ibu merasa cukup terpenuhi kebutuhan hidupnya.
l. Riwayat kesehatan

20
Ibu tidak pernah menderita penyakit menular/keturunan.
Di dalam keluarga ibu tidak ada keturunan gemelli/kembar.

O:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmenthis
Keadaan Emosional : Stabil
TTV
TD : 120/80 mmHg Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,50C Rr : 22x/menit
TB : 155 cm
BB : 60 kg Kenaikan BB : 10 kg
Lila : 28 cm
UK : 39 minggu

Pemeriksaan Fisik
Kepala : tidak ada benjolan dan lesi
Rambut : kotor, berwarna hitam, ada ketombe dan mudah rontok
Muka : simetris, tidak pucat, ada cloasma gravidarum dan tidak
ada oedema
Mata : tidak oedema, conjungtiva merah muda, sclera putih
Hidung : simetris kanan kiri, fungsi penciuman baik, bersih, dan
tidak ada pembesaran polip.
Gigi dan Mulut : fungsi pengecapan baik, kebersihan cukup, ada caries dan
stomatitis, bibir pecah-pecah.
Telinga : simetris kanan kiri, kebersihan cukup, tidak ada serumen
fungsi pendengaran baik
Leher :
vena jugularis : tidak ada pembengkakan
kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

21
Dada : simetris kanan kiri, gerakan dada saat inspirasi dan
ekspirasi seirama, tidak terdengar ronchi dan wheezing
dan jantung normal, tidak terdengar mur-mur.
Payudara : simetris kanan kiri, puting susu menonjol, konsistensi
lunak, pengeluaran kolostrum sudah ada, tidak ada
benjolan dan tumor.
Abdomen : membesar sesuai usia kehamilanm tidak ada bekas luka
Operasi, Ada strie gravidarum dan linea nigra
His : 4x /10 detik kekuatan 45 detik
TFU : 30 cm
Leopold I : Teraba bulat, lunak, tidak melenting (bokong)
Leopold II : Kanan : Teraba keras, memanjang, seperti papan
(punggung)
Kiri : Teraba bagian bagian kecil janin (ektremitas)
Leopold III : Teraba bulat, keras, melenting ( kepala)
Leopold IV : Perlimaan 2/5
DJJ : 136x/ menit Terdengar jelas di sebelah kanan 3 jari di
bawah pusat
TBJ : 30 – 12 x 155 x 1 gram = 2790 gram
PD : Portio : Tipis lunak
Pembukaan : 9 cm
Ketuban : Utuh
Presentasi : Kepala
Posisi : Ubun ubun kanan
Penurunan kepala : Hodge III +
Moulage : Tidak ada
Pemeriksaan Lab : Urin Protein :-
Urin Reduksi :-
HB : 11,3gr%
Gol. Darah :A

22
A:
G5P4Ao Hamil 39 minggu inpartu kala I fase aktif Janin tunggal hidup intra
uterine presentasi kepala

P:
1. Melakukan Informed consend
 Ibu menandatanganinya
2. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu
TTV : normal Pembukaan : 9 cm
DJJ : 136 x/ mnt TBJ : 2790 kg
 Ibu mengerti penjelasan dari bidan
3. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi aktif/ miring kanan kiri
 Ibu mau menuruti anjuran dari bidan
4. Mengajarkan teknik relaskasi pada ibu
 Ibu mengerti
5. Menawarkan berbagai posisi persalinan pada ibu
 Ibu memilih posisi setengah duduk
6. Memberikan infut nutrisi
 Ibu minum teh manis ± 150 cc
7. Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih
 Ibu BAK urine ± 100 cc
8. Mengobservasi DJJ, jika tidak ada his, setiap 30 menit
 Observasi telah dilakukan
9. Melakukan observasi TTV
 Observasi telah dilakukan
10. Menyiapkan ruangan dan perlengkapan persalinan seperti partus set, infuse
set, hecting set, obat obat uterotonika, alat resusitasi, perlengkapan bayi
dan ibu
 Ruangan dan peralatan sudah siap
11. Menawarkan pendamping persalinan pada ibu

23
 Ibu ingin di damping suaminya
12. Memberikan support mental pada ibu
 Ibu terlihat lebih tenang
13. Melakukan pengawasan kemajuan kala I dengan partograf
 Partograf terlampir

Kala II
Jam : 09.15

S:
Ibu mengatakan :
- Ada tekanan pada daerah perineum
- Mules mules semakin sering dan kuat
- Berasa ingin BAB
- Berasa ingin meneran
- Belum keluar air air
- Keluar lender campur darah bertambah banyak

O:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmenthis
Keadaan Emosional : Stabil
TTV : Normal
His : 5x / 10 menit, kekuatan 50 detik
DJJ : 140x / menit
Terdapat tanda tanda kala II
Perineum menonjol
Vulva membuka
Kandung kemih kosong
PD : Portio : Tidak teraba
Pembukaan : lengkap

24
Ketuban : Utuh( Amniotomi)
Posisi : UUK kanan depan
Presentasi : Belakang kepala
Penurunan Kepala : Hodge IV
Moulage : Tidak ada

A:
G5P4A0 inpartu kala II Janin tunggal hidup intra uterine presentasi kepala

P:
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan : Keadaan ibu dan janin saat ini baik,
Pembukaan sudah lengkap, Ketuban belum pecah
 ibu mengerti penjelasan dari bidan
2. Menghadirkan pendamping
 Ibu didampingi suaminya
3. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
 Ibu memilih posisi setengah duduk
4. Mengajarkan teknik meneran yang benar,dengan cara bila ada his ibu
menarik nafas,posisi kepala menghadap kedepan,pandangan mata kearah
perut, posisi kaki litotomi, kedua tangan memegang pangkal kaki, ibu
boleh meneran jika ada his
 Ibu mau menuruti ajaran dari bidan
5. Mengobservasi DJJ di sela sela his
 Observasi telah dilakukan
6. Memberitahukan pada ibu sudah dilakukan amniotomi
 Ketuban ± 300 cc warna jernih
7. Mendekatkan alat alat partus dan mengecek perlengkapan alat

25
8. Memimpin persalinan Bayi lahir spontan pada pukul 09.30 WIB, jenis
kelamin perempuan, tangisan (+) kuat, tonus otot baik/ aktif, warna kulit
kemerahan
9. Mengeringkan bayidan mengganti kain pembungkus bayi dengan yang
kering
10. Melakukan palpasi apakah ada janin kedua
 Tidak ada janin kedua
11. Memberitahu dan menyuntikan oxytoksin 10 UI pada paha distal lateral
12. Memotong tali pusat, ikat 13. Melakukan IMD
 Meletakan bayi di dada ibu diantara 2 payudara

Kala III
Jam : 09.40 wib

S:
Ibu mengatakan : senang bayinya sudah lahir dan perutnya masih terasa
mulas

O:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmenthis
Keadaan Emosional : Stabil
TFU : Setinggi pusat
Plasenta belum lahir
Kandung kemih kosong
Perdarahan ± 100 cc

A:
P5A0 Inpartu kala III

26
P:
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan,bahwa plasenta belum lahir
 Ibu mengerti penjelasan dari bidan
2. Melakukan PTT dengan tangan kiri diatas supra simpisis menekan secara
dorso cranial dan tangan kanan menegangkan tali pusat searah jalan lahir
3. Plasenta lahir spontan pada pukul 09.45 WIB
4. Melakukan massage pada fundus uteri secara sirkuler selama 15 detik,15
kali
 Kontraksi uterus baik
5. Melakukan identifikasi plasenta
 Maternal : Kotiledon lengkap
Tidak ada pengapuran
Diameter ± 20 cm
Tebal ± 3 cm
Berat plasenta ± 500 gr
 Feotal : Selaput amnion utuh
Insersi tali pusat centralis
Panjang tali pusat ± 40 cm
6. Mengecek laserasi dan istemasi perdarahan
 Tidak ada laserasi

Kala IV
Jam : 09.46 wib

S:
Ibu mengatakan
1. senang bayi dan plasenta sudah lahir
2. perutnya masih terasa mules
3. Ibu mengatakan lelah

27
O:
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmenthis
Keadaan Emosional : Stabil
TTV : TD : 100/70 mmHg
Nadi : 92x/menit
Suhu : 36 0C
Rr : 20x/menit
TFU tidak teraba
Uterus teraba lembek, setelah 15 detik plasenta lahir uterus tidak
berkontraksi
Kandung kemih kosong
Tidak ada laserasi
Perdarahan : ± 500 ml

A:
P5A0 Inpartu kala IV dengan atonia uteri
Diagnose potensial : syok hipovolemik, histerektomi, kematian ibu
Masalah : Uterus tidak berkontraksi
Kebutuhan :
1. Penghentian perdarahan dengan Kompresi Bimanual Internal (KBI),
kalau tidak timbul kontraksi lakukan kompresi bimanual eksternal (KBE)
2. Penggantian cairan tubuh yang hilang

P:
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa saai ini ibu
mengalami atonia uteri yaitu suatu keadaan dimana uterus tidak dapat
berkontraksi
 Ibu mengerti penjelasan dari bidan

28
2. Hentikan perdarahan dengan Kompresi Bimanual Internal (KBI) selama 5
menit
a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut
masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) melalui
introitus ke dalam vagina ibu
b. Periksa vagina dan serviks, jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri langsung bersihkan, mungkin hal ini yang
menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh
c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior tekan
dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan
mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus
ditekan dari arah depan dan belakang
d. Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka
(bekas implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang
myometrium untuk berkontraksi
e. Evaluasi keberhasilan :
1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dari dalam vagina dan pantau kondisi ibu secara
ketat selama kala IV
2) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
ulang perenium, vagina, dan seviks apakah terjadi laserasi.Jika
demikian,segera lakukan penjahitan untuk menghentikan
perdarahan
3) Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan
keluarga untuk melakukan kompresi bimanul eksternal :
a) Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan
korpus uteri dan diatas simpisis pubis
b) Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding
belakang korpus uteri ,sejajar dengan dinding depan korpus

29
uteri.Usahakan memegang bagian belakang uterus seluas
mungkin
c) Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan
tangan depan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman
myometrium dapat dijepit secara manul.Cara ini dapat menjepit
pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk
berkontraksi
d) Berikan ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 600 -1000 mcg
per rectal.Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi karna ergometrin dapat menaikkan tekanan darah
e) Pasang infuse dengan jarum ukuran 16 atau 18, berikan infuse
RL 500 + 20 unit oksitosin guyur dalam waktu 10 menit
f) Pakai sarung tangan steril dan ulangi KBI
g) Dan jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2
menit, segera rujuk ibu dan dampingi ibu ketempat rujukan
h) Lanjutkan infus RL + 20 unit oksitosin dalam 500 cc / jam
hingga tiba ditempat rujukan atau menghabiskan 1,5 liter
infus.Kemudian berikan 125 cc / jam. Jika tidak tersedia cairan
yang cukup , berikan 55cc kedua dengan kecepatan sedang dan
berikan minum untuk rehidrasi
3. Jika uterus berkontraksi pantau ibu secara seksama selama persalinan kala
IV
4. Merapikan ibu
 Ibu sudah ganti baju dan rapi
5. Merapikan tempat tidur
 Tempat tidur sudah rapi dan bersih
6. Merapikan alat ( Dekontaminasi alat pada larutan klorin 5% )
7. Menganjurkan ibu untuk istirahat
 Ibu mau istirahat
8. Memberikan infut nutrisi
 Ibu minum teh manis ± 150 cc dan makan roti 1 potong

30
9. Menganjurkan ibu untuk BAK setiap kali menginginkannya
 Ibu BAK,urine ± 100 cc
10. Menganjurkan ibu untuk massage fundus uteri
 Ibu mau menuruti anjuran dari bidan
11. Melakukan observasi selama 2 jam
 1 jam pertama setiap 15 menit
 1 jam kedua setiap 30 menit
 TD, Nadi, Suhu, Respirasi, TFU, Kontraksi uterus, Kandung kemih
dan perdarahan
12. Pendokumentasian melengkapi partograf
 Partograf terlampir

31
BAB III

KESIMPULAN

………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

32
DAFTAR PUSTAKA

Dwi, Kurnia. 2014. Asuhan Kebidanan Persalinan. Penerbit buku TIM:


Jakarta.
Manuaba, dkk.2013.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB.
Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Nugroho taufan, 2012. Patologi kebidanan. Penerbit Nuha Medika:
Yogyakarta
Puspita Eka Sari. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas (Postnatal Care).
Penerbit CV.Trans Info Media: Jakarta
Yeyeh, Ai. 2011. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Penerbit
buku TIM: Jakarta.
Yulianti lia & rukiah yeye I, 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi
Kebidanan. CV. Trans Info Media: Jakarta Timur

33

You might also like