Professional Documents
Culture Documents
PENGERTIAN
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami
radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan
napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat
sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma
lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30
tahunan (Saheb, 2011)
B. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan
dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh
raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea dan mengi.
Selain gejala di atas ada beberaa gejala yang menyertai diantaranya sebagai berikut (Mubarak
2016:198):
1. Takipnea dan Orthopnea
2. Gelisah
3. Dia Foresis
4. Nyeri adomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
5. Kelelahan (Faigue)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
9. Sionss sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbon dioksida, seperti berkeringat, takinardi dan pelebaran tekanan nadi.
11. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.
D. PATOFISIOLOGI
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi
paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi
pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan
perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak
cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama
penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin
dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon
histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga
merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka
juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus
Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan,
dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan
tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga
bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi
searah jarum jam
Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.
G. PENATALAKSANAAN
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate )
dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya
dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip
Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas
H. FOKUS PENGKAJIAN
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari
10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma
yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.
I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
J. INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 Airway Management
berhubungan dengan jam, pasien mampu : 1. Buka jalan nafas,
tachipnea, peningkatan Respiratory status : guanakan teknik
produksi mukus, Ventilation chin lift atau jaw
kekentalan sekresi dan Respiratory status : thrust bila perlu
bronchospasme. Airway patency 2. Posisikan pasien
Aspiration Control, untuk
Dengan kriteria hasil : memaksimalkan
ventilasi
1. Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien
batuk efektif dan suara perlunya
nafas yang bersih, tidak pemasangan alat
ada sianosis dan dyspneu jalan nafas buatan
(mampu mengeluarkan 4. Pasang mayo bila
sputum, mampu bernafas perlu
dengan mudah, tidak ada 5. Lakukan fisioterapi
pursed lips) dada jika perlu
6. Keluarkan sekret
2.Menunjukkan jalan nafas dengan batuk atau
yang paten (klien tidak suction
merasa tercekik, irama 7. Auskultasi suara
nafas, frekuensi nafas, catat
pernafasan dalam rentang adanya suara
normal, tidak ada suara tambahan
nafas abnormal) 8. Lakukan suction
9. Berikan
bronkodilator bila
perlu
3. Mampu 10. Berikan pelembab
mengidentifikasikan dan udara Kassa
mencegah factor yang basah NaCl
dapat menghambat jalan Lembab
nafas 11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor
respirasi dan
status O2
2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC :
gas berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Airway Management
dengan perubahan jam, pasien mampu : 1. Buka jalan nafas,
membran kapiler – Respiratory Status : gunakan teknik
alveolar Gas exchange chin lift atau jaw
Respiratory Status : thrust bila perlu
ventilation 2. Posisikan pasien
Vital Sign Status untuk
memaksimalkan
Dengan kriteria hasil : ventilasi
1.Mendemonstrasikan 3. Identifikasi pasien
peningkatan ventilasi dan perlunya
oksigenasi yang adekuat pemasangan alat
jalan nafas buatan
2.Memelihara kebersihan 4. Pasang mayo bila
paru paru dan bebas dari perlu
tanda tanda distress 5. Lakukan fisioterapi
pernafasan dada jika perlu
6. Keluarkan sekret
3.Mendemonstrasikan dengan batuk atau
batuk efektif dan suara suction
nafas yang bersih, tidak 7. Auskultasi suara
ada sianosis dan dyspneu nafas, catat
(mampu mengeluarkan adanya suara
sputum, mampu bernafas tambahan
dengan mudah, tidak ada 8. Lakukan suction
pursed lips) pada mayo
9. Berika
4.Tanda tanda vital dalam bronkodilator bial
rentang normal perlu
10. Barikan pelembab
udara
11. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi
dan status O2
Respiratory
Monitoring
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
2. Pertahankan jalan
nafas yang paten
3. Atur peralatan
oksigenasi
4. Monitor aliran
oksigen
5. Pertahankan
posisi pasien
6. Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi
Disusun oleh
Nama : Nurul Ramadhani
NIM : 1611010048