You are on page 1of 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi


kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek yaitu (kurang dari 100/hari). Penyebab kerusakan tersebut karena
hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini
karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan structural
pembentukan hemoglobin dan gangguan jumlah rantai globin.
Talasemia banyak dijumpai pada bangsa sekitar Laut Tengah
(Mediterania), seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, Talasemia cukup
banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit yang paling banyak
diderita. Ditinjau dari segi keluarga penderita, adanya seorang atau beberapa anak
yang menderita penyakit thalassemia mayor merupakan beban yang sangat berat
karena mereka menderita anemia berat dengan kadar Hb di bawah 6-7 gr%.
Mereka harus mendapatkan transfusi darah seumur hidup untuk mengatasi anemia
mempertahankan kadar haemoglobin 9-10 gr%.
Dapat dibayangkan bagaimana beratnya beban keluarga apabila beberapa
anak yang menderita penyakit tersebut. Pemberian transfusi darah yang berulang-
ulang dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu
menimbulkan penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh sehingga dapat
menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti hati, limpa, ginjal, jantung,
tulang, dan pankreas. Tanpa transfusi yang memadai penderita thalassemia mayor
akan meninggal pada dekade kedua.
Efek lain yang ditimbukan akibat transfusi, yaitu tertularnya penyakit
lewat transfusi seperti penyakit hepatitis B, C, dan HIV. Hingga sekarang belum
dikenal obat yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut bahkan cangkok
sumsum tulang pun belum dapat memuaskan. Para ahli berusaha untuk
mengurangi atau mencegah kelahiran anak yang menderita thalassemia mayor
atau thalassemia-α homozigot.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah Definisi Thalasemia pada Anak?
2. Apasajakah Patofisiologi Thalasemia pada Anak?
3. Bagaimana Etiologi Thalasemia pada Anak?
4. Apasajakah Manifestasi Klinis Thalasemia pada Anak?
5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Thalasemia pada Anak?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Thalasemia pada Anak?
7. Apasajakah Komplikasi Thalasemia pada Anak?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Thalasemia pada Anak?

1.3 Tujuan

13
1. Memaparkan Definisi Thalasemia pada Anak
2. enjelaskan dan menggambarkan Patofisiologi pada Anak
3. Menjelaskan Etiologi pada Anak
4. Memaparkan Manifestasi Klinis Thalasmia pada Anak
5. Memaparkan Pemeriksaan Diagnostik Thalasemia pada Anak
6. Memaparkan Penatalaksanaan Thalasemia pada Anak
7. Memaparkan komplikasi Thalasemia pada anak
8. Memaparkan asuhan keperawatan Thalasemia pada anak

1.4 Manfaat
2 Bidang akademik

Sebagai sumber informasi dan bahan bagi Akademik dalam meningkatkan


mutu pendidikan pada masa yang akan datang pada bidang keperawatan.
Dapat mengevaluasi sejauh mana mahasiswa dalam menguasai asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah tuberkulosis paru.
3 Lahan Praktik

Sebagai masukan bagi perawat dalam rangka mengambil kebijakan untuk


meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada pasien yang
mengalami penyakit “Thalasemia pada Anak” .

13
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thalasemia
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari),
yang disebabkan oleh defisiensi, yang diturunkan dari Beta dan Alfa produksi satu
atau lebih dari satu jenis rantai kedua orang tua kepada anak-anaknya secara
resesif.
Thalassemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat
membentuk sel darah merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak
atau berumur pendek kurang dari 120 hari dan terjadilah anemia. (Herdata.N.H.
2008 dan Tamam.M. 2009)

B. Etiologi
Factor genetic yaitu factor perkawinan antara dua heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada
kromosom manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak
pada kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini di atur oleh locus control
region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasar gen
menyebabkan cacat pada insiasi atau pengakhiran transkrip, pembelahan RNA
yang abnormal, substitusi, dan frameshift. Hasilnya adalah penurunan atau
pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menghasilkan
sindrom thalassemia beta.
Mutasi Beta-zero (β°) ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin,
yang biasanya akibat mutasi nonsense, frameshift, atau splicing. Sedangkan mutasi
beta-plus (β+) ditandai dengan adanya produksi beberapa beta-globin tetapi
dengan sedikit cacat splicing. Mutasi yang spesifik memiliki beberapa hubungan
dengan faktor etnis atau kelompok berbeda yang lazim di berbagai belahan dunia.
Seringkali, sebagian besar individu yang mewarisi penyait ini mengikuti pola
resesif autosomal, dengan individu heterozigot memiliki kelainan gen tersebut,
sedangkan pada individu heterozigot atau individu compound homozigot, kelainan
itu memanifestasi sebagaoi penyakit beta-thalassemia mayor atau intermediet.

13
C. Fisiologi
a. Sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin kedalam sirkulasi. Sel
ini berbentuk lempengan bikonkat dan dibentuk sum-sum tulang leukosit berada
di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitungan rata-rata normal sel
daran merah (eritroporesis) mengalami kendali umpan balik. Pembentukkan ini
dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam sirkulasi yang berada
di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia. Pembentukkan sel
darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.

b Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel
darah merah, suatu protien yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesi
haemoglobin dimulai dalam pro eritrobias dan kemudian dilanjutkan sedikit
dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sum-sum
tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit setiap membentuk
sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap Dasar Kimiawi Pembentukkan Haemoglobin
Pertama, suksinil KOA, yang dibentuk dalam siklus krebs berkaitan
dengan gusin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol
bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung
dengan besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme
bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang
disentesis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit haemoglobin yang disebut
rantai haemoglobin. Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit
haemoglobin yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino dibagian
polipeitida. Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gemma, dan
rantai delta. Bentuk haemoglolobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu
haemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.

c. Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan
segera difagosit oleh sel-sel makrofag dihampir seluruh tubuh, terutama di
hati(sel-sel kupffer), limpa dan sum-sum tulang. Selama beberapa jam atau
beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari
hemeglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan sel darah merah biru, atau
menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian
porfirin dari molekul hemeglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi
bilirubinyang disekresikan hati ke dalam empedu.

13
D. Patofisiologi
Pada keadaan normal disentesis hemeglobin A (adult : A1) yang terdiri dari
dua rantai alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai kurang lebih 95 % dari
seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai dua
rantai alfa dan dua rantai delta sedangakan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada
keadaan normal. Hemeglobin F (foetal) setelah lahir foetus senantiasa menurun
pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4 %
pada keadaan normal. Haemoglobin F terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai
gamma.
Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi
sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan dalam proses
pembentukkan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin
yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokrom, mikrositer. Pada thalasemia beta produksi rantai beta terganggu,
mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan produksi Hb A2 dan atau Hb F tidak
terganggu, karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih
banyak daripada keadaan normal, mungkin sebagai usaha kompensasi.
Eritropoesis di dalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai lima kali lipat
dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesisi ekstra medular hati dan
limfa. Dekstruksi eritrosit dan prekusornya dalam susunan tulang adalah was
(ertropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis.

13
Patwey thalasemia

13
E.Klasifikasi
Secara klinis thalasemia dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis : mayor, intermedia, dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas
diantara tingkatan tersebut saling tidak jelas.

a. Thalasemia mayor
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3-6 bulan setelah lahir dan tidak
dapat hiduyp tanpa ditransfuse. Pembesaran hati dan limfa terjadi karena
penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra medular dan
kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah
dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan
dengan menyebabkan pertambahan volume plasma. Perubahan pada tulang
karena hiperaktivitas sum-sum merah berupa detormitas dan fraktur spontan,
terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat tranfuse darah. Deformitas
tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan
pertumbuhan berlebihan tulang frontal dan zigomantion serta maksila.
Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Gejala lain yang tampak ialah lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang, perut
membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat tranfuse darah kulit menjadi
kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

b. Thalasemia Intermedia
Keadaan klinis lebih baik dan gejala lebih ringan daripada thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 10,09/dl). Gejala detormitas tulang,
hepatomegali dan spienomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

c. Thalasemia Minor atau troit (pembawa sifat)


Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
F. Pemeriksaan Diagnostik
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pada hapusan darah topi didapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis, dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel
normoblas). Kadar besi dalam serum (S1) meninggi dan daya ikat serum
terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis
hemeglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30 %, kadang ditemukan
juga hemeglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45 % pasien thalasemia juga
mempunyai HbF maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT
dan SGPT fapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.

13
Penyelidikan sintesis Alfa / Beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa / beta yakni berkurang atau tidak adanya sintesis
rantai beta.

d. Pemeriksaan Radiologist
Gambaran radiologist tulang akan memperlihatkan medula yang lebar,
korteks tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan ” hair – on
– end ” yang disebabkan perluasan sum-sum tulang ke dalam tulang korteks.

G. Penatalaksanaan
a. Transfuse darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 9 / dl.
Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10-20 ml/kgBB

b. Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diet buruk.

c. Pemberian chelating agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi


hemosiderosis. Obat ini diberikan secara intravena atau subkutan, dengan
bantuan pompa kecil, 2 9 dengan setiap unit darah transfuse.

d. Vitamin C, 200 mg setiap meningkatkan ekskresi besi dihasilkan oleh


desferioksamin.

e. Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah, ini


ditunda sampai pasien berumur diatas 6 tahun karena resiko infeksi.

f. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang


hipotise jika pubertas terlambat.

g. Pada sedikit kasus transplantasi sum-sum tulang telah dilaksanakan pada umur 1
atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HIA cocok (HIA – Matched sibling).
Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30 % kasus.

a. Komplikasi
Akibat anemia yang lam dan berat, sering terjadi gagal jantung. Transfuse
darah yang berulang-ulang dari proses hemolesis menyebabkan kadar besi dalam
darah tinggi\, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi
alat tersebut (hemotromotosis. Limpa yang basar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

13
b. Prognosis
Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang
mencapai usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi
dan pemberian chaleting agents untuk mengurangi hemosderosis (harganyapun
sangat mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara berkembang).
Thalasemia tumor trooit dan thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai
prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa.
10. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage conseling) untuk mencegah
perkawinan diantara pasien thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang
homozigot. Perkawinan antara dua heterozigot (carrier) menghasilkan : 25 %
thalasemia (homozigot), 30 % carrier (hetrozigot), dan 25 % normal.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami isteri dengan
thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan
sperma berasal dari donor yang bebas dan thalasemia troit. Kelahiran kasus
homozigot terhindar, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan
50 % lainnya normal. Diagnosa prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan
amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosa kasus
homozigot intrauterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus
provokotus.

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)


seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2. Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya
anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

3. Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya.
Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak


masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil
untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.

5. Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.

6. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.

7. Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.

8. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

13
9. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. Keadaan Umum = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai
dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman Oksigen ke sel.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2


dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi
nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan


neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber
informasi.
C. Intervensi Keperawatan

No DX Tujuan Intervensi
1 1 Setelah di lakukan a) Awasi tanda vital,
tindakan palpasi nadi perifer.
b) Lakukan pengkajian
keperawatan selama
neurofaskuler periodik
x24 jam , pasien
misalnya sensasi,
mampu

13
mempertahankan gerakan nadi, warna
perfusi jaringan kulit atau suhu.
c) Berikan oksigen sesuai
adekuat.
Kriteria hasil : indikasi Awasi tanda-
 Denyut jantung
tanda vital, kaji
apical
pengisian kapiler,
 Irama jantung apikal
 Pernapasan warna kulit/ membran
 Tingkat kelelahan mukosa, dasar kuku.
 Kelemahan otot d) Tinggikan kepala
 Paresthesia menurun
tempat tidur sesuai
atau hilang
 Warna Kulit toleransi (kontra
indikasi pada pasien
dengan hipotensi).
e) Kaji respon verbal
melambat, mudah
terangsang, agitasi,
gangguan memori,
bingung.
f) Catat keluhan rasa
dingin, pertahankan
suhu lingkungan, dan
tubuh hangat sesuai
indikasi.
g) Kolaborasi
pemeriksaan
laboratorium,
Hemoglobin, AGD, dll.
h) Kolaborasi dalam
pemberian transfusi.
i) Awasi ketat untuk
terjadinya komplikasi
transfusi.

2 2 Setelah dilakukan a) Kaji toleransi fisik anak


asuhan keperwatan dan bantu dalam
selama x24 jam aktivitas yang melebihi
diharapkan klien toleransi anak.
b) Berikan anak aktivitas
mampu melakukan
pengalihan misalnya
aktivitas sehari-hari.
bermain.
Kriteria hasil:
c) Berikan anak periode
 Rata-rata nadi
tidur sesuai kondisi
dengan akivitas
 Tekanan darah dan usia.
d) Kaji kemampuan
sistolik dalam
pasien untuk
aktivitas
melakukan aktivitas,

13
 Pernapasan catat kelelahan dan
 Sesak napas saat
kesulitan dalam
istirahat
beraktivitas.
 Warna Kulit
e) Awasi tanda-tanda
vital selama dan
sesudah aktivitas.
f) Catat respon terhadap
tingkat aktivitas.
g) Berikan lingkungan
yang tenang.
h) Pertahankan tirah
baring jika
diindikasikan.
i) Ubah posisi pasien
dengan perlahan dan
pantau terhadap
pusing.
j) Pilih periode istirahat
dengan periode
aktivitas.
k) Beri bantuan dalam
beraktivitas bila
diperlukan.
l) Rencanakan kemajuan
aktivitas dengan
pasien, tingkatkan
aktivitas sesuai
toleransi.
m) Gerakan teknik
penghematan energi,
misalnya mandi
dengan duduk.

3 3 Setelah dilakukan a) Pantau jumlah dan


asuhan keperwatan jenis intake dan
selama x24 jam output pasien.
b) Timbang berat badan
diharapkan klien
klien.
mampu
c) Beri Health Education
menunjukkan
tentang pentingnya
pemahaman
nutrisi bagi tubuh.
pentingnya nutrisi d) Kolaborasi dengan ahli
Kriteria hasil :
gizi.
 Index berat badan
e) Berikan makanan yang
tubuh
bergisi.
 Nutrisi kesehatan
f) Berikan minuman
tubuh
yang bergisi misalnya

13
 Asupan Cairan susu.
 Mengetahui g) Beri makanan sedikit
makanan yang baik tapi sering.
h) Berikan suplemen
atau tidak
 Mengetahui teknik atau vitamin pada
untuk menghindari anak.
i) Berikan lingkungan
penurunan BB
yang menyenangkan

4 4 Kriteria hasil : a) Kaji integritas kulit,


 Temperatur
catat perubahan pada
 Hidrasi
 Tekstur turgor, gangguan
 Pigmen yang warna, aritema dan
abnormal ekskoriasi.
 Lesi di kulit b) Ubah posisi secara
 Kemerahan
periodik.
c) Pertahankan kulit
kering.Anjurkan
pasien dan keluarga
menjaga kebersihan.
d) Batasi penggunaan
sabun.
e) Anjurkan klien dan
keluarga mencuci
tangan

5 5 Kriteria hasil : a) Pertahankan teknik


 Kurang pengetahuan
septik antiseptik pada
tentang resiko infeksi
prosedur perawatan.
 Mengidentifikasi
b) Dorong perubahan
resiko infeksi di
ambulasi yang sering.
semua situasi c) Tingkatkan masukan
 Mengidentifikasi
cairan yang adekuat.
tanda umum dan d) Pantau dan batasi
penyebab infeksi pengunjung.
 Penggunaan strategi e) Pantau tanda-tanda
pengurangan infeksi vital.
 Strategi mengontrol f) Kolaborasi dalam
kebersihan pemberian antiseptik
 Granulasi dan antipiretik.
 Pembentukan Scar g) Kolaborasi pemberian
 Penurunan ukuran
diet dengan ahli gizi
luka

6 6 Kriteria hasil : a) Berikan informasi


 Diskusi mengenai
tentang thalasemia
kesehatan
secara spesifik.
 Melakukan penilaian
b) Diskusikan kenyataan
diri
bahwa terapi
 memperoleh

13
bantuan dari hidup tergantung pada tipe
sehari-hari sesuai dan beratnya
dengan kebutuhan thalasemia.
 Melakukan aktivitas c) Rujuk ke sumber
sehari – hari dengan komunitas, untuk
toleransi mendapat dukungan
 Mengetahui faktor
secara psikologis.
resiko d) Konseling keluarga
 Mengetahui efek dari
tentang pembatasan
penyebab tindakan
punya anak/ deteksi
keperawatan
dini keadaan janin
 Mengetahui tanda
melalui air ketuban
dan gejala dari
dan konseling
talasemia
perinahan:
mengajurkan untuk
tidak menikah dengan
sesama penderita
thalasemia, baik
mayor maupun minor.
e) Berikan informasi
mengenai tindakan
medis yang akan
dilakukan
f) Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
g) Bantu pasien
mengidentifikasi
aktivitas yang
dilakukan

13
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, arif, dkk. 2000. ” Kapita Selekta Kedokteran ” . Edisi ke-3 Jilid
2. Media Aesculapius Fkul.

Permono B, Ugrasena, UGD. (2006). Hemoglobin: Talasemia. Dalam:


Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ” Standar Pelayanan Medis ”. Fakultas


Kedokteraan Unlam / RSUD Ulin Banjarmasin.

www. Google.com ( Thalasemia Pada Anak ).

Agustin.Dewi.2014.”Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan


Thalasemia”.Tidak Diterbitkan.[Online]. Tersedia di
www.academia.edu/12074128/ASKEP_THALASEMIA

13

You might also like