You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS
( Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan subjek yang tidak
berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau
kekilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Oleh
karenanya, yang harus diberantas adalah factor, factor yang dapat menyebabkan
narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau
kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikarenakan pidana (Malinda, Anggun
2016:26).
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil
dalam memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional setting” .
perawat memberikan pelayanan secara menyeluruh. Warga binaan memiliki hak untuk
mendapatkan kesejahteraan kesehatan baik fisik mauapun mental selama masa
pembinaan. Namun hal tersebut kurang mendapatkan perhatian. Kenyataannya banyak
narapidana yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari
ringan sampai berat (Butler, dkk. 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007,
prevalensi gangguan mental emosional berupa depresi dan cemas pada masyarakat
berumur di atas 15 tahun mencapai 11,6 persen (Depkes, 2012).

2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengertian, faktor penyebab , klasifikasi, masalah
kesehatan, serta penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
2) Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa pada Narapidana?

3. Tujuan

1) Untuk menegetahu pergertian, faktor penyebab, klasifikassi, serta


penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana
2) Untuk menegetahui Asuhan Keperawatan Jiwa pada Narapidana.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi
lainnya, menurut perundang-undangan.Pengertian narapidana menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman
karena tindak pidana) atau terhukum.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1995 tentang
Permasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan.

2. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
1. Faktor ekonomi
 Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-
lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
 Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi
nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada
umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations)
harus diperhatikan.
 Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi
terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis, pengangguran
dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju,
pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan
dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin
membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengangguran adalah faktor yang paling penting.

2. Faktor Mental

 Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara
menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang merupakan fakta
bahwa norma-norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan
khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan
secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-
kecenderungan kriminal.

 Bacaan, film

Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor krimogenik


yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita
dan gambar-gambar erotis dan pornografi, buku-buku picisan lain dan akhirnya
cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian
berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan demikian ialah
gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara
teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca. Harian-harian yang
mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat berasal dari koran-
koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap
menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir-akhir
ini.

3. Faktor Pribadi

 Umur

Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik secara yuridis
maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu berhubungan dengan faktor-
faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi faktor-faktor tersebut pada akhirnya
merupakan pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya hanya dalam
kerjasamanya dengan faktor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi
kriminologi. Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih
sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai
umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua.
Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama
kehidupan manusia.

 Alkohol

Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti


pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan,
kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan faktor
yang kuat, masih juga merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.

 Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali
terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas.
Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain
lingkungan, terjadi inflasi dan revolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang
jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambah bahaya akan
terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal.

3. Klasifikasi Narapidana

Berdasarkan fasilitasnya narapidana dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Prisons

Yaitu fasilitas federal/ Negara bagian yang memberikan hukuman lebih dari 1 tahun
bagi para narapidana dan biasanya dengan kasus criminal.

2. Jails

Yaitu fasilitas untuk wilayah lokal untuk menahan para detainees dan inmates.

Detainees /tahanan yaitu orang yang belum diputuskan bersalah dan masih menjalani
percobaan karena tidak dapat membayar jaminan atau karena belum ada jaminan bagi
mereka.

Inmates/ narapidana yaitu tahanan yang telah diputuskan bersalah.

3. Juvenille detention facilities

Yaitu tempat untuk aak-anak dan remaja yangdihukum karena masalah criminal dan
menjalani masa percobaan tetapi tidak dapat dibebaskan tanpa ada tanggung jawab
dari orang dewasa.

C. Masalah kesehatan pada Narapidana

a) Kesehatan mental

Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan dilembaga
pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering dijumpai
adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder. Karena
banyak yang mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental.

b) Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis da penyakit menular
seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.

1) HIV

Angka kejadian HI dianara para narapida diperkiraan 6 kali lebih tinggi daripada
populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini berkaian dengan perilaku yang
beresiko tinggi seperti penggunaan obat-obaan, sexual intercourse yang tidak
aman dan pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan angka
kejadian yaitu dengan dilakukannya penegaan dan program pendidikan kesehatan
mengenai HIV dan AIDS.

2) Hepatitis

Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi umum walaupun data
yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan denga penggunaan obat-obat lewat
suntikan, tato, imigran dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C
tinggi. National Commision on Correctional Healt Care (NCCHC) menyarankan
agar dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika diindikasikan maka harus
segera diberikan pengobatan. NCCHC juga merekomendasikan pendidikan bagi
semua staf dan tahanan mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan
kemajuan penyakit.

3) Tuberculosis

Angka TB tiga kali lebih besar di LP dabanding populasi umum. Hal ini terkait
dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang mempengaruhi
penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga yang menangani tuberculosis yaitu
CC merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga
pemasyarakatan yaitu :

a. Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan

b. Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan yang sesuai

c. Monitoring dan evaluasi skrining

Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan pada lembaga


pemasyarakatan, yaitu :

1. Wanita

Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya tahanan wanita
yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain (terpisah
dari anak), korban penganiaaan dan kekerasan social, penyalahgunaan obat terlarang.
Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini diberikan belum cukup maksimal untuk
memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksaan ginekologi untuk wanita hamil dan
korban kekerasan seksual. NCCHC menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk
pemenuhan pelayanan kesehatan :

a. LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk pemeriksaan ginekologi


secara koprehensif.

b. Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi, korban dari


penipuan, konseling berkaitan dengan peran sebagai orang tua dan pemakaian
obat-obatan dan alcohol.

2. Remaja

Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal membuat mereka


harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akan menghalagi
pemenuhan kebutuan untuk berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan
nutrisi yang dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah kesehatan
seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau tindakan bunuh diri.
Disini perawat harus memantau tingkat perkembangan dan pengalaman mereka dan
perlu waspada bahwa pada usia ini paling rentan terkena masalah kesehatan.

3. Penatalaksanaan Terapi
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
b. Keperawatan

Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok


stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah
adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.Terapi aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan
terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil
diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.(Keliat dan Akemat,2005)
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa pada Narapidana

1. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian, nomor rekam medis.
b. Faktor predisposisi merupakan faktor pendukung yang meliputi faktor
biologis, faktor psikologis, sosial budaya, dan faktor genetic.
c. Faktor presipitasi merupakan faktor pencetus yang meliputi sikap
persepsi merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal,
merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak
adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya
mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social
dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan
berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medik yang terdiri dari diagnosa medis dan terapi medis
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan
adalah:
MASALAH YANG PERLU DIKAJI

No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif


1 Masalah utama : gangguan Mengungkapkan ingin
konsep diri : harga diri diakui jati dirinya. Merusak diri sendiri,
rendah Mengungkapkan tidak Merusak orang lain,
ada lagi yang peduli. Ekspresi malu,
Mengungkapkan tidak Menarik diri dari
bisa apa-apa. hubungan social,
Mengungkapkan
Tampak mudah
dirinya tidak berguna.
Mengkritik diri tersinggung,
sendiri. Tidak mau makan dan
Perasaan tidak tidak tidur.
mampu.
2 Penyebab tidak efektifnya Mengungkapkan Tampak
koping individu ketidakmampuan dan ketergantungan
meminta bantuan terhadap orang lain
orang lain. Tampak sedih dan
Mengungkapkan malu tidak melakukan
dan tidak bisa ketika aktivitas yang
diajak melakukan seharusnya dapat
sesuatu. dilakukan
Mengungkapkan tidak Wajah tampak
berdaya dan tidak murung
ingin hidup lagi.
3 Akibat isolasi sosial Mengungkapkan Ekspresi wajah
menarik diri enggan bicara dengan kosong tidak ada
orang lain kontak mata ketika
Klien mengatakan diajak bicara
malu bertemu dan Suara pelan dan tidak
berhadapan dengan jelas
orang lain Hanya memberi
jawaban singkat
(ya/tidak)
Menghindar ketika
didekati
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:
a. Harga diri rendah sitasional yang berhubungan dengan perilaku
tidak konsisten dengan nilai (Domain 6 : 00120)
b. Isolasi Sosial yang berhubungan dengan perubahan status
mental
( Domain 12: 00053)
c. Defisit Perawatan Diri: Makan berhubungan penurunan
motivasi (Domain 4:000102)

3. Intervensi

1. Dx 1: Harga diri rendah sitasional b.d perilaku tidak konsisten dengan nilai
NOC:
a. Body image, disturbed.
b. Coping, inefefective
c. Personal dentity, disturbed
d. Health behavior, risk
e. Self esteem situasional, low
Kriteria hasil:

a. Adaptasi terhadap ketunandayaan fisik: respon adaptif klien terhadap


tentang fungsional penting akibat ketunandayaan fisik.
b. Penyesuaian psikososial: perubahan hidup: repon psikososial adaptive
individu terhadap perubahan.
c. Menunjukan penilaian pribadi tentang harga diri.
d. Mengungkapkan penerimaan diri.
e. Komunikasi terbuka.
NIC;

a. Self esteem enhancement


 Tunjukan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk
mengatasi situasi.
 Dorong pasien untuk mengatasi kekuatan dirinya.
 Ajarkan ketrampilan perilaku yang positif melalui bermain peran,
model peran, diskusi.
 Dukung peningkatan tanggung jawab diri jika di perlukan
 Dukung pasien untuk menerima tantangan bar
 Kaji alas an-alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri

2. Isolasi sosial yang b.d status mental


NOC:
a. Social interaction skills
b. Stress level.
c. Sosial support
d. Post-trauma syndrome
Kriteria Hasil:

a. Iklim sosial keluarga: lingkungan yang mendukungyang bercirikan


hubungan dan tujuan anggota keluarga.
b. Keseimbangan ala perasaan: mampu menyesuaikan terhadap emosi
sebagai respon terhadap keadaan tertentu .
c. Keparahan kesepian: mengendalikan keparahan respon emosi, sosial,
atau eksitensi terhadap isolasi
d. Meningkatkan hubungan yang efektif dalam perilaku pribadi.
NIC:

a. Socialization enhancement
 Fasilitasi dukungan kepada pasien oleh keluarga, teman dan
komunitas.
 Dorong melakukan aktivitas sosial dan komunikasi.
 Berikan uji interpersonal
 Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam perawatan dan
perawatan diri atau aktivitas lain.
 Fasilitasi pasien untuk berpartisional dalam diskusi dengan
group kecil.
 Membantu pasien mengembangkan atau meningkatkan
ketrampilan sosial intrapersonal
 Gali kekuatan dan kelemahan pasien dalam berinteraksi sosial.

3. Deficit perawatan diri b.d penurunan motivasi.


NOC:
a. Activity intolerance
b. Mobility: physical impaired
c. Self care deficit hygine
d. Self care deficit feeding.
Kriteria hasil:

a. Status nutrisi: ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan


metabolic.
b. Status nutrisi: asupan makanan
c. Cairan: kuantitas makanan dan cairan yang diasup ke dalam tubuh
selama periode 24 jam
d. Perawatan diri: makan: kemampuan untuk menyiapkan dan memakan
makanan dan cairan secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
e. Perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari hari (ADL) mampu untuk
melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau tanpa
alat bantu.
NIC:

a. Self care assistance: feeding


 Mengatur nampn makanan dan meja menarik
 Pastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi
mengunyah dan menelan.
 Memberikan bantuan fisik, sesuai kebutuhan.
 Menyediakan untuk menghilangkan rasa sakit, sesuai
kebutuhan.
 Menyediakan untuk menghilangkan rasa sakit yang memadai
sebelum makan
 Menyediakan kesehatan mulut sebelum makan

BAB III

Penutup

1. Kesimpulan

Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau sanksi


lainnya, Faktor-faktor yang dapat menyebakan seseorang tersebut menjadi narapidana
adalah faktor ekonomi, mental, dan pribadi. Sebagai perawat terapi yang dapat diberikan
untuk gangguan jiwa pada narapidana yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok
stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi .
DAFTAR PUSTAKA

Butler et al. 2005. Mental disorder in the New South Wales prisoner population. Australia :
Justice Health, and University of New South Wales

Bulechek, Gloria M,dkk. 2012. Nursing Interventions Classification. Edisi 6. Jakarta: Elsevier

Depkes. (2012). Riset Kesehatan Dasar 2007. Available at http://labdata.litbang.depkes.go.id.

Malinda, Anggun. 2012. Perempuan dalam Sistem Peradilan Pidana. Yogyakarta:


Garudhawaca

Moorhead, Sue, dkk. 2012. Nursing Outcomes Classification. Edisi 5. Jakarta: Elsevier

Nanda International Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan :Definisi & Klasifikasi. Edisi 10.
Jakarta: EGC
MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NARAPIDANA

DISUSUN OLEH :

DESI LUSIANA PUTRI

DEWI ERNAWATI
LUSIANA GARDININGTYAS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017

You might also like