You are on page 1of 9

Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Tinggi Keguruan Dan

Ilmu Pendidikan ( STKIP ) PGRI Tulungagung


April 2013
Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Hakikat Keragaman dan
Kesetaraan Manusia sebagai Kekayaan Sosial Budaya”
Penyusunan makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam Materi Kuliah
Bimbingan dan Konseling dalam Program Studi Pendidikan Ekonomi di Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Tulungagung.
Penyusun menyadari bahwa berkat bantuan dari berbagai pihak, maka makalah ini
dapat tersusun, untuk itu maka penulis sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada:
1. Drs. Djoko Edi Yuwono, M.M, Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) PGRI Tulungagung, yang telah memberikan izin pembuatan makalah ini.
2. Drs. Imam Sujono, M.M, Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi.
3. Abdul Roziq Asrori, Msi., Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar, yang telah
membimbing dalam penyusunan makalah ini.
4. Mahasiswa Program Studi Ekonomi kelas 4A tahun 2013, yang turut aktif
membantu dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan. Yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini
disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu dating dari diri penyusun maupun
yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya. Saya sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan
makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
Tulungagung, April 2013

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iv

BAB I : PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah 1
B Rumusan Masalah 2
C Tujuan Penulisan 2

BAB II : KAJIAN TEORI


A. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia 3
B. Kemajemukan dalam Dinamika Sosial Budaya 4
C. Keragaman dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial Budaya Bangsa 7
D. Problematika Keragaman dan Kesetaraan dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara 8
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan 12
Daftar
Pustaka 1
4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam paham multikulturalisme, kesederajadan, dan atau kesetaraan sangat dihargai
untuk semua budaya yang ada dalam masyarakat. Paham ini sebetulnya merupakan
bentuk akomodasi dari budaya arus utama (besar) terhadap munculnya budaya-budaya
kecil yang datang dari berbagai kelompok. Itulah sebabnya, penting sekarang ini
membahas keragaman dan kesetaraan dalam hidup manusia. Untuk konteks Indonesia
sebagai masyarakat majemuk, sehubungan dengan pentingnya ketiga hal tersebut :
manusia, keragaman, dan kesetaraan, tatkala berbicara tentang keragaman, hal itu mesthi
dikaitkan dengan kesetaraan. Mengapa? Karena keragaman tanpa kesetaraan akan
memunculkan diskriminasi : kelompok etnis yang satu bisa memperoleh lebih dibanding
yang lain; atau kelompok umur tertentu bisa mempunyai hak-hak khusus atas yang
lainnya. Keragaman yang didasarkan pada kesetaraan akan mampu mendorong
munculnya kreativitas, persaingan yang sehat dan terbuka, dan pada akhirnya akan
memacu kesaling-mengertian. Perkembangan pembangunan yang terjadi dalam dua
dekade terakhir di Indonesia menjadikan pertemuan antar orang dari berbagai kelompok
suku dan budaya sangat mudah terjadi. Hal itu tentu saja akan menimbulkan banyak
goncangan dan persoalan. Karena itu sebelum menjadi sebuah konflik yang keras,
Indonesia sudah selayaknya mempersiapkan masyarakatnya mengenai adanya
keragaman. Keragaman itu supaya menghasilkan manfaat besar harus diletakkan dalam
bingkai kebersamaan dan kesetaraan. Namun, sebelum membahas mengenai bagaimana
memahami keragaman dan kesetaraan dan juga bagaimana mengelola keragaman yang
ada dengan segala persoalan dan tantangannya, pembahasan akan dimulai dengan
memusatkan perhatian pada manusia itu sendiri. Dalam perkembangan konteks
kehidupan bermasyarakat yang terjadi secara cepat dan dramatis seringkali muncul
ketegangan antara individualitas dan sosialitas. Bagaimana seorang manusia yang
senantiasa berusaha mencari identitas diri harus melakukan akomodasi terhadap
masyarakatnya yang juga terus berubah. Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai
bagian dari masyarakat dikitari oleh berbagai hal yang menjadikannya selalu berada
dalam ketegangan antara diri sendiri dan orang lain. Praktis komunikasi, sejarah yang
melingkupinya, keberadaan orang lain, konsep mengenai masalalu, mas kini, dan mas
depan juga merupakan hal-hal yang terus perlu dipertimbangkan ketika manusia
menjalani hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari sebuah
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah “Hakikat Keragaman dan Kesetaraan
Manusia sebagai Kekayaan Sosial Budaya” adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah hakikat keragaman dan kesetaraan manusia
2. Bagaimanakah kemajukan dalam dinamika sosial budaya
3. Bagaimanakah keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya bangsa
4. Apa sajakah problematika keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan masyarakat dan negara

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah “Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia sebagai Kekayaan Sosial Budaya” adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang hakikat keragaman dan kesetaraan manusia
2. Untuk mengetahui tentang kemajemukan dalam dinamika sosial budaya
3. Untuk mengetahui tentang keragaman dan kesetaraan sebagai kekayaan sosial
budaya bangsa
4. Untuk mengetahui problematika keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan
masyarakat dan negara

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia


Keragaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaaan2 dalam berbagai bidang (masyarakat yang
majemuk). Keragaman dalam masyarakat adalah sebuah keadaaan yang menunjukkan perbedaan yang cukup banyak macam atau
jenisnya dalam masyarakat. Unsur keragamannya dapat dilihat dalam suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi dan politik,
tata karma, kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial. Semua unsur tersebut merupakan hal yang harus dipelajari agar keragaman
tersebut tidak membawa dampak yang buruk bagi kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk tuhan yang memiliki tingkatan atau kedudukan yang
sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan
dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain, dihadapan tuhan , semua
manusia adalah sama derajat, kedudukan atau tingkatannya yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaan manusia tersebut
terhadap tuhan.
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan keragaman. Konsep kesetaraan (equity)
bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif mengkaji konsep
kesetaraan berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya kesetaraan. Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan
gender, status sosial, dan berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan. Sedangkan konsep
keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat,
kebudayaan Barat dan Timur mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat antroposentris
(berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India, Cina dan Islam, menunjukkan ciri teosentris (berpusat
pada Tuhan.Dengan demikian konsep-konsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung elemen dasar serba manusia,
manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan hidup, seperti juga konsep kesetaraan
dan keberagaman, berdasarkan apa yang diatur oleh Tuhan melalui ajaran-ajarannya.
Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-
unsur universal kebudayaan pada berbagai periodisasi kehidupan masyarakat.Sehubungan dengan itu Negara kebangsaan Indonesia
terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu
negara bangsa karena kesamaan bahasa. Atau Australia, India, Sri Lanka, Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan
daratan. Atau Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras. Indonesia menjadi
satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu;
nyaris kesamaan wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun Kerajaan Majapahit dan sama-sama 350 tahun dijajah
Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang.

B. Kemajemukan dalam Dinamika Sosial Budaya


Keragaman atau kemajemukan dalam masyarakat selalu membawa perubahan dan perkembangan atau dinamika sehingga
masyarakat menjadi dinamis. Kemajemukan dalam masyarakat dibedakan ke dalam dua hal yang saling berkaitan, yaitu:
1. Kemajemukan Sosial
Kemajemukan social, berkaitan dengan relasi antar orang atau antar kelompok
dalam masyarakat. Misalnya : perbedaan jenis kelamin, asal usul keluarga atau
kesukuan, perbedaan ideology atau wawasan berpikir, perbedaan kepemilikan barang-
barang atau pendapatan ekonomi. Kemajemukan social dapat dibedakan dalam 3 hal
penting :
a. Perbedaan Gender atau Seksualitas
Gender merupakan kerangka social yang diciptakan manusia untuk
membedakan laki-laki dan dan perempuan. Kerangka social ini tidak dibangun
secara ilmiah tetapi dibangun berdasarkan prasangka yang berkembang dalam
masyarakat, misalnya perempuan selalu diidentikkan dengan manusia yang lemah
dan cengeng, oleh karenanya wajar jika perempuan tidak diperbolehkan menjadi
pemimpin dalam masyarakat. Padahal, tidak selalu setiap perempuan adalah
seperti yang dibuat dalam kerangka gender tersebut. Sementara itu seksualitas
adalah pembeda karena jenis kelamin. Karena perbedaan seks bersifat kodrati,
maka yang bisa melahirkan dan menyusui hanyalah perempuan.
b. Perbedaan Etnisitas, kesukuan, dan asal-usul keluarga
Dalam masyarakat kuno nama seseorang kadang menunjukkan derajat
kebangsawanan mereka. Tetapi masyarakat modern sekarang ini tidak lagi
mengaitkan nama dengan nama desa asal, tapi tergantung dari keluarga masing-
masing pemilik nama. Sekarang banyak orang mengambil nama dari suku lain,
bahkan bangsa lain yang tidak punya ikatan sama sekali. Terlepas dari perubahan
apapun yang terjadi, etnisitas, kesukuan, dan asal-usul keluarga merupakan cirri
pembeda seseorang, kendatipun kemurniannya mulai menipis lantaran frekuensi
perkawinan campur antar antarsuku mulai meningkat.
c. Perbedaan Ekonomi
Perbedaan ini paling mudah dilihat, yang dalam terminology Marxisme
tampak sebagai perbedaan kelas social (golongan kaya-miskin), yang sering
menimbulkan ketegangan dan konflik antar golongan.
2. Kemajemukan Budaya
Kemajemukan budaya, berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dalam menjalani
hidup. Misalnya: cara memandang dan menyelesaikan persoalan, cara beribadah,
perbedaan dalam menerapkan pola pengelolan keluarga; atau singkatnya dapat
disebutkan bagaimana seseorang memandang dunia, masyarakat dan kehidupan di
dalamnya.
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam
kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang
dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu
mendatang sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi
diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain
dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang
besar, namun bisa juga menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat
sendiri jika tidak dikelola dengan baik.
Keragaman budaya sangat erat kaitannya dengan kebiasaan-kebiasaan dalam
menjalani hidup semisalnya cara menjalani hidup, cara memandang dan
menyelesaikan persoalan, cara beribadah sebagai ekspresi keyakinan kepada Tuhan,
cara memandang dunia, masyarakat beserta kehidupan di dalamnya. Contohnya :
mengapa ada orang yang percaya dan memilih dukun untuk mengatasi masalah
kesehatan, bukannya mencari dokter. Demikian pula dalam hal mendidik anak dalam
keluarga. Ada yang menekankan bahwa berselisih pendapat dengan orang lain itu
dianggap tidak sopan dan mengggangu ketentraman. Karena itu, ada keluarga yang
mendidik untuk tidak membantah orang lain. Keluarga ini ketika mendapat seorang
aak kecil berdepat dengan orang tuanya merasa bahwa anak tersebut tidak sopan,
kurang pendidikan, bahkan nakal dan kuarang ajar. Hal ini menimbulkan persoalan
bagi keluarga yang tidak menekankan pendidikan bahwa anak harus penurut.
Keragaman budaya juga menjadi persoalan ketika dikaitkan dengan perbedaan
sosial. Munculah pandangan stereotip yaitu pandangan tentang sekelompok orang
yang didefinisikan karakternya kedalam grup. Pandangan tersebut bisa bersifat positif
atau negatif. Sebagai contoh, suatu bangsa dapat distereotipkan sebagai bangsa yang
ramah atau tidak ramah.
Biasanya ciri-ciri dalam stereotip kebanyakan negatif, seperti cara bicara dan
perilaku orang batak kasar, cara bicara dan perilaku orang jawa lamban, orang cina
pelit dan orang madura suka berkelahi. Sejarah juga menjelaskan bahwa perbedaan
budaya dan stereotip telah menimbulkan banyak persoalan. Sindiran atau pelecehan
tehadap budaya pernah terjadi dalam sejarah kehidupan manusia seperti budaya atau
orang tertentu sudah di cap buruk. Karena itu dalam sejarah pernah terjadi pertobatan
budaya. Penginjilan dan atau dakwah dari agama tertentu pada masa lampau
mencerminkan pandangan yang menganggap bahwa suatu budaya tertentu lebih
rendah dari budaya lain misalnya dalam konteks kekristenan sejarah pengijilan selalu
terkait dengan perendahan dan pelecehan budaya bahwa semua orang harus bertobat
dan masuk agama kristen yang baru dan menyelamatkan. Istilah budaya yang tinggi
merupakan milik keraton yang dipertentagkan dengan kebudayaan rakyat, milik orang
biasa dan miskin merupakan bentuk upaya membedakan sekaligus sindiran dan
pelecehan antara suatu budaya dengan yang lain. Sekarang ini muncul budaya global
yang datang dari barat dan negara maju berhadapan dengan budaya lokal. Budaya
global tersebut memberikan dampak positif dan negatif bagi budaya lokal.

C. Keragaman dan Kesetaraan sebagai Kekayaan Sosial Budaya Bangsa


Keragaman bangsa terutama karena adanya kemajemukan etnik, disebut juga suku
bangsa atau suku. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak ragam budaya,
tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan lainnya karena setiap etnis pada dasarnya
menghasilkan kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultur
artinya memiliki banyak budaya.
Etnik atau suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya identifikasi
seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan, dan pranata yang
dijalaninya yan gbersumber dari etnik dari mana ia berasal. Namun dalam perkembangan
berikutnya, identitas sosial budaya seseorang tidak semata-mata ditentukan dari etniknya.
Identitas seseorang mungkin ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial, tingkat
pendidikan, profesi yang digelutinya, dan lain-lain. Identitas etnik lama-kelamaan bisa
hilang, misalnya karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi.
Kemajemukan adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain kemajemukan,
karakteristik Indonesia yang lain adalah sebagai berikut (Sutarno, 2007) :
1. Jumlah penduduk yang besar
2. Wilayah yang luas
3. Posisi hilang
4. Kekayaan alam dan daerah tropis
5. Jumlah pulau yang banyak
6. Persebaran pulau
Kesetaraan atau kesederajatan menunjuk pada adanya persamaan kedudukan, hak dan
kewajiban sebagai manusia. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud
dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang
merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong
terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat
individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan
hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial,
sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan.
Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesedarajatan itu secara yuridis diakui dan
dijamin oleh negara melalui UUD’45. Warga negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku,
agama, dan budayanya diperlakukan sama dan memiliki kedudukan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan negara Indonesia mengakui adanya prinsip persamaan
kedudukan warga negara. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 27 ayat (1)
UUD’45 bahwa “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.
Dinegara demokrasi, kedudukan dan perlakuan yang sama dari warga Negara
merupakan ciri utama sebab demokrasi menganut prinsip persamaan dan kebebasan.
Persamaan kedudukan di antara warga Negara, misalnya dalam bidang kehidupan seperti
persamaan dalam bidang politik, hukum, kesempatan, ekonomi, dan sosial.
D. Problematika Keragaman dan Kesetaraan dalam Kehidupan Masyarakat dan
Negara
1. Problem Keragaman Serta Solusinya Dalam Kehidupan
Masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat
dasar sebagai berikut :
a. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki
kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki strutkutr sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang
bersifat nonkomplementer.
c. Kurang mengembangkan consensus di antara para anggota masyarakat tentan
nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
d. Secara relatif, sering kali terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan
yang lainnya.
e. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan
di dalam bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.

Keragaman adalah modal, tetapi sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya


daerah memang memperkaya khazanah budaya dan menjadi modal yang berharga
untuk membangun Indonesia yang multicultural. Namun, kondisi aneka budaya itu
sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan
kecemburuan sosial.
Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri dari dua fase, yaitu fase disharmoni
dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya perbedaan pandangan
tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok. Disintegrasi merupakan
fase di mana sudah tidak dapat lagi disatukannya pandangan, nilai, norma, dan
tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan antarkelompok.
Konflik horizontal yang terjadi bukan disebabkan oleh adanya perbedaan atau
keragaman itu sendiri. Adanya perbedaan ras, etnik, dan agama tidaklah harus
menjadikan kita bertikai dengan pihak lain. Yang menjadi penyebab adalah tidak
adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok masyarakat dan budaya
lain, inilah justru yang dapat memicu konflik. Kesadaranlah yang dibutuhkan untuk
menghargai, menghormati, serta menegakkan prinsip kesetaraan atau kesederajatan
antar masyarakat tersebut. Satu hal yang penting adalah meningkatkan pemahaman
antar budaya dan masyarakat yang mana sedapat mungkin menghilangkan penyakit
budaya. Penyakit budaya tersebut adalah etnosentrisme stereotip, prasangka, rasisme,
diskriminasi, dan space goating. (Sutarno, 2007).
Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai
budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri. Stereotip adalah pemberian
sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya
karena dia berasal dari kelompok yang berbeda. Prasangka adalah sikap emosi yang
mengarah pada cara berpikri dan berpandangan secara negative dan tidak melihat
fakta yang nyata ada. Rasisme bermakna anti terhadap ras lain atau ras tertentu di
luar ras sendiri.Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan
kurang bersahabat dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya. Space
goating artinya pengkambinghitaman.
Solusi lain yang dapat dipertimbangkan untuk memperkecil masalah yang
diakibatkan oleh pengaruh negates dari keragaman adalah sebagai berikut :
a. Semangat religious
b. Semangat nasionalisme
c. Semangat pluralisme
d. Dialog antar umat beragama
e. Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi
hubungan antaragama, media massa, dan harmonisasi dunia.

2. Problem Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan

Prinsip kesetaraan atau kesederajatan mensyaratkan jaminan akan persamaan


derajat, hak, dan kewajiban. Indicator kesederajatan adalah sebagai berikut :
a. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan
golongan
b. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang
layak
c. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota
masyarakat.

Problem yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan
perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban
antarmanusia atau antarwarga. Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut
diskriminasi. Upaya untuk menekan dan menghapus praktik-praktik diskriminasi
adalah melalui perlindungan dan penegakan HAM disetiap ranah kehidupan
manusia. Seperti negara kita Indonesia yang berkomitmen untuk melindungi dan
menegakkan hak asasi warga negara melalui Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang HAM.
Pada tataran operasional, upaya mewujudkan persamaan di depan hukum dan
penghapusan diskriminasi rasial antara lain ditandai dengan penghapusan Surat
Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) melalui keputusan Presiden
No. 56 Tahun 1996 dan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1999. Disamping itu,
ditetapkannya Imlek sebagai hari libur nasional menunjukkan perkembangan
upaya penghapusan diskriminasi rasial telah berada pada arah yang tepat.
Rumah tangga juga merupakan wilayah potensial terjadinya perilaku
diskriminatif. Untuk mencegah terjadinya perilaku diskriminatif dalam rumah
tangga, antara lain telah ditetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keragaman dalam masyarakat adalah sebuah keadaaan yang menunjukkan perbedaan


yang cukup banyak macam atau jenisnya dalam masyarakat, Sedangkan kesetaraan
manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk tuhan yang memiliki tingkatan atau
kedudukan yang sama.
Keragaman atau kemajemukan dalam masyarakat selalu membawa perubahan dan
perkembangan atau dinamika sehingga masyarakat menjadi dinamis. Kemajemukan
dalam masyarakat dibedakan ke dalam dua hal yang saling berkaitan, yaitu:
Kemajemukan Sosial dan Kemajemukan Budaya. Keragaman budaya sangat erat
kaitannya dengan kebiasaan-kebiasaan dalam menjalani hidup semisalnya cara menjalani
hidup, cara memandang dan menyelesaikan persoalan, cara beribadah sebagai ekspresi
keyakinan kepada Tuhan, cara memandang dunia, masyarakat beserta kehidupan di
dalamnya. Keragaman bangsa terutama karena adanya kemajemukan etnik, disebut juga
suku bangsa atau suku. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak ragam
budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan lainnya karena setiap etnis pada
dasarnya menghasilkan kebudayaan. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
multikultur artinya memiliki banyak budaya. Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan
kesedarajatan itu secara yuridis diakui dan dijamin oleh negara melalui UUD’45. Warga
negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku, agama, dan budayanya diperlakukan sama dan
memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan negara Indonesia
mengakui adanya prinsip persamaan kedudukan warga negara. Hal ini dinyatakan secara
tegas dalam Pasal 27 ayat (1) UUD’45 bahwa “segala warga Negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan masyarakat dan negara akan
menimbulkan beberapa konflik atau pertentangan, yang secara umum terdiri dari dua
fase, yaitu fase disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya
perbedaan pandangan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok.
Disintegrasi merupakan fase di mana sudah tidak dapat lagi disatukannya pandangan,
nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan pertentangan antarkelompok.
Ada beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan untuk memperkecil konflik-
konflikyang muncul dari keragaman adalah sebagai berikut : Semangat religious,
semangat nasionalisme, semangat pluralisme, dialog antar umat beragama,
dan ,embangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan
antaragama, media massa, dan harmonisasi dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Giri Wiloso, Pamerdi, dkk. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Salatiga: Widya Sari
Poerwanto, Hari. 2008. Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wahyono, Tries Edy. 2009. Pendidikan Multikultural. Malang : Surya Pena Gemilang.
Susanto. Astrid. 1985. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta
http://catarts.wordpress.com/2012/04/13/bab-iv-manusia-keragaman-dan-kesetaraan/
http://liliputsupercrazy.blogspot.com/2012/10/kemajemukan-dalam-dinamika-sosial-dan.html
http://rustadi29-dinamikakehidupan.blogspot.com/2011/07/kemajemukan-dan-kesetaraan-
sebagai.html
http://bagongmendem.blogspot.com/2012/09/makalah-manusia-keragaman-dan-
kesetaraan.html
http://buyungfbriant.blogspot.com/2012/11/problematika-keragaman-dan-kesetaraan.html

You might also like