Penderita miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, kontak
lensa atau melalui operasi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan penggunaan kacamata atau kontak lensa yang akan mengkompensasi panjangnya bola mata dan akan memfokuskan sinar yang masuk jatuh tepat di retina (Suhardjo et al, 2012). Menggunakan kacamata merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk mengkoreksi miopia. Lensa konkaf yang terbuat dari kaca atau lensa plastic ditempatkan pada frame dan dipakai didepan mata. Pengobatan pasien dengan myopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal tanpa akomodasi. Penggunaan kontak lensa merupakan pilihan kedua terapi myopia. Kontak lensa merupakan lengkungan yang sangat tipis terbuat dari plastik yang dipakai langsung didepan kornea (Sheerwood, 2014). Bagi orang-orang yang tidak nyaman pada penggunaan kacamata atau kontak lensa dan memenuhi kriteria umur, derajat miopia dan kesehatan secara umum dapat melakukan operasi refraksi mata sebagai alternatif atau pilihan ketiga untuk mengkoreksi myopia yang dideritanya. Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia seperti keratotomi radial (radial keratotomy - RK), keratektomi fotorefraktif (Photorefraktive Keratectomy - PRK), dan laservasisted in situ interlamelar keratomilieusis (Lassik). Lasik merupakan metode terbaru dalam operasi mata. Lasik direkomendasikan untuk myopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada Lasik digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratome untuk memotong flap secara sirkuler pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat lapisan dalam kornea. Kornea diperbaiki dengan sianr laser untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali (Ilyas, Sidartha, dkk. , 2015).
Perjalanan Penyakit dan Komplikasi
Pada penderita miopia yang tidak dikoreksi dapat timbul komplikasi. Komplikasi tersebut antara lain (Suhardjo et al, 2012): 1. Ablasio retina Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D – (-4,75) D sekitar 1/6662. Sedangkan pada (-5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali. 2. Vitreal Liquefaction dan Detachment Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan- bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. 3. Miopic Maculopaty Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. 4. Glaukoma Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stress akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula. 5. Katarak Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Bahwa pada orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat. 6. Strabismus Esotropia Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien miopia memiliki pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau kedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia. 1. Suhardjo SU, Hartono, et al. Ilmu kesehatan mata. edisi ke-2. Yogyakarta : FK UGM ; 2012 2. Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. edisi ke 8. EGC: Jakarta.
3. Ilyas, Sidartha, dkk. , 2015. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 5, Jakarta: Balai Penerbit FKUI