You are on page 1of 34

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan masa transisi antara kanak-kanak dengan dewasa,

artinya mereka tidak lagi dikatakan kanak-kanak tetapi belum dapat dikatakan

dewasa. Remaja adalah masa tidak stabil secara psikologis sehingga mereka

mencari identitas dirinya. Dalam pencarian identitas diri, remaja mencoba

memasuki dunia dewasa dengan melakukan cara-cara tertentu seperti merokok.

Dengan merokok, remaja merasa sudah berperilaku seperti orang dewasa padahal

yang mereka tiru ini merupakan perilaku negatif, yakni bukan hanya menggangu

kesehatan seperti menimbulkan penyakit kanker paru-paru, jantung, stroke,

diabetes, asma bahkan dapat membunuh secara perlahan.

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran nafas

dan jaringan paru-paru. Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah

diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan

merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Partikel asap

rokok seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan

karsinogen. Juga tar berhubungan dengan resiko terjadinya kanker. Dibandingkan

bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai10-

13 kali lebih sering. Sebesar 87 persen kematian karena kanker paru-paru, didapati

pada para perokok.


2

Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah

jantung. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga

berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan perifer. Para perokok memiliki

resiko 70 persen lebih besar terjangkit penyakit yang berhubungan dengan jantung

dan pembuluh darah. Nikotin yang terdapat di dalam rokok, selain menyebabkan

ketagihan, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi

denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung serta menyebabkan

gangguan irama jantung. Stroke atau penyumbataan pembuluh darah otak yang

bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Resiko stroke

dan resiko kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan

perokok.

Hasil survei pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 80% perokok di

Indonesia mulai merokok sebelum usia 19 tahun, angka tersebut dinyatakan

mengalami kenaikan sebesar 9,4% dari angka tahun 2001. Proporsi perokok

pemula remaja terus meningkat, diikuti kelompok umur 5-9 tahun dengan

persentase 0,8% pada tahun 2001 menjadi 1,8% pada tahun 2004 ( Mohammad,

2008).

Angka yang didapat dari hasil survey yang dilakukan General Youth

Tobacco Survey (GYTS) Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 30%

anak SMP di Jakarta, Bekasi, dan Medan ternyata sudah merokok. Di Jakarta

terdapat 34% murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 16,6%

masih merokok. Di Bekasi terdapat 33% murid sekolah usia SMP pernah

merokok dan sebanyak 17,1% masih merokok. Sedangkan di Medan terdapat


3

34,9% murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 20,9% saat ini

masih merokok. Hasil survey GYTS tahun 2006, jumlah perokok usia 13-15 tahun

di Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia.

Informasi kesehatan mengenai rokok yang masih sangat kurang adalah

beberapa permasalahan yang membuat perokok di Indonesia sangat susah untuk

berhenti merokok. Hal tersebut diungkapkan oleh yayi suryo prabandari, peneliti

di pusat perilaku dan promosi kesehatan fakultas kedokteran UGM.

Mengingat bahaya dari merokok, tingginya angka prevalensi, dan

minimnya informasi mengenai bahaya merokok maka perlu dilakukan pencegahan

antara lain terhadap remaja perokok dini agar mereka dapat menghentikan

perilaku merokok sebelum menjadi ketergantungan dan menimbukan berbagai

penyakit. Terdapat beberapa cara untuk menumbuhkan sikap berhenti merokok,

khususnya pada siswa remaja perokok dini yaitu:

1. Memberi layanan informasi tentang akibat buruk dari merokok

2. Memberi teguran keras pada perokok dini

3. Memaksa remaja dengan hukuman yang sesuai jika merokok

Mengubah perilaku bisa menjadi jalan keluar bagi seseorang yang ingin

berhenti merokok. Namun semuanya dikembalikan pada personal masing-masing.

sebab tidak ada yang bisa memperbaiki suatu hal, selain diri yang bersangkutan.

Dari ketiga cara di atas, peneliti memilih cara pertama karena dengan cara

ini remaja disadarkan dengan membuka pengetahuannya bahwa merokok itu

sangat berbahaya. Adanya pengetahuan tentang bahaya merokok tersebut

diharapkan akan mengubah sikap siswa remaja perokok dini menjadi sikap
4

menolak sebagai perokok. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kecenderungan berperilaku untuk tidak merokok. Diharapkan sikap akan diikuti

oleh perilaku nyata tidak merokok.

Menurut Marat, sikap terdiri dari 3 komponen yaitu kognitif ( pikiran),

afektif ( perasaan) dan konatif (kecenderungan atau akan berperilaku). Dengan

demikian pemberian layanan informasi dalam penelitian ini bertujuan mengubah

pikiran, perasaan, dan kecenderungan untuk merokok menjadi tidak merokok

(Marat, 1981).

1.2 Rumusan Masalah

Sebagaimana dikemukakan pada latar belakang penelitian bahwa terdapat

sejumlah siswa remaja yang telah merokok. Perilaku ini hendak diubah menjadi

tidak merokok melalui pembentukan sikap berhenti merokok. Pembentukan sikap

berhenti merokok ini ditempuh dengan cara memberi layanan informasi tentang

akibat-buruk dari merokok. Dengan demikian permasalahan penelitian ini adalah

memberikan layanan informasi tentang akibat-buruk merokok yang mampu

mengubah sikap merokok menjadi sikap berhenti merokok pada siswa remaja

perokok dini.
5

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di atas

adalah

1. Bagaimana hubungan antara pemberian layanan informasi dengan sikap

berhenti merokok pada siswa remaja perokok dini?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara pemberian layanan informasi dengan

sikap berhenti merokok pada siswa remaja perokok dini.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara pemberian layanan informasi dengan

pikiran berhenti merokok pada siswa remaja perokok dini.

2. Mengetahui hubungan antara pemberian layanan informasi dengan

perasaan berhenti merokok pada siswa remaja perokok dini.

3. Mengetahui hubungan antara pemberian layanan informasi dengan

kecenderungan berperilaku berhenti merokok pada siswa remaja

perokok dini.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini menjadi salah satu hasil penelitian yang

memperkaya hasil-hasil penelitian tentang upaya menghentikan

perilaku merokok.
6

2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan

dalam rujukan hasil penelitian tentang hubungan antara pemberian

layanan informasi dengan sikap berhenti merokok pada siswa remaja

perokok dini.

1.5.2 Manfaat Praktis

Sebagai salah satu upaya pemecahan masalah (terapi atau pemberian

bantuan) terhadap siswa remaja perokok dini agar tidak meneruskan kebiasaan

merokok melalui terapi pemberian layanan informasi, khususnya dalam penelitian

ini siswa remaja perokok dini di SMA Negeri 1 Medan.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Merokok

2.1.1 Pengertian Merokok

Menurut Sitepoe (2000), merokok adalah membakar tembakau yang

kemudian diisap isinya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.

Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900ºC untuk ujung

rokok yang dibakar dan 30ºC untuk ujung rokok yang terselip di antara bibir

perokok. Definisi perokok sekarang menurut WHO dalam Depkes (2004) adalah

mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama

hidupnya masih merokok saat survey dilakukan. Menurut Harrisons (1987) dalam

Sitepoe (2000), asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua

komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen yang yang bersama

gas terkondensasi menjadi partikel. Dengan demikian, asap rokok yang diisap

dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel (Sitepoe, 2000).

Asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke,

sedangkan asap rokok yang terbentuk pada hujung rokok yang terbakar serta asap

rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke.

Sidestream smoke menyebabkan seseorang menjadi perokok pasif. Asap rokok

mainstream mengandung 4000 jenis bahan kimia berbahaya dalam rokok dengan

berbagai mekanisme kerja terhadap tubuh. Dibedakan atas fase partikel dan fase

gas. Fase partikel terdiri daripada nikotin, nitrosamine, N nitrosonorktokin,


8

poliskiklik hidrokarbon, logam berat dan karsinogenik amin. Sedangkan fase yang

dapat menguap atau seperti gas adalah karbonmonoksid, karbondioksid, benzene,

amonia, formaldehid,hidrosianida dan lain-lain (Sitepoe, 2000).

2.1.2 Epidemiologi Konsumsi Rokok

Hampir 1 juta milyar laki-laki di dunia merokok, sekitar 35% dari mereka

berada di negara maju dan 50% berada di negara berkembang. Sekitar 250 juta

perempuan di dunia merupakan perokok. Sekitar 22% dari perempuan tersebut

berada di negara maju dan 9% berada di negara berkembang. Rendahnya tingkat

konsumsi tembakau pada perempuan di seluruh dunia tidak mencerminkan

kesadaran akan kesehatan, namun lebih kepada tradisi sosial dan rendahnya

sumber ekonomi pada perempuan. Jumlah perokok di dunia akan terus bertambah

terutama karena terjadi pertambahan jumlah populasi. Pada tahun 2030 akan ada

sekitar 2 milyar orang di dunia. Meskipun angka prevalensi ini salah, jumlah

perokok akan tetap meningkat. Konsumsi tembakau telah mencapai proporsi

epidemik global (Mackay & Eriksen, 2002).

Indonesia adalah salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

Secara nasional, konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2002 berjumlah 182

milyar batang yang merupakan urutan ke-5 diantara 10 negara di dunia dengan

konsumsi tertinggi pada tahun yang sama (Depkes RI, 2004). Konsumsi rokok di

Indonesia meningkat 7 kali lipat selama periode 1970-2000 dari 33 milyar batang

pada tahun 1970 menjadi 217 milyar batang pada tahun 2000. Antara tahun 1970

dan 1980 konsumsi meningkat sebesar 159%, yaitu dari 33 milyar batang menjadi
9

84 milyar batang. Antara tahun 1990 dan 2000 peningkatan lebih jauh sebesar

54% terjadi dalam konsumsi tembakau walaupun terjadi krisis ekonomi.

Prevalensi merokok di kalangan dewasa meningkat menjadi 31,5% pada tahun

2001 dari 26,9% pada tahun 1995 (Depkes RI, 2003).

Prevalensi merokok penduduk usia 15 tahun ke atas adalah 31,5 %, lebih

tinggi dibandingkan tahun 1995 yang sebesar 26,9%. Prevalensi ini berbeda

menurut jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, kelompok umur, tingkat

pendapatan, dan tingkat pendidikan. Prevalensi merokok dewasa (umur 15 tahun

ke atas) pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi pada

perempuan. Pada tahun 2001, prevalensi merokok pada laki-laki sebesar 62,2%

dan perempuan sebesar 1,3%. Penduduk yang tinggal di pedesaan mempunyai

prevalensi merokok yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tinggal di

perkotaan. Prevalensi merokok di pedesaan adalah sebesar 34% dan di perkotaan

sebesar 28,2%. Prevalensi merokok laki-laki umur 15 tahun ke atas yang tinggal

di desa adalah sebesar 67% dan yang tinggal di kota 56,1% sedangkan prevalensi

wanita umur 15 tahun ke atas di desa 1,5% dan di kota 1,1%.

Di tingkat provinsi, angka tertinggi laki-laki yang merokok adalah di

Gorontalo (69%) dibandingkan Bali (45,7%). Prevalensi merokok wanita

meningkat menjadi lebih dari dua kali lipat antara tahun 1995 dan 2001 di Papua,

Kalimantan timur, Jawa Tengah, dan Bali, meskipun secara menyeluruh

prevalensinya masih tetap sangat rendah (Depkes RI, 2004).

Menurut Surkesnas (2004), hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas) 2004 menunjukkan bahwa perokok umur ≥ 15 tahun di Indonesia


10

sebesar 35%, kisaran menurut provinsi terendah di Nanggroe Aceh Darussalam

(24%) dan tertinggi di Maluku Utara (42%), persentase di atas rata-rata angka

nasional meliputi 13 provinsi. Perokok laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan

(63% dibanding 4,5%). Sebanyak 63% perokok yang merokok ≥ 10 batang per

hari, kisaran menurut provinsi terendah di Maluku (22%) dan tertinggi di

Sumatera Utara (84%).

2.1.3 Bahan-bahan kimia yang terkandung dalam rokok

1. Tar

Tar adalah zat berwarna coklat berisi berbagai jenis hidrokarbon aromatik

polisiklik, amin aromatik dan N-nitrosamine. Tar yang dihasilkan asap rokok akan

menimbulkan iritasi pada saluran napas, menyebabkan bronchitis, kanker

nasofaring dan kanker paru.

2. Nikotin

Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin

tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH fisiologis, sebanyak 31%

nikotin berbentuk bukan ion dan dapat melalui membrane sel. Asap rokok pada

umumnya bersifat asam (pH 5,5). Pada pH ini nikotin berada dalam bentuk ion

dan tidak dapat melewati membran secara cepat sehingga di mukosa pipih hanya

terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok. Pada perokok yang menggunakan

pipa, cerutu dan berbagai macam sigaret Eropa, asap rokok bersifat basa dengan

pH 8,5 dan nikotin pada umumnya tidak dalam bentuk ion dan dapat diabsorpsi

dengan baik melalui mulut.


11

3. Karbonmonoksida

Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang mempunyai afinitas

kuat terhadap hemoglobin pada sel darah merah, ikatan CO dengan haemoglobin

akan membuat haemoglobin tidak bisa melepaskan ikatan CO dan sebagai

akibatnya fungsi haemoglobin sebagai pengangkut oksigen berkurang, sehingga

membentuk karboksi hemoglobin mencapai tingkat tertentu akan dapat

menyebabkan kematian.

4. Timah hitam

Timah hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug.

Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan

menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke

dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayangkan, bila seorang perokok berat

menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini

masuk ke dalam tubuh. (Sugeng DTriswanto, 2007).

2.1.4. Jenis Rokok

Menurut Sitepoe (2000), di luar negeri bahan baku rokok hanya tembakau,

dikenal dengan istilah rokok putih, sedangkan di Indonesia bahan baku rokok

adalah tembakau dan juga cengkeh atau disebut rokok kretek. Sebagai bahan

baku, di samping tembakau juga ditambahkan kemenyan dan kelembak, atau

disebut rokok kelembak atau rokok siong. Selain rokok yang khusus dijumpai di

Indonesia, ada pula tembakau yang digunakan sebagai rokok pipa dan rokok

cerutu yang tersebar luas di seluruh dunia. Pada rokok pipa, tembakau dibakar
12

kemudian diisap melalui pipa. Khusus rokok cerutu, daun tembakau kering yang

dirajang agak lebar disusun sedemikian rupa.

Rokok digulung dengan berbagai jenis pembalut atau pembungkus. Ada

yang menggunakan kertas, misalnya rokok kretek dan rokok putih; daun nipah;

pelepah tongkol jagung atau disebut rokok kelobot; dan dengan tembakau sendiri

atau disebut rokok cerutu; ada juga yang tidak menggunakan pembalut, misalnya

rokok pipa (Sitepoe, 2000).

Baik rokok putih maupun rokok kretek‒demikian pun dengan rokok pipa‒

ada yang menggunakan filter dan ada pula yang tanpa filter. Konsumsi rokok

berfilter banyak dijumpai di kota, sedangkan perokok di pedesaan banyak

menggunakan rokok tanpa filter (Sitepoe, 2000).

Rokok kretek merupakan rokok khusus Indonesia yang hanya diproduksi

di Indonesia. Jenis rokok ini diproduksi dengan mesin yang disebut rokok kretek

mesin dan dapat pula diproduksi secara manual menggunakan tenaga kerja

berjumlah banyak atau disebut rokok kretek tangan (Sitepoe, 2000).

2.1.5 Beberapa jenis penyakit akibat merokok

1. Kanker paru-paru

Kanker ialah penyakit yang disebabkan pertumbuhan yang tidak terkendali

dari sel abnormal yang ada dibagian tubuh. Hubungan merokok dan kanker paru-

paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara

kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan

ada yang secara tegas menyatakan bahkan rokok sebagai penyebab utama

terjadinya kanker paru-paru (M.NBustan,2000).


13

2. Jantung Koroner

Merokok terbukti merupakan factor resiko terbesar untuk mati mendadak.

Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok

dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko ini meningkat dengan bertambahnya

usia dan jumlah rokok yang dihisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor resiko

merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar

lemak, gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK. Perlu diketahui bahwa

resiko kematian akibat penyakit jantung koroner berkurang dengan 50 persen pada

tahun pertama sesudah rokok dihentikan. Akibat penggumpalan (trombosis) dan

pengapuran (aterosklerosis) dinding pembuluh darah, merokok jelas akan merusak

pembuluh darah perifer. Pembentukan aterosklerosis pada pembuluh darah

koroner jantung jauh lebih banyak bagi perokok dibandingkan dengan yang non

perokok. Kondisi ini akibat mendorong vosokonstriksi pembuluh darah koroner.

Sebagai pendorong factor resiko PJK yang lain tentu perokok akan meningkatkan

kadar kolesterol didalam darah yang akan memberikan resiko tinggi terhadap PJK.

Demikian juga merokok mempercepat pembekuan darah sehingga agregasi

trombosit lebih cepat terjadi, yang merupakan salah satu factor pembentukan

aterosklerosis sebagai penyebab PJK (M.NBustan,2000).

3. Bronkitis

Bronkitis terjadi karena paru-paru dan alur udara tidak mampu melepaskan

mucus yang terdapat didalamnya dengan cara normal. Mucus adalah cairan

lengket yang terdapat dalam tabung halus, yang disebut tabung bronchial yang

terletak dalam paru-paru. Mucus beserta semua kotoran tersebut biasanya terus
14

bergerak melalui tabung baronkial dengan bantuan rambut halus yang disebut

silia. Silia ini terus menerus bergerak bergelombang seperti tentakel bintang laut,

anemone, yang membawa mucus keluar dari paru-paru menuju ketenggorokan.

Asap rokok memperlambat gerakan silia dan setelah jangka waktu tertentu akan

merusaknya sama sekali. Keadaan ini berarti bahwa seorang perokok harus lebih

banyak batuk untuk mengeluarkan mukusnya. Karena sistemnya tidak lagi bekerja

sebaik semula, seorang perokok lebih mudah menderita radang paru-paru yang

disebut bronchitis (M.NBustan,2000).

4. Penyakit Stroke

Stroke adalah penyakit deficit neurologist akut yang disebabkan oleh

gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak serta menimbulkan

gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian

serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu, dan keadaan penduduk. Dr.

Hans Tendra juga mengungkapkan bahwa penyumbatan pembuluh darah otak

yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Resiko

stroke dan resiko kematian lebih tinggi perokok dibandingkan tidak perokok

(M.NBustan,2000).

5. Hipertensi

Walaupun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah diastole secara

akut, namun tidak tampak lebih sering di antara perokok, dan tekanan diastole

sedikit berubah bila orang berhenti merokok. Hal ini mungkin berhubungan

dengan fakta bahwa perokok sekitar 10-12 pon lebih ringan dari pada bukan

perokok yang sama umur, tinggi badan dan jenis kelaminnya. Bila mereka
15

berhenti merokok, sering berat badan naik. Dua kekuatan, turunnya tekanan

diastole akibat adanya nikotin dan naiknya tekanan diastole karena peningkatan

berat badan, tampaknya mengimbangi satu sama lain pada kebanyakan orang,

sehingga tekanan diastole sedikit berubah bila mereka berhenti merokok

(M.NBustan,2000) .

6. Penyakit Diabetes

Diabetes terjadi ketika glukosa dalam darah terlalu tinggi karena tubuh

tidak bisa menggunakan dengan benar. Glukosa adalah gula yang diproduksi oleh

tubuh dan terutama diambil dari karbohidrat dalam makanan. Bukti-bukti makin

bayak menunjuk pada peran rokok terhadap timbulnya penyakit diabetes atau

bahwa penderita diabetes akan memperparah resiko kematian jika terus merokok

(M.NBustan,2000).

7. Impotensi

Impotensi merupakan kegagalan atau disfungsi alat kelamin laki-laki

secara berulang. Ciri utamanya adalah kegagalan mempertahankan ereksi atau

berhasil ereksi tetapi “kurang keras”. Rokok merupakan salah satu penyumbang

penting terjadinya impotensi. Para ahli mengaitkan terjadinya impotensi dengan

peran rokok yang merusak jaringan darah dan syaraf. Dan karena seks yang sehat

memerlukan “kerjasama” seluruh komponen tubuh, maka adanya ganguan pada

komponen vital menyebabkan gangguan dan bahkan kegagalan seks seperti

halnya yang terjadi pada impotensi (M.NBustan,2000).

2.1.6 Kategori Perokok

1. Perokok Pasif
16

Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang tidak

merokok (pasif smoker). Asap rokok tersebut bisa menjadi polutan bagi manusia

dan lingkungan sekitar. Asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan

perokok karena berada disekitar perokok bias menimbulkan secone handsmoke.

2. Perokok aktif

Perokok aktif adalah orang yang suka merokok (Hasan alwi, 2003:960)

Kemudian menurut M.N.Burstan (2000:86 ), rokok aktif adalah asap rokok yang

berasal dari isapan perokok (mainstream). Dari perokok aktif ini dapat

digolongkan menjadi tiga bagian:

a. Perokok ringan yaitu perokok yang merokok kurang dari sepuluh batng per

hari.

b. Perokok sedang adalah orang yang menghisap rokok sepuluh sampai dua puluh

batang perhari.

c. Perokok berat Perokok berat adalah orang yang merokok lebih dari duapuluh

batang perhari. (M.N.Bustan, 2000).

2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada

remaja. Nawi et. al. (2006) mengatakan remaja di Indonesia berpendapat merokok

telah menjadi kebiasaan budaya. Kebanyakan lelaki pada masa sekarang

menghisap rokok. Di rumah terdapat paling kurang satu anggota keluarga yang

mengisap rokok. Di kalangan teman-teman, akan ada seorang yang merokok.

Begitu juga di sekolah. Remaja akan melihat guru-guru merokok di kawasan

sekolah. Budaya merokok ini menyebabkan remaja merasakan mereka harus


17

merokok, kalau tidak mereka akan rasa terpinggir. Merokok telah menjadi suatu

kegiatan sosial. Lebih parah lagi, rokok mudah didapati pada masa kini. Hal ini

disokong oleh Mariani, S.R., (2004) yang mengatakan salah satu faktor remaja

merokok adalah karena rokok mudah didapati.

Mariani, S.R., (2004) mengatakan salah satu faktor remaja merokok adalah

karena terdapat anggota keluarga remaja yang merokok. Sebagai contoh, bapak

atau abang remaja tersebut menghisap rokok. Oleh karena itu mereka berpendapat

tidak salah bagi mereka untuk merokok. Remaja juga merokok karena banyak

orang di dalam komunitas mereka merokok. Selain itu, pengaruh teman

merupakan salah satu faktor kenapa remaja merokok. Smet (1999) mempunyai

pendapat yang sama dalam hal ini: yaitu remaja selalu merokok ketika bersama

teman-teman mereka. Menurut penelitian Jusuf (1994) di Jakarta Timur, perilaku

merokok sering disebabkan oleh anggota keluarga seperti abang, teman dan

kurangnya pengetahuan tentang bahaya merokok. Perilaku yang dimiliki oleh

manusia dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika , persuasi, dan/atau

genetika.

Nawi et al. (2006) juga mengatakan di Indonesia, merokok merupakan

aspek yang penting pada masyarakat. Apabila ditawarkan rokok pada seorang

lelaki, ini adalah tanda bahwa remaja itu sudah bersedia untuk menjadi dewasa.

Mariani, S.R., (2004) turut mengatakan remaja berpendapat bahwa merokok itu

satu kebiasaan pada masyarakat. Awalnya dalam budaya Indonesia, merokok

tidak sesuai untuk perempuan, hanya untuk lelaki. Pada masa kini, anggapan itu

sudah tidak bisa dipakai lagi karena ternyata perempuan juga digalakkan untuk
18

merokok oleh iklan rokok yang ada di mana-mana; sehingga sekarang ini perokok

perempuan juga semakin bertambah (Nawi et al, 2006).

Pendapat lain mengatakan bahwa, faktor-faktor utama remaja merokok

adalah faktor psikologi. Menurut Mariani, S.R., (2004), remaja merokok karena

ingin menghilangkan kebosanan dan mengurangi stress. Aktivitas harian remaja

yang sibuk dengan urusan sekolah seperti harus terlibat dalam kegiatan sekolah,

menyiapkan tugas-tugas sekolah dan lain-lain lagi bisa membuatkan remaja

merasa bosan. Hal ini menggalakkan remaja untuk merokok. Tekanan atau stress

yang dihadapi remaja seperti kurang mendapat perhatian daripada orangtua karena

kesibukan mereka bekerja, masalah keluarga seperti penceraian dan ujian yang

harus dihadapi menyebabkan remaja melibatkan diri dalam kegiatan tidak

berfaedah seperti merokok.

Terdapat salah anggapan mengenai efek merokok oleh remaja. Mereka

menganggap merokok itu tidak berbahaya bagi lelaki karena lelaki mempunyai

daya tahan tubuh yang lebih kuat dibandingkan perempuan. Remaja juga

memandang rendah efek yang bisa disebabkan oleh rokok terhadap kesehatan

tubuh. Mereka tidak tahu efek yang bisa disebabkan oleh merokok (Nawi et al,

2006). Hal ini juga diakui oleh Mariani, S.R., (2004) yang mengatakan remaja

merokok karena tidak tahu tentang efek merokok.

Menurut Mariani, S.R., (2004), terdapat beberapa faktor lain yang menjadi

penyebab kenapa remaja ingin merokok. Pada mulanya mereka merokok karena

untuk suka-suka dan rasa ingin tahu yang seterusnya berlanjutan kepada ketagihan

merokok. Ada remaja yang berpendapat bahwa merokok dapat membuat mereka
19

menjadi keren dan unik. Faktor-faktor lain adalah karena mereka ingin menjadi

dewasa, merokok merupakan trend atau ikutan budaya pada masa kini, supaya

remaja diterima teman-teman, remaja berpendapat merokok sebagai suatu tanda

kebebasan dan perilaku merokok tidak salah dari segi moral Di negara

berkembang seperti di Indonesia, peningkatan perilaku merokok adalah

disebabkan kurangnya kesadaran mengenai bahaya merokok. Kurangnya tindakan

yang dilakukan oleh pemerintah untuk melaksanakan program berhenti merokok

juga menyumbang kepada peningkatan perilaku merokok.

2.2 Sikap

2.2.1 Definisi Sikap

Secord dan Backman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan

tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi

tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungannya. Sikap

didefinisikan dalam beberapa versi oleh para ahli. Dari bermacam definisi sikap,

bisa dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu:

a. Definisi sikap yang berorientasi kepada respon

Sikap adalah suatu bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau

memihak yang disebut favourable maupun perasaan tidak mendukung atau

unfavourable pada suatu objek.

b. Definisi sikap yang berorientasi kepada kesiapan respon

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan

cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki


20

adanya respon atau suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipati untuk

menyesuaikan diri dari situasi sosial yang telah terkondisikan.

c. Definisi sikap yang berorientasi kepada skema triadik

Sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan

konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan bertindak

terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya. Ketiga komponen ini yang

membentuk konsep sikap.

Definisi di atas terlihat bahwa ada beberapa hal yang sama dari beberapa

pengertian mengenai sikap, hampir semuanya berpendapat bahwa sikap itu tidak

terlepas dari adanya penilaian, perasaan dan predisposisi prilaku. Sikap

merupakan kesiapan untuk merespon terhadap objek baik dalam bentuk respon

positif atau negatif. Sikap merupakan suatu bentuk kepercayaan, keyakinan,

perasaan, dan kecenderungan bertindak yang ditunjukan pada objek tertentu yang

sedang dihadapi. Selanjutnya sikap juga bergantung dengan penilaian diterima

atau ditolaknya objek tertentu. Jika penilaian baik terhadap suatu objek akan

bersikap menyetujui terhadap objek tersebut, sedangkan bila suatu objek itu

dinilai jelek maka bersikap tidak menyetujui. Jika individu menerima suatu objek

yang positif berarti ia memiliki suatu sikap yang positif dan jika individu tidak

menerima suatu hal yang negative berarti ia bersikap positif. Begitu pula

sebaliknya jika individu bersikap menerima terhadap suatu hal yang negatif maka

dikatakan memiliki sikap yang negatif.

2.2.3 Struktur Sikap

1. Domain Kognitif
21

Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap (Saifuddin, 2003). Selain itu Mar’at (1981) mempertegas

dengan memberikan pengertian bahwa komponen kognisi berhubungan dengan

kepercayaan, ide dan konsep. Sekali kepercayaan tersebut telah terbentuk maka ia

akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari

objek tertentu. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat

kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya

informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi (Saifuddin, 2003).

2. Domain afektif

Domain afektif berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang

(Mar’at, 1981). Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif

seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan

dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu (Saifuddin, 2003). Pada

umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak

dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai yang dianggap benar

dan berlaku bagi objek tersebut. Bila kita percaya bahwa merokok membawa

dampak negatif dan ancaman terhadap kesehatan, maka akan terbentuk perasaan

tidak suka atau negatif terhadap rokok (Saifuddin, 2003).

3. Domain konatif

Domain konatif merupakan kecenderungan bertingkah laku (Mar’at,

1981). Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana

kecenderungan berperilaku yang bada dalam diri seseorang berkaitan dengan

objek sikap yang dihadapinya (Saifuddin, 2003). Bagaimana orang berperilaku


22

dalam situasi tertentu terhadap stimulus tertentu. Sebagai contoh, orang melihat

rokok atau melihat orang lain merokok lalu respon apa yang muncul dalam

pikiran atau perasaannya, bisa saja orang tersebut tertarik, tidak tertarik atau

mungkin masa bodoh, hal ini akan terjadi pada setiap orang, orang yang setuju ada

kecenderungan akan melakukan atau menirunya, bagi yang tidak setuju akan ada

kecenderungan untuk menghindarinya (Saifuddin, 2003).

2.3 Pemberian Layanan Informasi

2.3.1 Gambaran umum

Menjalani kehidupan dan juga perkembangan dirinya, individu

memerlukan berbagai informasi, baik untuk keperluan kehidupannya sekarang

maupun untuk perencanaan kehidupannya ke depan. Informasi ini dapat diperoleh

dari berbagai sumber, dari media lisan melalui perorangan, media tertulis dan

grafis, melalui sumber formal dan informal sampai dengan media elektronik

melalui sumber teknologi tinggi (Prayitno, 2004).

Diperlukannya informasi bagi individu semakin penting mengingat

kegunaan informasi sebagai acuan untuk bersikap dan bertingkah laku sehari-hari,

sebagai pertimbangan bagi arah pengembangan diri, dan sebagai dasar

pengambilan keputusan (Prayitno, 2004).

Layanan informasi berusaha memenuhi kekurangan individu akan

informasi yang mereka perlukan. Dalam layanan ini, informasi itu kemudian

diolah dan digunakan oleh individu untuk kepentingan hidup dan perkembangan

nya (Prayitno, 2004).


23

Dalam hak pengembangan kemandirian, pemahaman, dan penguasaaan

individu terhadap informasi yang diperlukannya akan memungkinkan ia mampu

memahami dan menerima diri lingkungannya secara objektif, positif dan dinamis;

mengambil keputusan; mengarahkan diri untuk kegiatan-kegiatan yang berguna

sesuai dengan keputusan yang diambil; dan akhirnya mengaktualisasikan diri

secara terintegrasikan. Dengan demikian, meskipun tujuan layanan info tampak

sederhana dan tunggal, apabila penguasaan informasi itu benar-benar berkualitas

tinggi, tidak mustahil ia dapat digunakan untuk keperluan yang lebih luas

(Prayitno, 2004)

2.3.2 Komponen

Dalam layanaan info terlibat tiga komponen pokok yaitu

1. Konselor

Menguasai sepenuhnya informasi yang menjadi isi layanan, mengenal

dengan baik peserta layanan dan kebutuhannya akan informasi, dan

menggunakan cara-cara efektif untuk melaksanakan layanan.

2. Peserta

Kriteria seseorang menjadi peserta layanan info pertama-tama menyangkut

pentingnya isi layanan bagi (calon) peserta yang bersangkutan. Apabila

seseorang tidak memerlukan informasi yang menjadi isi layanan info, ia

tidak perlu menjadi peserta layanan.

3. Informasi
24

Jenis, luas, dan kedalaman informasi yang menjadi isi layanan info sangat

bervariasi tergantung pada kebutuhan para peserta layanan. Untuk

keperluan layanan info, informasi yang menjadi isi layanan harus spesifik

dan dikemas secara jelas dan rinci sehingga dapat disajikan secara efektif

dan dipahami dengan baik oleh para peserta layanan. Informasi

dimaksudkan itu sesuai dengan kebutuhan aktual para peserta layanan

sehingga tingkat kemanfaatan layanan tinggi (Prayitno,2004)

2.3.3 Pendekatan dan Teknik

Layanan info diselenggarakan secara langsung dan terbuka dari konselor

kepada para pesertanya dalam bentuk berbagai macam antara lain

1. Ceramah, Tanya Jawab dan Diskusi

Cara penyampaian informasi yang paling biasa dipakai adalah ceramah,

yang diikuti dengan tanya jawab. Untuk mendalami informasi tersebut dapat

dilakukan diskusi di antara para peserta.

2. Media

a. Dalam penyampaian informasi dapat digunakan media pembantu

berupa alat peraga, media tulis dan grafis serta perangkat dan program

elektronik ( seperti radio, televisi, rekaman , computer, OHP, LCD). Papan

informasi juga merupakan media yang cukup efektif apabila dikelola

dengan baik dan bahan sajinya aktual.

b. Informasi dikemas dalam rekaman dengan perangkat kerasnya (

rekaman audio, video, komputer) digunakan dalam layanan info yang

bersifat mandiri, dalam arti peserta layanan dapat memperoleh dan


25

mengolah informasi yang diberikan. Terlebih dahulu, layanan info mandiri

itu dirancang dan disiapkan secara cermat oleh konselor.

3. Acara khusus

Melalui acara khusus, di sekolah, misalnya dapat digelar “Hari

Anti Narkoba” yang didalamnya ditampilkan informasi tentang narkoba

dalam spektrum yang luas. Pergelaran semacam ini dapat pula

diselenggarakan pada bidang-bidang informasi lainnya. Dengan demikian,

dapat digelar “Hari tembakau sedunia”, “Hari KB” dan sebagainya.

4. Penilaian

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, penilaian hasil layanan

info difokuskan kepada pemahaman para peserta terhadap informasi yang

menjadi isi layanan. Unsur U (Understanding) sangat dominan.

Pemahaman para peserta layanan itu lebih jauh dapat dikaitkan dengan

kegunaan bagi peserta, dan apa yang akan dilakukan peserta berkenaan

dengan informasi yang diperolehnya itu. Evaluasi lisan ataupun tertulis

dapat digunakan untuk mengungkapkan pemahaman peserta tentang

tentang informasi yang baru disajikan (Prayitno, 2004)

2.4. Remaja

2.4.1 Pengertian

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin “adolescere” yang

berarti tumbuh kea rah kematangan baik fisik, sosial, dan psikologis. Menurut

Depkes RI batasan usia remaja adalah antara 10-19 tahun dan belum menikah

(Widyastuti, 2009).
26

Menurut WHO, remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang

pada pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia

mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologis dan

pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative mandiri.

WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono,

2010)

2.4.2 Perkembangan Remaja

Menurut Sarwono (2010) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam proses

penyesuaian diri menuju dewasa :

a. Remaja awal ( Early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih terheran-heran

akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Mereka

mengembangkan pikiran-pikiran baru cepat tertarik pada lawan jenis.

Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali

terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit dimengerti

orang dewasa.

b. Remaja madya ( Middle adolescence)

Pada tahap ini (13-15 tahun) remaja sangat membutuhkan kawan. Ada

kecenderungan narastic yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai

teman-teman yang mempunyai sifat yang sama dengan dirinya.

c. Remaja akhir (Late adolescence)

Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa.
27

BAB 3

Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

3.1 Kerangka Konseptual

Sikap berhenti merokok adalah (kecenderungan) untuk berhenti merokok.

Sikap berhenti merokok, sesuai dengan dasar teori sikap yang dikemukakan

Mar’at (1981) terdiri dari tiga komponen, yaitu pikiran (kognisi), perasaan

(afeksi) dan kecenderungan berperilaku (konatif) maka sikap berhenti merokok

yang dimaksud penelitian ini meliputi pemikiran, perasaaan, dan kecenderungan

untuk tidak merokok.

Perokok dini lebih mudah diubah menjadi perilaku tidak merokok karena

pada perokok dini masih belum terjadi ketergantungan (kecandungan) akan zat-zat

yang terdapat dalam rokok dan secara psikologis masih ringan asosiasi untuk

merokok.

Dengan pertimbangan masih perokok dini, maka upaya mengubah

menjadiberhenti merokok dapat dilakukan dengan cara mengubah pikiran dan

perasaan melalui bimbingan pemberian informasi tentang bahaya merokok.

Diharapkan dengan mengetahui akibat-butuk daripada merokok akan mengubah

sikap yang pada mulanya mau merokok dan perilaku merokok menjadi sikap

berhenti merokok dan sikap ini berdampak pada perilaku tidak merokok. Dengan

pertimbangan manusiawi, maka seharusnya untuk mengubah perilaku manusia,

maka diubah lebih dahulu pikiran dan perasaanya, kecenderungan perilakunya

(sikapnya).
28

Peneliti menduga bahwa terdapat hubungan antara sikap berhenti merokok

dengan layanan pemberian informasi tentang akibat-buruk merokok, karena

remaja tidak ingin merusak tubuhnya sendiri, melalui kesadaran yang muncul dari

informasi yang diberikan. Kerangka konseptual peneliti digambarkan sebagai

berikut

Perokok dini pada SIKAP Perokok dini pada


remaaja SMAN 1 remaja SMAN 1
Medan (Berhenti Medan (perilaku
Merokok) berhenti merokok)
(Perilaku merokok)

Pemikiran Kecenderungan
Perasaan perilaku
(kognisi) (afektif) (konatif)

DIUBAH MELALUI
Pemberian Informasi Akibat-
buruk Merokok
29

3.2 Hipotesis Penelitian

Ha : Terdapat hubungan antara layanan informasi dengan sikap perilaku

berhenti merokok pada remaja perokok dini di SMAN 1 medan.

Ho : Tidak Terdapat hubungan antara layanan informasi dengan sikap

perilaku berhenti merokok pada remaja perokok dini di SMAN 1 medan.


30

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan

penelitian cross sectional untuk melihat hubungan antara pemberian layanan

informasi dengan sikap berhenti merokok pada siswa remaja perokok dini.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMAN 1 Medan dan waktu penelitian

dilaksanakan pada bulan Januari 2015.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas X, XI, dan

XII sebanyak 14 kelas, yang perokok dini di SMAN 1 Medan tahun ajaran 2013-

2014.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam Penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi perokok dini yang

bersekolah di SMAN 1 medan tahun ajaran 2013-2014 sebanyak 7 kelas yang

terpilih sebagai sampel dan ditarik secara randomized controlled trial sehingga

setiap siswa dalam kelas memiliki kesempatan yang sama menjadi sampel
31

penelitian (responden). Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dari sampel yang

akan diambil adalah:

Kriteria inklusi:

1. Siswa-siswi kelas X, XI, XII Yang tercatat secara resmi di Sekolah Menengah

Atas (SMA) Negeri 1 Medan.

2. Bersedia menjadi subyek penelitian

Kriteria eksklusi:

1. Menolak menjadi responden

2. Tidak hadir pada saat dilakukan penelitian

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


Ukur Ukur
Layanan Tingkat Kuesioner Wawancara Baik Ordinal
Informasi Pemahaman (>50%)
informasi siswa- Kurang (<
siswi tentang 50%)
pengertian
merokok,
mencakup
komponen-
komponennya serta
faktor-faktor yang
mempengaruhinya
Sikap Sikap dan perilaku Kuesioner Wawancara Baik Ordinal
berhenti siswa-siswi untuk (>50%)
merokok berhenti merokok Kurang (<
50%)

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan atau

pemahaman tentang layanan informasi dan sikap berhenti merokok dalam


32

penelitian ini adalah menggunakan alat ukur berbentuk kuesioner (angket). tingkat

pengetahuan atau pemahaman tentang layanan informasi dan sikap berhenti

merokok diukur dengan cara, subyek penelitian diberi kuesioner yang berisi

pertanyaan yang terdiri dari 20 item pertanyaan yang bersifat tertutup. Responden

mengisi angket dengan cara memberi tanda chek list (√) pada kolom alternatif

jawaban yang disediakan sesuai dengan pendapatnya, dengan pilihan jawaban

benar dan salah. Jika menjawab benar diberikan nilai 1 (satu) dan jika menjawab

salah diberikan nilai 0 (nol). Skor yang diperoleh pada tes pengetahuan tentang

rokok menujukkan tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

Berdasarkan Budiarto (2002), aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah nilai

yang ada dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu

a. Baik, jika skor total jawaban >50% (11-20)

b. Kurang, jika skor total jawaban <50% (0-10)

4.5.1 Uji validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur benar-benar

mengukur apa yang diukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data variable yang diteliti

secara tepat. Dikatakan valid jika nilai r hitung > daripada r tabel ( dalam hal ini r

tabel yang menggunakan nilai alpha 0,05 dengan jumlah responden 10 orang

sebesar 0,632)

4.5.2. Uji reliabilitas


33

Uji reliabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui adanya

konsistensi alat ukur dalam penggunaannya atau dengan kata lain alat ukur

tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada

waktu yang berbeda. Menurut Notoatmodjo (2010), reliabilitas adalah indeks

yang menunjukkan bahwa hasil pengukuran dapat dipercaya atau dapat

diandalkan. Dengan menggunakan program komputer SPSS nilai reliabilitas dapat

langsung diketahui, yaitu dengan melihat nilai cronbach alpha. Apabila nilai

cronbach alpha >0,6 maka kuesioner dikatakan reliabel.

4.6 Metode Pengumpulan Data

4.6.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsug dari sumber data.

Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan pedomen pengisian

kuesioner oleh responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap

responden.

4.6.2 Data Sekunder

Data ini didapatkan dari data sekolah mengenai profil sekolah.

4.7 Pengolahan Data

Data primer yang telah dikumpulkan akan diolah dengan melakukan

pengelompokkan jawaban. Adapun proses pengolahan data tersebut sebagai

berikut
34

1. Editing adalah kegiatan melakukan pengecekan kelengkapan pengisian

kuesioner.

2. Coding adalah kegiatan pemberian kode yang dilakukan peneliti untuk

mengubah data yang terkumpul ke bentuk yang lebih ringkas.

3. Tabulating adalah memasukkan data yang telah dikoreksi dalam bentuk

tabel.

4. Computing adalah memasukkan data ke komputer dan mengolahnya

dengan menggunakan software statistik.

4.8 Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk menggambarkan masing-masing

variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi

2.Analisis bivariat

Analisis bivariate dimaksudkan untuk melihat hubungan kedua variabel

yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Analisis data yang dilakukan untuk

melihat hubungan antara kedua variabel yakni menggunakan Kai kuadrat dengan

tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaaan α = 0,05. Analisa dilakukan

dengan membandingkan nilai p value dan α = 0,05.

You might also like