You are on page 1of 1

Tentu hal tersebut bertolak belakang dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara akan dunia

pendidikan. Pendidikan dijalankan dengan esensi untuk membangun manusia seutuhnya, yaitu
manusia yang baik dan berkarakter. Pada tanggal 3 Juli 1922, KHD menawarkan sebuah konsep
yang disebut Sistem Among, dimana peserta didik disokong berdasarkan kodratnya bukan karena
paksaan/perintah. Metode pengajaran dan pendidikan didasarkan pada cipta, karsa, dan rasa.
Seseorang didorong untuk berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek
kemanusiaannya dan disesuaikan dengan bakat dan kemampuannya serta mampu menghargai
dan menghormati setiap orang. Adapun bentuk penerapan sistem SCL yang disesuaikan dengan
sistem among KHD bisa dilakukan sebagai berikut :

Pertama, bentuk kelas dengan ukuran sekecil-kecilnya, maksimal peserta didik dalam satu kelas
adalah 18 - 20 orang. Dengan jumlah peserta didik yang sedikit, diharapkan pendidik mampu
mengukur dan mengenali kemampuan setiap peserta didiknya kemudian menyesuaikan metode
pengajarannya dengan kemampuan penerimaan peserta didik masing-masing. Selain itu, kelas
kecil mampu meningkatkan kondusivitas pembelajaran dalam kelas karena tidak akan
menimbulkan kegaduhan seperti di kelas-kelas besar sehingga peserta didik dapat fokus
memperhatikan pembelajaran. Kedua, setiap pendidik diharapkan mampu menjadi teladan untuk
memberikan contoh. Pendidik tidak hanya bertugas untuk mentransfer ilmu sesuai kurikulum,
namun juga mentransfer nilai-nilai kehidupan dan spiritual, sehingga mampu membangun

kepribadian peserta didik yang berkarakter. Pendidik yang memiliki teladan yang baik akan
dihormati oleh peserta didiknya sehingga komunikasi dua arah mampu berjalan dengan baik
sehingga peserta dapat berperan aktif. Hal ini sesuai dengan trilogi pertama KHD yaitu ing
ngarsa sung tuladha. Ketiga, setiap pendidik harus mampu memposisikan diri sebagai seorang
kawan, yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mampu
merangsang ide dan kreativitas peserta didik. Dengan suasana yang menyenangkan, seorang
peserta didik menjadi merasa nyaman dan tidak tertekan untuk menyuarakan pendapatnya. Hal
ini sesuai dengan trilogi kedua KHD yaitu ing madya mangun karsa. Dan terakhir, sebagai
seorang pendidik, mereka harus mampu menjadi seorang ibu yang selalu memotivasi dan
mendorong setiap peserta didiknya untuk berkembang dari belakang. Setiap pendidik harus
mampu mengukur, mengenali, dan membantu pencapaian target di setiap peserta. Penting
dipahami bahwa setiap manusia dilahirkan dengan kemampuan yang tidak sama. Oleh sebab itu,
sesuai dengan trilogi ketiga KHD yaitu Tut Wuri Handayani pendidik tidak boleh
menyamaratakan kemampuan setiap peserta didik dengan sebuah sistem yang sama yang
dianggap paling benar.

You might also like