You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi tahun
2007 AKI di Indonesia tercatat 228 per 100.000 kelahiran hidup. Target yang diharapkan
adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Atmawiraka, 2010). Yang
menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia disamping pendarahan adalah pre-
eklampsia atau eklampsia dan penyebab kematian perinatal yang tinggi.

Pre-eklampsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan. Pada kondisi berat pre-eklamsia dapat menjadi eklampsia
dengan penambahan gejala kejang-kejang.

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung


disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi, istilah
kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama karena eklampsia
merupakan peningkatan dari pre-eklamsia yang lebih berat dan berbahaya dengan
tambahan gejala-gejala tertentu. Pre-eklampsia berat dan eklampsiamerupakanrisikoyang
membahayakan ibu di samping membahayakan janin melaluiplacenta.Setiap tahun
sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia. Insidens eklampsia di negara
berkembang berkisar dari 1:100 sampai1:1700.

Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada
stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang, Jika eklampsia
tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena
kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. Oleh karena
itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus dihindari.Karena eklampsia
menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi.

B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Mampu memahami masalah kegawatdaruratan yaitu pre-eklampsia dan eklampsia
serta hipertensi dalam kehamilan.

1
b. Tujuan Khusus
1. Mengenali gejala dan tanda hipertensi karena kehamilan dan menentukan
diagnosa yang paling mungkin dalam hubungan dengan hipertensi yang dipicu
oleh kehamilan dan hipertensi kronik pada ibu hamil.
2. Melakukan penatalaksanaan pre-eklampsia dan eklampsia dan hipertensi kronik
pada ibu hamil.

C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai kegawatdaruratan yaitu pre-eklampsia dan
eklampsi dan hipertensi dalam kehamilan
2. Mengetahui penanganan kegawatdaruratan pre-eklampsia dan eklampsi dan
hipertensi dalam kehamilan

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Hipertensi dalam kehamilan


1.1.1 Definisi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi yang serius trimester kedua-
ketiga dengan gejala klinis seperti: odema hipertensi ,proteinuria, kejang sampai koma
dengan umur kehamilan di atas 20 minggu, dan dapat terjadi antepartum, intrapartum,
pascapartus (Manuaba, 2001)Lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis
telah terjadi sejak implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti
dengan sindroma inflamasi.

KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN

1. HIPERTENSI KRONIK
Hipertensi kronik Hipertensi Kehamilan < 20 minggu
Superimposed Hipertensi kronik Proteinuria dan tanda lain dari
preeclampsia preeclampsia
2. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg atau Proteinuria (-)
kenaikan 15 mmHg dalam 2 Kehamilan > 20 minggu
pengukuran berjarak 1 jam
Preeklampsia ringan Idem Proteinuria 1+
Preeklampsia berat Tekanan diastolik > 110 mmHg Proteinuria 2+
Oliguria
Hiperrefleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia Hipertensi Kejang

a. Risiko meningkat pada:


 Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
 Hidramnion

3
 Diabetes melitus
 Isoimunisasi rhesus
 Faktor herediter
 Autoimun: SLE
b. Hipertensi karena kehamilan:
 Hipertensi tanpa proteinuria atau edema
 Preeklampsia ringan
 Preeklampsia berat
 Eklampsia
c. Hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa gejala,
kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk dengan terdapatnya
proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang sahih untuk preeklampsia.
d. Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala berikut:
1. Tekanan darah diastolik 110 mmHg
2. Proteinuria 2+
3. dapat diikuti dengan:
4. Oliguria < 400 ml per 24 jam
5. Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
6. Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
7. Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
8. Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika biasa
9. Hiperrefleksia
10. Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina
11. Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
12. Pertumbuhan janin terhambat
13. Otak: edema serebri
14. Jantung: gagal jantung

e. Eklampsia ditandai oleh gejala preeklampsia berat dan kejang


1. Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi
2. Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal
3. Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam)

4
1.2 DIAGNOSIS BANDING

1. Hipertensi kronik
a. Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan sulit untuk
membedakan antara preeklampsia dan hipertensi kronik, dalam hal demikian, tangani
sebagai hipertensi karena kehamilan.

2. Proteinuria
1. Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin, sehingga terdapat
proteinuria
2. Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan infeksi
3. Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama juga dapat
menyebabkan proteinuria
4. Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan proteinuria positif palsu

3. Kejang dan koma


Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral, trauma kepala,
penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat, racun), kelainan metabolisme (asidosis),
meningitis, ensefalitis, ensefalopati, intoksikasi air, histeria dan lain-lain

1.3 KOMPLIKASI

1. Iskemia uteroplasenter
a. Pertumbuhan janin terhambat
b. Kematian janin
c. Persalinan prematur
d. Solusio plasenta

2. Spasme arteriolar
a. Perdarahan serebral
b. Gagal jantung, ginjal dan hati
c. Ablasio retina
d. Thromboemboli
e. Gangguan pembekuan darah
f. Buta kortikal

5
3. Kejang dan koma
a. Trauma karena kejang
b. Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan

4. Penanganan tidak tepat


a. Edema paru
b. Infeksi saluran kemih
c. Kelebihan cairan
d. Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik

1.4 PENCEGAHAN
a. Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karena
kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin
b. Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan belum
sepenuhnya terbukti
c. Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-tepat. Kasus harus ditindak
lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus kembali ke
pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang tua, mertua dll.)
harus dilibatkan sejak awal
d. Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru

1.5 PENGELOLAANHIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA

Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:


1. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu
2. Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia
3. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, rawat dan
pertimbangkan terminasi kehamilan

1.6 PRE-EKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA

A. PRE-EKLAMPSIA

2.1.1 Definisi

Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.

6
2.1.2 Diagnosis

Diagnosis ditegakan berdasar kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di


bawah ini.

Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan berat bila ditemukan satu
atau lebih gejala sebagai berikut.

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat dirumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring.
2. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
3. Oligura, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
terenggangnya kapsula glisson)
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Hemolisis mikroangiopatik.
9. Trombositopenia berat: ≤ 100.000 sel atau penurunan trombosit dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepal atau (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin
dan aspartate amino transperase.
11. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
12. Sindrom HELLP

2.1.3 Pembagian pre-eklampsia berat

Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
dan (b) preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia
bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala berat,
gangguan virus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan
darah.

2.1.4 Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan


hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,
dan saat yang tepat untuk persalinan.

7
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat
selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian obat-
obatan. Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu atau lebih,
adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi dengan obat-
obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di dalam rahim, adanya “HELLP
syndrome” (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet).
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pemberian
obat-obatan.Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan kurang dari 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia serta keadaan janin baik.

B. Eklampsia

2.1.5 Definisi

Eklampsia adalah kejang pada wanita yang disebabkan oleh hipertensi yang disebabkan
kehamilan (hipertensi gestasional), sebuah penyebab signifikan kematian ibu melahirkan.

Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau koma
dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia.

2.1.6 Patofisiologi
Sama dengan pre eklampsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati,
ginjal, otak, paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ-
organtersebut.

2.1.7 Gambaran Klinik

Eklampsi merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh atau koma. Sama halnya dengan pre eklampsia, eklampsia dapat
timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi
dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.

Pada penderita preeklampsia yang akan kejang, umunya memberi gejala-gejala atau tanda-
tanda khas yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang.
Preeclampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai impending
edampsia atau imminent eclampsia.

8
1.7 PRINSIP DASAR

MASALAH
1. Wanita hamil atau baru melahirkan mengeluh nyeri kepala hebat atau penglihatan
kabur
2. Wanita hamil atau baru melahirkan menderita kejang atau kehilangan kesadaran/ koma

1.8 PENANGANAN UMUM

1. Jika ibu tidak sadar atau kejang, mintalah pertolongan. Segera mobilisasi seluruh tenaga
yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
2. Segera lakukan penilaian terhadap keadaan umum termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan
darah, dan pernapasan).
3. Jika pasien tidak bernafas:
a. Bebaskan jalan nafas
b. Berikan O2 dengan sungkup
c. Lakukan intubasi jika diperlukan
4. Jika pasien kehilangan kesadaran / koma:
a. Bebaskan jalan nafas
b. Baringkan pada satu sisi
c. Ukur suhu
d. Periksa apakah ada kaku tengkuk
5. Jika pasien syok lihat keadaan umum, bebaskan jalan umum, periksa tanda vital
6. Jika terdapat perdarahan Hentikan sumber darah, mengganti cairan tubuh yang hilang
7. Jika pasien kejang (Eklampsia)
a. Baringkan pada satu sisi, tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi
kemungkinan aspirasi sekret, muntahan atau darah
b. Bebaskan jalan nafas
c. Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah
d. Fiksasi untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur

9
PENILAIAN KLINIK

Penilaian klinik pre-eklampsia dan eklampsia

Tekanan Darah

Meningkat Normal
(TD ≥ 140/90 mmHg)

Gejala / tanda lain Gejala / tanda lain

Nyeri kepala dan / atau Kejang Demam Trismus Nyeri


Kepala
Gangguan penglihatan Riwayat Kejang (+) Nyeri Kepala Spasme otot Gangguan
dan / atau Demam (-) Kaku kuduk (+) muka Penglihatan
Proteinuria dan / atau Kaku Kuduk (-) Disorlentasi Muntah
Koma Riwayat
gejala
serupa
Malaria Migraine
Tetanus
Epilepsi Serebral
Meningitis
Ensefalitis

Hamil < 20 minggu Hamil > 20 minggu

Hipertensi Superimposed
Kronik Preeclampsia Kejang (-) Kejang (+)

Eklampsia

Preeklampsia Preeklampsia
Hipertensi ringan berat

10
TANDA DAN GEJALA

1. Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam


kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung
pada keadaan emosional pasien
2. Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik 90 mmHg pada 2 pengukuran
berjarak 1 jam atau lebih
3. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
a. Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20
minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post partum
b. Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu

1.9 PRE-EKLAMPSIA RINGAN


Definisi
Pre-eklampsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamlan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivitas
endotel.

Diagnosis

Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan berdasar atas timbul hipertansi disertai


proteinuria dan / atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

1. Hipertensi: sistolik / diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan


kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
2. Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstik.
3. Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema
pada pretibia(tungkai),dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.

Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka selalu dipertanyakan,
bagaimana:

1. Sikap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan, atau terapi


medikamentosa
2. Sikap terhadap kehamilannya, berarti mau diapakan kehamilan ini
a. Apakah kehamilan akan diteruskan sampai aterm?
Disebut perawatan kehamilan “koservatif” atau “ekspektatif”
b. Apakah kehamilan akan diakhiri (diterminasi)?
Disebut perawatan kehamilan “aktif” atau “agresif”

11
Tujuan utama perawatan preeklampsia

Mencegah kejang, pendarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan
melahirkan bayi sehat.

Penanganan

1. Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan penilaian 2
kali seminggu secara rawat jalan:
a. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
b. Lebih banyak istirahat
c. Diet biasa
d. Tidak perlu pemberian obat
e. Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
 Diet biasa
 Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari
 Tidak memerlukan pengobatan
 Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut
 Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan:
 Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia
berat
 Periksa ulang 2 kali seminggu
 Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
 Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat
 Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan
 Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat

2. Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan


a. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml
Ringer Laktat/Dekstrose 5% IV mulai 8 tetes/menit yang dinaikan 4 tetes/15
menit sampai didapat his yang adekuat atau dengan prostaglandin
b. Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter
Foley, atau lakukan terminasi dengan bedah Caesar

12
 Rawat jalan (ambulatoir)

Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan
ibu hamil banyak istirahat (berbaring / tidur miring), terapi tidak harus mutlak selalu
tirah baring.

Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada v. Kava inferior, sehingga meningkatkan aliran
darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan
aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan
sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular,
sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan
pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi
janin dalam rahim.

Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal
masih normal. Pada preeklampsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi
ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam.

Diet yang mengandung 2 gr natrium atau 4 – 6 NaCl (garam dapur) adalah cukup,
kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan
janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam
hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa
susu atau air buah.

Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan
roboransi pranatal.

Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Dilakukan


pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi
ginjal.

 Rawat inap (dirawat dirumah sakit)

Pada keadaaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsi ringan ibu hamil perlu
dirawat dirumah sakit. Kriteria preeklampsi ringan dirawat di rumah sakit ialah :

(a) bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu;

13
(b) Kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 kali berturut-
turut
(2 minggu).

(b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsi berat.

1. Bila setelah 1 minggu perawatan di atas tidak ada perbaikan maka pre-
eklampsia ringan dianggap sebagai pre eklampsia berat.
2. Bila dalam perawatan di rumah sakit sudah ada perbaikan sebelum 1
minggudan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat selama
2 harilagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan
rawatjalan.

Selama dirumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laborik.


Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan doppler khususnya
untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan
nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi bagian jantung dan mata.

 Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya

Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu sampai


≤37 minggu.

Pada kehamilan preterm (< 37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif,
selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara itu, pada
kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan
atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu memperpendek kala
II.

Diagnosa banding

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain.
Diagnosa banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi,
lesi otak, kelainan metabolik, meningitis, epilepsi iatrogenik.

a) Tingkat Awal (Aura) .

Keadaaan ini berlangsung kira–kira 30 detik, mata penderita terbuka tanpa melihat,
kelopak mata bergetar. Demikian pula tangannya dan kepala berputar ke kiriataukekanan.

b) Tingkat kejang tonik.

14
Berlangsung 15-30 detik atau kurang dari 30 detik, dalam tingkat ini semua otot menjadi
kaku, wajahnya keliatan kaku ( distorsi ), bola mata menonjol, tangan menggenggam, kaki
membengkok ke dalam, pernapasan berhenti,muka menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.

c) Tingkat Kejang Klonik.

Berlangsung antara 1-2 menit, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo
yang cepat, terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai
pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi
intermitten pada otot-oto muka dan otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot
tubuh ini, sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringpula lidah
tergigit, dan mulut keluar liur yang berbusa kadan disertai bercak-bercak darah, wajah
tampak membengkak karena kongesti dan sianosis, pada konjungtiva mata dijumpai
bintik-bintik pendarahan, klien menjadi tidak sadar.

d) Tingkat Koma.

Lama kesadaran tidak selalu sama, secar perlahan-lahan pendrita mulai sadar lagi, akan
tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan berulang sehingga ia
tetap dalam koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu
meningkat sampai 40 derajat celcius, mungkin karena gangguan serebral. Penderita
mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atauanuria dan kadang-kadang terjadi
aspirasi bahkan muntah. Penderita yang sadar kembali dari koma, umumnya mengalami
disorientasi dan sedikit gelisah.

Perawatan Eklampsia

Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital,
yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah
kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu
kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan
janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.

Perawatan medikamentosa dn perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan yang


sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia adalah mencegah dan
menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi kritis,
mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan
dengan cara yang tepat.

15
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia

Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
 Monitoring selama di rumah sakit

Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik
berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat
badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan
NST.

 Manajemen umum perawatan preeklampsia berat

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan,


dibagi menjadi dua unsur:

- Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi


medisinalis.
- Sikap terhadap kehamilannya ialah: Aktif: manajemen agresif, kehamilan
diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.

 Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa


Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas,
terapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan
onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output
cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran
secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang
diberikan dapat berupa (a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah
tetesan: < 125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi
dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500cc.

16
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila
produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan antasida
untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

Pengelolaan kejang:

1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)


2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit
7. Pengelolaan umum
8. Jika tekanan diastolik ≥ 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
antara 90-100 mmHg
9. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
10. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Alternatif I Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit


Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g dalam larutan
Ringer Asetat / Ringer Laktat selama 6 jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%) 2 g
IV selama 5 menit
Dosis Pemeliharaan MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat / Ringer Laktat yang
diberikan sampai 24 jam postpartum

Alternatif II Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit

Dosis pemeliharaan Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml Lignokain


(dalam semprit yang sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat pemberian MgSO4

Sebelum pemberian MgSO4 Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit


ulangan, lakukan Refleks patella (+)

17
pemeriksaan: Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

Hentikan pemberian MgSO4, Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit


jika: Refleks patella (-), bradipnea (<16 kali/menit)

Siapkan antidotum Jika terjadi henti nafas:


Bantu pernafasan dengan ventilator
Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam larutan 10%) IV
perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi

11. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria


12. Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
13. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
14. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
15. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan
berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
16. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah
7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

ANTI KONVULSAN

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya
depresi neonatal.

DIASEPAM UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Dosis awal Diasepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit


Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal
Dosis pemeliharaan Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer laktat melalui infus
Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadi bila dosis > 30
mg/jam
Jangan berikan melebihi 100 mg/jam

18
ANTI HIPERTENSI

1. Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam
2. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin
sublingual.
3. Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan lagi
Labetolol 20 mg oral.

PERSALINAN

1. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada
eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
2. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklampsia), lakukan bedah Caesar
3. Jika dipilih persalinan pervaginam, dilakukan upaya untuk memperingan kala II
4. Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:
a. Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi
spinal).
b. Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan
spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi.
5. Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU
dalam 500 ml Dekstrose 5% mulai 8 tetes/menit yang dinaikan 4 tetes/15 menit
sampai didapat his yang adekuat atau dengan cara pemberian prostaglandin /
misoprostol

PERAWATAN POST PARTUM

1. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
2. Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
3. Lakukan pemantauan jumlah urin

RUJUKAN

1. Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:


a. Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)
b. Terdapat sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes & Low Platelets)
c. Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang

19
Asuhan Ibu Dengan Eklampsi
Penatalaksanaan asuhan pada ibu dengan eklampsi adalah:
1. Segera istirahat baring selama ½-1 jam.
2. Nilai kembali tekanan darah, nadi, pernafasan, reflek patella, bunyi jantung bayi,
dan dieresis
3. Berikan infus terapi anti kejang ( misalnya MgSO4 ) dengan catatan reflek patella
harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta diuresis baik (harus sesuai
instruksi dokter)
4. Ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht, leukosit,
LED, ureum, kreatinin, gula darah, elektolit dan urin lengkap.
5. Bila dalam 2 jam setelah pemberian obat anti kejang (MgSO4), tekanan darah
tidak turun biasanyadiberikan antihipertensi parenteral atau oral sesuai instruksi
dokter.
6. Bila pasien sudah tenang, bisa dinilai keadaan kehamilan pasien dan monitor DJJ.
7. Siapkan alat-alat pertolongan persalinan
8. Postpartum boleh diberikan uterotonika dan perinfus.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan, oleh
karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung pada keadaan emosional
pasien.
Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1
jam atau lebih
Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
1. Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20
minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post partum
2. Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu

Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah hipertensi karena
kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin. Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam
mencegah hipertensi karena kehamilan belum sepenuhnya terbukti, yang lebih perlu adalah deteksi
dini dan penanganan cepat-tepat.

Kasus harus ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas bilamana harus
kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan, keluarga (suami, orang tua, mertua
dll.) harus dilibatkan sejak awal. Pemasukan cairan terlalu banyak dapat mengakibatkan edema
paru.

Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya
depresinafas pada neonatus.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://sittisarti.blogspot.com/2015/01/tugas-makalah-preeklampsia-berat.html

http://myblogdrees.blogspot.com/2015/05/makalah-peb.html

http://annisafdal.blogspot.com/2014/10/peb-pre-eklampsia-berat.html

22

You might also like